Suasana di sebuah pondok pesantren modern yang berada di sebuah pulau Jawa, terlihat sangat ramai dengan banyaknya kendaraan dari pihak keluarga yang menjemput para santriwan santriwati yang sudah menyelesaikan pendidikannya.
Raut wajah penuh haru terlihat saat momen perpisahan para santrinya bersama para ustadz dan ustadzah dan pemilik pondok pesantren yang akan melepaskan alumni pondok pesantren dan kembali ke daerah asalnya untuk melaksanakan cita-citanya masing-masing.
Begitu pun dengan seorang wanita cantik bernama Aisyah Maulia Azzahra yang terlihat tengah berpelukan dengan para sahabat terbaiknya selama di pondok pesantren. Ada lima perempuan yang saat ini sama-sama terlihat meneteskan air mata saat akan berpisah.
Sementara itu, pasangan suami istri yang tak lain adalah Andi Setiawan dan sang istri Neni Rahmawati, saat ini berada agak sedikit jauh dari keponakannya. Keduanya tengah mengamati interaksi dari keponakannya. Andi mulai berkomentar, mengungkapkan apa yang ada dipikirannya.
"Bagaimana reaksi dari Aisyah nanti setelah sampai di rumah? Apalagi sekarang Abang Rendy sedang berembug hari pernikahan dengan Tuan Atmadja yang sudah mendesak agar Abang segera menyetujui lamarannya untuk putranya satu-satunya yang merupakan pewaris tahta Atmadja Group yang sangat besar itu."
Neni Rahmawati refleks menganggukkan kepalanya dan mulai menanggapi perkataan dari suaminya. "Iya Sayang, aku merasa sangat heran, kenapa tuan Atmadja terkesan terburu-buru untuk menikahkan putranya? Sebenarnya apa yang dipikirkannya? Apa dia tidak berpikir bahwa Aisyah baru saja kembali dari pondok pesantren? Dan pastinya dia masih ingin melepas rindu bersama keluarganya yang sudah lama ia tinggalkan."
"Entahlah, aku pun tidak tahu. Kasihan Abang Rendi dan Kakak ipar Mila. Mereka sudah terikat janji semenjak jaman muda dulu yang berjanji akan menikahkan anak mereka. Dan sebuah janji memang harus ditepati. Namun, akan ada hati yang tersakiti dari sebuah janji itu," ucap Rendy dengan tatapan iba yang daritadi mengarah pada keponakannya.
Neni menganggukkan kepalanya, seolah membenarkan perkataan dari sang suami. "Iya Sayang, bagaimana dengan nasib Aisyah nanti setelah menikah dengan pewaris tahta Atmadja Group yang terkenal sangat arogan dan suka berganti-ganti wanita itu. Aku kasihan sekali dengan Aisyah," ucap Neni yang sudah berkaca-kaca.
"Kita berdoa saja agar hidup Aisyah ke depannya akan dilimpahi rahmat oleh Tuhan dengan kebahagiaan. Kita tidak akan pernah tahu akan rahasia Illahi mengenai jodoh, rejeki dan maut. Kita hanya bisa berikhtiar dan juga berdoa kepada-Nya, agar selalu diberikan kebaikan dan dirahmati-Nya," ucap Rendi dengan posisi tangan mengusap punggung tangan sang istri. Berharap perbuatannya itu mampu menenangkan kekhawatiran dari sang istri.
Dan beberapa saat kemudian, dilihatnya Aisyah sudah berjalan mendekat ke arah mereka. Gadis cantik berkulit putih dengan mata bulat yang dilengkapi dengan bulu mata lentik, serta alisnya yang tipis berwarna hitam, dan hidung mancung dengan bibirnya yang tipis, membuatnya terlihat semakin mempesona di mata kaum Adam.
Saat ini Aisyah memakai gaun syar'i modern berwarna biru dengan kerudungnya yang berwarna senada. Senyuman mengembang tampak jelas dari wajahnya yang terlihat berbinar, karena akan kembali ke surganya yang selama ini dirindukannya. Karena baginya, rumahnya dan keluarganya adalah surganya di dunia.
"Alhamdillah Aisyah sudah siap Om, Tante. Ayo, kita pulang sekarang! Rasanya aku sudah tidak sabar untuk menemui Abi dan Ummi. Sebenarnya mereka kedatangan tamu siapa? Kenapa tidak datang menjemput Aisyah langsung?" keluh Aisyah yang merasa agak sedikit kecewa karena orang tuanya tidak menjemputnya.
"Mereka adalah sahabat baik Abimu, Aisyah. Bukankah Abi dan Umimu sudah menjelaskannya padamu di telefon? Nanti juga kamu bertemu mereka di rumah. Sekarang kita pulang!" ajak Rendi yang sudah berjalan ke arah mobil BMW mewah berwarna hitam.
Dimana sang supir sudah menunggu di luar mobil dan langsung membukakan pintu, begitu tiga orang itu berjalan mendekat ke arahnya. "Silahkan masuk Tuan, Nyonya dan Nona!" ucap Pak Bejo yang merupakan supir setia di keluarga Atmadja.
"Terima kasih Pak," ucap Rendi dan beralih menatap ke arah dua wanita yang berada di belakangnya, "kalian berdua duduk di belakang! Aku akan duduk di depan bersama Pak Bejo. Karena perjalanannya membutuhkan waktu sekitar lima jam, jadi aku akan menemaninya mengobrol, agar Pak Bejo tidak mengantuk."
Neni menganggukkan kepalanya dan mengajak keponakannya untuk segera masuk ke dalam mobil mewah itu. "Ayo, kita segera masuk ke dalam mobil! Bukankah kamu ingin segera bertemu dengan orang tuamu?"
Aisyah yang sama sekali tidak memahami dengan situasi saat ini, dimana ia tidak mengenal pria paruh baya yang dipanggil Pak Bejo itu yang membawa mobil mewah untuk menjemputnya. Karena ia berpikir bahwa Om dan Tantenya itu akan menyewa sebuah mobil biasa seperti yang biasanya dilakukan oleh kedua orang tuanya saat mengunjunginya di pesantren.
"Tante, ini memangnya Pak Bejo itu siapa? Dan mobil mewah ini?" tanya Aisyah yang sudah mengamati interior mewah di dalam mobil yang sudah mulai melaju meninggalkan kawasan pondok pesantren.
"Ini adalah mobil milik sahabat dari Abimu, dan Pak Bejo bekerja sebagai supir," jawab Neni yang berusaha untuk menghapus rasa penasaran dari keponakannya.
"Kenapa Abi dan Umi harus merepotkan orang lain? Biasanya mereka tidak pernah seperti itu. Harusnya seperti biasanya saja, karena tidak baik menyusahkan orang lain. Ataupun memanfaatkan kebaikan dari orang lain," ungkap Aisyah yang masih merasa ada keanehan yang terjadi hari ini.
"Tidak masalah Aisyah, karena ini merupakan keinginan dari sahabat Abimu yang menyuruh Pak Bejo menjemputmu. Jadi, kamu tidak perlu mempermasalahkan hal ini. Lebih baik kalian berdua beristirahat saja, karena perjalanannya masih panjang," jawab Rendi pada keponakannya.
"Iya Om, Aisyah mengerti. Akan tetapi, Aisyah belum mengantuk, biar Tante saja yang tidur. Karena pasti Tante sangat capek setelah melakukan perjalanan cukup jauh. Tante tidur saja!" ucap Aisyah pada wanita yang duduk disebelahnya.
"Baiklah, Tante memang sangat capek dan mengantuk. Jadi, Tante tidur dulu," ucap Neni yang sudah menyandarkan tubuhnya pada punggung kursi mobil dan langsung memejamkan kedua matanya.
Sedangkan Aisyah mengambil tasbih yang berada di dalam tas selempang miliknya dan mulai berdzikir di dalam hati. Karena merasa ada yang mengganjal di pikirannya dengan apa yang terjadi hari ini, membuat dirinya merasa sedikit tidak tenang. Dan untuk menenangkan perasaannya, ia lebih memilih untuk berdzikir dan juga melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an di dalam hati.
Tanpa terasa, beberapa jam kemudian, mobil mewah yang membawa Aisyah telah tiba di sebuah rumah sederhana dengan area depan yang cukup luas. Rumah minimalis dengan desain klasik itu menandakan bahwa rumah itu sudah sangat lama berdiri, karena merupakan peninggalan dari sang Kakek.
Aisyah dan sang Tante langsung turun dari mobil. Sedangkan Rendi yang sudah terlebih dulu turun, mulai mengeluarkan semua barang-barang milik keponakannya dibantu oleh sang supir.
"Alhamdulillah, akhirnya kita tiba di rumah dengan selamat," ucap Aisyah yang terlihat tidak berkedip menatap ke sekeliling rumah yang telah lama ia tinggalkan. Dan bisa dilihatnya orang tuanya yang baru saja membuka pintu rumah bersama dengan pasangan suami istri yang tidak dikenalnya berjalan ke arahnya.
"Assalamualaikum Abi, Umi," ucap Aisyah yang berjalan mendekati orang tuanya yang sangat dihormarti dan disayanginya tersebut. Kemudian ia langsung mencium penuh takdim punggung tangan dan telapak tangan dari kedua orang tuanya.
"Wa'alaikumsalam," jawab Rendi dan Mila bersamaan. Lalu Mila langsung memeluk erat putrinya yang sangat dirindukannya. "Alhamdulillah kamu sudah tiba dengan selamat, Nak!"
"Sedangkan Rendi hanya mengusap lembut kepala putrinya yang tertutupi hijab. "Akhirnya kamu pulang putriku, Alhamdulillah tidak ada halangan apapun dan kamu bisa tiba di rumah dengan selamat tanpa kekurangan suatu apapun," ucap Rendi yang beralih melirik ke arah sahabat baiknya.
"Sapa teman Abi, putriku. Dia adalah Ryan Atmadja dan istrinya yang akan menjadi mertuamu. Karena Abi akan menikahkanmu dengan putra dari sahabat Abi yang bernama Adyaksa Ramadhan Atmadja."
Mendengar perkataan dari Abinya yang mengatakan akan menikahkannya saat dirinya bahkan baru kembali dari pondok pesantren, membuat Aisyah refleks melangkah mundur satu langkah. Rasa tidak percaya dan terkejut yang teramat sangat dirasakannya begitu mendengar perkataan dari Abinya.
Aisyah hanya bisa mengungkapkan kesedihannya di dalam hatinya dengan berkeluh kesah pada sang pencipta-Nya.
'Ya Allah, ternyata inilah yang membuat hatiku daritadi merasa sangat gelisah. Apakah aku harus pasrah dengan rencana Abi mengenai hidupku yang sudah dijodohkan dengan seorang pria yang merupakan putra dari sahabatnya? Apakah aku harus menerima dengan ikhlas perjodohan ini? Sementara aku masih belum siap untuk menikah. Apakah ini semua adalah rencana-Mu untuk hidupku ya Allah?' Jerit batin Aisyah.
TBC ...
Flashback on ... Di sebuah Club' terbesar di Jakarta, yaitu Sword Night Club' yang merupakan tempat para anak-anak konglomerat kelas atas terlihat menghabiskan waktu saat malam hari dengan ditemani para wanita malam. Dan terlihat di dalam ruangan VIP Club' tersebut, ada seorang pria berkulit putih dengan netra pekat elangnya dilengkapi bulu mata lentik serta hidung mancung dan bibir tebalnya dengan badannya yang sixpack dan selalu menjadi idaman para wanita. Pria yang tak lain adalah Adyaksa Ramadhan Atmadja itu adalah pewaris tahta Atmadja Group yang merupakan perusahaan properti terbesar di Jakarta. Dirinya adalah tamu VIP yang setiap hari datang menghabiskan waktu untuk bersenang-senang bersama para sahabatnya untuk membuang rasa stres setelah seharian berkutat dengan pekerjaannya di perusahaan. Mempunyai wajah yang tampan, tentu saja membuatnya dengan mudah mendapatkan wan
Melihat reaksi terkejut dan wajah yang berubah pias dari sang putri satu-satunya, membuat Mila langsung melangkah ke depan untuk menghampiri anak tunggalnya tersebut. Sebagai seorang Ibu, tentu saja Mila sangat mengerti perasaan dari putrinya yang terlihat shock karena langsung diberitahu mengenai perjodohan itu saat baru pulang dari pondok pesantren. Mila menatap ke arah calon besannya untuk memohon ijin berbicara dari hati ke hati dengan putrinya. "Suamiku, aku akan berbicara dengan Aisyah sebentar, untuk berbicara empat mata dengannya. Kamu dan besan bisa kembali berbincang saja di ruang tamu!" "Ayo putriku, Umi ingin berbicara padamu sebentar. Akan tetapi, kamu sapa dulu teman Abi ini!" Setelah berhasil menenangkan perasaannya, Aisyah menganggukkan kepalanya dan langsung mengungkapkan permohonan maafnya pada pasangan yang istri yang berada di depannya tersebut.&nbs
Mila menatap ke arah putrinya yang masih terdiam di sebelahnya. Rasa bersalah menggerogoti dirinya, yang seolah ingin mengikis habis hatinya. Karena, seolah dirinya adalah orang tua yang telah mengorbankan hidup anaknya sendiri demi sebuah janji. Tanpa bisa mengeluarkan sepatah kata pun, ia hanya menunggu hingga putrinya mengeluarkan suaranya.Suasana hening di kamar putrinya itu, hanya dihiasi dengan suara nafas dari dua wanita berbeda usia itu. Hingga beberapa saat kemudian, suara Aisyah berhasil memecahkan keheningan."Jangan menangis Umi, Aisyah tidak apa-apa. Insyaallah Aisyah akan ikhlas menerima takdir yang sudah digariskan oleh Allah SWT, Umi. Aisyah akan menerima putra dari Tuan Atmadja sebagai suami. Dan Aisyah akan mencoba untuk merubahnya menjadi seorang suami yang baik. Semoga Allah memberikan hidayah kepada calon suami Aisyah, Umi."Mila memeluk erat tubuh putrinya, dengan suaranya yang serak akibat menangi
Setelah melakukan perdebatan cukup panjang dengan orang tuanya yang awalnya sangat murka mendengar kata-kata tidak sopannya, akhirnya Adyaksa merasa sangat puas setelah mendengar keputusan dari mertuanya yang mengijinkannya untuk membawa wanita yang baru dinikahinya. Tentu saja dengan berat hati, Rendi merestui kepergian putrinya yang memang memiliki sebuah kewajiban untuk mengikuti kemanapun suaminya pergi. Karena Surga seorang istri bukan lagi di bawah telapak kaki ibu, namun ada pada restu suaminya. Sedangkan Aisyah yang sebenarnya merasa tidak rela pergi secepat itu meninggalkan kedua orang tuanya, tidak mampu mengungkapkan perasaannya. Karena dirinya sangat mengerti akan kewajibannya sebagai seorang istri. Dan dirinya sadar harus menuruti perintah dari pria yang baru saja menikahinya tersebut. Aisyah terlihat sedang berpamitan pada kedua orang tuanya, ia sengaja menahan s
Aisyah mengucapkan basmalah dan salam saat melangkahkan kakinya memasuki bangunan megah keluarga Atmadja yang bisa dengan jelas dilihatnya segala bentuk kemewahan yang ada di dalam Mansion yang akan menjadi tempat tinggalnya tersebut.Lantai marmer mengkilat berwarna abu-abu yang dipijaknya itu seolah menunjukkan bahwa lantai itu setiap hari dibersihkan oleh banyaknya pelayan yang telah menjawab salamnya saat berbaris rapi di depannya.Aisyah sibuk mengamati segala furniture yang menghiasi ruang tamu yang bahkan berukuran 10 kali lipat dari ruangan kamarnya. Sofa empuk berwarna merah hati dengan beberapa lemari kaca yang menampilkan banyaknya benda-benda antik di dalamnya, serta ada beberapa guci berukuran cukup besar yang berada di sudut ruangan, menambah kesan glamor di ruangan tamu tersebut.Tentu saja melihat semua kemewahan yang dilihatnya, membuatnya mulai mengerti kenapa pria yang menikahinya itu menuduhnya adalah
Aisyah benar-benar sangat terkejut saat mendapat serangan tiba-tiba dari pria yang sudah dengan sangat kasar menciumnya. Bahkan itu adalah yang pertama kali untuknya. Namun, ia harus merasakannya dengan sangat kasar dari pria yang sudah menikahinya. Ia berusaha melepaskan cengkraman tangan dari suaminya yang menahan tengkuknya dengan cara mendorong dada bidang telanjang itu.Setelah berhasil menghentikan perbuatan dari suaminya, Aisyah langsung mengungkapkan perasaannya yang membuncah. "Jangan lakukan ini padaku, Mas! Mas sedang dikuasai oleh amarah yang berasal dari nafsu syetan. Aku bersedia melayanimu saat kamu benar-benar sudah menerimaku seutuhnya sebagai istrimu. Aku ingin kamu melakukannya saat Mas sudah mencintaiku.""Bukan dengan cara seperti ini, karena Mas sedang dikuasai oleh amarah," ucap Aisyah yang sudah mengambil kerudungnya yang tadi dilepas paksa oleh pria yang saat ini tengah menatapnya dengan tatapan penuh kebencian. Kemu
Dengan wajah penuh kilatan amarah, Adyaksa keluar dari ruangan kamarnya, dan ia pun membanting pintu dengan sangat kasar. Hingga suara dari pintu yang cukup keras, membuat bising Mansion besar itu. Dirinya mulai berjalan ke arah lift dan masuk ke dalamnya.Beberapa saat kemudian, ia keluar dari lift dan langsung melangkahkan kakinya menuju ke ruangan gym. Ia sengaja pergi ke sana untuk mengambil stick golf yang akan digunakannya untuk melawan para pengawal yang mungkin akan menghalangi jalannya. Dan seperti yang dipikirkannya, para pengawal yang melihatnya keluar dari pintu utama, berniat untuk menghalangi jalannya.Dengan mata penuh kilatan amarah, Adyaksa menatap tajam para pengawal di Mansion dan mengeluarkan ancamannya. "Jika ada diantara kalian yang mau mati, majulah! Aku bisa meremukkan kepala dan tulang-tulang kalian! Jika kalian masih ingin hidup, menyingkirlah dari hadapanku!"Akhirnya para pria berbadan gempal
Adyaksa yang baru saja memejamkan matanya, merasa terganggu dengan suara dering ponselnya yang berbunyi. Dengan mata masih terpejam, ia menyuruh wanita yang berada di sebelahnya untuk mereject panggilan tersebut."Matikan ponselnya! Jangan lupa nonaktifkan ponselku, aku tadi lupa. Dan 1 lagi, ambil bayaranmu dari kantong celanaku dan pergilah! Aku sudah tidak membutuhkanmu!" ucap Adyaksa masih dengan posisi mata yang terpejam.Paula hanya tersenyum kecut saat mendengar kalimat pengusiran dari pria yang sudah dilayaninya itu. Karena merasa penasaran dengan siapa yang menelfon, ia membawa ponsel milik pria yang sudah melanjutkan tidurnya itu ke dalam kamar mandi.Dan benar saja, ponsel tersebut kembali berdering. Tanpa membuang waktu, ia langsung menggeser tombol hijau ke atas. Dan bisa didengarnya suara seorang wanita. Senyum penuh seringai jahat terpancar jelas dari wajahnya.Kemudian ia mulai menjaw
Setelah puas mengungkapkan puji syukur dan rasa terima kasihnya pada sang menantu yang merupakan wanita shalihah dan menjadi idaman setiap laki-laki itu, pasangan suami istri yang tak lain adalah Ryan Atmadja dan sang istri sudah meninggalkan kamar putranya.Tentu saja sebelumnya, Ryan sudah memberikan sebuah ultimatum keras pada Adyaksa, yaitu jika sampai sekali lagi Aisyah mempunyai niat untuk meninggalkan Mansion, yang akan bertanggungjawab adalah putranya. Salah satu tanggungjawabnya adalah, Adyaksa pun harus pergi dari Mansion dan tidak akan mendapatkan harta satu peser pun arena Ryan Atmadja akan menyumbangkan semua hartanya ke panti asuhan.Adyaksa yang saat ini sudah menghempaskan tubuhnya di atas ranjang, masih terus terngiang tentang ancaman dari sang papa.Jika sampai Aisyah melangkah keluar dari rumah ini, kamu pun harus angkat kaki dan papa akan menyumbangkan semua harta kekayaan keluarga ke yayasan amal. Da
Aisyah yang masih pada posisi berlutut di lantai, menatap iba pada wajah mertuanya yang terlihat penuh ketulusan saat memohon kepadanya. Bahkan ia yang merasa sangat tidak enak, kebingungan untuk mengambil keputusan. Saat ia tengah bimbang, sentuhan jemari lembut mama mertuanya mendarat di wajahnya untuk menghapus bulir bening di pipinya."Aisyah, mama mohon padamu, jangan pergi meninggalkan kami. Tetaplah menjadi menantu kami, Sayang karena mama akan sangat berdosa pada abi dan umimu jika kamu pergi dan bercerai dengan Adyaksa."Wanita paruh baya tersebut beralih menatap ke arah putra kesayangannya yang terlihat tengah berdiri menjulang tak jauh darinya. "Putraku, mama mohon padamu, Sayang. Perlakukan istrimu dengan baik. Dia adalah istrimu, jangan menyakitinya karena jika sampai kamu menyakitinya, itu sama saja kamu menyakiti mama. Apa kamu tahu itu? Cepat minta maaf pada istrimu!"Adyaksa yang sama sekali tidak tertar
Aisyah baru saja menyelesaikan ritual rutinnya, yaitu mendoakan orang-orang disekitarnya, khususnya adalah orang tuanya. Bahkan ia sama sekali tidak pernah berdoa untuk kebahagiannya sendiri karena yang dipikirkan adalah kebahagiaan orang-orang yang disayanginya.Ia melipat mukena dan memasukkan ke dalam tas jinjing miliknya. Tentu saja ia baru menyadari bahwa sudah tidak ada orang yang berada di surau itu, hanya dirinya yang berada di sana karena dari tadi kusyuk berdoa."Semua orang pasti sudah sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Apakah papa dan mama sudah bangun? Aku harus menemui mereka untuk segera berpamitan. Alhamdulillah aku masih mempunyai uang, jadi aku bisa naik kendaraan umum untuk pulang ke Bandung. Mungkin dari sini nanti, aku akan memesan ojek online untuk mengantarkan aku ke terminal. Tidak mungkin aku menerima bantuan dari keluarga ini untuk mengantarkan aku pulang menemui abi dan umi."Setela
Bik Inah baru saja menyelesaikan kewajibannya, yakni sholat subuh berjamaah bersama para pelayan yang ada di Mansion. Setelah selesai, ia buru-buru melepaskan mukena yang dipakainya dan berjalan keluar dari surau yang didirikan oleh majikannya untuk para pelayan yang berjumlah 10 orang di Mansion.Karena ia adalah pelayan yang paling lama bekerja di istana itu, sehingga majikannya sangat mempercayainya dan menyerahkan semua urusan pekerjaan rumah di Mansion padanya. Sehingga ia merasa harus segera memberitahu majikannya mengenai istri dari tuan mudanya yang memutuskan untuk pergi meninggalkan Mansion keluarga Atmadja.Ia bisa melihat siluet wanita yang menurutnya secantik bidadari, saat ini tengah khusyuk berdoa. "Kasihan Nona Aisyah, di usianya yang masih sangat muda, ia harus mengalami ujian dalam rumah tangganya yang sangat menyakitkan. Pasti saat ini ia tengah memasrahkan seluruh hidupnya pada Allah SWT. Melihat wanita sebaik Nona Aisyah
"Apakah Tuan muda akan merasa senang dan bahagia jika aku pergi dan tidak akan pernah kembali?" tanya Aisyah dengan suara seraknya karena menahan perasaannya yang terluka."Tentu saja. Kenapa? Apakah kamu mau pergi jika aku bilang sangat senang?" ejek Adyaksa yang tersenyum sinis.Aisyah terlihat meremas mukena yang masih dipakainya. Bulir bening telah berhasil lolos dari bola matanya saat mendengar kalimat bernada pengusiran dari pria yang terlihat duduk di pinggir ranjang king size tersebut. "Apakah lebih baik aku pergi Tuan muda," tanya Aisyah yang terlihat sangat terluka begitu melihat senyum sinis dari pria yang baru saja menikahinya."Jika kamu ingin pergi, jangan pakai bertanya segala. Apakah kamu berpikir aku akan berlutut di kakimu untuk menahan kepergianmu seperti yang ada di film-film? Jangan pernah pernah bermimpi, karena aku tidak akan melakukannya. Oh ya, ada 1 hal lagi yang perlu kamu ingat. Jika kamu kelu
Aisyah terlihat meringis kesakitan saat tubuhnya terjerembab ke lantai dingin itu. "Astaghfirullah ...."Untuk sesaat Aisyah terdiam dan mencoba menenangkan perasaan dan pikirannya yang benar-benar merasa sangat terluka batin dan fisiknya. Namun, rasa sakit di tubuhnya sama sekali tidak sebanding dengan rasa sakit yang dirasakan hatinya. Berkali-kali ia mencoba untuk bersabar dan menyerahkan semuanya pada sang pencipta alam semesta.Setelah berhasil menenangkan perasaannya, ia yang terduduk di lantai itu, langsung bangkit berdiri. Manik bening miliknya menatap ke arah ranjang, di mana pria yang baru saja berbuat kasar padanya telah tertidur. Karena bisa di dengarnya, suara nafas teratur dari sang suami.'Sampai kapan kamu berbuat kasar padaku Mas? Apakah aku sangat buruk di matamu? Jika kamu memang benar-benar sangat membenciku, apa yang bisa aku lakukan? Aku tidak bisa berbuat apa-apa, hanya Allah SWT yang bisa merubah
Pukul 3 dini hari, Adyaksa terbangun dari tidurnya karena merasa ingin buang air kecil. Saat ia membuka kedua matanya, bisa dilihatnya dari belakang siluet dari wanita yang sedang bersujud cukup lama di atas sajadah. Seolah kesadarannya masih belum terkumpul sepenuhnya, hingga ia menganggap bahwa siluet itu adalah hantu.Namun, saat dirinya mulai mengingat bahwa di dalam kamarnya sekarang bukan hanya ada dirinya, baru ia menyadari bahwa sosok itu adalah wanita yang kemarin baru di nikahinya. Tentu saja ia mengerutkan keningnya, karena melihat wanita di depannya itu bersujud cukup lama.'Apa yang sedang wanita munafik itu lakukan? Kenapa berada dalam posisi itu cukup lama? Apakah dia mati? Jika dia mati di kamarku, bisa-bisa nanti malah aku yang dituduh sebagai pembunuhnya. Sial ... wanita tidak berguna ini benar-benar menyusahkan saja.'Setelah sibuk bergumam di dalam hatinya, Adyaksa buru-buru turun dari ranjang king size miliknya. Hal pertama yang ingin dilaku
Adyaksa yang baru saja memejamkan matanya, merasa terganggu dengan suara dering ponselnya yang berbunyi. Dengan mata masih terpejam, ia menyuruh wanita yang berada di sebelahnya untuk mereject panggilan tersebut."Matikan ponselnya! Jangan lupa nonaktifkan ponselku, aku tadi lupa. Dan 1 lagi, ambil bayaranmu dari kantong celanaku dan pergilah! Aku sudah tidak membutuhkanmu!" ucap Adyaksa masih dengan posisi mata yang terpejam.Paula hanya tersenyum kecut saat mendengar kalimat pengusiran dari pria yang sudah dilayaninya itu. Karena merasa penasaran dengan siapa yang menelfon, ia membawa ponsel milik pria yang sudah melanjutkan tidurnya itu ke dalam kamar mandi.Dan benar saja, ponsel tersebut kembali berdering. Tanpa membuang waktu, ia langsung menggeser tombol hijau ke atas. Dan bisa didengarnya suara seorang wanita. Senyum penuh seringai jahat terpancar jelas dari wajahnya.Kemudian ia mulai menjaw
Dengan wajah penuh kilatan amarah, Adyaksa keluar dari ruangan kamarnya, dan ia pun membanting pintu dengan sangat kasar. Hingga suara dari pintu yang cukup keras, membuat bising Mansion besar itu. Dirinya mulai berjalan ke arah lift dan masuk ke dalamnya.Beberapa saat kemudian, ia keluar dari lift dan langsung melangkahkan kakinya menuju ke ruangan gym. Ia sengaja pergi ke sana untuk mengambil stick golf yang akan digunakannya untuk melawan para pengawal yang mungkin akan menghalangi jalannya. Dan seperti yang dipikirkannya, para pengawal yang melihatnya keluar dari pintu utama, berniat untuk menghalangi jalannya.Dengan mata penuh kilatan amarah, Adyaksa menatap tajam para pengawal di Mansion dan mengeluarkan ancamannya. "Jika ada diantara kalian yang mau mati, majulah! Aku bisa meremukkan kepala dan tulang-tulang kalian! Jika kalian masih ingin hidup, menyingkirlah dari hadapanku!"Akhirnya para pria berbadan gempal