“T-tunggu ... apa maksud Nyonya?”
Mendengar berita yang disampaikan oleh Veronica dengan wajah semringah membuat tubuh Edward mematung, ia tak tahu harus berekspresi bagaimana dalam menanggapi berita kali ini.
“Aku akhirnya hamil, Ed!” pekik Veronica kegirangan. “Hal yang aku tunggu-tunggu akhirnya datang! Semua ini pasti karena hasil dari malam panas itu.”
Wajah Veronica merona malu-malu mengatakan hal tersebut, mengingat betapa panasnya kegiatan yang mereka lewati sepanjang malam. Ia bahkan tak menyangkal untuk mengatakan bahwa Edward benar-benar mampu memuaskannya.
Lebih dari Victor selama ini.
“Ed? Apa kamu tidak senang mendengar berita ini?” tanya Veronica, menatap bingung pada Edward yang hanya diam tanpa reaksi. Pria itu termenung, wajahnya tampak sedang berpikir berat.
Edward tersentak. Dia jelas lebih dari sekadar senang, dia sangat bahagia mendengar berita tersebut.
Edward bingung ingin mengekspresikan perasaan bahagianya dengan cara apa. Jika saja berita ini datang dari kekasih atau pasangannya, jelas dia akan lebih bahagia, dia juga akan langsung memeluk wanita itu.
Namun, berita ini malah datang dari majikannya. Walaupun dia sangat tertarik pada Veronica selama ini, jelas dia tak akan bisa memeluk atau melakukan hal lain yang mengekspresikan kebahagiaannya.
Pun jika Veronica mengandung anaknya, apa yang bisa dia lakukan? Dia bahkan tak memiliki hak apapun untuk mengakui anak itu sebagai bagian dari darah dagingnya.
“Edward?” panggil Veronica lagi.
“Ah, iya. Selamat atas kehamilan yang telah Anda tunggu-tunggu Nyonya, saya sangat senang mendengar berita ini,” ucap Edward sembari tersenyum.
Pada akhirnya hanya kalimat itulah yang dapat ia keluarkan sebagai respon atas berita bahagia ini.
“Ada apa? Apa kamu memiliki masalah?” Veronica menangkap adanya gelagat aneh dari reaksi Edward. Padahal biasanya pria itu akan sangat antusias mendengar segala hal yang berkaitan dengannya.
Edward menggeleng, tetap menyunggingkan senyumannya. “Tidak, Nyonya. Saya tidak apa-apa.”
“Oh iya, tadi kamu ingin mengatakan sesuatu kan? Katakanlah sekarang,” ucap Veronica mengingat tujuan Edward datang menemuinya tiba-tiba.
“Mengenai hal itu ... saya akan membicarakannya lagi nanti, Nyonya,” ucap Edward ragu. “Lebih baik sekarang Nyonya beristirahat saja, yang saya dengar kehamilan yang muda masih rentan. Nyonya bisa memanggil saja jika membutuhkan sesuatu.”
Veronica mengangguk. “Baiklah, terima kasih, Ed.”
Tanpa mengatakan apapun lagi, Edward berbalik dan hendak keluar dari kamar Veronica.
“Ed!” panggil Veronica, menghentikan langkah pria itu dan membuatnya berbalik.
“Ya Nyonya?”
“Mengenai bayaran yang kukatakan di kontrak it—“
“Kita akan membahasnya nanti saja, Nyonya. Ini masih terlalu awal, beristirahat lah,” ucap Edward, ia kembali melanjutkan langkahnya dan meninggalkan Veronica seorang diri di kamar, menatap bingung punggung lebar pria itu.
“Ada apa padanya?” gumam Veronica bertanya-tanya.
Setelah menutup kembali pintu kamar Veronica, Edward kini menyandarkan punggungnya di pintu dan mengusap wajahnya kasar, ia napas panjang.
“Nyonya hamil?” gumam Edward. Ia kemudian tertawa kecil, tawa yang terdengar hambar dan sedikit menyeramkan.
Edward tak menyangka semuanya akan serumit ini. Padahal sejak awal ia menerima tawaran Veronica hanya untuk menyenangkan wanita itu dan tentu saja memuaskan imajinasinya atas tubuh Veronica selama ini. Ia tak menyangka jika pada akhirnya Veronica benar-benar hamil setelah disetubuhi olehnya.
Bagaimana bisa? Empat tahun wanita itu berusaha berbagai cara bersama Victor, tetapi tak kunjung membuahkan hasil. Sementara saat bersamanya? Mereka hanya menghabiskan satu malam saja!
Ia mendengus, berjalan menjauh dari kamar Veronica dan mencari tempat sepi. “Tentu saja, bukankah ini karena benihku yang sangat bagus?i,” gumam Edward, menjawab pertanyaannya sendiri, diikuti kekehan kecil.
Begitu memasuki kamarnya, Edward langsung mengunci rapat-rapat pintu kamar dan mengambil ponselnya. Ia menekan sebuah kontak dan langsung memanggilnya, tak memerlukan waktu lama untuk panggilannya diangkat.
“Aku tidak bisa pulang sekarang,” ucap Edward tanpa basa-basi, suaranya terdengar serius.
“Ada apa lagi kali ini? Wanita itu lagi? Untuk apa membuang-buang waktu menjaga wanita itu! Pulang dan selesaikan pekerjaanmu!” pinta dari seberang sana. Orang yang ditelepon Edward terdengar marah-marah.
Edward menarik napas panjang. “Aku benar-benar tidak bisa pulang. Setidaknya tunggu beberapa bulan lagi,” ucap Edward mengulang perkataannya. “Lagipula mengapa sekarang Anda terlihat buru-buru menyuruhku pulang? Apa orang itu sebegitu tak becusnya? Apa Anda baru saja menyadari betapa bernilainya saya?”
Sudut bibir Edward tertarik tanpa sadar membentuk senyum miring, ia memutar bole matanya malas.
“KAU—“
Tak ingin mendengar kalimat lanjutnya, Edward memilih mematikan panggilannya secara sepihak, dan melempar ponsel tersebut ke atas ranjang. Berikutnya ia juga ikut melempar tubuhnya dan berbaring di atas ranjang dengan setengah badan bergelantung.
Ketika ia memejamkan matanya, bayangan wajah Veronica yang sangat bahagia tercetak jelas di kepalanya. Bagaimana girangnya dan sempurnanya senyuman wanita itu, senyuman yang tak pernah ia lihat sebelumnya.
Apa dia benar-benar bahagia hanya karena kehamilan ini?
“Anak ya ... “
**
Veronica menunggu kepulangan Victor dengan sangat tak sabar, beberapa kali ia menatap jam di atas nakas dan menggenggam erat alat tes kehamilan di tangannya.
Sebelumnya ia telah meminta Victor untuk lekas pulang malam ini, awalnya pria itu memarahinya dan terus bertanya ada apa. Namun Veronica bersikeras meminta suaminya pulang tanpa memberitahu alasannya.
Ia sangat ingin memberikan kejutan pada Victor. Walaupun mereka memang tak saling mencintai, tetapi bukankah kehamilan ini adalah hal yang sama-sama mereka nantikan?
Setidaknya Veronica berharap ke depannya mereka dapat lebih akur dan bisa membangun keluarga kecil yang bahagia.
Pintu terbuka, membuat Veronica langsung berdiri menyambut kedatangan Victor dengan senyum termanisnya. Membuat pria itu menatapnya bingung dan kening yang mengernyit.
“Ada apa? Jika bukan hal yang penting kamu akan menerima akibatnya!” ancam Victor, menatap tajam pada istrinya.
Bukannya sambutan hangat atau kecupan di kening seperti suami-istri lainnya, tetapi Veronica berusaha mengenyahkan pikiran buruknya dan tetap tersenyum pada Victor. Ia menyodorkan alat tes kehamilan yang sejak tadi dipegangnya.
Victor langsung mengambil alat itu dan menatapnya, sementara Veronica tak kalah antusias menanti reaksi Victor.
“Kamu hamil?” Victor mendongak, menatap istrinya dengan satu alis yang terangkat. Veronica pun mengangguk dengan antusias, mengiyakan pertanyaan Victor.
“Aku baru saja memeriksanya pagi tadi,” ucap Veronica.
“Baguslah, setidaknya kamu akhirnya berguna juga,” ucap Victor dingin, wajahnya datar tanpa ekspresi. Ia mengembalikan alat tes kehamilan tersebut pada Veronica dan beranjak melepaskan jasnya.
Hal itu membuat segala bayang-bayang yang dibangun Veronica seketika hancur. Padahal ia berpikir bahwa Victor mungkin akan sedikit bahagia dan memeluknya, atau menciumi perutnya seperti reaksi suami pada umumnya.
Namun sayangnya semua itu hanya sebatas khayalan Veronica sana. Ia lupa jika keberadaannya hanya sebatas alat bagi Victor.
“Kamu tidak senang?” tanya Veronica melihat sikap tak acuh suaminya.
“Tentu saja aku senang, aku akan segera mendapatkan apa yang aku impikan selama ini,” sahut Victor tanpa menoleh sedikit pun pada Veronica.
Ada perasaan yang mengganjal yang mengganggu Veronica mendengar jawaban Victor. Baik dulu maupun sekarang ... Victor tetap menganggapnya hanya sebagai alat untuk mencapai tujuannya sebagai pewaris sah keluarga Hayden.
**
“Kamu mau ke mana lagi?”Veronica menatap bingung melihat suaminya, bukannya berganti pakaian menjadi santai pria itu malah keluar dari kamar ganti dengan pakaian rapi dan bergaya kasual. Aroma parfum tercium menyeruak dari pakaiannya.Langkah Victor terhenti, ia menatap datar pada istrinya. Tak ada sedikit pun siratan kasih sayang yang terbesit di balik tatapannya.“Jangan ikut campur urusanku. Lebih baik beristirahat dan jaga kandunganmu baik-baik. Ingat kalau bayi yang kamu kandung itu adalah penyelamatmu,” ucap Victor dingin. “Kalau saja terjadi sesuatu pada bayi itu, aku tidak akan melepaskanmu.”Tubuh Veronica menegang, menatap Victor yang benar-benar meninggalkannya dengan dingin. Pria itu bahkan enggan berbalik sejenak menatapnya atau menanyakan hal yang dia butuhkan.Bukankah ibu hamil lainnya biasa sangat disayangi dan dimanja oleh suaminya?Lantas mengapa Veronica tak merasakan hal itu sedikit pun dari Victor, suaminya?Veronica berdesis sinis. “Kamu pasti pergi menemui pel
Suara ketukan membuat tidur Veronica terganggu, ia mengerjapkan matanya beberapa kali dan memulihkan kesadarannya. Veronica merasakan perutnya berat, membuatnya menoleh dan seketika membulatkan mata menyadari jika semalaman ia tertidur di dalam pelukan Edward.Tangan pengawalnya lagi-lagi dengan lancang memeluk pinggangnya bahkan terus berada di perutnya sepanjang malam. Veronica mengingat jika semalam dialah yang memberikan kode pada Edward untuk mendatanginya ke paviliun dan meminta pria itu untuk mengelus perutnya hingga berakhir tertidur bersama kembali. Bedanya, kali ini mereka tidaklah melakukan hal aneh. Murni hanya tertidur bersama. “Nyonya? Apa Anda baik-baik saja di dalam?” Suara kepala pelayannya yang terdengar setengah berteriak membuat Veronica seketika sadar dan bangkit dengan hati-hati dari ranjangnya. Edward yang juga merasa tidurnya terganggu pun terbangun dan langsung menyadari situasi yang menimpa mereka. “Ya, aku baik-baik saja Emily!” sahut Veronica sedikit b
“Perbaiki sikapmu! Jangan sampai ayah curiga pada hubungan kita!” peringat Victor disertai tatapan tajam yang mengancam.Veronica menghela napas panjang mengangguk pelan dan melangkahkan kakinya keluar dari mobil. Tatapan tajam pria itu seketika menghilang tergantikan dengan tatapan hangat dan senyum manis yang palsu. Victor membantu Veronica untuk turun dari mobil dan langsung memeluk pinggang istrinya.Bagi Veronica, berakting di hadapan mertuanya adalah hal yang sangat mudah. Selama bertahun-tahun pernikahan mereka, selama itu pula Veronica selalu harus berakting ketika bertemu dengan mertuanya. Berpura-pura layaknya istri dan pasangan yang ideal bersama Victor.Seolah-olah rumah tangga mereka baik-baik saja dan sangat harmonis seperti yang selama ini terlihat di publik.Keduanya berjalan bersama memasuki sebuah rumah mewah yang lebih mewah jika dibandingkan dengan kediaman milik Victor. Gaya berkelas dan anggun terlihat jelas menyapu bangunan itu, seolah bangunan itu telah digunak
Edward sedang duduk berhadapan dengan seorang perempuan berpakaian formal di sebuah kafe yang lumayan sepi, keduanya bahkan memilih meja yang berada di paling pojok, paling jauh dari jangkauan pandangan orang-orang.“Lama tidak bertemu, bagaimana kabarmu?” tanya perempuan itu, wajahnya sama sekali tak menunjukkan tanda kerinduan atau senang layaknya teman lama yang bertemu kembali setelah sekian lama.Justru tatapan tajam dan wajah datar lah yang saling mereka lemparkan satu sama lain, membuat mereka lebih pantas disebut bermusuhan.“Aku tahu kamu datang ke sini bukan untuk berbasa-basi omong kosong seperti itu, jadi katakanlah dengan cepat apa maumu, An. Aku tidak punya banyak waktu,” ucap Edward dingin.Anne, wanita yang duduk bersama Edward itu mendengus sinis, ia memperbaiki posisi duduknya menjadi lebih tegap dan menautkan jari-jarinya di atas meja. “Ternyata sifatmu sama sekali tak berubah, ya.”Edward menatap semakin tajam pada Anne, membuat Anne terkekeh geli dan berdehem pela
“Harus berapa lama lagi aku menunggu?! Papa dan Mama sudah sangat lama menanti hadirnya pewaris dariku!”Veronica, perempuan cantik yang sedang dimarahi itu hanya bisa menunduk. Bahkan saat suaminya melemparkan sebuah gelas kosong dan mengenai hingga melukai keningnya. Dia hanya bisa tertunduk diam, menelan semua makian yang diberikan padanya secara mentah-mentah.“Argh! Wanita jalang ini. Jangan-jangan kamu mandul lagi?!” Victor, suaminya mengacak-acak rambut frustrasi. Wajahnya terlihat jelas sedang marah. “Sial! Aku sudah mengeluarkan banyak uang untuk menikahimu. Kukira aku akan mendapatkan telur emas, ternyata hanya sebuah telur busuk.”Dia berjalan mondar-mandir di hadapan Veronica dengan wajah uring-uringan, mulutnya tak berhenti berkomat-kamit tak jelas dan mengeluarkan sumpah serapah pada istrinya yang hanya terdiam sejak tadi.Veronica bisa merasakan adanya cairan kental berwarna kemerahan yang mengalir dari keningnya, tangannya naik untuk mengusap cairan itu dan melihatnya.
Mata Edward membulat terkejut, sontak memundurkan tubuhnya dan melepaskan cengkeraman Veronica dari kerah kemeja yang dikenakannya. Dia memandang tak percaya pada nyonyanya.“A-apa yang Nyonya katakan? Jangan berbicara sembarang, Nyonya!” ucap Edward gugup, ada semburat kemerahan yang tampak di wajahnya. “Nyonya bisa dalam masalah jika ada orang yang mendengar dan melaporkan ucapan Nyonya barusan pada Tuan.”Edward menggaruk tengkuknya yang tak gatal, pandangannya bergerak tak fokus ke arah lain dan seolah menghindari tatapan Veronica.Berbeda dengan Edward yang tampak gelisah tak jelas, Veronica sendiri tampak sangat yakin dan mantap. Dia tak terlihat seperti orang yang salah berucap atau menyesali apa yang diucapkannya.“Aku bersungguh-sungguh, Ed. Hamili aku!” ucap Veronica mengulang permintaannya, kali ini berhasil membuat Edward kembali fokus menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan.“Saya akan pergi, tugas saya telah selesai,” tukas Edward. Tangannya bergerak cepat membe
“Aku mencintaimu.” Ucapan Veronica terus terngiang-ngiang memenuhi kepala Edward, apalagi dia masih dapat mengingat jelas suara majikannya yang terdengar ... menggoda. Edward mengacak-acak rambutnya frustrasi. Dia mengambil gelas di atas meja, menyeruput isinya hingga tandas tak tersisa. Tak cukup sampai di situ, Edward meraih botol alkohol di atas meja dan meneguknya dengan asal-asalan, bahkan menetas membasahi pakaiannya. Edward menatap jam dinding yang menunjukkan pukul sebelas malam, matanya melirik keluar dari jendela kamarnya yang langsung berhadapan dengan paviliun Veronica. Kamarnya memang sengaja tak jauh dari paviliun karena tugasnya sebagai pengawal Veronica. Dia bisa melihat lampu bangunan itu menyala, seolah memang sengaja dinyalakan untuk memberikan tanda padanya. “Sial!” maki Edward. “Tidak pernah kubayangkan aku akan selemah ini hanya karena wanita.” Pada akhirnya dia berjalan keluar dari kamar, menuju paviliun seperti undangan Veronica siang tadi. Beberapa kali
Edward terbangun, merasakan kepalanya pusing dan berat akibat terlalu banyak meneguk alkohol semalam. Beberapa kali ia mengerjapkan matanya untuk menormalkan penglihatannya. Ia menatap sekeliling kamar, menatap asing dengan ruangan tempatnya terbangun.“Tunggu, bukankah ini paviliun Nyonya?” gumam Edward menyadari di mana dia berada.Kepalanya berusaha mengingat kejadian semalam yang membuatnya berakhir tertidur di ranjang ini, ranjang sang Nyonya. Kesadarannya perlahan mulai pulih dan mengingat jelas apa yang dilakukannya.Dia mendatangi paviliun ini dengan keadaan sadar, menyetujui kontrak yang diajukan oleh nyonyanya dan mereka ... melakukan kegiatan itu. Wajah Edward memanas mengingat kejadian semalam, betapa dia sangat menikmati sentuhan Veronica yang lebih mendominasi.Majikannya itu benar-benar ahli dalam urusan ranjang, bahkan Veronica lah yang beberapa kali memimpin permainan mereka dan membuatnya puas.“Sial,” umpat Edward menyadari bagian bawahnya kembali terbangun saat mem
Edward sedang duduk berhadapan dengan seorang perempuan berpakaian formal di sebuah kafe yang lumayan sepi, keduanya bahkan memilih meja yang berada di paling pojok, paling jauh dari jangkauan pandangan orang-orang.“Lama tidak bertemu, bagaimana kabarmu?” tanya perempuan itu, wajahnya sama sekali tak menunjukkan tanda kerinduan atau senang layaknya teman lama yang bertemu kembali setelah sekian lama.Justru tatapan tajam dan wajah datar lah yang saling mereka lemparkan satu sama lain, membuat mereka lebih pantas disebut bermusuhan.“Aku tahu kamu datang ke sini bukan untuk berbasa-basi omong kosong seperti itu, jadi katakanlah dengan cepat apa maumu, An. Aku tidak punya banyak waktu,” ucap Edward dingin.Anne, wanita yang duduk bersama Edward itu mendengus sinis, ia memperbaiki posisi duduknya menjadi lebih tegap dan menautkan jari-jarinya di atas meja. “Ternyata sifatmu sama sekali tak berubah, ya.”Edward menatap semakin tajam pada Anne, membuat Anne terkekeh geli dan berdehem pela
“Perbaiki sikapmu! Jangan sampai ayah curiga pada hubungan kita!” peringat Victor disertai tatapan tajam yang mengancam.Veronica menghela napas panjang mengangguk pelan dan melangkahkan kakinya keluar dari mobil. Tatapan tajam pria itu seketika menghilang tergantikan dengan tatapan hangat dan senyum manis yang palsu. Victor membantu Veronica untuk turun dari mobil dan langsung memeluk pinggang istrinya.Bagi Veronica, berakting di hadapan mertuanya adalah hal yang sangat mudah. Selama bertahun-tahun pernikahan mereka, selama itu pula Veronica selalu harus berakting ketika bertemu dengan mertuanya. Berpura-pura layaknya istri dan pasangan yang ideal bersama Victor.Seolah-olah rumah tangga mereka baik-baik saja dan sangat harmonis seperti yang selama ini terlihat di publik.Keduanya berjalan bersama memasuki sebuah rumah mewah yang lebih mewah jika dibandingkan dengan kediaman milik Victor. Gaya berkelas dan anggun terlihat jelas menyapu bangunan itu, seolah bangunan itu telah digunak
Suara ketukan membuat tidur Veronica terganggu, ia mengerjapkan matanya beberapa kali dan memulihkan kesadarannya. Veronica merasakan perutnya berat, membuatnya menoleh dan seketika membulatkan mata menyadari jika semalaman ia tertidur di dalam pelukan Edward.Tangan pengawalnya lagi-lagi dengan lancang memeluk pinggangnya bahkan terus berada di perutnya sepanjang malam. Veronica mengingat jika semalam dialah yang memberikan kode pada Edward untuk mendatanginya ke paviliun dan meminta pria itu untuk mengelus perutnya hingga berakhir tertidur bersama kembali. Bedanya, kali ini mereka tidaklah melakukan hal aneh. Murni hanya tertidur bersama. “Nyonya? Apa Anda baik-baik saja di dalam?” Suara kepala pelayannya yang terdengar setengah berteriak membuat Veronica seketika sadar dan bangkit dengan hati-hati dari ranjangnya. Edward yang juga merasa tidurnya terganggu pun terbangun dan langsung menyadari situasi yang menimpa mereka. “Ya, aku baik-baik saja Emily!” sahut Veronica sedikit b
“Kamu mau ke mana lagi?”Veronica menatap bingung melihat suaminya, bukannya berganti pakaian menjadi santai pria itu malah keluar dari kamar ganti dengan pakaian rapi dan bergaya kasual. Aroma parfum tercium menyeruak dari pakaiannya.Langkah Victor terhenti, ia menatap datar pada istrinya. Tak ada sedikit pun siratan kasih sayang yang terbesit di balik tatapannya.“Jangan ikut campur urusanku. Lebih baik beristirahat dan jaga kandunganmu baik-baik. Ingat kalau bayi yang kamu kandung itu adalah penyelamatmu,” ucap Victor dingin. “Kalau saja terjadi sesuatu pada bayi itu, aku tidak akan melepaskanmu.”Tubuh Veronica menegang, menatap Victor yang benar-benar meninggalkannya dengan dingin. Pria itu bahkan enggan berbalik sejenak menatapnya atau menanyakan hal yang dia butuhkan.Bukankah ibu hamil lainnya biasa sangat disayangi dan dimanja oleh suaminya?Lantas mengapa Veronica tak merasakan hal itu sedikit pun dari Victor, suaminya?Veronica berdesis sinis. “Kamu pasti pergi menemui pel
“T-tunggu ... apa maksud Nyonya?”Mendengar berita yang disampaikan oleh Veronica dengan wajah semringah membuat tubuh Edward mematung, ia tak tahu harus berekspresi bagaimana dalam menanggapi berita kali ini.“Aku akhirnya hamil, Ed!” pekik Veronica kegirangan. “Hal yang aku tunggu-tunggu akhirnya datang! Semua ini pasti karena hasil dari malam panas itu.”Wajah Veronica merona malu-malu mengatakan hal tersebut, mengingat betapa panasnya kegiatan yang mereka lewati sepanjang malam. Ia bahkan tak menyangkal untuk mengatakan bahwa Edward benar-benar mampu memuaskannya.Lebih dari Victor selama ini.“Ed? Apa kamu tidak senang mendengar berita ini?” tanya Veronica, menatap bingung pada Edward yang hanya diam tanpa reaksi. Pria itu termenung, wajahnya tampak sedang berpikir berat.Edward tersentak. Dia jelas lebih dari sekadar senang, dia sangat bahagia mendengar berita tersebut.Edward bingung ingin mengekspresikan perasaan bahagianya dengan cara apa. Jika saja berita ini datang dari kek
“Nyonya, dokter datang untuk mengecek kondisi Nyonya.”Veronica yang tengah melamun tersentak pelan kala pintu kamarnya diketuk dan dibuka seperkian detik kemudian, menampilkan kepala pelayan datang bersama seorang wanita memakai jas putih.“Selamat pagi Nyonya Stark,” sapa dokter tersebut ramah, menghampiri Veronica dan meletakkan tasnya di atas ranjang. “Bagaimana perasaan Anda hari ini?”Veronica menyunggingkan senyum ramah. “Pagi. Hari ini saya sudah merasa sangat segar, tapi sejak pagi tadi saya merasa perut saya kurang enak,” ucap Veronica menceritakan jujur keadaannya.Sudah seminggu lewat sejak kejadian di mana dirinya hampir mati karena ulah Victor, hal itu membuatnya bahkan tak bisa bangkit dari ranjang hingga tiga hari. Hingga hari ini pun Veronica masih merasa sakit di beberapa bagian tubuhnya, dan lebam-lebam yang membekas membuatnya tak dapat keluar dari rumah.Seminggu ini Veronica merasa layaknya burung di dalam sangkar emas, semua kebutuhannya terpenuhi tetapi pergera
“Sial, apa lagi yang bajingan itu perbuat pada Nyonya!”Edward langsung berlari meninggalkan pelayan yang berdiri di depan kamarnya, berlari sekencang yang dia bisa menuju rumah utama. Bahkan dia melupakan cara bernapas selama berlari, yang ada di pikirannya hanyalah keadaan Veronica. Ia tak lagi memikirkan kemungkinan alasan perkelahian majikannya adalah karena dirinya.Begitu memasuki rumah utama Edward bisa mendengar suara bentakan dan teriakan Victor, majikan laki-lakinya. Dia melihat Veronica sudah terkulai tak berdaya di atas lantai, darah bahkan berceceran di sekitar lantai.Bisa Edward pastikan kalau darah itu adalah milik Veronica.“Siapa yang menyuruhmu kemari?! Pergi!” usir Victor marah melihat kedatangan Edward yang tak diundang.Dari jauh tampan beberapa pelayan bersembunyi, merasa kasihan dengan nyonya mereka tetapi mereka sendiri pun tak memiliki kuasa yang cukup besar untuk membantu Veronica.“Apa yang Anda lakukan pada Nyonya, Tuan?!”Edward menatap tajam dan marah pa
Edward terbangun, merasakan kepalanya pusing dan berat akibat terlalu banyak meneguk alkohol semalam. Beberapa kali ia mengerjapkan matanya untuk menormalkan penglihatannya. Ia menatap sekeliling kamar, menatap asing dengan ruangan tempatnya terbangun.“Tunggu, bukankah ini paviliun Nyonya?” gumam Edward menyadari di mana dia berada.Kepalanya berusaha mengingat kejadian semalam yang membuatnya berakhir tertidur di ranjang ini, ranjang sang Nyonya. Kesadarannya perlahan mulai pulih dan mengingat jelas apa yang dilakukannya.Dia mendatangi paviliun ini dengan keadaan sadar, menyetujui kontrak yang diajukan oleh nyonyanya dan mereka ... melakukan kegiatan itu. Wajah Edward memanas mengingat kejadian semalam, betapa dia sangat menikmati sentuhan Veronica yang lebih mendominasi.Majikannya itu benar-benar ahli dalam urusan ranjang, bahkan Veronica lah yang beberapa kali memimpin permainan mereka dan membuatnya puas.“Sial,” umpat Edward menyadari bagian bawahnya kembali terbangun saat mem
“Aku mencintaimu.” Ucapan Veronica terus terngiang-ngiang memenuhi kepala Edward, apalagi dia masih dapat mengingat jelas suara majikannya yang terdengar ... menggoda. Edward mengacak-acak rambutnya frustrasi. Dia mengambil gelas di atas meja, menyeruput isinya hingga tandas tak tersisa. Tak cukup sampai di situ, Edward meraih botol alkohol di atas meja dan meneguknya dengan asal-asalan, bahkan menetas membasahi pakaiannya. Edward menatap jam dinding yang menunjukkan pukul sebelas malam, matanya melirik keluar dari jendela kamarnya yang langsung berhadapan dengan paviliun Veronica. Kamarnya memang sengaja tak jauh dari paviliun karena tugasnya sebagai pengawal Veronica. Dia bisa melihat lampu bangunan itu menyala, seolah memang sengaja dinyalakan untuk memberikan tanda padanya. “Sial!” maki Edward. “Tidak pernah kubayangkan aku akan selemah ini hanya karena wanita.” Pada akhirnya dia berjalan keluar dari kamar, menuju paviliun seperti undangan Veronica siang tadi. Beberapa kali