Bab 62. Musuh Dalam Selimut"Danu, ada masalah dengan pengiriman barang ke pelabuhan. Semua barang dikembalikan karena kualitasnya dianggap jelek. Tidak memenuhi standar SNI," ucap Arga meletakkan berkas di atas meja.Kuraih berkas di atas meja. Memeriksa semua data yang dikirim dua hari yang lalu. Semua barang yang dikemas kualitas standar. Akan tetapi, mereka menganggap apa yang kami kirimkan tidak sesuai. Membuatku harus turun tangan untuk menyelidiki kasus ini."Siapa yang sudah mengirimkan barang itu ke pelabuhan?""Pak Dani.""Dani?""Iya.""Panggilkan dia ke sini. Aku ingin berbicara dengan Pak Dani berdua saja.""Baiklah, akan ku panggilkan Pak Dani ke sini untuk berbicara denganmu."Aku mengangguk tanpa menjawab. Memeriksa berkas yang tadi dikirim oleh bagian gudang. Perusahaan yang berada di distrik Selatan beroperasi memproduksi kain kualitas tinggi. Semua bahan akan dikirim ke Malaysia. Banyaknya permintaan pedagang negeri Jiran, membuat perusahaan harus bekerja keras.Par
Bab 63. Demi KemanusianAku masih menyelidiki kasus Pak Dani kenapa sampai berubah menjadi penghianat. Sudah dua Minggu belum juga menemukan titik terang.Arga juga sudah kuminta untuk mencari info. Namun, belum juga membuahkan hasil. Otakku merasa buntu karena tidak menemukan jawaban."Danu, anak buahku menemukan bukti baru. Kalau semua barang yang dikembalikan konsumen telah digantikan milik Tanaka.""Benarkah?""Iya, ini adalah salah satu konsumen setia yang membeli barang dari Tanaka. Mereka bilang Tanaka memasukkan semua kain untuk dijual ke pedagang Malaysia. Tapi kualitas bahannya kurang baik.""Itu berarti Tanaka ada di balik semua insiden penukaran barang itu.""Mungkin saja. Tapi Pak Dani masih bungkam. Tidak mau berterus terang siapa dalang di balik layar.""Kita harus segera menghentikan Tanaka. Agar kerugian tidak semakin bertambah parah.""Aku sudah memberi diskon pada pelanggan. Untuk meningkatkan kepercayaan mereka.""Bagus kalau begitu. Aku akan segera mencari bukti.
Bab 64. Balasan Langsung TunaiRuang pemeriksaan masih tertutup rapat. Aku dan Sakira sudah menunggu Jodi selama satu jam. Namun, dokter belum juga ada tanda-tanda keluar. Sakira mondar-mandir dengan gelisah di depan ruang IGD.Tubuhnya yang ramping terlihat kurus kering. Aku sudah mengusahakan sebatas kemampuanku. Akan tetapi, dia bukan lagi tanggung jawabku sebagai suami. Dunia kami sudah berbeda."Sakira, duduklah! Tenangkan dirimu jangan terlalu banyak pikiran. Pasti Jodi bisa sembuh. Dokter sudah mengusahakan yang terbaik.""Mas Danu, aku minta maaf," ucap Sakira berlutut."Apa yang kau lakukan, Sakira?""Aku memang pantas untuk dihukum, Mas. Semua ini karena kesalahanku yang menikah dengan Tanaka.""Semua sudah terjadi. Untuk apa disesali.""Sebenarnya aku tahu kalau yang meracuni Rafa adalah Tanaka.""Jadi ….""Iya, Mas. Aku tahu rencana Tanaka yang membayar Elma untuk meracuni Rafa agar tidak bisa ikut lomba. Tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku memang Ibu yang bodoh dan t
Bab 65. Maaf, Kita Hanya MantanMalam semakin larut diiringi suara binatang malam. Menambah suasana menjadi mencekam. Kuantarkan kembali Sakira ke rumah sakit. Mungkin Jodi sudah bangun. Sedang mencari ibunya.Tak ada percakapan sepanjang jalan. Hanya iringan musik syahdu mengantarkan kami hingga sampai di depan rumah sakit."Mas Danu, terima kasih telah mengantar dengan selamat sampai di sini," ucap Sakira datar. Pandangannya kosong menatap kegelapan malam."Iya, tak apa. Lain kali kalau kau butuh uang katakan saja. Mungkin aku bisa membantumu.""Aku malu harus merepotkanmu terus, Mas. Selama ini Mas Danu selalu membantuku.""Selagi aku bisa pasti akan membantumu, Sakira. Masalah finansial tidak usah kamu khawatirkan. Sekarang aku sudah punya segalanya. Bukan bermaksud untuk menyombongkan diri. Tapi aku pernah merasakan berada di posisimu. Pasti sulit karena tidak punya uang. Terlebih lagi ditinggalkan oleh orang yang sangat kita cintai," ucapku sarkas."Iya, Mas benar. Semua bisa di
Bab 66. Bukan Maksud MenolakKupandangi gadis berkulit putih itu, lalu membuangnya sembarangan arah. Sadar, kalau dia bukanlah muhrim. Walau Rani mendekatkan kami, namun aku yakin hatinya terluka. Memang bibirnya berkata tidak, tetapi dalam hati siapa tahu.Bukan aku tak berani memandang wajahnya berlama-lama. Akan tetapi, aku takut jatuh cinta. Aisyah gadis baik-baik juga dari keluarga terkenal. Pria mana yang mampu menolak pesonanya. Dia cantik, berpendidikan tinggi. Juga sopan dalam bertutur kata."Mas Danu, tolong temani Mbak Ais ngobrol, ya. Aku mau membuatkan minuman dulu di dapur," ucap Rani melangkah pergi.Siang itu, Aisyah datang ke rumah menjenguk Rani. Setelah pulang dari rumah sakit. Kebetulan jadwal dia sibuk bekerja mengajar di pondok. Jadi, Aisyah baru menjenguk, ketika Rani pulang dari rumah sakit."Tidak usah repot-repot, Dek Rani. Air putih saja," ujar Aisyah mengulas senyum."Ndak apa-apa, Mbak Ais. Silahkan dilanjutkan obrolannya. Aku mau ke belakang sebentar.""T
Bab 67. PDKTSiang itu, matahari terasa terik menyengat. Sudah satu Minggu hujan tak lagi turun seperti biasa. Di awal tahun musim panas kembali bersemi. Aku pulang lebih cepat, karena badan sedikit kurang enak. Banyak tugas kantor membuat kepala terasa penat.Sebelum pulang ke rumah aku sengaja mampir di sekolah Rafa. Sambil menjemputnya pulang juga. Sopir yang biasa mengantar Rafa sekolah ada urusan lain. Jadi, kuputuskan saja untuk singgah sekalian.Sampai di depan sekolah mobil segera diparkirkan di pinggir jalan. Kuraih ponsel dalam saku jas. Ingin melihat pesan apakah Rani memberi kabar. Sudah sejak kemarin dia tak pernah mengirimkan pesan. Mungkin masih marah karena aku menolak perjodohan dengan Aisyah.Pesan Whatsapp sepi. Bahkan, tak ada ucapan sekedar basa basi. Mungkin Rani merajuk karena aku tak menggubrisnya. Ah, biarlah pikirku. Nanti juga dia akan baik sendiri. Wanita semakin merajuk susah untuk didekati."Maaf, Tuan. Sedang menunggu siapa?" tanya satpam penjaga. Suara
Bab 68. Pilihan SulitSudah lebih tiga jam Rani mengurung diri di kamar. Bahkan, sejak dari kemarin dia tak mau keluar menemuiku. Setelah menyiapkan sarapan dia mengunci diri di kamar. Membiarkanku menyelesaikan sarapan sendirian.Selesai sarapan aku berdiri di depan pintu. Mondar mandir dari tadi. Mungkin sudah satu lebih dari satu jam. Mataku terus saja fokus menatap pintu kamar. Ingin mengetuk pintu, tetapi takut Rani masih ngambek. Kemarin aku ketahuan jalan bareng dengan Aisyah.Tok tok tok!Kuketuk pintu pelan. Mencoba berbicara dengan Rani. Mudah-mudahan saja dia mau keluar. Beruntung jika dia tak ngambek. Jika merajuk alamat aku yang susah."Dek, ayolah keluar! Abang mau bicara sama kamu."Hening. Tak ada jawaban dari Rani. Dia masih saja bersembunyi di dalam kamar. Aku sudah melewatkan waktu untuk bekerja di kantor. Padahal, ada rapat penting untuk membicarakan masalah bisnis. Bisa-bisa kakek menegurku kalau terus-terusan terlambat datang."Dek, Abang minta maaf kalau salah s
Bab 69. Permintaan GilaAku diam memandangi Rani. Kini, kami bertiga duduk di meja yang sama. Sengaja Rani mengajakku dan juga Aisyah pergi ke sebuah restoran. Sebelum pergi Aisyah menitipkan ayahnya pada Ayuni. Pamit sebentar untuk berbicara dengan Rani.Wajah Aisyah terlihat menunduk. Meremas ujung ijabnya tanpa berani menatapku. Sementara, Rani hanya memperhatikan gadis cantik di depannya dengan tatapan intens."Mbak Ais, aku bisa menyediakan dana yang Mbak butuhkan," ucap Rani memecah keheningan.Untuk sesaat Aisyah menatapku. Walau sedikit heran dengan bantuan yang ditawarkan oleh Rani, tetapi sesaat kemudian, wajah Aisyah berubah semingrah. Seolah baru menang lotre dengan hadiah besar."Benarkah Dek Rani mau membantuku?""Benar, Mbak.""Alhamdulilah, makasih kalau begitu, Dek. Aku tidak akan melupakan budi baikmu. Sudah mau menolong Bapak," ucapnya girang. Bisa kulihat senyum terbit dari bibirnya. Hingga memperlihatkan lesung pipi yang semakin menambah kecantikannya."Tapi denga
Bab 93. Balasan Untuk Istri PengkhianatTak lama kemudian, Arga datang membawa surat kontrak CV Anugerah. Menyerahkan kepada Rani, dan mengalihkan tanda tangan padanya. Arga memberikan pena, lalu memintaku untuk tanda tangan."Ini surat pengalihan kontrak kerja dengan CV Anugerah, Rani. Kau boleh membacanya terlebih dahulu sebelum Danu menyerahkan padamu dan menandatangani surat kuasa," ucap Arga menyerahkan dokumen kepada Rani."Baiklah, Arga. Akan kuperiksa lebih dahulu sebelum ditandatangani Danu.""Kau adalah wanita licik yang menggunakan cara kotor untuk meraih kesuksesan," sarkas Arga."Memangnya kenapa jika aku melakukannya. Bukankah dia juga sama melakukan dengan cara curang?""Kau benar-benar wanita iblis, Rani," cibir Arga."Diam! Aku tidak meminta pendapatmu, Arga!" Bentak Rani. Seraya meletakkan dokumen di hadapanku."Tandatangani dokumen pengalihan ini, Danu!""Kau sudah berjanji akan membebaskan Aisyah bila aku memberikan dokumen pengalihan surat kontrak kerja itu, kan?
Bab 92. Syarat"Sial!" Umpatku kesal. Rani langsung memutus sambungan telepon."Ada apa, Danu?" tanya Arga mengernyitkan dahi."Rani memintaku untuk datang sendirian ke gudang tua. Dia menyekap Aisyah, Arga.""Astaga! Kurasa perempuan itu sudah tidak waras, Danu.""Kita harus bagaimana ini, Arga.""Tenangkan dirimu, Danu. Aku akan berusaha untuk membantumu.""Baiklah.""Kau pergilah temui Rani. Bicarakan baik-baik dengan dia.""Oke, aku pergi dulu.""Jaga dirimu baik-baik, Danu!""Iya, Arga.""Den Danu, Mamang ikut, ya." Mang Dadang menyela, ketika aku akan masuk ke dalam mobil."Tidak usah, Mang. Sebaiknya Mang Dadang pulang saja jaga Kakek. Dan jemput Rafa di sekolah. Aku tidak mau terjadi sesuatu pada Rafa.""Baiklah, Den Danu. Mang Dadang akan jemput Rafa di sekolah. Den Danu hati-hati di jalan, ya!""Iya, Mang. Aku titip Rafa, ya!""Inggih, Den. Mamang akan jaga Rafa dengan taruhan nyawa."Aku mengangguk tanpa menjawab, lalu segera masuk ke dalam mobil. Melaju dengan kecepatan ti
Bab 91. Dalang PenculikkanJantungku terasa berdetak kencang. Ketika mendengar suara teriakan Aisyah, sebelum menutup telepon. Sumpah demi Tuhan. Aku takut terjadi sesuatu pada Aisyah dan bayiku.Bentley hitam melaju dengan kecepatan tinggi. Menyalip beberapa mobil yang lewat. Walau mendapat sumpah serapah pada pengendara yang lain, tetapi Arga tetap tak peduli. Aku masih terus meminta agar pulang ke rumah.Sampai di rumah aku tak melihat siapa pun. Ketika masuk kakek hanya memandangku pongah. Memasuki halaman dengan napas ngos-ngosan."Danu, apa yang telah terjadi padamu? Kenapa kau masuk tanpa permisi ataupun mengucap salam. Seperti habis dikejar setan saja," ujar kakek menatap heran."Kakek, di mana Aisyah?"Aisyah?" kening kakek mengernyit."Iya, Aisyah.""Aisyah sudah pergi ke rumah sakit.""Siapa yang sudah mengantarkan Aisyah?""Si Dadang. Memangnya kenapa?""Kakek yakin Mang Dadang yang sudah mengantarkan Aisyah?""Ya tentu saja. Apa kau pikir Kakek ini sudah pikun? Tidak bisa
Bab 90. Mati KutuSetelah kepergian Sakira, Jodi dalam pengasuhan ku. Walau kadang dia terlihat bersedih, lambat lain Jodi kembali ceria. Meski tidak seperti dulu lagi. Kadang, aku memergoki Jodi melamun. Memperhatikan teman-temannya bermain. Juga orang tua yang menggendong anaknya.Untuk menghilangkan rasa kesepiannya, Jodi didaftarkan di sekolah Paud. Mungkin dengan begitu dia sedikit melupakan kesedihan kehilangan ibunya.Tiga bulan kemudian, kasus kebakaran terungkap. Bukti-bukti mengarah kepada Rani. Polisi menemukan satu anting yang jatuh di dekat area halaman. Saat itu, pihak petugas menelpon. Memberi tahu penemuan barang bukti."Selamat siang, Tuan Danu," ucap Briptu Zidan."Selamat siang, Pak.""Kami menemukan barang bukti satu buah anting mutiara di halaman depan. Apakah ini milik korban?""Bukan, Pak. Sepertinya, aku mengenal pemilik anting ini.""Bisa Anda jelaskan siapa pemiliknya?""Anting itu milik mantan istriku. Aku sendiri mengenalnya karena itu hadiah ulang tahunnya
Bab 89. Burung Gagak HitamWajah Rani membeku seketika saat Tanaka berakhir di penjara. Mungkin dia juga tidak menyangka. Kalau aku adalah pemilik perusahaan Anugerah. Saat itu, usahanya untuk membuatku bangkrut sia-sia. Benar apa pepatah mengatakan, 'apa yang kau tanam itulah yang kau petik.'Tanaka telah memetik buah dari keserakahannya. Dia mendapatkan hukuman tujuh tahun kurungan. Terbukti melakukan tindak pidana. Kini, tinggal Rani yang masih gencar untuk menjatuhkan perusahaanku."Ingat, Danu. Aku pasti akan membalas dendam atas semua perbuatanmu. Kau telah membuat kakakku masuk ke dalam penjara. Rasakan pembalasanku nanti," ucap Rank dengan nada mengancam"Sadarlah, Rani. Balas dendam itu tidak baik. Jadilah dirimu sendiri seperti dulu. Aku suka Rani yang manis dan imut seperti bintang film India.""Cih! Najis!" Cemooh Rani.Aku menarik napas. Memijat dahi yang terasa sakit. Berkali-kali menahan dada yang sesak. Tidak kusangka secepat itu Rani berubah. Seolah beberapa tahun keb
Bab 88. Kalah Telak"Celaka, Danu. Pabrik kita yang meproduksi mei instans terbakar pada bagian Utara," ucap Arga pongah. Seketika datang dengan napas tersengal-sengal."Apa?""Tidak ada satu barang pun yang bisa diselamatkan dari sana. Semua telah ludes terbakar.""Apa yang terjadi di sana, Arga?""Menurut satpam penjaga kebakaran terjadi karena adanya korsleting listrik.""Kalau begitu ayo, kita segera melihat ke sana," ujarku."Ayo!"Arga mengikuti langkahku dari belakang. Kami segera menuju ke pabrik mie instan, yang beroperasi pada jam malam. Pabrik itu, tak pernah sepi karena terbagi menjadi dua sip. Ada karyawan yang masuk jam kerja pagi. Ada juga yang masuk pada jam enam malam hingga jam enam pagi. Semua berjalan normal ketika aktivitas para karyawan dimulai.Bentley hitam menuju ke arah pinggiran kota. Ketika aku dan Arga sudah sampai di tempat itu, seluruh pabrik telah ludes terbakar. Hanya tinggal sisa sedikit saja pada bagian pengemasan."Apa yang telah terjadi?" tanyaku p
Bab 87. Iri Bilang, BosAku pulang dengan raut yang gusar. Tidak disangka mereka berdua telah menipuku habis-habisan. Bagaimana Rani bisa setenang itu, pura-pura mencintaiku. Padahal, dia wanita pengkhianat.Sampai di rumah aku segera membuka jas, lalu melemparkannya asal. Aisyah yang melihatku kesal menatap heran."Mas, apa yang terjadi? Kenapa wajahmu seperti habis kalah judi?""Aku sedang tidak bercanda, Ais. Tolong tinggalkan aku sendiri. Aku tidak ingin diganggu.""Katakan kalau kamu punya masalah. Aku akan coba membantumu.""Tidak ada," jawabku ketus. Membuka dasi, lalu mencampakkan asal.Aisyah yang melihatku geram masih bergeming. Menatapku dengan pandangan heran. Mungkin dia sedang berpikir aku lagi punya masalah.Lama kami terdiam tanpa saling berbicara. Namun, Aisyah dengan sabar menungguku. Hingga emosi menjadi reda. Saat itu, dia kembali lagi sambil membawa segelas jus buah naga."Minumlah! Biar mood kamu bagus, Mas," ujarnya. Meletakkan gelas berisi jus buah naga di atas
Bab 86. Rahasia TerungkapHatiku terasa mencelos. Ketika mendengar ucapan Sakira. Ada yang disembunyikan. Namun, Sakira tak ingin mengatakan ada rahasia apa antara Rani dan juga Tanaka. Jujur, aku merasa ketar ketir saat melihat mereka datang ke pesta pernikahan Naina. Bergandengan tangan layaknya pasangan kekasih.Berkali-kali kutarik napas. Untuk menghirup oksigen dalam rongga dada. Barangkali bisa mengurangi rasa sesak yang sedari tadi menghimpit. Mungkin dengan melonggarkan dasi bisa membuatku lebih rilex. Akan tetapi, tetap saja suasana hati terasa kaku. Seolah sedang mati rasa. Duduk salah berdiri pun juga salah."Danu, celaka dua belas!" ujar Arga. Tiba-tiba saja dia masuk ke dalam ruangan tanpa mengetuk pintu. Membuatku mengernyitkan dahi."Ada apa? Kenapa kau seperti melihat hantu, Arga?""Apa kau belum tau kalau perusahaan yang ada di distrik Selatan sudah diambil alih?""Maksudnya?""Para karyawan tadi menelponku kalua PT Adikarya sudah beralih tangan.""Beralih tangan?""I
Bab 85. Talak TigaDadaku terasa sesak. Bagaimana dihimpit batu besar. Ketika mendengar Rani meminta talak. Siang itu, selesai makan kami bertiga kumpul di ruang keluarga. Dengan disaksikan kakek dan Aisyah, aku menjatuhkan talak untuk Rani.Sebuah bukti baru yang kudapat dari nomor tak dikenal, telah mengirimkan foto-foto Rani bersama selingkuhannya. Rasa sesak di dalam dada memenuhi rongga paru-paru. Bagai ditimpa beban berton-ton. Sakitnya hingga ke tulang belulang."Rani, pikirkan baik-baik permintaanmu. Benar kamu ingin meminta talak pada Danu?" tanya kakek menatapnya."Iya, Kek. Keputusanku sudah bulat. Hari ini aku akan angkat kaki dari sini untuk selamanya. Aku langsung meminta talak tiga," jawab Rani tanpa ragu."Sudahlah, Kakek. Untuk apalagi Kakek membujuk wanita seperti dia. Wanita yang tidak pantas menjaga kehormatan dirinya, dia tidak pantas untuk dipertahankan," ucapku menyela."Sabar, Danu. Semua bisa kita selesaikan secara baik-baik. Tidak harus memakai kekerasan fisi