Tidak membutuhkan waktu lama, dua hari kemudian sudah bisa mengetahui siapa dalang yang sudah membuat kekacauan di perusahaan ayahnya.
“Panggil orangnya ke sini, jangan katakan jika pelakunya terungkap!” perintah Arsenio kepada Sammy.
“Baik, Tuan.” Jawab Sammy lalu menuju ruangan Surya untuk memberitahu jika dipanggil atasan.
Surya yang tidak mengetahui jika kebusukannya sudah diketahui, berjalan dengan sangat percaya diri dengan membusungkan dada. Dalam pemikirannya, mungkin anak dari CEO perusahaan ingin mendengarkan penjelasannya.
“Selamat pagi, Tuan. Apakah anda memanggil saya?” tanya Surya basa-basi.
Arsenio hanya menganggukkan kepala setelah itu meminta duduk, barulah map yang berisi data sebenarnya dilemparkan secara kasar, “Baca dengan baik dan jelaskan sejelas-jelasnya!”
Surya yang tidak tahu apa-apa dengan perlahan membuka map yang dilempar anak bosnya lalu membaca denga
Resmi menjadi suami istri nyatanya tidak membuat permasalahan mereka selesai begitu saja malah justru semakin bertambah. Seperti halnya hari ini, perusahaan Arsenio mengalami penurunan yang signifikan dan juga markas lamanya kebakaran, kejadian yang terjadi secara bersamaan membuat konsentrasinya terganggu.Apalagi perusahaan Papahnya juga sama, hanya usaha illegal saja yang dari dulu sampai sekarang masih bertahan dengan baik.“Sebentar lagi akan ada berita besar yang membuat kekayaan keluargamu menurun drastis!” ancam Saputra Wijaya melalui sambungan telepon.“Apa yang sedang anda rencanakan, wahai Ayah mertua?” tanya Arsenio geram.“Let’s see….” Jawab Saputra setelah itu panggilan terputus.****Saputra beberapa hari yang lalu menemui ketua kepolisian untuk membicarakan sebuah kerja sama yang sangat menguntungkan kedua belah pihak.“Sel
Bram memanggil semua anak buahnya untuk mengadakan sebuah rapat yang akan membahas penjebakan terhadap Saputra Wijaya.“Terima kasih atas perhatian kalian karena sudah datang dan menyempatkan waktunya untuk hadir dalam rapat hari ini. Agendanya kali ini adalah kepemilikan barang haram yang ditargertkan kepada konglomerat yang namanya selalu eksis di media, yaitu Saputra Wijaya. Tidak mudah jika kita langsung menggeledah rumah atau pun kantornya, maka dari itu, saya mengajak kalian semua untuk berdiskusi bagaimana strategi yang akan dilakukan.” Ucap Bram dengan tenang sembari menatap anak buahnya satu per satu.“Bagaimana jika salah satu dari kami menyamar sebagai karyawannya, Pak?” usul anak buahnya.“Itu juga yang sedang saya pikirkan. Jadi nantinya ada yang menjadi karyawan di perusahaan Saputra Wijaya, diam-diam kalian taruh barang ini di meja kerjanya serta beberapa tempat yang lain. Paham?” tanya Bram memastikan dan merek
Beberapa hari kemudian, Saputra diputuskan hukuman penjara selama dua puluh tahun dengan denda sebesar lima miliar rupiah, namun jika tidak mampu membayar denda, maka digantikan dengan masa kurungan selama lima tahun.Mendengar keputusan hukumannya langsung membuatnya protes bahkan merasa terjebak. “Panggil ketua polisi kalian, suruh menemui saya di penjara! Hal ini tidak bisa saya terima lantaran semua ini jebakan!!!!” protes Saputra namun hakim sudah terlanjur mengetuk palu sebanyak tiga kali yang dimana keputusan bersifat final dan tidak dapat diganggu gugat kecuali tersangka mengajukan banding.“Yang mulia hakim, saya hendak mengajukan banding karena semua ini adalah jebakan,” pinta Saputra.“Silahkan saudara mengajukan banding dan kumpulkan berkasnya paling lama dua hari ini, akan kami jadwalkan pembacaan dan putusan banding saudara seminggu setelahnya.” Jawab ketua hakim setelah itu pergi begitu saja.Saputra bing
Ketika mereka tengah berbincang ringan, salah satu anak buahnya memberitahu keadaan Saputra Wijaya. “Ijin lapor komandan, kondisi tersangka atas nama Saputra Wijaya ditemukan tergeletak di lantai dengan kondisi memperihatinkan.”“Bawa ke rumah sakit namun pastikan tangannya tetap terbogol di ranjang rumah sakit, perketat keamanan dan saya tidak mau dengar tersangka sampai lolos! Waspada, siapa tahu dia hanya acting!” perintah Bram lalu Arsenio setuju dengan perkataan saudaranya mengingat ayah mertuanya memiliki banyak tipu daya.Setelah mendengar kabar mertuanya, ada sebuah panggilan dari ponsel mahal Arsenio yang menampakkan nama sang istri tercintanya. “Halo, sayang?” sapa Arsenio yang bukannya mendengar balasan justru malah suara tangisan serta rintihan rasa sakit.“To-tolong segera pulang! Perutku sakit sekali!” pinta Eve sembari menahan rasa sakit hingga banyak keringat bercucuran dengan deras.
Ketika sedang di momen romantis, Farah datang membuyarkan semuanya.“Arsenio…. Ups, maaf maaf menganggu momen kalian.” Ucap Farah malu, hendak berbalik pergi namun tertahan oleh ucapan Eve.“Siapa dia? Mengapa bisa mengenalmu?” tanya Eve dengan tatapan tajam.“Sepertinya ada yang salah paham dengan kita,” ucap Farah memaklumi namun tatapan tidak bersahabat masih saja diberikan Eve.“Dia teman satu kuliahku dulu,” jawab Arsenio ingin memperkenalkan namanya namun dia lupa.“Betul sekali dan kebetulan saya adalah dokter yang menangani anda,” timpal Farah dengan senyum manisnya sembari mengulurkan tangan, “Namaku Farah Agnesia. Dulu diantara kami pernah berada dalam satu organisasi yang sama di kampus, dimana suami kamu menjadi ketuanya dan saya sekretaris kala itu. Tidak menyangka bisa bertemu kembali secara tidak sengaja, senang bisa bertemu dengan anda, Nyonya Arsenio.”
Ia menaiki anak tangga dengan setengah berlari yang membuat Arsenio merasa panik dan mengejar istrinya, “Hati-hati, sayang. Jangan lari begitu,” tegur Arsenio mengikuti langkah kaki istrinya dan siap siaga di belakang jika ada kemungkinan buruk yang terjadi.“Apa pedulimu!” teriak Eve sangat marah. Hampir saja ia tergelincir lantaran kurang hati-hati, jika tidak ada suami yang siap siaga di belakangnya. Bisa saja Eve terjatuh hingga ke bawah.“Tuh kan! Di kasih tau gak nurut!” tegur Arsenio sedikit membentak karena refleks panik sehingga Eve menitikkan air mata.“Ma-maaf… aku refleks karena panik.” Ucap Arsenio setelah menyadari kesalahannya namun hati Eve sudah terlanjur sedih apalagi di bentak di depan anak buah suaminya. Rasanya harga dirinya seperti hilang seketika.“APAAAAA!!!!!!” teriak Jack membuat Arsenio serta Eve menoleh bersamaan.“Ada ap
Setelah berkemas, mereka segera melajukan mobil menuju tempat yang dimaksud istri tercintanya.Perjalanan yang terbilang jauh membuat Arsenio berpikir apakah tempatnya memang benar di sini? “Serius ini jalannya? Kita sudah sangat jauh dari ibukota, sayang.” Tanya Arsenio memastikan.“Memang jalannya begini, sudah aku bilang jika tempatnya memang jauh dari ibukota tapi percayalah, ketika nantinya tiba di sana kamu akan menyukainya karena papah mewujudkan rumah impianku.” Jawab Eve antusias.Melihat raut kebahgiaan dalam diri istrinya membuatnya tidak lagi banyak bertanya selain menuruti kemana saja arah yang ditunjukkan.Hingga akhirnya mereka tiba di sebuah komplek yang jarak rumah satu dengan lainnya terbilang cukup jauh namun apa yang dikatakan istrinya benar adanya jika rumah yang dimaksud memiliki udara yang sejuk, suasana yang tenang dan juga kenyamanan langsung terasa ketika pertama kali menginjakkan kaki di sini.&ldq
Setelah seminggu berada di rumah Eve, kini mereka memutuskan untuk pulang.Setidaknya selama satu minggu membuatnya merasa sangat bahagia lantaran suaminya sama sekali tidak bermain ponsel apalagi mengurus pekerjaan, perhatian serta kasih sayangnya sepenuhnya tercurahkan kepadanya. “Andai selamanya kita tinggal di sini, betapa bahagianya aku selalu mendapat perhatian serta kasih sayang dari suamiku.” Ucap Eve berharap.“Kita bisa sering ke sini jika kamu mau namun untuk menetap rasanya belum bisa. Aku harus mengurus pekerjaan juga, kecuali kamu bersedia hubungan jarak jauh.” ucap Arsenio.“Gak mau! Kita udah menikah bahkan sebentar lagi memiliki anak! Tega sekali kamu membiarkan aku di sini sendirian!” protes Eve cemberut membuat Arsenio merasa gemas.“Makanya tadi aku bilangnya kalau kamu mau, jika tidak mau ya berarti ikut suamimu ini kemana pun.” Jawab Arsenio dengan lembut sembari mengusap rambut istriny