Ia menaiki anak tangga dengan setengah berlari yang membuat Arsenio merasa panik dan mengejar istrinya, “Hati-hati, sayang. Jangan lari begitu,” tegur Arsenio mengikuti langkah kaki istrinya dan siap siaga di belakang jika ada kemungkinan buruk yang terjadi.
“Apa pedulimu!” teriak Eve sangat marah. Hampir saja ia tergelincir lantaran kurang hati-hati, jika tidak ada suami yang siap siaga di belakangnya. Bisa saja Eve terjatuh hingga ke bawah.
“Tuh kan! Di kasih tau gak nurut!” tegur Arsenio sedikit membentak karena refleks panik sehingga Eve menitikkan air mata.
“Ma-maaf… aku refleks karena panik.” Ucap Arsenio setelah menyadari kesalahannya namun hati Eve sudah terlanjur sedih apalagi di bentak di depan anak buah suaminya. Rasanya harga dirinya seperti hilang seketika.
“APAAAAA!!!!!!” teriak Jack membuat Arsenio serta Eve menoleh bersamaan.
“Ada ap
Setelah berkemas, mereka segera melajukan mobil menuju tempat yang dimaksud istri tercintanya.Perjalanan yang terbilang jauh membuat Arsenio berpikir apakah tempatnya memang benar di sini? “Serius ini jalannya? Kita sudah sangat jauh dari ibukota, sayang.” Tanya Arsenio memastikan.“Memang jalannya begini, sudah aku bilang jika tempatnya memang jauh dari ibukota tapi percayalah, ketika nantinya tiba di sana kamu akan menyukainya karena papah mewujudkan rumah impianku.” Jawab Eve antusias.Melihat raut kebahgiaan dalam diri istrinya membuatnya tidak lagi banyak bertanya selain menuruti kemana saja arah yang ditunjukkan.Hingga akhirnya mereka tiba di sebuah komplek yang jarak rumah satu dengan lainnya terbilang cukup jauh namun apa yang dikatakan istrinya benar adanya jika rumah yang dimaksud memiliki udara yang sejuk, suasana yang tenang dan juga kenyamanan langsung terasa ketika pertama kali menginjakkan kaki di sini.&ldq
Setelah seminggu berada di rumah Eve, kini mereka memutuskan untuk pulang.Setidaknya selama satu minggu membuatnya merasa sangat bahagia lantaran suaminya sama sekali tidak bermain ponsel apalagi mengurus pekerjaan, perhatian serta kasih sayangnya sepenuhnya tercurahkan kepadanya. “Andai selamanya kita tinggal di sini, betapa bahagianya aku selalu mendapat perhatian serta kasih sayang dari suamiku.” Ucap Eve berharap.“Kita bisa sering ke sini jika kamu mau namun untuk menetap rasanya belum bisa. Aku harus mengurus pekerjaan juga, kecuali kamu bersedia hubungan jarak jauh.” ucap Arsenio.“Gak mau! Kita udah menikah bahkan sebentar lagi memiliki anak! Tega sekali kamu membiarkan aku di sini sendirian!” protes Eve cemberut membuat Arsenio merasa gemas.“Makanya tadi aku bilangnya kalau kamu mau, jika tidak mau ya berarti ikut suamimu ini kemana pun.” Jawab Arsenio dengan lembut sembari mengusap rambut istriny
68-Keguguran“Aku bisa menjelaskan semua ini, percayalah ini tidak seburuk pemikiranmu.” Bujuk Arsenio.“Diam!! Semua pembelaan yang kamu ucapkan adalah omong kosong!” sindir Eve.“Mari kita duduk bersama sembari menjelaskan masalah ini dengan kepala dingin. Percayalah, Arsenio tidak seburuk itu.” Bela Abraham.“Anda ayahnya sudah pasti membela anak! Sudah tahu anaknya bersalah malah dibiarkan!” tegur keras Eve sangat kecewa.Setelah mengatakan itu, Eve berlari menaiki tangga tanpa hati-hati hingga akhirnya tergelincir dan menggelinding hingga bawah. Arsenio langsung berteriak histeris begitu pula dengan mertuanya.“Sayangggggg……” teriak Arsenio langsung menggendong Eve menuju mobil untuk dibawa ke rumah sakit. Tangan yang digunakan untuk membopong istrinya kini penuh akan darah.“Da-darah? Mengapa sebanyak ini?” gumam Arsenio semakin panik tanpa membersihkan terlebih dahulu dan memilih segera melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.“Bertahanlah, sayang.” Pinta Arsenio sangat khaw
Arsenio tahu jika saat ini istrinya tengah terpukul, maka dari itu ucapan apapun yang diutarakan istrinya sama sekali tidak di masukkan dalam hati ataupun dipikirkan, ia menganggap hanya angin lalu. Kenyataannya tadi saja dia juga sempat marah kepada dokter yang menangani istrinya.“Maaf jika Papah ikut campur dalam masalah ini, jika boleh jujur, tidak hanya kalian saja yang tengah terpukul, Papah juga merasakan hal yang sama bahkan kesedihan di dalam hati semakin bertambah karena sudah kehilangan istri tercinta juga calon cucu satu-satunya. Eve, sebelum kamu memarahi suamimu. Percayalah, tadi Arsenio sempat memarahi dokter yang memberitahu jika kandunganmu tidak bisa diselamatkan secara habis-habisan, mungkin jika Papah tidak datang di waktu yang tepat, dokter yang menanganimu sudah habis oleh suamimu.” Ucap Abraham membuat Eve tertegun.“Aku juga merasa kehilangan dan berdosa seumur hidupku karena harus terpaksa menyetujui prosedur kuret, namun mau
Dia sudah berencana jika dokter memperbolehkannya pulang, ia akan tinggal di rumah yang waktu itu sempat di datangi oleh Arsenio.Harapannya, semoga di rumah tersebut pikirannya jauh lebih tenang dan bisa menerima semua takdir ini dengan baik.Beberapa hari kemudian, Eve diperbolehkan pulang. Arsenio mengajak ke penthouse, tanpa sepengetahuannya. Diam-diam Eve sudah menyiapkan barang-barangnya untuk dibawa ke rumah yang di bangun oleh Papahnya.Kepergiannya tidak diketahui siapapun, sehingga ketika Arsenio menyadari tidak ada istrinya di rumah. Rasa panik melandanya, “Kemana perginya istriku?” teriak Arsenio kepada semua pekerja.“Saya tidak tahu, Tuan.” Jawab mereka sembari ketakutan.“Kok bisa-bisanya kalian tidak tahu sedangkan yang banyak waktunya di rumah justru kalian semua!” pekik Arsenio murka membuat semua pekerjanya tidak berani lagi untuk menjawab.&ldqu
71-dua pria mendatangikuKini ada secercah harapan ketika mengetahui dimana keberadaan istrinya, “Apakah mungkin dia di sana tengah menenangkan diri? Mengingat kejadian demi kejadian yang menimpa bisa saja mengguncang psikisnya.” Tebak Arsenio.Jika sekarang dirinya melakukan perjalanan, sudah pasti sampai di sana akan tengah malam. Yang ada nantinya menganggu jam tidur sang istri, “Lebih baik besok pagi-pagi sekali aku ke sana sembari membawakan beberapa stok makanan. Mau nantinya kehadiranku diterima atau tidak, setidaknya aku tidak membiarkan istriku kekurangan apapun,” gumamnya lalu berkemas untuk esok hari.Jack yang tengah melacak lokasi di ponsel Eve kini sudah menemukan dimana keberadaannya, “Akhirnya posisimu terlacak juga, Nyonya. Mengingat hari ini sudah malam dan jarak yang ditempuh terlalu jauh, alangkah lebih baiknya besok saja aku ke sana. Nanti aku akan ijin beberapa hari kep
72-Alibi Jack“KALIAN!!!” pekik Arsenio seketika murka ketika melihat istrinya jalan dengan anak buahnya.Tidak hanya Arsenio saja yang terkejut, Eve juga Jack pun sama terlebih lagi saat ini Jack tertangkap basah mendekati istri dari bosnya.“Oh jadi ini urusan yang harus segera kamu selesaikan, Jack!!! Sejak kapan tugasmu bertambah menjadi mengurusi istri orang, ha!” pekik Arsenio mendekati anak buah yang sudah sangat dipercayainya ini.“Bukankah kamu yang meminta dia datang ke sini?” tanya Eve yang sama sekali tidak tahu.“Aku meminta Jack juga lainnya melacak dimana keberadaanmu bukan menemuimu!” jawab Arsenio sangat ketus bahkan tatapannya tajam.“Apa benar begitu, Jack? Kamu tadi mengatakan mana mungkin suamiku tahu aku di sini, ini nyatanya apa? Dia datang kan?” cecar Eve kesal sudah dibohongi oleh anak buah suaminya.Jack tidak bisa berkata-kata lagi kar
Langkah kaki Jack sebenarnya berat meninggalkan Eve namun mau bagaimana lagi? Ada suaminya yang tiba-tiba datang. Tidak mungkin jika semuanya diakuinya, yang ada akan terjadi pertengkaran besar.“Untuk kali ini saya mengalah dahulu, namun esok akan aku pastikan, jika suamimu masih terus menyakitimu, maka aku yang akan langsung merebutnya!!” batinnya dengan penuh tekad.Setelah memastikan anak buahnya pergi bahkan bayangannya tak terlihat lagi, barulah Arsenio juga Eve memasuki rumah. “Puas kamu?” sindir Eve dengan wajah penuh amarah.“Apa maksudmu?” tanya Arsenio tersulut emosi.“Puas sudah membuat aku malu di hadapan pak satpam juga beberapa tetangga yang mendengar! Sudah merasa hebat? Mentang-mentang lawanmu anak buah kamu sendiri jadi bisa seenaknya!” jawab Eve sinis.“Hei…. Mengapa kamu jadi membela dia? Atau jangan-jangan memang ada hubungan spesial di bel
“Kami sadar diri makanya tidak mau memakai uang yang bukan menjadi hak ku! Sebelum kami pergi, ijinkanlah untuk bertemu dengan Justin. Dimana dia?” ucap Joanna sembari menahan pedih di dadanya.“Buat apa mencari anakku? Ingin kembali padanya supaya uang lima miliar ini kembali padamu?” sindir Eve.“Bukan! Saya ingin mengucapkan salam perpisahan karena mau bagaimana pun juga pertemuan awal kami secara baik-baik, setidaknya berpisah juga baik-baik.” Jawab Joanna sangat dewasa.“Justin tidak ada di rumah ini, setelah kejadian itu. Kami sepakat membawanya ke RSJ agar mendapat penanganan yang baik.” Ucap Arsenio membuat terkejut semua.“Kenapa harus mengatakan itu pada mereka! Bikin malu saja! Turun harga diri kita” bisik Eve di telinga suaminya namun masih bisa terdengar oleh Maya juga Joanna.“Apa alasan kalian dengan tega membawa dia ke sana?” tanya Joanna penasaran.&ldqu
“Terus rencana kalian apa? Aku bisa bantu bagaimana, mbak?” tanya Meta ingin tau.“Semnetara ijinkan kami tinggal di sini karena tidak mungkin terus tinggal di sana, aku gak mau anak buah Justin berbuat hal yang lebih nekat lagi. Waktu kita berhasil kabur saja Justin sangat marah dan mengamuk.” Jawab Maya.“Baiklah kalau begitu, kalian boleh tinggal di sini selama mungkin. Nanti akan aku carikan rumah yang sekiranya aman. Memang ya keluarga Arsenio sejak dulu selalu menganggu dan meresahkan saja bisanya!!!! Sudah cukup bagi kalian untuk mengalah, waktunya melawan namun tidak dengan berhadapan langsung.” Ucap Meta ikut geram.“Kamu benar, jika semisal masih tinggal di sektar sini kurang aman. Aku nantinya akan membawa Joanna tinggal di luar negeri saja,” jawab Maya sudah mempertimbangkan sangat jauh dan dengan baik.“Bu, tinggal di luar negeri butuh biaya yang besar. Apa kita mampu? Joanna juga baru saj
Setelah tiba di rumah, kini mereka bergegas menuju kamar masing-masing untuk mengemasi barang yang sekiranya perlu juga penting. Maya tidak membawa banyak barang, karena yang penting baginya adalah pakaian, alat merajut, surat berharga dan juga uang yang tersimpan di brankas.Sedangkan Joanna tidak bisa untuk memilah barang untuk nantinya di tinggal, baginya semua sangat penting. “Jika semuanya di bawa, bagaimana nanti mengangkutnya?”“Joanna, apakah sudah selesai?” tanya Maya sembari mengetuk pintu.“Belum, Bu…. Masuklah,” jawabnya dari dalam kamar.Maya yang melihat banyaknya barang yang akan dibawa merasa heran, “Semua ini akan kamu bawa? Kita nantinya naik taksi.”“Habisnya bingung mau memilah yang mana, semua penting.” Jawab Joanna garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal.“Pemberian dari Justin jangan ada satu pun yang dibawa!” tegur Maya.“I-iya,
“Aku sebenarnya terpaksa, Justin. Aku di sini ketakutan, jika terus menerus melawan, yang ada nanti kamu serta anak buahmu akan berbuat nekat kepadaku.” Jawab Joanna berlinang air mata.“Jadi, sudah tidak ada rasa sayangmu kepadaku, Joanna? Janji yang sudah pernah kita rangkai dengan indah kini menguap begitu saja dalam hidupmu?” tanya Justin dengan wajah sendu.“Perasaan itu aku yakin akan terkikis dengan sendirinya jika kita berdua sama-sama bertekad untuk menerima takdir yang ada. Perihal janji serta impian yang pernah dirangkai bersama, anggap saja sebuah angin lalu yang tidak pernah terjadi.” Jawab Joanna terpaksa mengatakan ini agar Justin sadar.“CUKUP! AKU BENCI MENDENGARNYA! KALIAN SEMUA JAHAT! JIKA MAUMU BEGITU, MARI KITA MA-TI BERSAMA AGAR TIDAK ADA PRIA LAIN YANG MEMILIKIMU!” pekik Justin berhasil menarik Joanna berada dalam pelukannya lalu ia merogoh saku celananya yang ternyata ada pisau
“TIDAK ADA KATA BAIK-BAIK SAJA JIKA SUDAH MASUK TINDAKAN KRIMINAL! JIKA POSISINYA YANG MENJADI KORBAN ADALAH ANAKMU, APA BAKAL TETAP INGIN BAIK-BAIK SAJA, HA? AKU ORANG TUA DARI JOANNA! RASA KHAWATIR JUGA KETAKUTANKU SANGAT BESAR! JIKA MEMANG KAMU MEMILIKI JIWA NALURI SEORANG IBU SEHARUSNYA MENGERTI!” Bnetak Maya lalu berlari ke kamar yang ada di sana untuk mencari keberadaan Joanna.“Tante! Jangan asal masuk ruangan orang!” tegur Justin geram. Ingin mencegah, namun sayangnya kini Joanna melihat ibunya ada di sini.“I-ibu….” Panggil Joanna yang sedang di rias dan sudah menggunakan gaun pernikahan. Air matanya langsung berlinang dengan deras ketika mengetahui ada ibunya di sini.“Joanna…. Kenapa akhirnya kamu menerima ajakan dia untuk menikah?” tanya Maya kecewa, air matanya tak kalah mengalir dengan deras.“Joanna terpaksa, Bu! Justin terus memaksaku bahkan sampai tega menculikku di sini
Kini Joanna sudah berada di kamarnya. Tidak berselang lama Justin pun juga sudah kembali.Salah satu anak buahnya segera memberikan laporan kepadanya. “Tadi nona hampir kabur melalui kamar mandi, bos.”“APA???” pekik Justin seketika emosi.“JOANNAAAAA………” Teriak Justin yang sangat menggema seluruh ruangan terlebih saat ini kamarnya tengah terbuka.“Mampus…. Ketahuan deh!” batinnya gugup.Terdengar suara langkah semakin berjalan mendekat ke kamar, perasaannya pun semakin berdegup kencang karena harus mempersiapkan diri dengan amukan Justin.“Joanna… apa benar kamu mau coba-coba kabur?” tanya Justin mengintimidasi.“Apaan sih, gak ada aku punya niatan seperti itu!” bantah Joanna memasang wajah kesal.“Tadi salah satu anak buahku mengatakan kalau kamu mau mencoba kabur.” Jawab Justin dengan menatap t
Sedangkan di markas, Justin tengah menanti kabar anak buahnya sembari memastikan Joanna makan dengan baik agar tidak sakit. “Ayo makan dulu, sayang…. Ini tidak ada racunnya.”“Aku tidak sudi makan! Lebih baik ma-ti ketimbang menikah dengan saudara sendiri!” tolak Joanna mentah-mentah.“Rupanya kamu suka sekali dipaksa ya, jadi gemas!” sindir Justin lalu memaksa mulut Joanna agar terbuka.Tok… tok…. Tok…. Suara ketukan pintu menghentikan aksi Justin. “MASUK!” teriaknya emosi.“Bos, kami sudah menemukan penghulu yang bersedia menikahkan kalian berdua besok pagi pukul tujuh.” Jawab Alex membuat senyum di bibir Justin mengembang dengan sempurna. Emosi yang tadi mendidih kini sirna seketika.“Kerja bagus, segera persiapkan semuanya. Dekor ruangan depan dengan sangat cantik.” Perintah Justin membuat Joanna tidak habis pikir.Setelah an
Dengan beberapa kali mengatur nafas supaya lebih tenang namun rupanya tidak bisa, jawaban mantan kekasihnya terus terngiang hingga membuat hatinya sakit. Akhirnya, ia tidak mau berbicara dengan cara baik-baik.“Bela terus anak kesayanganmu itu yang kamu besarkan dengan penuh kemewahan juga kasih sayang dan manja! Yang harus kamu tau, Joanna juga anak kamu!!! Aku mendapatkan informasi terebut dari pihak kepolisian! Tadi siang anakku diculik oleh geng motor, setelah ditelusuri ketuanya adalah Justin! Berulang kali aku sudah menghubunginya namun tidak aktif, makanya terpaksa aku menghubungimu!!!! Percaya tidak percaya, tolong selamatkan Joanna!! Sebelum kejadian penculikan ini, dia sempat bertemu dengan anakmu di kafe, di sana mereka berdebar hebat lantaran Joanna menolak keras permintaan anakmu yang menginginkan untuk mengajak kawin lari! Dalam pikirannya, mereka bukan saudara serahim jadi sah untuk menikah!” pekik Maya tidak bisa menahan emosin
“Carikan penghulu sekitar sini, besok saya akan menikah dengan Joanna.” Perintah Justin kepada anak buahnya.“Apa tidak terlalu cepat, bos?” tanya anak buahnya bernama Alex.“Siapa kamu beraninya mengatur saya!” jawab Justin emosi.“Bu-bukan begitu, Bos… menikah juga perlu saksi.” Jawab Alex memberitahu.“Kalian semua besok menjadi saksi pernikahanku dengan Joanna, tidak masalah jika menikah siri terlebih dahulu, yang terpenting dia menjadi milikku seutuhnya.” Jawab Justin keras kepala.Anak buahnya tidak berani membantah lagi, akhirnya saat itu juga mereka mencari informasi apakah ada penghulu yang bersedia menikahkan Justin dan Joanna besok.“Keinginan orang kaya memang meresahakan, menculik wanita demi ingin menikahinya. Mengapa tidak meminta secara langsung kepada orang tuanya?” tanya Alex tidak habis pikir.“Mungkin pihak keluarga perempuan