"Waktu kita sangat singkat! Lihat keadaan perempuan tua di atas tandu itu! Ajalnya tak akan lama. Jika kita dihadang marabahaya di tengah hutan berarti sebagian dari waktu kita akan habis percuma. Aku tidak yakin kita bisa menemui salah satu dari tiga orang yang dikatakannya. Apa lagi ketiga-tiganya." Dengan suara agak perlahan makhluk bersisik ini berkata "Perempuan malang ini akan menemui Kematiannya sebelum menemui orang-orang itu!"
"Kalau begitu apa yang harus kita lakukan? Ingat Kek, sebelumnya kita telah berjanji untuk menolongnya!" kata Patilandak pula seraya menatap pada pisau bergagang dua kepala singa yang menancap di dada perempuan tua di atas tandu.
"Aku ingat. Janji adalah satu kebajikan yang harus dipenuhi! Tapi kesia-siaan adalah satu hal yang harus dihindarkan! Kita harus bisa memaksanya bicara saat ini juga! Kalau nasibnya buruk, dia meninggal sebelum sempat menemui salah satu dari tiga orang itu, sebelum sempat mengungkap rahasia besar yang katanya te
Orang gemuk luar biasa yang tegak tertawa di hadapan Jin Patilandak dan Tringgiling Liang Batu mengenakan jubah putih gombrang. Di atas kepalanya yang bermuka bulat dan ada tompel (tahi lalat besar berbulu) di pipi kiri, terdapat sebuah sorban besar. Di atas sorban ini terletak sebuah belanga tanah mengepulkan asap dan keluarkan suara mendidih. Dari dalam belanga itu menebar bau rempah-rempah aneh."Dua sahabat lama. Jin Patilandak dan Tringgiling Liang Batu! Tidak disangka kita bertemu di tempat ini. Apa yang tengah kalian lakukan di sini?!" Si gemuk Jin Obat Seribu bertanya."Jin Obat Seribu sobatku lama! Kau datang disaat yang tepat Kami butuh bantuanmu untuk menolong orang ini!"Mendengar ucapan Tringgiling Liang Batu sepasang mata si gemuk bersorban itu melirik ke arah sosok Ruhmundinglaya di atas tandu."Hemm. Apa yang terjadi dengan perempuan ini? Kalau tidak salah mataku melihat bukankah dia yang bernama Ruhmundinglaya? Sejak muda sampai tua
Habis berkata begitu Jin Ma|a Obat gerakkan tangan kirinya. Dia turunkan belanga besar panas yang ada di atas sorbannya. Mulut belanga didekatkannya ke bibir Ruhmundinglaya yang agak terbuka. Lalu enak saja cairan panas yang ada dalam belanga itu diguyurkannya ke dalam mulut si nenek. Jin Patilandak dan Tringgiling Liang Batu melengak kaget. Mereka tahu cairan yang ada dalam belanga itu panasnya bukan main. Justru cairan itu diguyurkan ke dalam mulut nenek yang sedang sekarat!"Glekk... glekkkk...! Cesss! Cesss! Cesss!"Jin Obat Seribu tertawa gelak-gelak. Sementara Patilandak dan Tringgiling Liang Batu sama tercekat. Dari mulut Ruhmundinglaya tiba-tiba menggelegar satu jeritan dahsyat. Cairan aneh bercampur buku-buku darah menyembur. Bersamaan dengan itu sosok si nenek bangkit terduduk. Sepasang matanya membeliak kemerahan. Sesaat kemudian tubuh itu terbanting kembali ke atas tandu."Mati!" seru Jin Patilandak.Jin Obat Seribu tertawa. "Jangan khawatir.
NENEK berjubah coklat yang di atas kepalanya ada gulungan asap merah berbentuk kerucut hentikan larinya, berpaling ke belakang, pada nenek yang sekujur tubuhnya tertutup ratusan katak hijau. "Ruhmasigi! Kita sudah menghabiskan banyak hari secara percuma! Hanya gara-gara mengikuti kemauanmu. Menyelidik arti mimpi gilamu itu! Padahal bukankah lebih penting mencari Ruhmundinglaya, orang yang konon hendak menyampaikan sesuatu berita besar pada kita?"Nenek bernama Ruhmasigi yang di Negeri Jin dikenal dengan sebutan Jin Lembah Paekatakhijau pencongkan mulutnya lalu menjawab ucapan temannya."Ruhniknik! Kau masih saja mengomel tak karuan! Mimpiku bukan bunga tidur! Aku yakin apa yang aku lihat dalam mimpi merupakan satu kenyataan! Apalagi jika dihubungkan dengan firasatku suatu peristiwa besar akan terjadi di Negeri ini. Ingat undangan pertemuan besar di Istana Surga Dunia? Aku yakin dibalik undangan itu ada satu rahasia busuk!""Rahasia itu akan kita singkapkan! Buka
Jin Penjunjung Roh hendak tertawa gelak- gelak mendengar ucapan Jin Paekatakhijau itu. Namun niatnya dibatalkan karena khawatir sahabatnya akan tersinggung. Dalam pada itu dia sendiri diam-diam mengakui memang ada keanehan dengan katak besar yang telah mati itu seperti yang dikatakan Ruhmasigi.Saat itu Ruhmasigi telah melangkah mendekati batu besar. Dia jongkok di hadapan mayat katak hijau besar. "Tak ada kulihat penyebab keanehan pada kulit tubuh binatang ini. Mungkin keanehan itu ada di sebelah dalam badannya. Kalau tidak ada satu kekuatan sakti, tidak mungkin katak ini bisa bertahan seperti ini. Katak ini menemui ajalnya pasti sudah lama sekali. Bagaimana aku memeriksa menyingkapkan keanehan ini?" Ruhmasigi merenung sejenak. Dia melirik pada puluhan katak yang berada di sekelilingnya. Lalu dia bangkit berdiri."Anak-anak, aku perlu bantuan kalian!" Ruhmasigi berucap pada katak-kataknya. "Beset tubuh katak hijau besar itu. Aku ingin melihat apa yang ada dalam perutn
"Jahanam! Ada yang merampas benda itu!" teriak Jin Penjunjung Roh. Jin Paekatakhijau terkejut besar. Dua nenek ini cepat melompat bangkit dan hantamkan tangan kanan masing-masing ke udara."Wuuuttt!" "Wuttt!"Dua gelombang angin melesat ke atas. Yang jadi sasaran ternyata sudah lenyap. Walau demikian ada sepotong benda putih tiba-tiba melayang jatuh dari atas langit. Jin Penjunjung Roh dan Jin Lembah Paekatakhijau sama-sama melompat, berebut cepat menangkap benda putih itu."Rontokan bulu kapas..." kata si nenek seraya memperlihatkannya pada sahabatnya Jin Paekatakhijau.Jin Paekatakhijau ambil benda itu dan memperhatikan. "Hemmm..." si nenek bergumam. "Bulu kapas tidak ada yang sebesar ini” Dia memandang ke langit "Aku sudah bisa menduga siapa adanya makhluk yang berusaha merampas batu aneh tujuh warna itu”"Siapa?" bertanya Jin Penjunjung Roh."Tidak akan kukatakan sekarang. Aku tak ingin pikiranmu ikut bercabang. Makhluk itu k
DERU lima air terjun seolah menjadi pengantar kekhusukan samadi yang tengah dilakukan kakek berambut putih riap-riapan itu. Orang tua ini memiliki kening, hidung dan dagu sama rata dengan pipinya. Dia duduk bersila mengapung satu jengkal di atas batu rata di dalam bangunan berbentuk gapura.Orang tua ini bukan lain adalah Jin Tangan Seribu, salah seorang tokoh rimba persilatan yang disegani di Negeri Jin. Di langit matahari mulai condong ke barat. Dewi Awan Putih sampai saat itu masih saja tetap duduk bersila di hadapan si orang tua. Sikapnya yang sepanjang hari memperlihatkan kesabaran kini mulai goyah. Dewi ini mulai gelisah, apa lagi setelah melihat petang mulai merayap siap membawa sang surya ke titik tenggelamnya."Cucuku Dewi Awan Putih, sifat manusia luar rupanya mulai mempengaruhi dirimu. Dimana kau simpan rasa kesabaranmu selama ini?" Tiba-tiba kesunyian dan keresahan menunggu dipecahkan oleh suara aneh yang seolah datang dari empat jurusan hingga sulit menget
"Aku mendengar. Aib besar bagi bangsa Dewi! Lagi-lagi karena perbuatan pemuda bernama Bintang itu! Bunda Dewi sampai hamil! Jika tiba saatnya pemuda itu perlu dimintai pertanggungan jawabnya. Dengan darah bahkan kalau perlu dengan nyawanya! Aku mengerti cucuku. Pergilah. Selalu berlaku hati-hati dimana kau berada, dengan siapapun kau berhadapan..."Dewi Awan Putih bersujud di hadapan Jin Tangan Seribu lalu tinggalkan bangunan berbentuk gapura itu. Sesaat setelah Dewi Awan Putih meninggalkan tempat kediamannya, Jin Tangan Seribu usap-usap janggut putihnya, menatap ke arah pedataran berumput di seberang sana. Rumput di pedataran itu tidak berwarna hijau seberapa lazimnya warna rumput melainkan berwarna biru."Cincin Berbatu Hijau milik maharaja jin terdahulu. " desis Jin Tangan Seribu. "Cincin keramat itu tidak berhasil aku dapatkan. Tidak ada yang tahu dimana beradanya. Cucuku datang membawa cerita tentang mimpi melihat cincin sakti itu. Apakah dia berkata benar...? Buk
Begitu berhadapan dengan Jin Tangan Seribu, Pamanyala segera menghormat menjura dalam. "Jin Tangan Seribu, kau memanggilku. Tentu ada urusan penting. Harap kau memberi tahu agar aku bisa segera melaksanakan.""Pamanyala, kau tentu tahu. Barusan saja aku mendapat kunjungan cucuku makhluk Dewi bernama Dewi Awan Putih. Dia datang kemari menanyakan Perihal sebuah batu bernama Cincin Berbatu Hijau. Kurasa kau pernah mendengar tentang batu keramat itu”"Sedikit banyaknya aku memang sudah pernah mendengar," jawab Pamanyala. "Apa yang harus aku lakukan Hai Jin Tangan Seribu?""Ikuti Dewi Awan Putih. Selidiki sampai kau mengetahui apakah dia memiliki cincin sakti itu atau tidak. Jika benda itu memang berada di tangannya kau harus dapat merampasnya”"Perintahmu akan segera aku lakukan. Namun sebelum pergi aku ada dua pertanyaan" kata Pamanyala pula."Ajukan apa pertanyaanmu!""Pertama, apakah cucumu Dewi Awan Putih tahu k