Setelah melakukan perdebatan cukup panjang dengan orang tuanya yang awalnya sangat murka mendengar kata-kata tidak sopannya, akhirnya Adyaksa merasa sangat puas setelah mendengar keputusan dari mertuanya yang mengijinkannya untuk membawa wanita yang baru dinikahinya.
Tentu saja dengan berat hati, Rendi merestui kepergian putrinya yang memang memiliki sebuah kewajiban untuk mengikuti kemanapun suaminya pergi. Karena Surga seorang istri bukan lagi di bawah telapak kaki ibu, namun ada pada restu suaminya.
Sedangkan Aisyah yang sebenarnya merasa tidak rela pergi secepat itu meninggalkan kedua orang tuanya, tidak mampu mengungkapkan perasaannya. Karena dirinya sangat mengerti akan kewajibannya sebagai seorang istri. Dan dirinya sadar harus menuruti perintah dari pria yang baru saja menikahinya tersebut.
Aisyah terlihat sedang berpamitan pada kedua orang tuanya, ia sengaja menahan sekuat tenaga agar jangan sampai air matanya tidak keluar dari bola matanya. Karena ia tidak ingin membuat orang-orang yang sangat disayanginya itu bersedih saat melepas kepergiannya.
"Aisyah pergi dulu Abi, Umi. Jaga kesehatan kalian, jangan sampai sakit. Dan juga jangan mengkhawatirkan Aisyah, karena semuanya akan baik-baik saja."
"Tentu saja putriku, kamu akan baik-baik saja saat tinggal bersama dengan suami dan mertuamu. Hati-hati di jalan putriku," ucap Mila dengan berlinang air mata.
Perasaan seorang Ibu yang melahirkan putrinya seolah tidak bisa dibohongi, entah kenapa perasaannya sangat tidak enak saat melepaskan putrinya pada seorang pria yang sangat arogan dan sama sekali tidak mempunyai sopan santun pada orang yang lebih tua.
Sedangkan Ryan Atmadja tidak berhenti meminta maaf pada sahabatnya atas sikap tidak sopan dari putranya. Awalnya, Ryan ingin langsung menampar wajah putranya tadi. Namun, sahabatnya itu melarangnya untuk tidak berbuat kasar pada pria yang sudah menjadi menantunya.
Setelah selesai berpamitan, Aisyah mengucapkan salam dan langsung berjalan ke arah mobi mewah Mercedez Benz berwarna hitam yang sudah terparkir rapi di depan rumahnya. Kemudian ia mulai masuk ke dalamnya, dimana di sana sudah ada pria yang sudah duduk menunggunya dan menatapnya dengan tatapan menghunus, seolah penuh dengan kebencian.
"Aku sudah siap Mas, kita bisa pergi sekarang!" ucap Aisyah dengan suaranya yang agak bergetar. Tentu saja dirinya yang tidak pernah sekalipun berdekatan dengan seorang laki-laki, membuatnya merasa agak kebingungan saat duduk bersama dengan pria yang sudah sah menjadi suaminya.
Tanpa memperdulikan perkataan dari wanita yang sudah duduk di sampingnya, Adyaksa mengeluarkan titahnya pada sang supir. "Cepat jalan Pak, aku sudah bosan berada di tempat kumuh ini!"
"Baik Tuan muda," jawab pria paruh baya yang sudah duduk di balik kemudi. Kemudian mulai menyalakan mesin mobil dan mengemudikannya meninggalkan rumah sederhana itu.
Sedangkan perasaan Aisyah seketika berkecamuk begitu melihat sikap ketus dari suaminya. Karena tidak ingin melakukan kesalahan, ia hanya diam dan sama sekali tidak berani menatap wajah suaminya lagi. Karena perjalanan dari Bandung ke Jakarta membutuhkan waktu kurang lebih tiga jam, ia memanfaatkan waktu yang menurutnya cukup lama itu dengan membaca Al-Qur'an di dalam hati. Karena tidak ingin membuat pria yang sudah bersandar pada jok mobil itu merasa terganggu mendengar suaranya.
Aisyah mengambil Al-Qur'an berukuran sedang yang selalu berada di dalam tasnya dan mulai melantunkan ayat-ayat suci di dalam hatinya. Karena sebelum berangkat tadi, ia sudah mengambil air wudhu dan sholat Ashar terlebih dahulu.
Sementara itu, Adyaksa yang sudah memejamkan kedua matanya sambil bersandar pada jok mobil, tidak berhenti mengumpat.
'Wanita ini sangat membosankan, bahkan dia selalu memakai baju kedodoran yang sama sekali tidak membuatku bernafsu saat melihatnya. Apa aku harus menjalani hari-hari membosankan bersama wanita yang selalu memakai baju kedodoran hingga ke tanah itu? Astaga ... aku bisa gila jika terus berada di dekat wanita pendiam ini, sama sekali tidak menarik dan kurang menantang.'
Adyaksa membuka matanya dan melirik sekilas ke arah wanita yang memakai gaun panjang berwarna putih dengan kerudung syar'i berwarna senada. Dah bisa dilihatnya wanita yang sudah berstatus istrinya itu sedang serius menatap ke arah kitab suci ditangannya.
"Apa kau sedang mencari perhatianku dengan berakting membaca itu? Aku tidak akan tertarik padamu, jadi tidak perlu bersandiwara seperti itu di depanku! Kau hanyalah wanita materialistis yang ingin merubah nasibmu dengan menikah denganku, bukan?"
"Dasar wanita munafik!" sarkas Adyaksa dengan tatapan penuh kebencian.
Kata-kata hinaan yang keluar dari mulut pria yang sudah sah menjadi suaminya itu, seolah sebuah pisau tajam yang tertancap tepat di jantungnya. Sebuah pernikahan bahagia seperti rumah tangga Nabi Muhammad SAW yang selama ini diimpikannya seketika hancur saat itu juga begitu mendengar kalimat tuduhan dari pria yang baru saja menikahinya.
Refleks Aisyah mengakhiri bacaan Al-Qur'an-nya dan menoleh ke arah pria yang saat ini tengah menatapnya dengan tatapan sinis. "Astaghfirullah, maksud Mas apa? Apakah Mas sudah mengenalku? Sehingga mengeluarkan tuduhan sekejam itu padaku."
"Aku tidak perlu mengenalmu untuk bisa mengetahui sifat aslimu. Wanita-wanita munafik sepertimu banyak bertebaran di jalanan. Bersembunyi di balik hijab untuk menutupi sifat aslinya yang busuk. Menurutku malah lebih baik para wanita yang memakai pakaian seksi, tapi mereka tidak munafik dan bersikap apa adanya."
"Kenapa Mas bisa menghujatku, padahal Mas belum mengenalku. Bahkan sebuah fitnah lebih kejam dari sebuah pembunuhan, Mas. Aku bukanlah wanita seperti yang Mas tuduhkan. Sumpah demi Allah Mas, aku sama sekali tidak berpikir untuk merubah nasib dengan menyetujui pernikahan ini."
"Jangan bawa-bawa nama Tuhan untuk menutupi sifat aslimu. Jika kamu bukanlah seorang wanita munafik, tidak mungkin kamu mau menikah dengan pria yang bahkan tidak pernah kamu temui. Aku sudah tahu kalau yang kamu pikirkan hanyalah kekayaan dari keluargaku, bukan? Jadi, jangan sok suci dan membela diri!"
"Astaghfirullah, jadi itu yang menjadi pedoman dari Mas, hingga menuduh istrimu sendiri. Aku bisa menjelaskan tentang kesalahpahaman ini Mas. Sebenarnya aku ...."
"Sudah, aku tidak ingin mendengar alasanmu. Jadi diamlah! Karena aku sangat pusing dan ingin tidur. Jangan menggangguku dengan suara berisikmu itu, aku sudah muak mendengar suara wanita munafik sepertimu!"
Setelah mengungkapkan kekesalannya, Adyaksa memalingkan wajahnya dan kembali bersandar pada jok mobil, lalu memejamkan kedua matanya. Pikirannya yang stres karena memikirkan pernikahan terpaksa itu, membuatnya semalaman uring-uringan dan frustasi. Karena saat Papanya pergi ke Bandung, ia benar-benar dijaga ketat oleh para pengawal yang berada di Mansion.
Sehingga dirinya tidak bisa pergi bersenang-senang di Club' seperti biasanya untuk menikmati malam bersama para wanita cantik. Karena itulah begitu melihat sosok wanita yang menjadi penyebab kebebasannya direnggut hanyalah wanita yang menurutnya membosankan, membuatnya langsung mengungkapkan amarahnya.
Aisyah hanya bisa meremas gaunnya dan tidak berhenti mengucap istighfar agar bisa menenangkan perasaannya yang amat sangat terluka.
'Ya Allah, ternyata suamiku sama sekali tidak menginginkan aku, tapi malah sangat membenciku. Apakah aku sanggup hidup bersama dengan sosok suami sepertinya? Apa yang harus hamba lakukan jika suami hamba sendiri sangat membenci dan tidak mempercayai hamba ya Allah.'
'Yang hamba takutkan hanyalah satu ya Allah, yaitu hamba akan mengeluh dan suudzon pada-Mu. Astaghfirullah ... ampuni hamba ya Allah, karena terlalu banyak mengeluh pada-Mu. Padahal banyak orang yang Engkau uji melebihi hamba. Namun, sama sekali tidak mengeluh dan ikhlas menjalani ujian dari-Mu. Insyaallah hamba akan berusaha untuk merubah suami hamba agar bisa menjadi seorang suami yang baik dan akan selalu berada di jalanmu.' Gumam Aisyah.
Pukul delapan malam, mobil mewah yang membawa Aisyah dan Adyaksa telah tiba di Mansion keluarga Atmadja. Rumah mewah nan megah yang berdiri di atas tanah tiga hektar itu, membuat Aisyah benar-benar merasa sangat takjub dengan pemandangan di depannya.
Tanpa memperdulikan Aisyah, Adyaksa berjalan masuk ke dalam Mansion. Namun, sebelum masuk ia menatap sinis Aisyah dan mengeluarkan kalimat ejekannya. "Wanita miskin sepertimu pasti langsung merasa seperti Cinderella saat melihat istana mewah ini."
"Hidupmu tidak akan seperti Cinderella di dongeng anak-anak itu, jadi jangan terlalu banyak bermimpi!"
Aisyah hanya diam saat suaminya mengejeknya dan berjalan meninggalkannya. Saat dirinya berusaha menata hati, mertuanya yang baru saja tiba, menepuk bahunya dari belakang.
"Kenapa tidak masuk ke dalam, Aisyah? Pasti anak bandel itu meninggalkanmu dan tidak mengajakmu masuk ke dalam. Maafkan putra Mama ya Aisyah, karena Adyaksa terbiasa dimanja dan selalu dipenuhi keinginannya. Jadi, Mama meminta bantuanmu untuk merubah bocah nakal itu."
"Aisyah tidak bisa berjanji bisa merubah putra Mama, tapi Aisyah akan berusaha. Semoga Allah memberikan hidayah pada suami Aisyah."
Mama sangat yakin kamu bisa merubah Adyaksa, karena kamu adalah wanita yang sangat luar biasa, Sayang. Ayo, kita masuk! Sekarang Mansion ini adalah tempat tinggalmu, anggap ini adalah rumahmu sendiri. Karena sekarang, kamu adalah nona muda di rumah ini."
"Bolehkah Aisyah tidak dipanggil nona muda, Ma? Karena saya lebih suka dipanggil nama, daripada gelar nona muda."
"Kalau begitu, kamu bilang saja pada semua orang yang ada di sini untuk memanggilmu seperti yang kamu minta itu, tapi Mama tidak yakin keinginanmu itu akan dituruti oleh para pelayan."
Aisyah hanya bisa menyunggingkan senyumnya saat permintaannya hanya ditertawakan oleh mertuanya.
'Seandainya aku boleh memilih dengan siapa aku menikah, aku ingin menikah dengan pria Sholeh biasa yang sederhana. Bukan menikah dengan pria pewaris tahta Atmadja Group yang mempunyai banyak harta. Dengan aku masuk ke Mansion ini, aku bagaikan seekor burung yang tinggal di sangkar emas.' Batin Aisyah.
TBC ...
Aisyah mengucapkan basmalah dan salam saat melangkahkan kakinya memasuki bangunan megah keluarga Atmadja yang bisa dengan jelas dilihatnya segala bentuk kemewahan yang ada di dalam Mansion yang akan menjadi tempat tinggalnya tersebut.Lantai marmer mengkilat berwarna abu-abu yang dipijaknya itu seolah menunjukkan bahwa lantai itu setiap hari dibersihkan oleh banyaknya pelayan yang telah menjawab salamnya saat berbaris rapi di depannya.Aisyah sibuk mengamati segala furniture yang menghiasi ruang tamu yang bahkan berukuran 10 kali lipat dari ruangan kamarnya. Sofa empuk berwarna merah hati dengan beberapa lemari kaca yang menampilkan banyaknya benda-benda antik di dalamnya, serta ada beberapa guci berukuran cukup besar yang berada di sudut ruangan, menambah kesan glamor di ruangan tamu tersebut.Tentu saja melihat semua kemewahan yang dilihatnya, membuatnya mulai mengerti kenapa pria yang menikahinya itu menuduhnya adalah
Aisyah benar-benar sangat terkejut saat mendapat serangan tiba-tiba dari pria yang sudah dengan sangat kasar menciumnya. Bahkan itu adalah yang pertama kali untuknya. Namun, ia harus merasakannya dengan sangat kasar dari pria yang sudah menikahinya. Ia berusaha melepaskan cengkraman tangan dari suaminya yang menahan tengkuknya dengan cara mendorong dada bidang telanjang itu.Setelah berhasil menghentikan perbuatan dari suaminya, Aisyah langsung mengungkapkan perasaannya yang membuncah. "Jangan lakukan ini padaku, Mas! Mas sedang dikuasai oleh amarah yang berasal dari nafsu syetan. Aku bersedia melayanimu saat kamu benar-benar sudah menerimaku seutuhnya sebagai istrimu. Aku ingin kamu melakukannya saat Mas sudah mencintaiku.""Bukan dengan cara seperti ini, karena Mas sedang dikuasai oleh amarah," ucap Aisyah yang sudah mengambil kerudungnya yang tadi dilepas paksa oleh pria yang saat ini tengah menatapnya dengan tatapan penuh kebencian. Kemu
Dengan wajah penuh kilatan amarah, Adyaksa keluar dari ruangan kamarnya, dan ia pun membanting pintu dengan sangat kasar. Hingga suara dari pintu yang cukup keras, membuat bising Mansion besar itu. Dirinya mulai berjalan ke arah lift dan masuk ke dalamnya.Beberapa saat kemudian, ia keluar dari lift dan langsung melangkahkan kakinya menuju ke ruangan gym. Ia sengaja pergi ke sana untuk mengambil stick golf yang akan digunakannya untuk melawan para pengawal yang mungkin akan menghalangi jalannya. Dan seperti yang dipikirkannya, para pengawal yang melihatnya keluar dari pintu utama, berniat untuk menghalangi jalannya.Dengan mata penuh kilatan amarah, Adyaksa menatap tajam para pengawal di Mansion dan mengeluarkan ancamannya. "Jika ada diantara kalian yang mau mati, majulah! Aku bisa meremukkan kepala dan tulang-tulang kalian! Jika kalian masih ingin hidup, menyingkirlah dari hadapanku!"Akhirnya para pria berbadan gempal
Adyaksa yang baru saja memejamkan matanya, merasa terganggu dengan suara dering ponselnya yang berbunyi. Dengan mata masih terpejam, ia menyuruh wanita yang berada di sebelahnya untuk mereject panggilan tersebut."Matikan ponselnya! Jangan lupa nonaktifkan ponselku, aku tadi lupa. Dan 1 lagi, ambil bayaranmu dari kantong celanaku dan pergilah! Aku sudah tidak membutuhkanmu!" ucap Adyaksa masih dengan posisi mata yang terpejam.Paula hanya tersenyum kecut saat mendengar kalimat pengusiran dari pria yang sudah dilayaninya itu. Karena merasa penasaran dengan siapa yang menelfon, ia membawa ponsel milik pria yang sudah melanjutkan tidurnya itu ke dalam kamar mandi.Dan benar saja, ponsel tersebut kembali berdering. Tanpa membuang waktu, ia langsung menggeser tombol hijau ke atas. Dan bisa didengarnya suara seorang wanita. Senyum penuh seringai jahat terpancar jelas dari wajahnya.Kemudian ia mulai menjaw
Pukul 3 dini hari, Adyaksa terbangun dari tidurnya karena merasa ingin buang air kecil. Saat ia membuka kedua matanya, bisa dilihatnya dari belakang siluet dari wanita yang sedang bersujud cukup lama di atas sajadah. Seolah kesadarannya masih belum terkumpul sepenuhnya, hingga ia menganggap bahwa siluet itu adalah hantu.Namun, saat dirinya mulai mengingat bahwa di dalam kamarnya sekarang bukan hanya ada dirinya, baru ia menyadari bahwa sosok itu adalah wanita yang kemarin baru di nikahinya. Tentu saja ia mengerutkan keningnya, karena melihat wanita di depannya itu bersujud cukup lama.'Apa yang sedang wanita munafik itu lakukan? Kenapa berada dalam posisi itu cukup lama? Apakah dia mati? Jika dia mati di kamarku, bisa-bisa nanti malah aku yang dituduh sebagai pembunuhnya. Sial ... wanita tidak berguna ini benar-benar menyusahkan saja.'Setelah sibuk bergumam di dalam hatinya, Adyaksa buru-buru turun dari ranjang king size miliknya. Hal pertama yang ingin dilaku
Aisyah terlihat meringis kesakitan saat tubuhnya terjerembab ke lantai dingin itu. "Astaghfirullah ...."Untuk sesaat Aisyah terdiam dan mencoba menenangkan perasaan dan pikirannya yang benar-benar merasa sangat terluka batin dan fisiknya. Namun, rasa sakit di tubuhnya sama sekali tidak sebanding dengan rasa sakit yang dirasakan hatinya. Berkali-kali ia mencoba untuk bersabar dan menyerahkan semuanya pada sang pencipta alam semesta.Setelah berhasil menenangkan perasaannya, ia yang terduduk di lantai itu, langsung bangkit berdiri. Manik bening miliknya menatap ke arah ranjang, di mana pria yang baru saja berbuat kasar padanya telah tertidur. Karena bisa di dengarnya, suara nafas teratur dari sang suami.'Sampai kapan kamu berbuat kasar padaku Mas? Apakah aku sangat buruk di matamu? Jika kamu memang benar-benar sangat membenciku, apa yang bisa aku lakukan? Aku tidak bisa berbuat apa-apa, hanya Allah SWT yang bisa merubah
"Apakah Tuan muda akan merasa senang dan bahagia jika aku pergi dan tidak akan pernah kembali?" tanya Aisyah dengan suara seraknya karena menahan perasaannya yang terluka."Tentu saja. Kenapa? Apakah kamu mau pergi jika aku bilang sangat senang?" ejek Adyaksa yang tersenyum sinis.Aisyah terlihat meremas mukena yang masih dipakainya. Bulir bening telah berhasil lolos dari bola matanya saat mendengar kalimat bernada pengusiran dari pria yang terlihat duduk di pinggir ranjang king size tersebut. "Apakah lebih baik aku pergi Tuan muda," tanya Aisyah yang terlihat sangat terluka begitu melihat senyum sinis dari pria yang baru saja menikahinya."Jika kamu ingin pergi, jangan pakai bertanya segala. Apakah kamu berpikir aku akan berlutut di kakimu untuk menahan kepergianmu seperti yang ada di film-film? Jangan pernah pernah bermimpi, karena aku tidak akan melakukannya. Oh ya, ada 1 hal lagi yang perlu kamu ingat. Jika kamu kelu
Bik Inah baru saja menyelesaikan kewajibannya, yakni sholat subuh berjamaah bersama para pelayan yang ada di Mansion. Setelah selesai, ia buru-buru melepaskan mukena yang dipakainya dan berjalan keluar dari surau yang didirikan oleh majikannya untuk para pelayan yang berjumlah 10 orang di Mansion.Karena ia adalah pelayan yang paling lama bekerja di istana itu, sehingga majikannya sangat mempercayainya dan menyerahkan semua urusan pekerjaan rumah di Mansion padanya. Sehingga ia merasa harus segera memberitahu majikannya mengenai istri dari tuan mudanya yang memutuskan untuk pergi meninggalkan Mansion keluarga Atmadja.Ia bisa melihat siluet wanita yang menurutnya secantik bidadari, saat ini tengah khusyuk berdoa. "Kasihan Nona Aisyah, di usianya yang masih sangat muda, ia harus mengalami ujian dalam rumah tangganya yang sangat menyakitkan. Pasti saat ini ia tengah memasrahkan seluruh hidupnya pada Allah SWT. Melihat wanita sebaik Nona Aisyah
Setelah puas mengungkapkan puji syukur dan rasa terima kasihnya pada sang menantu yang merupakan wanita shalihah dan menjadi idaman setiap laki-laki itu, pasangan suami istri yang tak lain adalah Ryan Atmadja dan sang istri sudah meninggalkan kamar putranya.Tentu saja sebelumnya, Ryan sudah memberikan sebuah ultimatum keras pada Adyaksa, yaitu jika sampai sekali lagi Aisyah mempunyai niat untuk meninggalkan Mansion, yang akan bertanggungjawab adalah putranya. Salah satu tanggungjawabnya adalah, Adyaksa pun harus pergi dari Mansion dan tidak akan mendapatkan harta satu peser pun arena Ryan Atmadja akan menyumbangkan semua hartanya ke panti asuhan.Adyaksa yang saat ini sudah menghempaskan tubuhnya di atas ranjang, masih terus terngiang tentang ancaman dari sang papa.Jika sampai Aisyah melangkah keluar dari rumah ini, kamu pun harus angkat kaki dan papa akan menyumbangkan semua harta kekayaan keluarga ke yayasan amal. Da
Aisyah yang masih pada posisi berlutut di lantai, menatap iba pada wajah mertuanya yang terlihat penuh ketulusan saat memohon kepadanya. Bahkan ia yang merasa sangat tidak enak, kebingungan untuk mengambil keputusan. Saat ia tengah bimbang, sentuhan jemari lembut mama mertuanya mendarat di wajahnya untuk menghapus bulir bening di pipinya."Aisyah, mama mohon padamu, jangan pergi meninggalkan kami. Tetaplah menjadi menantu kami, Sayang karena mama akan sangat berdosa pada abi dan umimu jika kamu pergi dan bercerai dengan Adyaksa."Wanita paruh baya tersebut beralih menatap ke arah putra kesayangannya yang terlihat tengah berdiri menjulang tak jauh darinya. "Putraku, mama mohon padamu, Sayang. Perlakukan istrimu dengan baik. Dia adalah istrimu, jangan menyakitinya karena jika sampai kamu menyakitinya, itu sama saja kamu menyakiti mama. Apa kamu tahu itu? Cepat minta maaf pada istrimu!"Adyaksa yang sama sekali tidak tertar
Aisyah baru saja menyelesaikan ritual rutinnya, yaitu mendoakan orang-orang disekitarnya, khususnya adalah orang tuanya. Bahkan ia sama sekali tidak pernah berdoa untuk kebahagiannya sendiri karena yang dipikirkan adalah kebahagiaan orang-orang yang disayanginya.Ia melipat mukena dan memasukkan ke dalam tas jinjing miliknya. Tentu saja ia baru menyadari bahwa sudah tidak ada orang yang berada di surau itu, hanya dirinya yang berada di sana karena dari tadi kusyuk berdoa."Semua orang pasti sudah sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Apakah papa dan mama sudah bangun? Aku harus menemui mereka untuk segera berpamitan. Alhamdulillah aku masih mempunyai uang, jadi aku bisa naik kendaraan umum untuk pulang ke Bandung. Mungkin dari sini nanti, aku akan memesan ojek online untuk mengantarkan aku ke terminal. Tidak mungkin aku menerima bantuan dari keluarga ini untuk mengantarkan aku pulang menemui abi dan umi."Setela
Bik Inah baru saja menyelesaikan kewajibannya, yakni sholat subuh berjamaah bersama para pelayan yang ada di Mansion. Setelah selesai, ia buru-buru melepaskan mukena yang dipakainya dan berjalan keluar dari surau yang didirikan oleh majikannya untuk para pelayan yang berjumlah 10 orang di Mansion.Karena ia adalah pelayan yang paling lama bekerja di istana itu, sehingga majikannya sangat mempercayainya dan menyerahkan semua urusan pekerjaan rumah di Mansion padanya. Sehingga ia merasa harus segera memberitahu majikannya mengenai istri dari tuan mudanya yang memutuskan untuk pergi meninggalkan Mansion keluarga Atmadja.Ia bisa melihat siluet wanita yang menurutnya secantik bidadari, saat ini tengah khusyuk berdoa. "Kasihan Nona Aisyah, di usianya yang masih sangat muda, ia harus mengalami ujian dalam rumah tangganya yang sangat menyakitkan. Pasti saat ini ia tengah memasrahkan seluruh hidupnya pada Allah SWT. Melihat wanita sebaik Nona Aisyah
"Apakah Tuan muda akan merasa senang dan bahagia jika aku pergi dan tidak akan pernah kembali?" tanya Aisyah dengan suara seraknya karena menahan perasaannya yang terluka."Tentu saja. Kenapa? Apakah kamu mau pergi jika aku bilang sangat senang?" ejek Adyaksa yang tersenyum sinis.Aisyah terlihat meremas mukena yang masih dipakainya. Bulir bening telah berhasil lolos dari bola matanya saat mendengar kalimat bernada pengusiran dari pria yang terlihat duduk di pinggir ranjang king size tersebut. "Apakah lebih baik aku pergi Tuan muda," tanya Aisyah yang terlihat sangat terluka begitu melihat senyum sinis dari pria yang baru saja menikahinya."Jika kamu ingin pergi, jangan pakai bertanya segala. Apakah kamu berpikir aku akan berlutut di kakimu untuk menahan kepergianmu seperti yang ada di film-film? Jangan pernah pernah bermimpi, karena aku tidak akan melakukannya. Oh ya, ada 1 hal lagi yang perlu kamu ingat. Jika kamu kelu
Aisyah terlihat meringis kesakitan saat tubuhnya terjerembab ke lantai dingin itu. "Astaghfirullah ...."Untuk sesaat Aisyah terdiam dan mencoba menenangkan perasaan dan pikirannya yang benar-benar merasa sangat terluka batin dan fisiknya. Namun, rasa sakit di tubuhnya sama sekali tidak sebanding dengan rasa sakit yang dirasakan hatinya. Berkali-kali ia mencoba untuk bersabar dan menyerahkan semuanya pada sang pencipta alam semesta.Setelah berhasil menenangkan perasaannya, ia yang terduduk di lantai itu, langsung bangkit berdiri. Manik bening miliknya menatap ke arah ranjang, di mana pria yang baru saja berbuat kasar padanya telah tertidur. Karena bisa di dengarnya, suara nafas teratur dari sang suami.'Sampai kapan kamu berbuat kasar padaku Mas? Apakah aku sangat buruk di matamu? Jika kamu memang benar-benar sangat membenciku, apa yang bisa aku lakukan? Aku tidak bisa berbuat apa-apa, hanya Allah SWT yang bisa merubah
Pukul 3 dini hari, Adyaksa terbangun dari tidurnya karena merasa ingin buang air kecil. Saat ia membuka kedua matanya, bisa dilihatnya dari belakang siluet dari wanita yang sedang bersujud cukup lama di atas sajadah. Seolah kesadarannya masih belum terkumpul sepenuhnya, hingga ia menganggap bahwa siluet itu adalah hantu.Namun, saat dirinya mulai mengingat bahwa di dalam kamarnya sekarang bukan hanya ada dirinya, baru ia menyadari bahwa sosok itu adalah wanita yang kemarin baru di nikahinya. Tentu saja ia mengerutkan keningnya, karena melihat wanita di depannya itu bersujud cukup lama.'Apa yang sedang wanita munafik itu lakukan? Kenapa berada dalam posisi itu cukup lama? Apakah dia mati? Jika dia mati di kamarku, bisa-bisa nanti malah aku yang dituduh sebagai pembunuhnya. Sial ... wanita tidak berguna ini benar-benar menyusahkan saja.'Setelah sibuk bergumam di dalam hatinya, Adyaksa buru-buru turun dari ranjang king size miliknya. Hal pertama yang ingin dilaku
Adyaksa yang baru saja memejamkan matanya, merasa terganggu dengan suara dering ponselnya yang berbunyi. Dengan mata masih terpejam, ia menyuruh wanita yang berada di sebelahnya untuk mereject panggilan tersebut."Matikan ponselnya! Jangan lupa nonaktifkan ponselku, aku tadi lupa. Dan 1 lagi, ambil bayaranmu dari kantong celanaku dan pergilah! Aku sudah tidak membutuhkanmu!" ucap Adyaksa masih dengan posisi mata yang terpejam.Paula hanya tersenyum kecut saat mendengar kalimat pengusiran dari pria yang sudah dilayaninya itu. Karena merasa penasaran dengan siapa yang menelfon, ia membawa ponsel milik pria yang sudah melanjutkan tidurnya itu ke dalam kamar mandi.Dan benar saja, ponsel tersebut kembali berdering. Tanpa membuang waktu, ia langsung menggeser tombol hijau ke atas. Dan bisa didengarnya suara seorang wanita. Senyum penuh seringai jahat terpancar jelas dari wajahnya.Kemudian ia mulai menjaw
Dengan wajah penuh kilatan amarah, Adyaksa keluar dari ruangan kamarnya, dan ia pun membanting pintu dengan sangat kasar. Hingga suara dari pintu yang cukup keras, membuat bising Mansion besar itu. Dirinya mulai berjalan ke arah lift dan masuk ke dalamnya.Beberapa saat kemudian, ia keluar dari lift dan langsung melangkahkan kakinya menuju ke ruangan gym. Ia sengaja pergi ke sana untuk mengambil stick golf yang akan digunakannya untuk melawan para pengawal yang mungkin akan menghalangi jalannya. Dan seperti yang dipikirkannya, para pengawal yang melihatnya keluar dari pintu utama, berniat untuk menghalangi jalannya.Dengan mata penuh kilatan amarah, Adyaksa menatap tajam para pengawal di Mansion dan mengeluarkan ancamannya. "Jika ada diantara kalian yang mau mati, majulah! Aku bisa meremukkan kepala dan tulang-tulang kalian! Jika kalian masih ingin hidup, menyingkirlah dari hadapanku!"Akhirnya para pria berbadan gempal