“Sial, apa lagi yang bajingan itu perbuat pada Nyonya!”
Edward langsung berlari meninggalkan pelayan yang berdiri di depan kamarnya, berlari sekencang yang dia bisa menuju rumah utama. Bahkan dia melupakan cara bernapas selama berlari, yang ada di pikirannya hanyalah keadaan Veronica. Ia tak lagi memikirkan kemungkinan alasan perkelahian majikannya adalah karena dirinya.
Begitu memasuki rumah utama Edward bisa mendengar suara bentakan dan teriakan Victor, majikan laki-lakinya. Dia melihat Veronica sudah terkulai tak berdaya di atas lantai, darah bahkan berceceran di sekitar lantai.
Bisa Edward pastikan kalau darah itu adalah milik Veronica.
“Siapa yang menyuruhmu kemari?! Pergi!” usir Victor marah melihat kedatangan Edward yang tak diundang.
Dari jauh tampan beberapa pelayan bersembunyi, merasa kasihan dengan nyonya mereka tetapi mereka sendiri pun tak memiliki kuasa yang cukup besar untuk membantu Veronica.
“Apa yang Anda lakukan pada Nyonya, Tuan?!”
Edward menatap tajam dan marah pada Victor, dia marah. Pria itu selalu memperlakukan Veronica dengan semena-mena, melukainya tanpa ampun, dan bersikap seolah sangat mencintai istrinya ketika di luar sana.
“Ha ha ha.” Victor tertawa sinis, membuat para pelayan yang bersembunyi bergidik ngeri. Kini Victor tampak layaknya psikopat yang harus darah. “Aku melakukan apa pada istriku itu urusanku! Siapa kamu berhak mengatur tindakanku?”
Ia berjalan mendekati Veronica, menginjak telapak tangan Veronica hingga membuat wanita itu mengerang kesakitan. “Lihat, aku bisa melakukan apapun yang kuinginkan padanya. Dia adalah istriku. Bahkan jika aku ingin membunuhnya, aku bisa membunuh jalang ini sekarang juga.”
Edward mengepalkan tangan, ia berlari dan melayangkan sebuah tinjuan tepat pada perut Victor, membuat Victor yang tak siap dengan serangan tiba-tiba itu terdorong mundur beberapa langkah.
Victor memegang perutnya, merasa perih pada ulu hatinya. Ia menyunggingkan senyum sinis dan meludah ke sembarang arah. “Ingin menjadi pahlawan kesiangan rupanya,” ucap Victor mengejek.
Ia merenggangkan pergelangan tangannya, sementara Edward yang melihat hal itu seketika memasang kuda-kuda untuk bersiap. Benar saja, Victor langsung menerjangnya tanpa ampun dan melabuhkan pukulan di wajahnya.
Edward yang juga tak mau kalah pun membalas pukulan Victor, tak peduli lagi jika pria yang berada di cengkeramannya sekarang adalah majikannya. Ia memukul Victor secara membabi-buta tak peduli pukulannya bisa membuat beberapa tulang rusuk Victor retak.
Di lihat dari sisi mana pun Edward lebih unggul dari Victor, apalagi pria itu bekerja sebagai pengawal profesional dan mendapat banyak pelatihan sebelumnya. Tentu saja Victor tak sebanding dengannya.
Edward mencengkeram kerah kemeja Victor dan terkekeh geli. “Hanya seperti ini kemampuan Anda, Tuan?” ejeknya. “Ah iya, saya lupa. Anda kan hanya berani melawan perempuan.”
“Sialan kau! Tunggu saja, aku pasti akan memecatmu!” ancam Victor, rahangnya mengeras. Marah sekaligus malu karena kalah dari seorang pengawal rendahan.
“Memecat saya? Anda tidak memiliki wewenang atas itu, Tuan.” Edward lagi-lagi terkekeh geli, puas mengejek Victor. “Kontrak saya hanya antara saya dan Nyonya Vero, jadi Anda tidak memiliki hak memberhentikan atau memerintah saya.”
Tatapan Victor menajam, ia balas mencengkeram kerah kemeja Edward, tampak jelas jika dia sedang sangat kesal. Keduanya kini saling melempar tatapan permusuhan dan penuh kebencian, baik Edward maupun Victor tak ada yang ingin mengalah.
“Aku bingung mengapa kamu sangat membela wanita tidak berguna itu,” ucap Victor memasang ekspresi seolah berpikir keras.
“Itu karena tugas saya adalah melindungi Nyonya Vero dari hal yang dapat membahayakannya, termasuk jika itu adalah Anda sendiri,” balas Edward dengan berani, menatap sengit pada Victor.
“Benarkah?” Victor menaikkan satu alisnya dan tersenyum penuh arti. “Bukan karena kamu jatuh cinta padanya?”
Tubuh Edward menegang, matanya membulat halus tetapi Victor dapat menangkap dengan jelas perubahan ekspresi pria itu. Melihat Edward yang lengah, Victor memanfaatkan kesempatan itu dan melabuhkan pukulan keras di perut Edward hingga membuatnya terbatuk dan tersungkur di lantai.
“Hah! Merepotkan.”
Victor menepuk-nepuk kemejanya seolah ada debu dan kotoran yang menempel, ia berjalan pergi, meninggalkan Edward dan Veronica yang tersungkur di lantai bersama. Tatapannya sangat tajam dan gelap, tangannya terkepal.
Begitu Victor pergi, para pelayan yang tadinya bersembunyi seketika berhamburan dan berlari menghampiri Edward dan Veronica. Mereka membantu Edward berdiri dan berusaha membangunkan Veronica.
“Nyonya butuh ke rumah sakit,” ucap Edward.
Melihat dari lukanya saja Edward tahu jika ini adalah yang terparah di antara semua tindakan Victor selama ini. Ia membungkuk dan mencoba mengangkat Veronica ke dalam gendongannya.
Napasnya memburu, ia terbatuk dan mengeluarkan cairan kemerahan bersama dahaknya. Namun, Edward mengabaikan hal tersebut dan memaksa tubuhnya untuk membawa Veronica ke mobil. Tubuh majikannya sangat ringan karena dipaksa menjaga bentuk tubuhnya, tetapi dalam keadaan seperti ini Edward merasa tubuhnya pun tak kuat.
Tidak, aku harus membawa Nyonya ke rumah sakit, pikir Edward menyemangati dirinya.
“Ed ... Apa tidak sebaiknya kita memanggil dokter saja ke rumah?” Kepala pelayan yang telah berumur menghentikan Edward. “Tuan akan tambah marah jika mengetahui Nyonya dibawa ke rumah sakit, media pasti akan memberitakan hal ini.”
Tatapan Edward menajam. “Bukannya khawatir dengan keadaan Nyonya, kalian lebih peduli pada kemarahan Tuan kalian yang psikopat itu?!” murka Edward.
Edward tak menyangka para pelayan di rumah ini lebih peduli dan khawatir jika Victor marah dibanding memberikan penanganan yang tepat pada Veronica yang sedang dalam keadaan tidak baik.
Ia berniat melanjutkan langkahnya untuk membawa Veronica ke mobil, tetapi terhenti saat wanita yang digendongnya sadar dan melenguh kesakitan.
“Nyonya?! Bersabarlah sedikit, saya akan segera membawa Anda ke rumah sakit,” ucap Edward berusaha menenangkan. Dari melihat luka yang tampak saja Edward sudah tahu bahwa Veronica pasti merasakan sakit yang sangat di tubuhnya.
“Ed .. jangan,” pinta Veronica, suaranya lemah bahkan hampir menyerupai bisikan. Ia kesulitan berbicara banyak karena merasakan sakit pada rahangnya. “Pa-panggilkan dokter saja.”
“Tapi, Nyonya ... “
Veronica menggeleng kecil, ia menoleh pada kepala pelayan dan memberikan kode. Wanita itu pun langsung berlari kecil mengambil ponsel dan menelepon dokter pribadi keluarga Hayden, dokter yang selalu menangani Veronica dan telah menandatangani perjanjian untuk selalu bungkam pada apapun yang dilihatnya.
“Bawa aku ke kamar,” pinta Veronica lagi.
Edward yang tak bisa mendebat Veronica hanya bisa menghela napas dan berbalik haluan, menggendong majikannya menuju lantai dua. Sepanjang menaiki anak tangga Edward berusaha sekeras mungkin menyembunyikan rasa sakit yang mendera tubuhnya. Napasnya terasa pendek dan sesak, tetapi ia berusaha membawa Veronica sampai ke kamarnya.
Begitu sampai di kamar, Edward langsung membaringkan tubuh Veronica di atas ranjang dan berbalik membelakangi majikannya. Ia berusaha menormalkan kembali napasnya yang terasa berat, wajahnya dibanjiri oleh keringat dingin.
“Kamu tidak apa-apa?” tanya Veronica, menatap bingung sekaligus khawatir melihat Edward yang terus diam sejak tadi.
Tak ingin membuat Veronica khawatir, Edward berbalik dan menyunggingkan senyum tipis. “Saya baik-baik saja, Nyonya,” dusta Edward. “Maaf karena saya datang terlambat, seharusnya saya menemani dan menjaga Nyonya. Pasti tidak akan ada kejadian seperti ini.”
Rahangnya mengetat, Edward mengepalkan tangan. ‘Aku pasti akan memberikan balasan atas apa yang bajingan itu lakukan padamu, Nyonya.’
**
“Nyonya, dokter datang untuk mengecek kondisi Nyonya.”Veronica yang tengah melamun tersentak pelan kala pintu kamarnya diketuk dan dibuka seperkian detik kemudian, menampilkan kepala pelayan datang bersama seorang wanita memakai jas putih.“Selamat pagi Nyonya Stark,” sapa dokter tersebut ramah, menghampiri Veronica dan meletakkan tasnya di atas ranjang. “Bagaimana perasaan Anda hari ini?”Veronica menyunggingkan senyum ramah. “Pagi. Hari ini saya sudah merasa sangat segar, tapi sejak pagi tadi saya merasa perut saya kurang enak,” ucap Veronica menceritakan jujur keadaannya.Sudah seminggu lewat sejak kejadian di mana dirinya hampir mati karena ulah Victor, hal itu membuatnya bahkan tak bisa bangkit dari ranjang hingga tiga hari. Hingga hari ini pun Veronica masih merasa sakit di beberapa bagian tubuhnya, dan lebam-lebam yang membekas membuatnya tak dapat keluar dari rumah.Seminggu ini Veronica merasa layaknya burung di dalam sangkar emas, semua kebutuhannya terpenuhi tetapi pergera
“T-tunggu ... apa maksud Nyonya?”Mendengar berita yang disampaikan oleh Veronica dengan wajah semringah membuat tubuh Edward mematung, ia tak tahu harus berekspresi bagaimana dalam menanggapi berita kali ini.“Aku akhirnya hamil, Ed!” pekik Veronica kegirangan. “Hal yang aku tunggu-tunggu akhirnya datang! Semua ini pasti karena hasil dari malam panas itu.”Wajah Veronica merona malu-malu mengatakan hal tersebut, mengingat betapa panasnya kegiatan yang mereka lewati sepanjang malam. Ia bahkan tak menyangkal untuk mengatakan bahwa Edward benar-benar mampu memuaskannya.Lebih dari Victor selama ini.“Ed? Apa kamu tidak senang mendengar berita ini?” tanya Veronica, menatap bingung pada Edward yang hanya diam tanpa reaksi. Pria itu termenung, wajahnya tampak sedang berpikir berat.Edward tersentak. Dia jelas lebih dari sekadar senang, dia sangat bahagia mendengar berita tersebut.Edward bingung ingin mengekspresikan perasaan bahagianya dengan cara apa. Jika saja berita ini datang dari kek
“Kamu mau ke mana lagi?”Veronica menatap bingung melihat suaminya, bukannya berganti pakaian menjadi santai pria itu malah keluar dari kamar ganti dengan pakaian rapi dan bergaya kasual. Aroma parfum tercium menyeruak dari pakaiannya.Langkah Victor terhenti, ia menatap datar pada istrinya. Tak ada sedikit pun siratan kasih sayang yang terbesit di balik tatapannya.“Jangan ikut campur urusanku. Lebih baik beristirahat dan jaga kandunganmu baik-baik. Ingat kalau bayi yang kamu kandung itu adalah penyelamatmu,” ucap Victor dingin. “Kalau saja terjadi sesuatu pada bayi itu, aku tidak akan melepaskanmu.”Tubuh Veronica menegang, menatap Victor yang benar-benar meninggalkannya dengan dingin. Pria itu bahkan enggan berbalik sejenak menatapnya atau menanyakan hal yang dia butuhkan.Bukankah ibu hamil lainnya biasa sangat disayangi dan dimanja oleh suaminya?Lantas mengapa Veronica tak merasakan hal itu sedikit pun dari Victor, suaminya?Veronica berdesis sinis. “Kamu pasti pergi menemui pel
Suara ketukan membuat tidur Veronica terganggu, ia mengerjapkan matanya beberapa kali dan memulihkan kesadarannya. Veronica merasakan perutnya berat, membuatnya menoleh dan seketika membulatkan mata menyadari jika semalaman ia tertidur di dalam pelukan Edward.Tangan pengawalnya lagi-lagi dengan lancang memeluk pinggangnya bahkan terus berada di perutnya sepanjang malam. Veronica mengingat jika semalam dialah yang memberikan kode pada Edward untuk mendatanginya ke paviliun dan meminta pria itu untuk mengelus perutnya hingga berakhir tertidur bersama kembali. Bedanya, kali ini mereka tidaklah melakukan hal aneh. Murni hanya tertidur bersama. “Nyonya? Apa Anda baik-baik saja di dalam?” Suara kepala pelayannya yang terdengar setengah berteriak membuat Veronica seketika sadar dan bangkit dengan hati-hati dari ranjangnya. Edward yang juga merasa tidurnya terganggu pun terbangun dan langsung menyadari situasi yang menimpa mereka. “Ya, aku baik-baik saja Emily!” sahut Veronica sedikit b
“Perbaiki sikapmu! Jangan sampai ayah curiga pada hubungan kita!” peringat Victor disertai tatapan tajam yang mengancam.Veronica menghela napas panjang mengangguk pelan dan melangkahkan kakinya keluar dari mobil. Tatapan tajam pria itu seketika menghilang tergantikan dengan tatapan hangat dan senyum manis yang palsu. Victor membantu Veronica untuk turun dari mobil dan langsung memeluk pinggang istrinya.Bagi Veronica, berakting di hadapan mertuanya adalah hal yang sangat mudah. Selama bertahun-tahun pernikahan mereka, selama itu pula Veronica selalu harus berakting ketika bertemu dengan mertuanya. Berpura-pura layaknya istri dan pasangan yang ideal bersama Victor.Seolah-olah rumah tangga mereka baik-baik saja dan sangat harmonis seperti yang selama ini terlihat di publik.Keduanya berjalan bersama memasuki sebuah rumah mewah yang lebih mewah jika dibandingkan dengan kediaman milik Victor. Gaya berkelas dan anggun terlihat jelas menyapu bangunan itu, seolah bangunan itu telah digunak
Edward sedang duduk berhadapan dengan seorang perempuan berpakaian formal di sebuah kafe yang lumayan sepi, keduanya bahkan memilih meja yang berada di paling pojok, paling jauh dari jangkauan pandangan orang-orang.“Lama tidak bertemu, bagaimana kabarmu?” tanya perempuan itu, wajahnya sama sekali tak menunjukkan tanda kerinduan atau senang layaknya teman lama yang bertemu kembali setelah sekian lama.Justru tatapan tajam dan wajah datar lah yang saling mereka lemparkan satu sama lain, membuat mereka lebih pantas disebut bermusuhan.“Aku tahu kamu datang ke sini bukan untuk berbasa-basi omong kosong seperti itu, jadi katakanlah dengan cepat apa maumu, An. Aku tidak punya banyak waktu,” ucap Edward dingin.Anne, wanita yang duduk bersama Edward itu mendengus sinis, ia memperbaiki posisi duduknya menjadi lebih tegap dan menautkan jari-jarinya di atas meja. “Ternyata sifatmu sama sekali tak berubah, ya.”Edward menatap semakin tajam pada Anne, membuat Anne terkekeh geli dan berdehem pela
“Harus berapa lama lagi aku menunggu?! Papa dan Mama sudah sangat lama menanti hadirnya pewaris dariku!”Veronica, perempuan cantik yang sedang dimarahi itu hanya bisa menunduk. Bahkan saat suaminya melemparkan sebuah gelas kosong dan mengenai hingga melukai keningnya. Dia hanya bisa tertunduk diam, menelan semua makian yang diberikan padanya secara mentah-mentah.“Argh! Wanita jalang ini. Jangan-jangan kamu mandul lagi?!” Victor, suaminya mengacak-acak rambut frustrasi. Wajahnya terlihat jelas sedang marah. “Sial! Aku sudah mengeluarkan banyak uang untuk menikahimu. Kukira aku akan mendapatkan telur emas, ternyata hanya sebuah telur busuk.”Dia berjalan mondar-mandir di hadapan Veronica dengan wajah uring-uringan, mulutnya tak berhenti berkomat-kamit tak jelas dan mengeluarkan sumpah serapah pada istrinya yang hanya terdiam sejak tadi.Veronica bisa merasakan adanya cairan kental berwarna kemerahan yang mengalir dari keningnya, tangannya naik untuk mengusap cairan itu dan melihatnya.
Mata Edward membulat terkejut, sontak memundurkan tubuhnya dan melepaskan cengkeraman Veronica dari kerah kemeja yang dikenakannya. Dia memandang tak percaya pada nyonyanya.“A-apa yang Nyonya katakan? Jangan berbicara sembarang, Nyonya!” ucap Edward gugup, ada semburat kemerahan yang tampak di wajahnya. “Nyonya bisa dalam masalah jika ada orang yang mendengar dan melaporkan ucapan Nyonya barusan pada Tuan.”Edward menggaruk tengkuknya yang tak gatal, pandangannya bergerak tak fokus ke arah lain dan seolah menghindari tatapan Veronica.Berbeda dengan Edward yang tampak gelisah tak jelas, Veronica sendiri tampak sangat yakin dan mantap. Dia tak terlihat seperti orang yang salah berucap atau menyesali apa yang diucapkannya.“Aku bersungguh-sungguh, Ed. Hamili aku!” ucap Veronica mengulang permintaannya, kali ini berhasil membuat Edward kembali fokus menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan.“Saya akan pergi, tugas saya telah selesai,” tukas Edward. Tangannya bergerak cepat membe
Edward sedang duduk berhadapan dengan seorang perempuan berpakaian formal di sebuah kafe yang lumayan sepi, keduanya bahkan memilih meja yang berada di paling pojok, paling jauh dari jangkauan pandangan orang-orang.“Lama tidak bertemu, bagaimana kabarmu?” tanya perempuan itu, wajahnya sama sekali tak menunjukkan tanda kerinduan atau senang layaknya teman lama yang bertemu kembali setelah sekian lama.Justru tatapan tajam dan wajah datar lah yang saling mereka lemparkan satu sama lain, membuat mereka lebih pantas disebut bermusuhan.“Aku tahu kamu datang ke sini bukan untuk berbasa-basi omong kosong seperti itu, jadi katakanlah dengan cepat apa maumu, An. Aku tidak punya banyak waktu,” ucap Edward dingin.Anne, wanita yang duduk bersama Edward itu mendengus sinis, ia memperbaiki posisi duduknya menjadi lebih tegap dan menautkan jari-jarinya di atas meja. “Ternyata sifatmu sama sekali tak berubah, ya.”Edward menatap semakin tajam pada Anne, membuat Anne terkekeh geli dan berdehem pela
“Perbaiki sikapmu! Jangan sampai ayah curiga pada hubungan kita!” peringat Victor disertai tatapan tajam yang mengancam.Veronica menghela napas panjang mengangguk pelan dan melangkahkan kakinya keluar dari mobil. Tatapan tajam pria itu seketika menghilang tergantikan dengan tatapan hangat dan senyum manis yang palsu. Victor membantu Veronica untuk turun dari mobil dan langsung memeluk pinggang istrinya.Bagi Veronica, berakting di hadapan mertuanya adalah hal yang sangat mudah. Selama bertahun-tahun pernikahan mereka, selama itu pula Veronica selalu harus berakting ketika bertemu dengan mertuanya. Berpura-pura layaknya istri dan pasangan yang ideal bersama Victor.Seolah-olah rumah tangga mereka baik-baik saja dan sangat harmonis seperti yang selama ini terlihat di publik.Keduanya berjalan bersama memasuki sebuah rumah mewah yang lebih mewah jika dibandingkan dengan kediaman milik Victor. Gaya berkelas dan anggun terlihat jelas menyapu bangunan itu, seolah bangunan itu telah digunak
Suara ketukan membuat tidur Veronica terganggu, ia mengerjapkan matanya beberapa kali dan memulihkan kesadarannya. Veronica merasakan perutnya berat, membuatnya menoleh dan seketika membulatkan mata menyadari jika semalaman ia tertidur di dalam pelukan Edward.Tangan pengawalnya lagi-lagi dengan lancang memeluk pinggangnya bahkan terus berada di perutnya sepanjang malam. Veronica mengingat jika semalam dialah yang memberikan kode pada Edward untuk mendatanginya ke paviliun dan meminta pria itu untuk mengelus perutnya hingga berakhir tertidur bersama kembali. Bedanya, kali ini mereka tidaklah melakukan hal aneh. Murni hanya tertidur bersama. “Nyonya? Apa Anda baik-baik saja di dalam?” Suara kepala pelayannya yang terdengar setengah berteriak membuat Veronica seketika sadar dan bangkit dengan hati-hati dari ranjangnya. Edward yang juga merasa tidurnya terganggu pun terbangun dan langsung menyadari situasi yang menimpa mereka. “Ya, aku baik-baik saja Emily!” sahut Veronica sedikit b
“Kamu mau ke mana lagi?”Veronica menatap bingung melihat suaminya, bukannya berganti pakaian menjadi santai pria itu malah keluar dari kamar ganti dengan pakaian rapi dan bergaya kasual. Aroma parfum tercium menyeruak dari pakaiannya.Langkah Victor terhenti, ia menatap datar pada istrinya. Tak ada sedikit pun siratan kasih sayang yang terbesit di balik tatapannya.“Jangan ikut campur urusanku. Lebih baik beristirahat dan jaga kandunganmu baik-baik. Ingat kalau bayi yang kamu kandung itu adalah penyelamatmu,” ucap Victor dingin. “Kalau saja terjadi sesuatu pada bayi itu, aku tidak akan melepaskanmu.”Tubuh Veronica menegang, menatap Victor yang benar-benar meninggalkannya dengan dingin. Pria itu bahkan enggan berbalik sejenak menatapnya atau menanyakan hal yang dia butuhkan.Bukankah ibu hamil lainnya biasa sangat disayangi dan dimanja oleh suaminya?Lantas mengapa Veronica tak merasakan hal itu sedikit pun dari Victor, suaminya?Veronica berdesis sinis. “Kamu pasti pergi menemui pel
“T-tunggu ... apa maksud Nyonya?”Mendengar berita yang disampaikan oleh Veronica dengan wajah semringah membuat tubuh Edward mematung, ia tak tahu harus berekspresi bagaimana dalam menanggapi berita kali ini.“Aku akhirnya hamil, Ed!” pekik Veronica kegirangan. “Hal yang aku tunggu-tunggu akhirnya datang! Semua ini pasti karena hasil dari malam panas itu.”Wajah Veronica merona malu-malu mengatakan hal tersebut, mengingat betapa panasnya kegiatan yang mereka lewati sepanjang malam. Ia bahkan tak menyangkal untuk mengatakan bahwa Edward benar-benar mampu memuaskannya.Lebih dari Victor selama ini.“Ed? Apa kamu tidak senang mendengar berita ini?” tanya Veronica, menatap bingung pada Edward yang hanya diam tanpa reaksi. Pria itu termenung, wajahnya tampak sedang berpikir berat.Edward tersentak. Dia jelas lebih dari sekadar senang, dia sangat bahagia mendengar berita tersebut.Edward bingung ingin mengekspresikan perasaan bahagianya dengan cara apa. Jika saja berita ini datang dari kek
“Nyonya, dokter datang untuk mengecek kondisi Nyonya.”Veronica yang tengah melamun tersentak pelan kala pintu kamarnya diketuk dan dibuka seperkian detik kemudian, menampilkan kepala pelayan datang bersama seorang wanita memakai jas putih.“Selamat pagi Nyonya Stark,” sapa dokter tersebut ramah, menghampiri Veronica dan meletakkan tasnya di atas ranjang. “Bagaimana perasaan Anda hari ini?”Veronica menyunggingkan senyum ramah. “Pagi. Hari ini saya sudah merasa sangat segar, tapi sejak pagi tadi saya merasa perut saya kurang enak,” ucap Veronica menceritakan jujur keadaannya.Sudah seminggu lewat sejak kejadian di mana dirinya hampir mati karena ulah Victor, hal itu membuatnya bahkan tak bisa bangkit dari ranjang hingga tiga hari. Hingga hari ini pun Veronica masih merasa sakit di beberapa bagian tubuhnya, dan lebam-lebam yang membekas membuatnya tak dapat keluar dari rumah.Seminggu ini Veronica merasa layaknya burung di dalam sangkar emas, semua kebutuhannya terpenuhi tetapi pergera
“Sial, apa lagi yang bajingan itu perbuat pada Nyonya!”Edward langsung berlari meninggalkan pelayan yang berdiri di depan kamarnya, berlari sekencang yang dia bisa menuju rumah utama. Bahkan dia melupakan cara bernapas selama berlari, yang ada di pikirannya hanyalah keadaan Veronica. Ia tak lagi memikirkan kemungkinan alasan perkelahian majikannya adalah karena dirinya.Begitu memasuki rumah utama Edward bisa mendengar suara bentakan dan teriakan Victor, majikan laki-lakinya. Dia melihat Veronica sudah terkulai tak berdaya di atas lantai, darah bahkan berceceran di sekitar lantai.Bisa Edward pastikan kalau darah itu adalah milik Veronica.“Siapa yang menyuruhmu kemari?! Pergi!” usir Victor marah melihat kedatangan Edward yang tak diundang.Dari jauh tampan beberapa pelayan bersembunyi, merasa kasihan dengan nyonya mereka tetapi mereka sendiri pun tak memiliki kuasa yang cukup besar untuk membantu Veronica.“Apa yang Anda lakukan pada Nyonya, Tuan?!”Edward menatap tajam dan marah pa
Edward terbangun, merasakan kepalanya pusing dan berat akibat terlalu banyak meneguk alkohol semalam. Beberapa kali ia mengerjapkan matanya untuk menormalkan penglihatannya. Ia menatap sekeliling kamar, menatap asing dengan ruangan tempatnya terbangun.“Tunggu, bukankah ini paviliun Nyonya?” gumam Edward menyadari di mana dia berada.Kepalanya berusaha mengingat kejadian semalam yang membuatnya berakhir tertidur di ranjang ini, ranjang sang Nyonya. Kesadarannya perlahan mulai pulih dan mengingat jelas apa yang dilakukannya.Dia mendatangi paviliun ini dengan keadaan sadar, menyetujui kontrak yang diajukan oleh nyonyanya dan mereka ... melakukan kegiatan itu. Wajah Edward memanas mengingat kejadian semalam, betapa dia sangat menikmati sentuhan Veronica yang lebih mendominasi.Majikannya itu benar-benar ahli dalam urusan ranjang, bahkan Veronica lah yang beberapa kali memimpin permainan mereka dan membuatnya puas.“Sial,” umpat Edward menyadari bagian bawahnya kembali terbangun saat mem
“Aku mencintaimu.” Ucapan Veronica terus terngiang-ngiang memenuhi kepala Edward, apalagi dia masih dapat mengingat jelas suara majikannya yang terdengar ... menggoda. Edward mengacak-acak rambutnya frustrasi. Dia mengambil gelas di atas meja, menyeruput isinya hingga tandas tak tersisa. Tak cukup sampai di situ, Edward meraih botol alkohol di atas meja dan meneguknya dengan asal-asalan, bahkan menetas membasahi pakaiannya. Edward menatap jam dinding yang menunjukkan pukul sebelas malam, matanya melirik keluar dari jendela kamarnya yang langsung berhadapan dengan paviliun Veronica. Kamarnya memang sengaja tak jauh dari paviliun karena tugasnya sebagai pengawal Veronica. Dia bisa melihat lampu bangunan itu menyala, seolah memang sengaja dinyalakan untuk memberikan tanda padanya. “Sial!” maki Edward. “Tidak pernah kubayangkan aku akan selemah ini hanya karena wanita.” Pada akhirnya dia berjalan keluar dari kamar, menuju paviliun seperti undangan Veronica siang tadi. Beberapa kali