Edward terbangun, merasakan kepalanya pusing dan berat akibat terlalu banyak meneguk alkohol semalam. Beberapa kali ia mengerjapkan matanya untuk menormalkan penglihatannya. Ia menatap sekeliling kamar, menatap asing dengan ruangan tempatnya terbangun.
“Tunggu, bukankah ini paviliun Nyonya?” gumam Edward menyadari di mana dia berada.
Kepalanya berusaha mengingat kejadian semalam yang membuatnya berakhir tertidur di ranjang ini, ranjang sang Nyonya. Kesadarannya perlahan mulai pulih dan mengingat jelas apa yang dilakukannya.
Dia mendatangi paviliun ini dengan keadaan sadar, menyetujui kontrak yang diajukan oleh nyonyanya dan mereka ... melakukan kegiatan itu. Wajah Edward memanas mengingat kejadian semalam, betapa dia sangat menikmati sentuhan Veronica yang lebih mendominasi.
Majikannya itu benar-benar ahli dalam urusan ranjang, bahkan Veronica lah yang beberapa kali memimpin permainan mereka dan membuatnya puas.
“Sial,” umpat Edward menyadari bagian bawahnya kembali terbangun saat membayangkan kegiatannya semalam.
Edward menarik napas panjang dan mengusap wajahnya kasar, dia bangkit dari ranjangnya dan menyadari ruangan ini telah kosong. Egonya sedikit tersentil mengetahui dirinya ditinggalkan oleh pasangan ranjangnya sebelum dia terbangun. Padahal biasanya dialah yang meninggalkan pasangan satu malamnya sebelum pagi.
“Anda benar-benar membuat saya gila, Nyonya,” gumam Edward, sudut bibirnya tersenyum miring. Satu-satunya wanita yang dapat membuatnya seperti sekarang hanyalah Veronica.
Tak ingin berlama-lama di paviliun dan takut jika ada pelayan yang datang, Edward pun memungut kembali pakaiannya yang berserakan di lantai, kemudian memakainya kembali hingga serapi mungkin.
Saat hendak keluar, pandangannya tertuju pada sebuah map di atas ranjang, ia pun mengambil map tersebut dan mengintip isinya sejenak.
[KONTRAK RAHASIA ANTARA NY. VERONICA STARK DAN TN. EDWARD]
Tahu bahwa Veronica sengaja meninggalkan dokumen tersebut untuk dirinya, Edward pun membawanya serta keluar dari paviliun. Dia berusaha berjalan sesantai mungkin agar tak menarik perhatian. Biasanya jam-jam seperti ini ada banyak pelayan yang mulai bekerja.
“Edward?”
Panggilan itu membuat Edward menghentikan langkahnya, jantungnya berdegup kencang. Apa dia ketahuan? Namun dengan cepat Edward menormalkan ekspresinya dan berbalik, mendapati salah seorang pelayan perempuan yang ternyata memanggilnya.
“Kamu memanggilku? Ada apa?” tanya Edward.
“Apa kamu baru saja keluar dari paviliun Nyonya? Bukankah Nyonya berada di bangunan utama? Apa yang kamu lakukan di dalam sana?” Pelayan paruh baya itu menatap Edward curiga.
Edward bisa merasakan jantungnya berdegup dua kali lebih cepat, dia menutupi kegugupannya dengan senyum kecil. Tangannya dengan spontan mengangkat map yang dibawanya dan berkata, “Nyonya menyuruh saya untuk mengambilkan map ini di paviliun.”
Tatapan pelayan itu semakin tajam dan menatap Edward penuh selidik. “Kapan Nyonya menyuruhmu? Aku belum melihatmu mendatangi bangunan utama sejak pagi tadi.”
“Semalam,” jawab Edward singkat. “Lagipula apa urusanmu dengan hal ini? Apa aku harus memberitahu apa saja kegiatanku padamu?” Nada Edward terdengar sedikit sinis, membuat raut wajah pelayan itu berubah tak senang.
Tanpa menunggu jawaban pelayan itu lagi Edward pun kembali melanjutkan langkahnya yang tertunda, menuju kamarnya. Dia perlu air dan mandi untuk menyegarkan pikirannya juga ... untuk menidurkan kembali adik kecilnya.
**
Edward keluar dari kamar mandi hanya mengenakan celana pendek dan handuk yang melingkar di lehernya. Rambutnya yang setengah basah masih meneteskan air dan membasahi wajahnya, membuat kasar ketampanan pria itu bertambah.
Hari ini dia libur. Seperti kata Veronica kemarin, bekas luka yang ditorehkan oleh Victor di keningnya membuat Edward bisa menikmati waktu santai beberapa hari ke depan. Setidaknya hingga bekas luka itu dapat ditutupi oleh riasan.
“Kira-kira apa yang harus kulakukan sekarang?” gumam Edward.
Rasanya aneh ketika tiba-tiba mendapat liburan seperti ini. Hingga pandangannya tertuju pada map yang dibawanya tadi, sekaligus map yang untung saja dapat menyelamatkannya.
Ia pun membuka map tersebut dan mengeluarkan isinya, satu rangkap dokumen yang berisi beberapa lembar kertas perjanjian. Ia mendudukkan tubuhnya di ranjang dan menyandarkan punggung di sandaran ranjang.
Matanya mulai membaca dengan teliti isi dokumen tersebut. Halaman pertama hanya berisi identitas diri antar pihak pertama dan pihak kedua yang merupakan dirinya. Kemudian dia melanjutkan membuka halaman-halaman selanjutnya yang berisi hak dan kewajiban, serta sanksi-sanksi hukum yang akan terjadi jika dia melanggar.
Edward terkekeh geli melihat satu poin yang berada di bagian hak. Di sana tertulis bahwa dia akan mendapatkan uang sebesar dua miliar jika Victoria benar-benar hamil dalam jangka maksimal empat minggu setelah mereka melakukan hubungan badan.
Rasanya Edward ingin menertawakan dirinya melihat nominal yang secara tak langsung mengatakan bahwa tubuhnya satu malam senilai dua miliar. “Sial, apa aku baru saja menjual diri?” umpat Edward.
Biasanya dirinya lah yang akan mendatangi klub malam dan menyewa salah satu wanita untuk menjadi pasangan ranjang semalamnya, memuaskan hasratnya. Namun sekarang keadaan berbalik, dialah yang dibayar untuk memuaskan majikannya satu malam dan memberikan benihnya untuk dikandung wanita itu.
Edward merasa harga dirinya benar-benar terjatuh sekarang.
Mengabaikan poin tersebut, Edward kembali melanjutkan membaca. Ada satu poin di bagian kewajiban yang entah mengapa mengganjal perasaan Edward. Seolah ada duri yang menusuk tepat di jantungnya saat membaca bagian itu.
[Pihak kedua bersedia untuk tidak memberitahu fakta apapun mengenai identitas anak Pihak pertama nantinya. Pihak kedua juga tidak diperbolehkan untuk mengakui anak itu sebagai darah dagingnya atau mengaku sebagai ayah dari anak Pihak pertama]
“Sudahlah, untuk apa juga aku memusingkannya. Yang penting aku hanya harus bungkam dan aku telah merasakan tubuhnya yang begitu indah,” ucap Edward berusaha mengusir segala isi pikirannya.
Ia memilih menutup dokumen tersebut dan melemparnya ke sembarang arah, tak peduli lagi pada isinya yang lain dan memilih memejamkan matanya. Berbaring di ranjang saat pagi hari adalah sebuah kesempatan langka, selama ini dia selalu sibuk mengawal Victoria ke mana pun wanita itu bekerja dan itu akan sangat menguras energi.
Apalagi karir Veronica sebagai seorang model sedang berada di atas langit, ada banyak job yang majikannya lakukan dalam satu hari. Kadang di sini, kadang berpindah ke sana dan dia diwajibkan terus menjadi perisai bagi Veronica.
Baru saja mata Edward terpejam dan hendak tertidur ke alam mimpi, ketukan pintu yang terburu-buru dan begitu keras mengagetkannya. Sontak saja Edward tersentak kaget dan langsung terduduk. Keningnya mengernyit bingung sekaligus penasaran, ia langsung bangkit dan membuka pintu kamarnya.
Edward mendapati seorang pelayan pribadi Veronica tengah berdiri di depan kamarnya dengan wajah cemas dan panik.
“Ada apa sampai kamu terlihat sangat panik?” tanya Edward.
“N-nyonya Vero!”
Edward mengernyit bingung. “Ada apa dengan Nyonya?”
“Tuan dan Nyonya bertengkar hebat! Keadaan Nyonya sangat parah, aku mohon selamatkan Nyonya,” ucap pelayan tersebut memohon dengan mata berkaca-kaca.
Edward terkejut, kepalanya sibuk memikirkan sejumlah alasan pertengkaran kedua majikannya. Mereka bertengkar? Ada apa? Apa kegiatan kami semalam ketahuan?
**
“Sial, apa lagi yang bajingan itu perbuat pada Nyonya!”Edward langsung berlari meninggalkan pelayan yang berdiri di depan kamarnya, berlari sekencang yang dia bisa menuju rumah utama. Bahkan dia melupakan cara bernapas selama berlari, yang ada di pikirannya hanyalah keadaan Veronica. Ia tak lagi memikirkan kemungkinan alasan perkelahian majikannya adalah karena dirinya.Begitu memasuki rumah utama Edward bisa mendengar suara bentakan dan teriakan Victor, majikan laki-lakinya. Dia melihat Veronica sudah terkulai tak berdaya di atas lantai, darah bahkan berceceran di sekitar lantai.Bisa Edward pastikan kalau darah itu adalah milik Veronica.“Siapa yang menyuruhmu kemari?! Pergi!” usir Victor marah melihat kedatangan Edward yang tak diundang.Dari jauh tampan beberapa pelayan bersembunyi, merasa kasihan dengan nyonya mereka tetapi mereka sendiri pun tak memiliki kuasa yang cukup besar untuk membantu Veronica.“Apa yang Anda lakukan pada Nyonya, Tuan?!”Edward menatap tajam dan marah pa
“Nyonya, dokter datang untuk mengecek kondisi Nyonya.”Veronica yang tengah melamun tersentak pelan kala pintu kamarnya diketuk dan dibuka seperkian detik kemudian, menampilkan kepala pelayan datang bersama seorang wanita memakai jas putih.“Selamat pagi Nyonya Stark,” sapa dokter tersebut ramah, menghampiri Veronica dan meletakkan tasnya di atas ranjang. “Bagaimana perasaan Anda hari ini?”Veronica menyunggingkan senyum ramah. “Pagi. Hari ini saya sudah merasa sangat segar, tapi sejak pagi tadi saya merasa perut saya kurang enak,” ucap Veronica menceritakan jujur keadaannya.Sudah seminggu lewat sejak kejadian di mana dirinya hampir mati karena ulah Victor, hal itu membuatnya bahkan tak bisa bangkit dari ranjang hingga tiga hari. Hingga hari ini pun Veronica masih merasa sakit di beberapa bagian tubuhnya, dan lebam-lebam yang membekas membuatnya tak dapat keluar dari rumah.Seminggu ini Veronica merasa layaknya burung di dalam sangkar emas, semua kebutuhannya terpenuhi tetapi pergera
“T-tunggu ... apa maksud Nyonya?”Mendengar berita yang disampaikan oleh Veronica dengan wajah semringah membuat tubuh Edward mematung, ia tak tahu harus berekspresi bagaimana dalam menanggapi berita kali ini.“Aku akhirnya hamil, Ed!” pekik Veronica kegirangan. “Hal yang aku tunggu-tunggu akhirnya datang! Semua ini pasti karena hasil dari malam panas itu.”Wajah Veronica merona malu-malu mengatakan hal tersebut, mengingat betapa panasnya kegiatan yang mereka lewati sepanjang malam. Ia bahkan tak menyangkal untuk mengatakan bahwa Edward benar-benar mampu memuaskannya.Lebih dari Victor selama ini.“Ed? Apa kamu tidak senang mendengar berita ini?” tanya Veronica, menatap bingung pada Edward yang hanya diam tanpa reaksi. Pria itu termenung, wajahnya tampak sedang berpikir berat.Edward tersentak. Dia jelas lebih dari sekadar senang, dia sangat bahagia mendengar berita tersebut.Edward bingung ingin mengekspresikan perasaan bahagianya dengan cara apa. Jika saja berita ini datang dari kek
“Kamu mau ke mana lagi?”Veronica menatap bingung melihat suaminya, bukannya berganti pakaian menjadi santai pria itu malah keluar dari kamar ganti dengan pakaian rapi dan bergaya kasual. Aroma parfum tercium menyeruak dari pakaiannya.Langkah Victor terhenti, ia menatap datar pada istrinya. Tak ada sedikit pun siratan kasih sayang yang terbesit di balik tatapannya.“Jangan ikut campur urusanku. Lebih baik beristirahat dan jaga kandunganmu baik-baik. Ingat kalau bayi yang kamu kandung itu adalah penyelamatmu,” ucap Victor dingin. “Kalau saja terjadi sesuatu pada bayi itu, aku tidak akan melepaskanmu.”Tubuh Veronica menegang, menatap Victor yang benar-benar meninggalkannya dengan dingin. Pria itu bahkan enggan berbalik sejenak menatapnya atau menanyakan hal yang dia butuhkan.Bukankah ibu hamil lainnya biasa sangat disayangi dan dimanja oleh suaminya?Lantas mengapa Veronica tak merasakan hal itu sedikit pun dari Victor, suaminya?Veronica berdesis sinis. “Kamu pasti pergi menemui pel
Suara ketukan membuat tidur Veronica terganggu, ia mengerjapkan matanya beberapa kali dan memulihkan kesadarannya. Veronica merasakan perutnya berat, membuatnya menoleh dan seketika membulatkan mata menyadari jika semalaman ia tertidur di dalam pelukan Edward.Tangan pengawalnya lagi-lagi dengan lancang memeluk pinggangnya bahkan terus berada di perutnya sepanjang malam. Veronica mengingat jika semalam dialah yang memberikan kode pada Edward untuk mendatanginya ke paviliun dan meminta pria itu untuk mengelus perutnya hingga berakhir tertidur bersama kembali. Bedanya, kali ini mereka tidaklah melakukan hal aneh. Murni hanya tertidur bersama. “Nyonya? Apa Anda baik-baik saja di dalam?” Suara kepala pelayannya yang terdengar setengah berteriak membuat Veronica seketika sadar dan bangkit dengan hati-hati dari ranjangnya. Edward yang juga merasa tidurnya terganggu pun terbangun dan langsung menyadari situasi yang menimpa mereka. “Ya, aku baik-baik saja Emily!” sahut Veronica sedikit b
“Perbaiki sikapmu! Jangan sampai ayah curiga pada hubungan kita!” peringat Victor disertai tatapan tajam yang mengancam.Veronica menghela napas panjang mengangguk pelan dan melangkahkan kakinya keluar dari mobil. Tatapan tajam pria itu seketika menghilang tergantikan dengan tatapan hangat dan senyum manis yang palsu. Victor membantu Veronica untuk turun dari mobil dan langsung memeluk pinggang istrinya.Bagi Veronica, berakting di hadapan mertuanya adalah hal yang sangat mudah. Selama bertahun-tahun pernikahan mereka, selama itu pula Veronica selalu harus berakting ketika bertemu dengan mertuanya. Berpura-pura layaknya istri dan pasangan yang ideal bersama Victor.Seolah-olah rumah tangga mereka baik-baik saja dan sangat harmonis seperti yang selama ini terlihat di publik.Keduanya berjalan bersama memasuki sebuah rumah mewah yang lebih mewah jika dibandingkan dengan kediaman milik Victor. Gaya berkelas dan anggun terlihat jelas menyapu bangunan itu, seolah bangunan itu telah digunak
Edward sedang duduk berhadapan dengan seorang perempuan berpakaian formal di sebuah kafe yang lumayan sepi, keduanya bahkan memilih meja yang berada di paling pojok, paling jauh dari jangkauan pandangan orang-orang.“Lama tidak bertemu, bagaimana kabarmu?” tanya perempuan itu, wajahnya sama sekali tak menunjukkan tanda kerinduan atau senang layaknya teman lama yang bertemu kembali setelah sekian lama.Justru tatapan tajam dan wajah datar lah yang saling mereka lemparkan satu sama lain, membuat mereka lebih pantas disebut bermusuhan.“Aku tahu kamu datang ke sini bukan untuk berbasa-basi omong kosong seperti itu, jadi katakanlah dengan cepat apa maumu, An. Aku tidak punya banyak waktu,” ucap Edward dingin.Anne, wanita yang duduk bersama Edward itu mendengus sinis, ia memperbaiki posisi duduknya menjadi lebih tegap dan menautkan jari-jarinya di atas meja. “Ternyata sifatmu sama sekali tak berubah, ya.”Edward menatap semakin tajam pada Anne, membuat Anne terkekeh geli dan berdehem pela
“Harus berapa lama lagi aku menunggu?! Papa dan Mama sudah sangat lama menanti hadirnya pewaris dariku!”Veronica, perempuan cantik yang sedang dimarahi itu hanya bisa menunduk. Bahkan saat suaminya melemparkan sebuah gelas kosong dan mengenai hingga melukai keningnya. Dia hanya bisa tertunduk diam, menelan semua makian yang diberikan padanya secara mentah-mentah.“Argh! Wanita jalang ini. Jangan-jangan kamu mandul lagi?!” Victor, suaminya mengacak-acak rambut frustrasi. Wajahnya terlihat jelas sedang marah. “Sial! Aku sudah mengeluarkan banyak uang untuk menikahimu. Kukira aku akan mendapatkan telur emas, ternyata hanya sebuah telur busuk.”Dia berjalan mondar-mandir di hadapan Veronica dengan wajah uring-uringan, mulutnya tak berhenti berkomat-kamit tak jelas dan mengeluarkan sumpah serapah pada istrinya yang hanya terdiam sejak tadi.Veronica bisa merasakan adanya cairan kental berwarna kemerahan yang mengalir dari keningnya, tangannya naik untuk mengusap cairan itu dan melihatnya.
Edward sedang duduk berhadapan dengan seorang perempuan berpakaian formal di sebuah kafe yang lumayan sepi, keduanya bahkan memilih meja yang berada di paling pojok, paling jauh dari jangkauan pandangan orang-orang.“Lama tidak bertemu, bagaimana kabarmu?” tanya perempuan itu, wajahnya sama sekali tak menunjukkan tanda kerinduan atau senang layaknya teman lama yang bertemu kembali setelah sekian lama.Justru tatapan tajam dan wajah datar lah yang saling mereka lemparkan satu sama lain, membuat mereka lebih pantas disebut bermusuhan.“Aku tahu kamu datang ke sini bukan untuk berbasa-basi omong kosong seperti itu, jadi katakanlah dengan cepat apa maumu, An. Aku tidak punya banyak waktu,” ucap Edward dingin.Anne, wanita yang duduk bersama Edward itu mendengus sinis, ia memperbaiki posisi duduknya menjadi lebih tegap dan menautkan jari-jarinya di atas meja. “Ternyata sifatmu sama sekali tak berubah, ya.”Edward menatap semakin tajam pada Anne, membuat Anne terkekeh geli dan berdehem pela
“Perbaiki sikapmu! Jangan sampai ayah curiga pada hubungan kita!” peringat Victor disertai tatapan tajam yang mengancam.Veronica menghela napas panjang mengangguk pelan dan melangkahkan kakinya keluar dari mobil. Tatapan tajam pria itu seketika menghilang tergantikan dengan tatapan hangat dan senyum manis yang palsu. Victor membantu Veronica untuk turun dari mobil dan langsung memeluk pinggang istrinya.Bagi Veronica, berakting di hadapan mertuanya adalah hal yang sangat mudah. Selama bertahun-tahun pernikahan mereka, selama itu pula Veronica selalu harus berakting ketika bertemu dengan mertuanya. Berpura-pura layaknya istri dan pasangan yang ideal bersama Victor.Seolah-olah rumah tangga mereka baik-baik saja dan sangat harmonis seperti yang selama ini terlihat di publik.Keduanya berjalan bersama memasuki sebuah rumah mewah yang lebih mewah jika dibandingkan dengan kediaman milik Victor. Gaya berkelas dan anggun terlihat jelas menyapu bangunan itu, seolah bangunan itu telah digunak
Suara ketukan membuat tidur Veronica terganggu, ia mengerjapkan matanya beberapa kali dan memulihkan kesadarannya. Veronica merasakan perutnya berat, membuatnya menoleh dan seketika membulatkan mata menyadari jika semalaman ia tertidur di dalam pelukan Edward.Tangan pengawalnya lagi-lagi dengan lancang memeluk pinggangnya bahkan terus berada di perutnya sepanjang malam. Veronica mengingat jika semalam dialah yang memberikan kode pada Edward untuk mendatanginya ke paviliun dan meminta pria itu untuk mengelus perutnya hingga berakhir tertidur bersama kembali. Bedanya, kali ini mereka tidaklah melakukan hal aneh. Murni hanya tertidur bersama. “Nyonya? Apa Anda baik-baik saja di dalam?” Suara kepala pelayannya yang terdengar setengah berteriak membuat Veronica seketika sadar dan bangkit dengan hati-hati dari ranjangnya. Edward yang juga merasa tidurnya terganggu pun terbangun dan langsung menyadari situasi yang menimpa mereka. “Ya, aku baik-baik saja Emily!” sahut Veronica sedikit b
“Kamu mau ke mana lagi?”Veronica menatap bingung melihat suaminya, bukannya berganti pakaian menjadi santai pria itu malah keluar dari kamar ganti dengan pakaian rapi dan bergaya kasual. Aroma parfum tercium menyeruak dari pakaiannya.Langkah Victor terhenti, ia menatap datar pada istrinya. Tak ada sedikit pun siratan kasih sayang yang terbesit di balik tatapannya.“Jangan ikut campur urusanku. Lebih baik beristirahat dan jaga kandunganmu baik-baik. Ingat kalau bayi yang kamu kandung itu adalah penyelamatmu,” ucap Victor dingin. “Kalau saja terjadi sesuatu pada bayi itu, aku tidak akan melepaskanmu.”Tubuh Veronica menegang, menatap Victor yang benar-benar meninggalkannya dengan dingin. Pria itu bahkan enggan berbalik sejenak menatapnya atau menanyakan hal yang dia butuhkan.Bukankah ibu hamil lainnya biasa sangat disayangi dan dimanja oleh suaminya?Lantas mengapa Veronica tak merasakan hal itu sedikit pun dari Victor, suaminya?Veronica berdesis sinis. “Kamu pasti pergi menemui pel
“T-tunggu ... apa maksud Nyonya?”Mendengar berita yang disampaikan oleh Veronica dengan wajah semringah membuat tubuh Edward mematung, ia tak tahu harus berekspresi bagaimana dalam menanggapi berita kali ini.“Aku akhirnya hamil, Ed!” pekik Veronica kegirangan. “Hal yang aku tunggu-tunggu akhirnya datang! Semua ini pasti karena hasil dari malam panas itu.”Wajah Veronica merona malu-malu mengatakan hal tersebut, mengingat betapa panasnya kegiatan yang mereka lewati sepanjang malam. Ia bahkan tak menyangkal untuk mengatakan bahwa Edward benar-benar mampu memuaskannya.Lebih dari Victor selama ini.“Ed? Apa kamu tidak senang mendengar berita ini?” tanya Veronica, menatap bingung pada Edward yang hanya diam tanpa reaksi. Pria itu termenung, wajahnya tampak sedang berpikir berat.Edward tersentak. Dia jelas lebih dari sekadar senang, dia sangat bahagia mendengar berita tersebut.Edward bingung ingin mengekspresikan perasaan bahagianya dengan cara apa. Jika saja berita ini datang dari kek
“Nyonya, dokter datang untuk mengecek kondisi Nyonya.”Veronica yang tengah melamun tersentak pelan kala pintu kamarnya diketuk dan dibuka seperkian detik kemudian, menampilkan kepala pelayan datang bersama seorang wanita memakai jas putih.“Selamat pagi Nyonya Stark,” sapa dokter tersebut ramah, menghampiri Veronica dan meletakkan tasnya di atas ranjang. “Bagaimana perasaan Anda hari ini?”Veronica menyunggingkan senyum ramah. “Pagi. Hari ini saya sudah merasa sangat segar, tapi sejak pagi tadi saya merasa perut saya kurang enak,” ucap Veronica menceritakan jujur keadaannya.Sudah seminggu lewat sejak kejadian di mana dirinya hampir mati karena ulah Victor, hal itu membuatnya bahkan tak bisa bangkit dari ranjang hingga tiga hari. Hingga hari ini pun Veronica masih merasa sakit di beberapa bagian tubuhnya, dan lebam-lebam yang membekas membuatnya tak dapat keluar dari rumah.Seminggu ini Veronica merasa layaknya burung di dalam sangkar emas, semua kebutuhannya terpenuhi tetapi pergera
“Sial, apa lagi yang bajingan itu perbuat pada Nyonya!”Edward langsung berlari meninggalkan pelayan yang berdiri di depan kamarnya, berlari sekencang yang dia bisa menuju rumah utama. Bahkan dia melupakan cara bernapas selama berlari, yang ada di pikirannya hanyalah keadaan Veronica. Ia tak lagi memikirkan kemungkinan alasan perkelahian majikannya adalah karena dirinya.Begitu memasuki rumah utama Edward bisa mendengar suara bentakan dan teriakan Victor, majikan laki-lakinya. Dia melihat Veronica sudah terkulai tak berdaya di atas lantai, darah bahkan berceceran di sekitar lantai.Bisa Edward pastikan kalau darah itu adalah milik Veronica.“Siapa yang menyuruhmu kemari?! Pergi!” usir Victor marah melihat kedatangan Edward yang tak diundang.Dari jauh tampan beberapa pelayan bersembunyi, merasa kasihan dengan nyonya mereka tetapi mereka sendiri pun tak memiliki kuasa yang cukup besar untuk membantu Veronica.“Apa yang Anda lakukan pada Nyonya, Tuan?!”Edward menatap tajam dan marah pa
Edward terbangun, merasakan kepalanya pusing dan berat akibat terlalu banyak meneguk alkohol semalam. Beberapa kali ia mengerjapkan matanya untuk menormalkan penglihatannya. Ia menatap sekeliling kamar, menatap asing dengan ruangan tempatnya terbangun.“Tunggu, bukankah ini paviliun Nyonya?” gumam Edward menyadari di mana dia berada.Kepalanya berusaha mengingat kejadian semalam yang membuatnya berakhir tertidur di ranjang ini, ranjang sang Nyonya. Kesadarannya perlahan mulai pulih dan mengingat jelas apa yang dilakukannya.Dia mendatangi paviliun ini dengan keadaan sadar, menyetujui kontrak yang diajukan oleh nyonyanya dan mereka ... melakukan kegiatan itu. Wajah Edward memanas mengingat kejadian semalam, betapa dia sangat menikmati sentuhan Veronica yang lebih mendominasi.Majikannya itu benar-benar ahli dalam urusan ranjang, bahkan Veronica lah yang beberapa kali memimpin permainan mereka dan membuatnya puas.“Sial,” umpat Edward menyadari bagian bawahnya kembali terbangun saat mem
“Aku mencintaimu.” Ucapan Veronica terus terngiang-ngiang memenuhi kepala Edward, apalagi dia masih dapat mengingat jelas suara majikannya yang terdengar ... menggoda. Edward mengacak-acak rambutnya frustrasi. Dia mengambil gelas di atas meja, menyeruput isinya hingga tandas tak tersisa. Tak cukup sampai di situ, Edward meraih botol alkohol di atas meja dan meneguknya dengan asal-asalan, bahkan menetas membasahi pakaiannya. Edward menatap jam dinding yang menunjukkan pukul sebelas malam, matanya melirik keluar dari jendela kamarnya yang langsung berhadapan dengan paviliun Veronica. Kamarnya memang sengaja tak jauh dari paviliun karena tugasnya sebagai pengawal Veronica. Dia bisa melihat lampu bangunan itu menyala, seolah memang sengaja dinyalakan untuk memberikan tanda padanya. “Sial!” maki Edward. “Tidak pernah kubayangkan aku akan selemah ini hanya karena wanita.” Pada akhirnya dia berjalan keluar dari kamar, menuju paviliun seperti undangan Veronica siang tadi. Beberapa kali