Bab 54. MantanWajah Naina terlihat sendu. Ketika menyampaikan berita duka. Jelas, mata bening itu terlihat berkaca-kaca. Seolah sebentar lagi akan ada badai yang akan segera menghantam. Kehilangan ibu adalah duka yang mendalam.Aku langsung kembali menuju ke ruang ICU, yang baru saja tadi ditinggalkan. Di dalam ruang pasien terihat dokter, dan perawat sedang melepas alat-alat medis dari tubuh Nyai Rosmah. Sementara, bapak mertua hanya menunduk lesu, di samping jenazah istri tercintanya. Aku berusaha menghibur Haji Rusman dengan memberi semangat."Yang sabar, Pak. Semoga Ibu diterima disisi Gusti Allah. Dan keluarga ihklas menerima kepergian beliau," ucapku memberi semangat."Iya, Nak Danu. Bapak sudah mengikhlaskan kepergian Ibu menghadap Gusti Allah. Biar bagaimanapun manusia yang hidup pasti akan kembali ke pada Sang Pencipta," ucap bapak lirih. Sudut matanya berembun. Bahu yang terlihat kekar, kini terguncang. Dia begitu rapuh, saat pendamping hidupnya pergi lebih dulu.Dokter dan
Bab 55. Buaya Darat "Farhan?!" Lelaki yang kusebut namanya langsung menoleh. Ya, dia adalah Farhan. Pria yang menikahi Naina beberapa bulan yang lalu. Kini, kami dipertemukan kembali dalam situasi yang berbeda. Aku sangat marah pada Farhan, yang sudah membuang Naina layaknya seperti sampah. Seorang pria kaya, punya kedudukan tinggi tidak punya etika. Telah mencampakkan istri yang soleha, dan sebaik Naina. "Wau, Danu! Senang sekali bisa bertemu denganmu di sini. Apa kabar gembel? Apakah kau masih seperti dulu?" Farhan mencibir. Senyum tipis yang disunggingkan seolah mengejek. Aku hanya bisa diam mendengarkan dia berkata semau hatinya. "Oh, ya aku lupa. Kau sudah berubah. Aku dengar kakekmu orang kaya nomor dua di kota ini. Apa benar begitu?" ucap Farhan mencebik. Dia tersenyum sinis padaku. "Tidak usah basa-basi, Farhan. Kau pria bajingan!" Buk! Seketika tanganku mengepalkan tinju, lalu malayangkan ke wajah Farhan. Dia tidak sempat menghindar. Terjadilah baku hantam yang tak sei
Hari sudah sore ketika kami tiba di rumah. Saat itu, aku melihat kakek sudah duduk di ruang keluarga. Pandangannya tertuju padaku dan juga Rani."Danu," panggil kakek."Iya,""Duduklah!"Aku duduk tepat di hadapan kakek. Mata elangnya menatapku tajam. Dalam hati bertanya-tanya. Ada apakah Kakek memanggilku. Tidak biasanya, dia mengajak ngobrol bersama Rani.Suasana terasa canggung. Jantungku berpacu bagai kuda yang berlari kencang. Menebak-nebak apa yang akan Kakek sampaikan."Kakek ingin berbicara dengan kalian berdua," ucapnya dengan tenang. Seraya melipat satu kakinya ke atas."Masalah apa, Kek?""Ayahmu.""Ayahku?""Iya.""Maksudnya?""Selama ini, Kakek selalu menyembunyikan ayahmu. Dia masih hidup, Danu."Apa?Netraku menatap kakek tidak percaya. Mencari kebenaran pada pria sepuh di depanku. Memandangnya dengan penuh tanda tanya.Ibu pernah berkata, 'ayahmu telah pergi, Danu.' hanya itu yang dia ceritakan saat itu. Namun, ibu tak pernah mengatakan keberadaannya hingga ajal menjem
Bab 57. Pemakaman AyahLebih dari dua puluh tahun aku menunggu. Akan tetapi, ayah tak pernah pulang ke rumah. Selama ini, kami hanya hidup berdua saja dengan ibu.Kutekan dada yang terasa sesak. Menahan beban di hati yang terus menerus dilanda kebencian. Ayah terus saja meminta maaf, tetapi aku enggan untuk memaafkan.Satu hari, satu Minggu, satu bulan, bahkan lebih dari satu tahun aku menunggu kedatangannya. Namun, ayah tak pernah kembali menjemput kami. Sampai pada suatu hari, aku lelah menari. Pada akhirnya, aku mengerti. Ayah lebih memilih istri mudanya daripada ibu. Wanita yang sudah rela meninggalkan rumah, orang tua, dan juga harta."Ibu, aku tidak akan pernah menunggu Ayah lagi. Dia telah pergi bersama dengan perempuan itu," ucapku kala itu. Kucoret foto yang tergantung di atas dinding. Membakarnya hingga menjadi abu."Danu, suatu hari nanti ayahmu pasti akan kembali.""Danu tidak mau Ayah lagi, Ibu. Ayah jahat!""Biar bagaimanapun dia adalah ayahmu, Nak.""Iya, Ibu. Danu janj
Bab 58. Karma Untuk SakiraHujan masih terus mengguyur bumi dengan deras. Usahaku untuk melepaskan Rani dari jepitan kursi terasa sulit. Posisi saat itu terasa sulit. Pak Arki meninggal di tempat karena kecelakaan. Kesedihan tak bisa kuhindari.Baru saja mengantarkan pemakaman ayah. Mendadak mobil yang kami tumpangi mengalami tabrakan. Awalnya, hanya menghindari pohon yang ambruk. Namun, naas. Mobil yang dikemudikan Pak Akri menabrak tugu pembatas. Hingga bagian depan ringsek parah."Rani, bertahanlah! Aku akan membawamu ke rumah sakit," ucapku lirih.Menggenggam tangan Rani yang berubah menjadi dingin. Pun dengan kondisi Rafa yang tidak jauh berbeda. Mengalami luka parah pada bagian kaki yang terjepit.Hanya aku yang masih bisa bertahan. Walau luka tidak terlalu parah, tetapi sekujur tubuhku rasanya mau remuk. Tulang-tulangku juga rasanya ingin patah. Berkali-kali aku melirik Rani, dan Rafa bergantian. Takut keduanya akan menutup mata selamanya. Aku tidak bisa melihat saat-saat terak
Bab 59. Derita Istri PengkhianatRani dan Rafa sudah diizinkan pulang oleh dokter. Setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit. Wajahnya yang murung terlihat semakin pucat.Matanya yang sayu menatapku redup dan berkata, "Bang Danu, aku ikhlas jika memang Abang mah menikah lagi. Bagaimanapun juga kondisiku sekarang sudah tidak lagi sempurna."Menghela napas menatapnya kasihan. Sebagai lelaki normal tentu aku tidak akan pernah menolak. Keinginan Rani untuk mengizinkan berpoligami. Namun, sebagai suami aku tidak boleh egois. Bagaimanapun juga semua bukan kesalahannya. Rani mengalami kecelakaan dan kehilangan calon bayi, karena aku juga."Kamu tidak perlu khawatir. Ada atau tidak adanya anak Abang tetap akan mencintaimu.""Sangat egois rasanya bila aku terus mempertahankan Abang. Aku wanita yang tak sempurna. Bagaimanapun juga Abang pasti menginginkan keturunan untuk meneruskan semua perusahaan Kakek."Rani terisak. Bahunya berguncang menahan tangis. Kubiarkan dia menangis. Mungkin denga
Bab 60. Antara Aku, Dia dan Kamu"Danu, Kakek dengar Rani ingin kamu menikah lagi. Apa benar berita itu?""Iya, Kek.""Sejujurnya, Kakek tidak bisa membenarkan apa yang menjadi keinginan Rani. Tapi … semua keputusan ada pada kalian. Kakek tidak ingin mencampuri urusan rumah tangga kalian berdua."Aku dan Rani mendengarkan nasihat kakek. Pria yang terlihat sudah sepuh itu, hanya menarik napas panjang. Berulang-ulang kali terdengar mendesah. Seolah ada beban yang sedang menghimpitnya.Memang, tidak mudah melepas kepergian orang yang sangat dicintai. Apalagi, harus membagi hati dan cinta untuk orang lain. Meskipun Rani ikhlas dimadu, tetapi bisa kurasakan hatinya terluka. Mana ada wanita yang rela berbagi suami dengan perempuan lain.Saat itu, posisiku juga sama. Melepas kepergian Sakira, dan juga Naina. Memilih untuk menikah dengan yang lain. Perasaan begitu berat mencengkram raga dan jiwa. Laksana dihempas ke dalam jurang yang dalam. Ketika kedua istriku meminta talak."Kakek, Rani ikh
Bab 61. Masa LaluSiang itu, mendung turun menjelaga di atas langit. Perlahan rintik-rintik hujan jatuh membasahi bumi. Kutatap tubuh Sakira yang terbaring lemah di atas bangsal. Jodi hanya menangis di samping ibunya. Meratap sambil sesekali memeluk Sakira.Sudah dua hari Sakira dirawat di rumah sakit. Kondisinya semakin lemah dan tak berdaya. Mungkin karena kanker paru-paru yang sudah di deritanya. Telah menggerogoti ke seluruh tubuh. Menurut informasi dari dokter; menderita kanker stadium empat. Semua sel-sel bibit penyakit sudah menyebar ke seluruh tubuh."Mama, bangun, Ma! Jodi janji tidak akan nakal lagi. Jodi akan nurut semua ucapan Mama," ucap Jodi memeluk tubuh Sakira. Wanita kurus itu, masih bergeming di tempatnya.Sudah beberapa hari Sakira terus memejamkan mata. Dia masih belum sadarkan diri. Dokter sudah berusaha untuk melakukan pengobatan terbaik. Akan tetapi, Sakira masih belum membuka matanya."Mama, kalau Mama pergi Jodi sama siapa? Papa sudah punya Adik baru. Jodi gak