“Terus rencana kalian apa? Aku bisa bantu bagaimana, mbak?” tanya Meta ingin tau.
“Semnetara ijinkan kami tinggal di sini karena tidak mungkin terus tinggal di sana, aku gak mau anak buah Justin berbuat hal yang lebih nekat lagi. Waktu kita berhasil kabur saja Justin sangat marah dan mengamuk.” Jawab Maya.
“Baiklah kalau begitu, kalian boleh tinggal di sini selama mungkin. Nanti akan aku carikan rumah yang sekiranya aman. Memang ya keluarga Arsenio sejak dulu selalu menganggu dan meresahkan saja bisanya!!!! Sudah cukup bagi kalian untuk mengalah, waktunya melawan namun tidak dengan berhadapan langsung.” Ucap Meta ikut geram.
“Kamu benar, jika semisal masih tinggal di sektar sini kurang aman. Aku nantinya akan membawa Joanna tinggal di luar negeri saja,” jawab Maya sudah mempertimbangkan sangat jauh dan dengan baik.
“Bu, tinggal di luar negeri butuh biaya yang besar. Apa kita mampu? Joanna juga baru saj
“Kami sadar diri makanya tidak mau memakai uang yang bukan menjadi hak ku! Sebelum kami pergi, ijinkanlah untuk bertemu dengan Justin. Dimana dia?” ucap Joanna sembari menahan pedih di dadanya.“Buat apa mencari anakku? Ingin kembali padanya supaya uang lima miliar ini kembali padamu?” sindir Eve.“Bukan! Saya ingin mengucapkan salam perpisahan karena mau bagaimana pun juga pertemuan awal kami secara baik-baik, setidaknya berpisah juga baik-baik.” Jawab Joanna sangat dewasa.“Justin tidak ada di rumah ini, setelah kejadian itu. Kami sepakat membawanya ke RSJ agar mendapat penanganan yang baik.” Ucap Arsenio membuat terkejut semua.“Kenapa harus mengatakan itu pada mereka! Bikin malu saja! Turun harga diri kita” bisik Eve di telinga suaminya namun masih bisa terdengar oleh Maya juga Joanna.“Apa alasan kalian dengan tega membawa dia ke sana?” tanya Joanna penasaran.&ldqu
"Tubuhku rasanya aneh sekali, Arsenio. Tolong." Eve beringsut mendekat pada pengawal pribadinya itu yang masih berusaha untuk menahan kesadarannya. "Maaf, Nyonya. Apa yang ingin Anda lakukan?" Arsenio mundur selangkah, meskipun ia juga merasa ada yang aneh dalam dirinya. "Aku butuh kamu. Tolong, puaskan aku," Eve berbisik di telinga Arsenio. Kecupan lembutnya membuat Arsenio berjingkat, menciptakan gelenyir aneh di sekujur tubuhnya. “Sadarlah, Nyonya.” tegur Arsenio yang masih berusaha sekuat tenaga untuk mengendalikan diri. “Aku sudah tidak bisa menahannya lagi, tolong aku.” Pinta Eve terus menempelkan tubuhnya pada Arsenio hingga diantara mereka sudah tidak ada jarak sama sekali, Eve mengalungkan kedua tangannya ke leher pengawalnya itu sembari mencumbu bibir Arsenio dengan buasnya. Sekuat apapun Arsenio bertahan, nyatanya hal ini tidak bisa membuatnya sadar, sehingga, dirinya juga ikut dalam permainan yang dilakukan oleh Eve. Keduanya saling bercumbu dengan mesranya, bahkan den
Pikirannya yang tengah pusing memikirkan masalah ini, malah ada satu panggilan yang berdering terus tiada henti, sehingga dengan terpaksa membuatnya harus menjawab, “Halo, ada apa?” tanya Arsenio mengawali obrolannya. “Gawat bos! Lihat berita sekarang juga,” jawab anak buahnya menunjukkan suatu kepanikan. “Apanya yang gawat? Bicara yang jelas! Jangan membuat saya bertambah pusing!!” tanya Arsenio kesal. Bukannya menjawab, anak buahnya malah menutup panggilan secara sepihak yang membuat Arsenio sangat kesal sehingga melempar ponsel mahal berlogo buah ke tempat tidur. Karena penasaran, akhirnya Arsenio menghidupkan televisi yang ada di kamar hotel namun ternyata tidak ada sinyal, sehingga banyak channel yang hilang. “Arrghhh! Apa sih beritanya?” teriak Arsenio juga membuang remote. Setelah itu, ada panggilan dari ayahnya Eve-Saputra Wijaya, tidak ada keberanian dalam dirinya untuk menjawab panggilan itu sehingga ia memilih membiarkannya saja. Ting… suara pesan dari ponsel Arsenio
Tiba di rumah Arsenio, Eve sejujurnya cukup nyaman berada di sini, terlebih suasana di perumahaan yang sangat hening dengan jarak rumah satu dengan yang lainnya berjauhan apalagi udara yang sangat sejuk. Untuk ukuran rumah seorang pengawal, rasanya sangat mustahil sekali, karena rumah Arsenio luas bahkan mewah. “Kamu tinggal sendirian?” tanya Eve setelah puas memperhatikan sekeliling. “Lebih tepatnya ada pekerja yang membantu saya merawat rumah ini, Nyonya, Mari saya antar ke kamar tamu supaya anda bisa bebersih setelah itu makan,” ajak Arsenio membawa Eve ke lantai atas, kamar yang sudah disiapkan rupanya berdekatan dengan kamar Arsenio. “Ada baju saya di dalam lemari, sementara pakai itu dulu, nanti akan saya belikan beberapa pakaian untuk anda,” ucap Arsenio sebelum melangkahkan kakinya pergi dari kamar tamu. Eve mengedarkan pandangan dengan berjuta pertanyaan yang masih bertumpuk di kepalanya, seorang pengawal pribadi memiliki rumah mewah, terlebih lagi ini adalah Kawasan peru
Siapa Arsenio? Arsenio saat ini tengah fokus berkutat di laptop sembari sebelah tangannya memegang ponsel yang terus berada di telinga, menandakan jika saat ini tengah bertelepon dengan seseorang. Karena rasa penasaran yang sangat besar, Eve nekat untuk menguping. “Masalah skandal kemarin, saya yakin jika semua ini jebakan, berita yang beredar susah sekali untuk dibungkam! Hal itu membuat saya murka, apa harus saya sendiri yang turun tangan? Kalian membungkam berita begini saja tidak bisa! Saya tidak mau ada orang lain yang tahu siapa saya sebenarnya, apalagi Papah! Jadi saya beri waktu sepekan ini, semua berita antara saya dengan Eve sudah hilang tanpa jejak, mengerti?” gertak Arsenio sangat geram setelah itu mematikan ponselnya. “Kamu sebenarnya siapa?” tanya Eve dari belakang yang membuat Arsenio terkejut. “Se-sejak kapan anda ada di sana, Nyonya?” tanya balik Arsenio terkejut. “Sejak daritadi, jelaskan pada saya, siapa kamu sebenarnya, Arsenio? Sejak pertama kali tiba di rumah
“Benar, Nyonya, saya adalah bos dari mereka, itu artinya mereka semua adalah anak buah saya,” jawab Arsenio terpaksa jujur. Kini semuanya menjadi terang, Arsenio adalah bos dari gangster yang baru saja ia temui. “Jadi, kamu adalah pengawal yang tengah menyembunyikan diri? Rumah, mobil, ponsel mewah, itu semua bukan karena gajimu menjadi pengawal, kan?” tanya Eve masih penasaran. “Tidak tepat jika membicarakannya saat ini, ada hal penting yang harus kita selesaikan,” jawab Arsenio membuat Eve kesal. Di dalam perjalanan, Eve terus diam dengan tatapan kosong, melihat hal itu, Arsenio memikirkan apakah tindakannya memberi pelajaran pada Ansel serta memberitahu semuanya kepada Eve adalah hal yang benar. “Apakah anda merasa menyesal, Nyonya?” tanya Arsenio memecah keheningan di dalam mobil. “Sangat, saya sangat-sangat menyesal, terlebih menyesali sudah sangat mencintainya yang pada akhirnya membuat saya patah hati dengan sangat,” jawab Eve dengan sendu. Arsenio hanya bisa diam karena ya
“Pah! Apa Papah tidak melihat perjuangan kami membuktikan ini semua tidaklah mudah! Eve pikir dengan terbukanya semua ini membuat pemikiran Papah terhadap kami sedikit lebih baik! Kami dijebak, Pah! Skandal yang terjadi bukanlah atas dasar suka sama suka! Ternyata semua sia-sia saja! Harta serta martabat adalah hal paling penting di dalam hidup Papah!!!! Eve anak kandung Papah!!! Kenapa dengan teganya Papah seperti ini? Kurang apa Eve selama ini? Sejak kecil sampai dewasa selalu saja menuruti apa kata Papah bahkan setiap gerak gerik Eve selalu diawasi seperti CCTV berjalan!! Hanya karena satu kesalahan yang sengaja dilakukan orang lain untuk menghancurkan keluarga ini, membuat Papah menutup mata semua itu!!! Seorang Saputra Wijaya yang terkenal berwibawa, dihormati serta disegani banyak orang, hanyalah tampak luar saja! Penilaian orang-orang rupanya tidak didasari dengan sifat asli seorang Saputra Wijaya yang sebenarnya!!!!” pekik Eve dengan penuh kekecewaan dan air mata. “Jaga ucapan
Mendengar hal itu, Saputra hanya tertawa keras, ia menganggap perkataan mantan pengawal anaknya ini hanya sebuah lelucon. “Emir Ansel? Dia keturunan bangsawan, meskipun saya menantang dengan keras hubungan Eve dengannya, namun sangat mustahil pelakunya adalah dia, manfaatnya apa membuat skandal menjijikan seperti ini?” ejek Saputra Wijaya membuat Eve dan Arsenio saling menatap dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.“Saya tahu jika ini terkesan konyol, tapi saya tidak asal menuduh seseorang jika tidak ada bukti yang kuat, sebentar, saya akan menelpon seseorang untuk mengklarifikasi ini semua,” ucap Arsenio dengan penuh ketenangan karena diirnya juga sudah mengantisipasi ini, dimana Saputra Wijaya tidak akan mudah begitu saja kepada orang lain meskipun melampirkan bukti kuat sekalipun.Lalu Arsenio melakukan video call kepada salah satu anak buahnya yang tengah mengeksekusi Emir Ansel, di panggilan vide