Aisyah mengucapkan basmalah dan salam saat melangkahkan kakinya memasuki bangunan megah keluarga Atmadja yang bisa dengan jelas dilihatnya segala bentuk kemewahan yang ada di dalam Mansion yang akan menjadi tempat tinggalnya tersebut.
Lantai marmer mengkilat berwarna abu-abu yang dipijaknya itu seolah menunjukkan bahwa lantai itu setiap hari dibersihkan oleh banyaknya pelayan yang telah menjawab salamnya saat berbaris rapi di depannya.
Aisyah sibuk mengamati segala furniture yang menghiasi ruang tamu yang bahkan berukuran 10 kali lipat dari ruangan kamarnya. Sofa empuk berwarna merah hati dengan beberapa lemari kaca yang menampilkan banyaknya benda-benda antik di dalamnya, serta ada beberapa guci berukuran cukup besar yang berada di sudut ruangan, menambah kesan glamor di ruangan tamu tersebut.
Tentu saja melihat semua kemewahan yang dilihatnya, membuatnya mulai mengerti kenapa pria yang menikahinya itu menuduhnya adalah seorang wanita yang materialistis.
'Subhanalllah ... ternyata keluarga suamiku memang benar-benar seorang konglomerat. Pantas saja suamiku menghinaku habis-habisan tadi, ternyata dia memang tidak salah. Karena semua laki-laki pasti akan berpikir sepertinya saat melihat seorang wanita yang setuju menikah saat belum pernah bertemu dengan calon suaminya. Jadi, aku tidak boleh menyalahkannya, atau pun mengambil hati perkataan dari suamiku. Dia tidak bersalah, tapi akulah yang memang bersalah dalam hal ini,' gumam Aisyah.
Aisyah tersadar dari lamunannya saat mertuanya menepuk pundaknya.
"Aisyah, kamu langsung saja ke kamar! Biar Bik Inah yang mengantarkanmu ke sana! Kamu pasti sangat capek dan butuh waktu beristirahat. Nanti, pelayan akan mengantarkan makanan ke kamar. Jadi, kamu makan bersama dengan suamimu di kamar. Karena selama ini, suamimu tidak pernah makan malam di rumah. Dia selalu pulang larut malam dan langsung tidur," ucap Laila Atmadja.
Aisyah langsung menganggukkan kepalanya dan menjawab perkataan dari mertuanya. "Baik Ma, Aisyah ke atas dulu." Kemudian ia mulai mengikuti langkah kaki wanita paruh baya yang sudah mengajaknya untuk masuk ke dalam lift.
"Bik Inah, apakah untuk naik ke lantai atas harus memakai lift? Sebenarnya saya tidak keberatan naik tangga."
"Tuan besar sangat melarang jika keluarganya memakai tangga, Nona muda. Karena dulu Nyonya besar pernah hampir jatuh saat menuruni tangga, tapi Alhamdulillah hanya lecet-lecet sedikit. Karena itulah Tuan Atmadja langsung menyuruh orang untuk membuat lift," ucap Bik Inah yang sudah melangkah keluar, begitu pintu lift terbuka dan sampai di lantai atas.
Sedangkan Aisyah yang mulai mengerti dengan penjelasan dari wanita paruh baya yang sudah berhenti di depan sebuah ruangan dengan pintu berwarna kuning keemasan itu, mulai mengeluarkan suaranya.
"Baiklah Bik, aku mengerti. Jadi, ini adalah ruangan Tuan muda?"
"Iya Nona muda, dan semua barang-barang Anda sudah berada di dalam. Akan tetapi, belum dirapikan di dalam lemari. Karena Tuan muda tidak suka jika ada yang masuk ke ruangan pribadinya saat sedang berada di dalam. Jadi, mohon maafkan kami!" ucap Bik Inah dengan membungkukkan badannya.
"Tidak perlu meminta maaf Bik, aku bisa merapikannya sendiri nanti. Ya sudah, aku masuk ke dalam dulu Bik," ucap Aisyah yang sudah mengetuk pintu dan mengucapkan salam terlebih dahulu. Kemudian ia membuka kenop pintu dan melangkah masuk ke dalam dengan perasaan yang berdebar-debar.
Dan disaat yang bersamaan, manik bening miliknya bersitatap dengan netra pekat pria yang baru saja keluar dari ruangan kamar mandi dengan memakai handuk sebatas pinggang, dan menampilkan bagian atas yang terekspose dengan jelas menampilkan tubuh sixpack dengan otot-otot perut yang membuatnya merasa malu saat melihatnya.
Aisyah refleks memalingkan wajahnya agar tidak melihat tubuh kekar pria yang berstatus sebagai suaminya tersebut. "Maaf Mas, aku tidak tahu kalau Mas baru selesai mandi. Kalau begitu saya keluar dulu!"
Adyaksa refleks memijat pelipisnya dan mulai mengeluarkan suara baritonnya. "Berhenti!"
Aisyah yang sudah berbalik dan berniat untuk membuka kenop pintu, seketika terdiam membisu saat suaminya menyuruhnya berhenti.
Adyaksa melanjutkan perkataannya saat melihat wanita itu diam di tempatnya. "Apakah seperti itu sikap seorang wanita yang sudah menikah? Bahkan jika aku memintamu telanjang sekarang, kamu harus menurutinya! Lalu, apa yang kau lakukan? Hanya melihatku seperti ini saja sudah membuatmu ketakutan."
"Sebenarnya kamu makhluk dari planet mana? Hingga kau seperti jijik padaku saat melihatku hanya memakai handuk, karena itulah kamu tidak ingin melihatnya dan langsung keluar dari sini, begitu?" sarkas Adyaksa dengan tatapan penuh kemurkaan.
Sontak Aisyah langsung berbalik badan dan menatap netra dengan silinder hitam yang menatapnya dengan sangat tajam. "Kamu salah Mas, bukan seperti itu. Aku ...."
"Aku apa? Bukankah sekarang ini aku berhak atas tubuhmu? Bukankah ini adalah malam pertama yang sangat kamu tunggu-tunggu? Bukankah kamu sudah bermimpi aku bercinta denganmu dan membuatmu hamil? Lalu, kamu bisa menggunakan anak yang kamu lahirkan untuk meminta hartaku!"
Mendengar penghinaan yang amat luar biasa dari pria yang menikahinya itu, membuat Aisyah refleks memegangi jantungnya yang berdetak sangat kencang melebihi batas normal. Tentu saja kalimat pedas dari suaminya itu berhasil menghujam langsung ke jantungnya, karena suaminya sendiri benar-benar membencinya dan menuduhnya dengan sangat kejam.
"Mas, aku bukan wanita yang mengincar hartamu. Bahkan meskipun Mas tidak memberikan aku uang sepeser pun, aku tidak akan pernah mengeluh, Mas. Jadi, aku mohon padamu, jangan menuduhku sehina itu. Jika Mas sangat khawatir aku akan meminta harta Mas, aku tidak keberatan jika aku tidak memiliki anak. Apapun perintah dari Mas, aku akan menurutinya!"
Adyaksa langsung bertepuk tangan dan tersenyum smirk. "Bagus, aku suka dengan kata-katamu barusan!"
Setelah mengungkapkan kalimat ambigunya, Adyaksa berjalan ke arah nakas di sebelah ranjangnya. Ia meraih sebuah kertas putih dan bolpoin. Kemudian kembali menghampiri wanita yang masih berdiri di depan pintu. Sekarang kamu tanda tangan di atas kertas ini, cepat!"
Aisyah berjenggit kaget saat mendengar teriakan dari pria yang sudah memberikan kertas dan pulpen ke tangannya dengan sangat kasar. Karena merasa tidak memahami maksud perintah dari pria yang sudah menatapnya dengan tatapan menusuknya, Aisyah mengungkapkan pertanyaan yang memenuhi kepalanya.
"Tanda tangan untuk apa Mas? Tolong jelaskan padaku, agar aku mengerti apa maksud Mas."
"Kertas itu menandakan bahwa kamu memintaku untuk menceraikanmu," ucap Adyaksa dengan tersenyum menyeringai.
Perkataan dari suaminya itu refleks membuat Aisyah menjatuhkan kertas dan bolpoin yang berada di tangannya. "Astaghfirullah hal'adzim ... aku tidak bisa melakukannya Mas. Meskipun sejatinya aku harus menuruti semua perintah dari suami, tapi itu tidak termasuk perintah yang salah."
"Kamu bilang aku salah? Bukankah di sini yang salah adalah dirimu? Karena kamu menyetujui pernikahan ini? Aku bahkan tidak menyukai wanita membosankan sepertimu, karena aku lebih menyukai wanita yang seksi, liar dan bisa memuaskan aku di atas ranjang. Bukan wanita sepertimu yang melihatku saja kamu takut. Sudahlah, kamu tidak akan pernah mengerti apa yang aku inginkan."
"Aku tidak bisa menuruti permintaanmu Mas, aku tidak akan pernah tanda tangan di atas kertas putih ini. Aku akan berusaha menjadi sosok istri yang seperti kamu inginkan, Mas. Agar kamu bisa menerimaku sebagai istrimu seutuhnya," ucap Aisyah yang berusaha meyakinkan pria yang masih menatapnya dengan kilatan amarah.
Adyaksa refleks tertawa terbahak-bahak dan mengeluarkan umpatannya. "Wah ... sungguh sangat luar biasa, sekarang kamu mulai mengeluarkan sifat aslimu, yaitu tidak rela kehilangan hartaku bukan? Dasar wanita munafik."
Aisyah langsung menggelengkan kepalanya dan berusaha menjelaskan kesalahpahaman itu. "Bukan seperti itu Mas. Aku tidak ingin bercerai karena aku ingin menikah satu kali seumur hidup, karena Allah SWT tidak menyukai sebuah perceraian. Ijinkan aku untuk menjadi istrimu yang melayanimu sepenuhnya, Mas!"
"Apa ini yang kamu harapkan?"
Setelah mengucapkan kalimat ambigunya, Adyaksa melepas kasar hijab yang menutupi rambut wanita di depannya dan mulai meraup bibir tipis Aisyah.
TBC ...
Aisyah benar-benar sangat terkejut saat mendapat serangan tiba-tiba dari pria yang sudah dengan sangat kasar menciumnya. Bahkan itu adalah yang pertama kali untuknya. Namun, ia harus merasakannya dengan sangat kasar dari pria yang sudah menikahinya. Ia berusaha melepaskan cengkraman tangan dari suaminya yang menahan tengkuknya dengan cara mendorong dada bidang telanjang itu.Setelah berhasil menghentikan perbuatan dari suaminya, Aisyah langsung mengungkapkan perasaannya yang membuncah. "Jangan lakukan ini padaku, Mas! Mas sedang dikuasai oleh amarah yang berasal dari nafsu syetan. Aku bersedia melayanimu saat kamu benar-benar sudah menerimaku seutuhnya sebagai istrimu. Aku ingin kamu melakukannya saat Mas sudah mencintaiku.""Bukan dengan cara seperti ini, karena Mas sedang dikuasai oleh amarah," ucap Aisyah yang sudah mengambil kerudungnya yang tadi dilepas paksa oleh pria yang saat ini tengah menatapnya dengan tatapan penuh kebencian. Kemu
Dengan wajah penuh kilatan amarah, Adyaksa keluar dari ruangan kamarnya, dan ia pun membanting pintu dengan sangat kasar. Hingga suara dari pintu yang cukup keras, membuat bising Mansion besar itu. Dirinya mulai berjalan ke arah lift dan masuk ke dalamnya.Beberapa saat kemudian, ia keluar dari lift dan langsung melangkahkan kakinya menuju ke ruangan gym. Ia sengaja pergi ke sana untuk mengambil stick golf yang akan digunakannya untuk melawan para pengawal yang mungkin akan menghalangi jalannya. Dan seperti yang dipikirkannya, para pengawal yang melihatnya keluar dari pintu utama, berniat untuk menghalangi jalannya.Dengan mata penuh kilatan amarah, Adyaksa menatap tajam para pengawal di Mansion dan mengeluarkan ancamannya. "Jika ada diantara kalian yang mau mati, majulah! Aku bisa meremukkan kepala dan tulang-tulang kalian! Jika kalian masih ingin hidup, menyingkirlah dari hadapanku!"Akhirnya para pria berbadan gempal
Adyaksa yang baru saja memejamkan matanya, merasa terganggu dengan suara dering ponselnya yang berbunyi. Dengan mata masih terpejam, ia menyuruh wanita yang berada di sebelahnya untuk mereject panggilan tersebut."Matikan ponselnya! Jangan lupa nonaktifkan ponselku, aku tadi lupa. Dan 1 lagi, ambil bayaranmu dari kantong celanaku dan pergilah! Aku sudah tidak membutuhkanmu!" ucap Adyaksa masih dengan posisi mata yang terpejam.Paula hanya tersenyum kecut saat mendengar kalimat pengusiran dari pria yang sudah dilayaninya itu. Karena merasa penasaran dengan siapa yang menelfon, ia membawa ponsel milik pria yang sudah melanjutkan tidurnya itu ke dalam kamar mandi.Dan benar saja, ponsel tersebut kembali berdering. Tanpa membuang waktu, ia langsung menggeser tombol hijau ke atas. Dan bisa didengarnya suara seorang wanita. Senyum penuh seringai jahat terpancar jelas dari wajahnya.Kemudian ia mulai menjaw
Pukul 3 dini hari, Adyaksa terbangun dari tidurnya karena merasa ingin buang air kecil. Saat ia membuka kedua matanya, bisa dilihatnya dari belakang siluet dari wanita yang sedang bersujud cukup lama di atas sajadah. Seolah kesadarannya masih belum terkumpul sepenuhnya, hingga ia menganggap bahwa siluet itu adalah hantu.Namun, saat dirinya mulai mengingat bahwa di dalam kamarnya sekarang bukan hanya ada dirinya, baru ia menyadari bahwa sosok itu adalah wanita yang kemarin baru di nikahinya. Tentu saja ia mengerutkan keningnya, karena melihat wanita di depannya itu bersujud cukup lama.'Apa yang sedang wanita munafik itu lakukan? Kenapa berada dalam posisi itu cukup lama? Apakah dia mati? Jika dia mati di kamarku, bisa-bisa nanti malah aku yang dituduh sebagai pembunuhnya. Sial ... wanita tidak berguna ini benar-benar menyusahkan saja.'Setelah sibuk bergumam di dalam hatinya, Adyaksa buru-buru turun dari ranjang king size miliknya. Hal pertama yang ingin dilaku
Aisyah terlihat meringis kesakitan saat tubuhnya terjerembab ke lantai dingin itu. "Astaghfirullah ...."Untuk sesaat Aisyah terdiam dan mencoba menenangkan perasaan dan pikirannya yang benar-benar merasa sangat terluka batin dan fisiknya. Namun, rasa sakit di tubuhnya sama sekali tidak sebanding dengan rasa sakit yang dirasakan hatinya. Berkali-kali ia mencoba untuk bersabar dan menyerahkan semuanya pada sang pencipta alam semesta.Setelah berhasil menenangkan perasaannya, ia yang terduduk di lantai itu, langsung bangkit berdiri. Manik bening miliknya menatap ke arah ranjang, di mana pria yang baru saja berbuat kasar padanya telah tertidur. Karena bisa di dengarnya, suara nafas teratur dari sang suami.'Sampai kapan kamu berbuat kasar padaku Mas? Apakah aku sangat buruk di matamu? Jika kamu memang benar-benar sangat membenciku, apa yang bisa aku lakukan? Aku tidak bisa berbuat apa-apa, hanya Allah SWT yang bisa merubah
"Apakah Tuan muda akan merasa senang dan bahagia jika aku pergi dan tidak akan pernah kembali?" tanya Aisyah dengan suara seraknya karena menahan perasaannya yang terluka."Tentu saja. Kenapa? Apakah kamu mau pergi jika aku bilang sangat senang?" ejek Adyaksa yang tersenyum sinis.Aisyah terlihat meremas mukena yang masih dipakainya. Bulir bening telah berhasil lolos dari bola matanya saat mendengar kalimat bernada pengusiran dari pria yang terlihat duduk di pinggir ranjang king size tersebut. "Apakah lebih baik aku pergi Tuan muda," tanya Aisyah yang terlihat sangat terluka begitu melihat senyum sinis dari pria yang baru saja menikahinya."Jika kamu ingin pergi, jangan pakai bertanya segala. Apakah kamu berpikir aku akan berlutut di kakimu untuk menahan kepergianmu seperti yang ada di film-film? Jangan pernah pernah bermimpi, karena aku tidak akan melakukannya. Oh ya, ada 1 hal lagi yang perlu kamu ingat. Jika kamu kelu
Bik Inah baru saja menyelesaikan kewajibannya, yakni sholat subuh berjamaah bersama para pelayan yang ada di Mansion. Setelah selesai, ia buru-buru melepaskan mukena yang dipakainya dan berjalan keluar dari surau yang didirikan oleh majikannya untuk para pelayan yang berjumlah 10 orang di Mansion.Karena ia adalah pelayan yang paling lama bekerja di istana itu, sehingga majikannya sangat mempercayainya dan menyerahkan semua urusan pekerjaan rumah di Mansion padanya. Sehingga ia merasa harus segera memberitahu majikannya mengenai istri dari tuan mudanya yang memutuskan untuk pergi meninggalkan Mansion keluarga Atmadja.Ia bisa melihat siluet wanita yang menurutnya secantik bidadari, saat ini tengah khusyuk berdoa. "Kasihan Nona Aisyah, di usianya yang masih sangat muda, ia harus mengalami ujian dalam rumah tangganya yang sangat menyakitkan. Pasti saat ini ia tengah memasrahkan seluruh hidupnya pada Allah SWT. Melihat wanita sebaik Nona Aisyah
Aisyah baru saja menyelesaikan ritual rutinnya, yaitu mendoakan orang-orang disekitarnya, khususnya adalah orang tuanya. Bahkan ia sama sekali tidak pernah berdoa untuk kebahagiannya sendiri karena yang dipikirkan adalah kebahagiaan orang-orang yang disayanginya.Ia melipat mukena dan memasukkan ke dalam tas jinjing miliknya. Tentu saja ia baru menyadari bahwa sudah tidak ada orang yang berada di surau itu, hanya dirinya yang berada di sana karena dari tadi kusyuk berdoa."Semua orang pasti sudah sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Apakah papa dan mama sudah bangun? Aku harus menemui mereka untuk segera berpamitan. Alhamdulillah aku masih mempunyai uang, jadi aku bisa naik kendaraan umum untuk pulang ke Bandung. Mungkin dari sini nanti, aku akan memesan ojek online untuk mengantarkan aku ke terminal. Tidak mungkin aku menerima bantuan dari keluarga ini untuk mengantarkan aku pulang menemui abi dan umi."Setela
Setelah puas mengungkapkan puji syukur dan rasa terima kasihnya pada sang menantu yang merupakan wanita shalihah dan menjadi idaman setiap laki-laki itu, pasangan suami istri yang tak lain adalah Ryan Atmadja dan sang istri sudah meninggalkan kamar putranya.Tentu saja sebelumnya, Ryan sudah memberikan sebuah ultimatum keras pada Adyaksa, yaitu jika sampai sekali lagi Aisyah mempunyai niat untuk meninggalkan Mansion, yang akan bertanggungjawab adalah putranya. Salah satu tanggungjawabnya adalah, Adyaksa pun harus pergi dari Mansion dan tidak akan mendapatkan harta satu peser pun arena Ryan Atmadja akan menyumbangkan semua hartanya ke panti asuhan.Adyaksa yang saat ini sudah menghempaskan tubuhnya di atas ranjang, masih terus terngiang tentang ancaman dari sang papa.Jika sampai Aisyah melangkah keluar dari rumah ini, kamu pun harus angkat kaki dan papa akan menyumbangkan semua harta kekayaan keluarga ke yayasan amal. Da
Aisyah yang masih pada posisi berlutut di lantai, menatap iba pada wajah mertuanya yang terlihat penuh ketulusan saat memohon kepadanya. Bahkan ia yang merasa sangat tidak enak, kebingungan untuk mengambil keputusan. Saat ia tengah bimbang, sentuhan jemari lembut mama mertuanya mendarat di wajahnya untuk menghapus bulir bening di pipinya."Aisyah, mama mohon padamu, jangan pergi meninggalkan kami. Tetaplah menjadi menantu kami, Sayang karena mama akan sangat berdosa pada abi dan umimu jika kamu pergi dan bercerai dengan Adyaksa."Wanita paruh baya tersebut beralih menatap ke arah putra kesayangannya yang terlihat tengah berdiri menjulang tak jauh darinya. "Putraku, mama mohon padamu, Sayang. Perlakukan istrimu dengan baik. Dia adalah istrimu, jangan menyakitinya karena jika sampai kamu menyakitinya, itu sama saja kamu menyakiti mama. Apa kamu tahu itu? Cepat minta maaf pada istrimu!"Adyaksa yang sama sekali tidak tertar
Aisyah baru saja menyelesaikan ritual rutinnya, yaitu mendoakan orang-orang disekitarnya, khususnya adalah orang tuanya. Bahkan ia sama sekali tidak pernah berdoa untuk kebahagiannya sendiri karena yang dipikirkan adalah kebahagiaan orang-orang yang disayanginya.Ia melipat mukena dan memasukkan ke dalam tas jinjing miliknya. Tentu saja ia baru menyadari bahwa sudah tidak ada orang yang berada di surau itu, hanya dirinya yang berada di sana karena dari tadi kusyuk berdoa."Semua orang pasti sudah sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Apakah papa dan mama sudah bangun? Aku harus menemui mereka untuk segera berpamitan. Alhamdulillah aku masih mempunyai uang, jadi aku bisa naik kendaraan umum untuk pulang ke Bandung. Mungkin dari sini nanti, aku akan memesan ojek online untuk mengantarkan aku ke terminal. Tidak mungkin aku menerima bantuan dari keluarga ini untuk mengantarkan aku pulang menemui abi dan umi."Setela
Bik Inah baru saja menyelesaikan kewajibannya, yakni sholat subuh berjamaah bersama para pelayan yang ada di Mansion. Setelah selesai, ia buru-buru melepaskan mukena yang dipakainya dan berjalan keluar dari surau yang didirikan oleh majikannya untuk para pelayan yang berjumlah 10 orang di Mansion.Karena ia adalah pelayan yang paling lama bekerja di istana itu, sehingga majikannya sangat mempercayainya dan menyerahkan semua urusan pekerjaan rumah di Mansion padanya. Sehingga ia merasa harus segera memberitahu majikannya mengenai istri dari tuan mudanya yang memutuskan untuk pergi meninggalkan Mansion keluarga Atmadja.Ia bisa melihat siluet wanita yang menurutnya secantik bidadari, saat ini tengah khusyuk berdoa. "Kasihan Nona Aisyah, di usianya yang masih sangat muda, ia harus mengalami ujian dalam rumah tangganya yang sangat menyakitkan. Pasti saat ini ia tengah memasrahkan seluruh hidupnya pada Allah SWT. Melihat wanita sebaik Nona Aisyah
"Apakah Tuan muda akan merasa senang dan bahagia jika aku pergi dan tidak akan pernah kembali?" tanya Aisyah dengan suara seraknya karena menahan perasaannya yang terluka."Tentu saja. Kenapa? Apakah kamu mau pergi jika aku bilang sangat senang?" ejek Adyaksa yang tersenyum sinis.Aisyah terlihat meremas mukena yang masih dipakainya. Bulir bening telah berhasil lolos dari bola matanya saat mendengar kalimat bernada pengusiran dari pria yang terlihat duduk di pinggir ranjang king size tersebut. "Apakah lebih baik aku pergi Tuan muda," tanya Aisyah yang terlihat sangat terluka begitu melihat senyum sinis dari pria yang baru saja menikahinya."Jika kamu ingin pergi, jangan pakai bertanya segala. Apakah kamu berpikir aku akan berlutut di kakimu untuk menahan kepergianmu seperti yang ada di film-film? Jangan pernah pernah bermimpi, karena aku tidak akan melakukannya. Oh ya, ada 1 hal lagi yang perlu kamu ingat. Jika kamu kelu
Aisyah terlihat meringis kesakitan saat tubuhnya terjerembab ke lantai dingin itu. "Astaghfirullah ...."Untuk sesaat Aisyah terdiam dan mencoba menenangkan perasaan dan pikirannya yang benar-benar merasa sangat terluka batin dan fisiknya. Namun, rasa sakit di tubuhnya sama sekali tidak sebanding dengan rasa sakit yang dirasakan hatinya. Berkali-kali ia mencoba untuk bersabar dan menyerahkan semuanya pada sang pencipta alam semesta.Setelah berhasil menenangkan perasaannya, ia yang terduduk di lantai itu, langsung bangkit berdiri. Manik bening miliknya menatap ke arah ranjang, di mana pria yang baru saja berbuat kasar padanya telah tertidur. Karena bisa di dengarnya, suara nafas teratur dari sang suami.'Sampai kapan kamu berbuat kasar padaku Mas? Apakah aku sangat buruk di matamu? Jika kamu memang benar-benar sangat membenciku, apa yang bisa aku lakukan? Aku tidak bisa berbuat apa-apa, hanya Allah SWT yang bisa merubah
Pukul 3 dini hari, Adyaksa terbangun dari tidurnya karena merasa ingin buang air kecil. Saat ia membuka kedua matanya, bisa dilihatnya dari belakang siluet dari wanita yang sedang bersujud cukup lama di atas sajadah. Seolah kesadarannya masih belum terkumpul sepenuhnya, hingga ia menganggap bahwa siluet itu adalah hantu.Namun, saat dirinya mulai mengingat bahwa di dalam kamarnya sekarang bukan hanya ada dirinya, baru ia menyadari bahwa sosok itu adalah wanita yang kemarin baru di nikahinya. Tentu saja ia mengerutkan keningnya, karena melihat wanita di depannya itu bersujud cukup lama.'Apa yang sedang wanita munafik itu lakukan? Kenapa berada dalam posisi itu cukup lama? Apakah dia mati? Jika dia mati di kamarku, bisa-bisa nanti malah aku yang dituduh sebagai pembunuhnya. Sial ... wanita tidak berguna ini benar-benar menyusahkan saja.'Setelah sibuk bergumam di dalam hatinya, Adyaksa buru-buru turun dari ranjang king size miliknya. Hal pertama yang ingin dilaku
Adyaksa yang baru saja memejamkan matanya, merasa terganggu dengan suara dering ponselnya yang berbunyi. Dengan mata masih terpejam, ia menyuruh wanita yang berada di sebelahnya untuk mereject panggilan tersebut."Matikan ponselnya! Jangan lupa nonaktifkan ponselku, aku tadi lupa. Dan 1 lagi, ambil bayaranmu dari kantong celanaku dan pergilah! Aku sudah tidak membutuhkanmu!" ucap Adyaksa masih dengan posisi mata yang terpejam.Paula hanya tersenyum kecut saat mendengar kalimat pengusiran dari pria yang sudah dilayaninya itu. Karena merasa penasaran dengan siapa yang menelfon, ia membawa ponsel milik pria yang sudah melanjutkan tidurnya itu ke dalam kamar mandi.Dan benar saja, ponsel tersebut kembali berdering. Tanpa membuang waktu, ia langsung menggeser tombol hijau ke atas. Dan bisa didengarnya suara seorang wanita. Senyum penuh seringai jahat terpancar jelas dari wajahnya.Kemudian ia mulai menjaw
Dengan wajah penuh kilatan amarah, Adyaksa keluar dari ruangan kamarnya, dan ia pun membanting pintu dengan sangat kasar. Hingga suara dari pintu yang cukup keras, membuat bising Mansion besar itu. Dirinya mulai berjalan ke arah lift dan masuk ke dalamnya.Beberapa saat kemudian, ia keluar dari lift dan langsung melangkahkan kakinya menuju ke ruangan gym. Ia sengaja pergi ke sana untuk mengambil stick golf yang akan digunakannya untuk melawan para pengawal yang mungkin akan menghalangi jalannya. Dan seperti yang dipikirkannya, para pengawal yang melihatnya keluar dari pintu utama, berniat untuk menghalangi jalannya.Dengan mata penuh kilatan amarah, Adyaksa menatap tajam para pengawal di Mansion dan mengeluarkan ancamannya. "Jika ada diantara kalian yang mau mati, majulah! Aku bisa meremukkan kepala dan tulang-tulang kalian! Jika kalian masih ingin hidup, menyingkirlah dari hadapanku!"Akhirnya para pria berbadan gempal