“Benar, Nyonya, saya adalah bos dari mereka, itu artinya mereka semua adalah anak buah saya,” jawab Arsenio terpaksa jujur. Kini semuanya menjadi terang, Arsenio adalah bos dari gangster yang baru saja ia temui.
“Jadi, kamu adalah pengawal yang tengah menyembunyikan diri? Rumah, mobil, ponsel mewah, itu semua bukan karena gajimu menjadi pengawal, kan?” tanya Eve masih penasaran.
“Tidak tepat jika membicarakannya saat ini, ada hal penting yang harus kita selesaikan,” jawab Arsenio membuat Eve kesal.
Di dalam perjalanan, Eve terus diam dengan tatapan kosong, melihat hal itu, Arsenio memikirkan apakah tindakannya memberi pelajaran pada Ansel serta memberitahu semuanya kepada Eve adalah hal yang benar. “Apakah anda merasa menyesal, Nyonya?” tanya Arsenio memecah keheningan di dalam mobil.
“Sangat, saya sangat-sangat menyesal, terlebih menyesali sudah sangat mencintainya yang pada akhirnya membuat saya patah hati dengan sangat,” jawab Eve dengan sendu.
Arsenio hanya bisa diam karena yang dibicarakan Eve adalah permasalahan hati, sangat susah baginya untuk mengatur Eve harus memiliki perasaan kepada siapa, karena perasaan tidak bisa dipaksa. Setidaknya, saat ini dirinya merasa lega karena sumpahnya untuk membuktikan jika mereka dijebak terbukti, tinggal bagaimana saat ini meyakinkan keluarga Saputra Wijaya agar menerima Eve kembali.
Arsenio mengajak Eve untuk bertemu Saputra Wijaya, mendengar nama papahnya membuatnya merasa gugup bahkan rasa takut kembali melandanya. “Aku takut kembali ditolak oleh Papah, kejadian pengusiran kemarin sangat membekas di hati,” ucap Eve sedih.
“Tidak ada salahnya untuk mencoba, saya akan selalu ada di samping anda, meskipun nanti ayah anda menolaknya, fakta ini wajib diketahui agar beliau tahu, meskipun kita memang bersalah, tapi kejadian itu murni jebakan, ada orang yang sengaja ingin merusak keluarga Wijaya melalui anda,” ucap Arsenio meyakinkan.
****
Tiba di mansion mewah
“Maaf, kalian tidak boleh masuk atas perintah Tuan Besar,” ucap security yang selalu siaga di gerbang.
“Jika kalian tidak memperbolehkan saya masuk, tidak masalah, tapi lihatlah Nyonya Eve, dia putri semata wayang keluarga Wijaya, apa kalian berani menolak?” tanya Arsenio yang sudah tahu jika tiba di mansion keluarga Wijaya, pasti akan dihadang untuk masuk.
Kedua security saling memandang untuk memberi jawaban, pada akhirnya, mereka menghubungi majikannya untuk mengkonfirmasi ini. Cukup lama menunggu, akhirnya mereka diperbolehkan untuk masuk meskipun hanya sampai halaman depan.
“Aku terasa seperti orang asing di rumahku sendiri,” gumam Eve yang terdengar di telinga Arsenio.
Orang yang dimaksud kini sudah menemui mereka berdua dengan wajah yang tidak bersahabat, bahkan kesan angkuh sangat terlihat dari raut wajahnya. “Ada apa kalian kembali lagi? Sudah saya tegaskan bukan, jangan lagi langkahkan atau tampakkan batang hidung kalian di hadapan saya, rupanya kalian tidak punya malu,” ucap Saputra dengan ketus.
Eve yang mendengar perkataan ayahnya hanya bisa diam menunduk sembari memainkan jemari tangannya, perkataan ayahnya sangat menusuk hatinya. Jika bukan keyakinan yang diberikan oleh Arsenio, mana mau dia kembali menampakkan muka dihadapan ayahnya.
“Saya memang tidak tahu malu karena kembali menunjukkan muka di hadapan anda, Tuan, namun kedatangan kami kemari untuk membersihkan nama baik yang sudah tercoreng, sebab skandal waktu itu, kami sudah menemukan bukti, jika kejadian waktu itu sebuah jebakan, pelakunya adalah Emir Ansel, mantan kekasih Nyonya Eve Gianita Wijaya,” ucap Arsenio dengan lugas dan tenang.
Mendengar hal itu, Saputra hanya tertawa keras, ia menganggap perkataan mantan pengawal anaknya ini hanya sebuah lelucon. “Emir Ansel? Dia keturunan bangsawan, meskipun saya menentang dengan keras hubungan Eve dengannya, sangat mustahil pelakunya adalah dia, manfaatnya apa membuat skandal menjijikan seperti ini?” ejek Saputra Wijaya membuat Eve dan Arsenio saling menatap dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.
Lalu Arsenio melakukan video call kepada salah satu anak buahnya yang tengah mengeksekusi Emir Ansel, di panggilan video, Saputra melakukan berbagai pertanyaan kepada Emir untuk membuktikan apa yang dikatakan Arsenio benar atau tidak.
Setelah mengetahui jika semuanya benar, Saputra bergegas mematikan sambungan telepon sembari wajahnya merah padam, menandakan jika dirinya tengah emosi.
“Dimana posisi Emir Ansel saat ini?” tanya Saputra Wijaya penuh amarah.
“Emir Ansel sudah saya serahkan kepada rekan-rekan saya untuk memberikannya pelajaran yang setimpal, jadi anda tidak perlu mengkotori tangan anda hanya untuk anak ingusan kemarin sore,” jawab Arsenio tidak mau menyebutkan dimana lokasi markas besarnya.
“Saya tidak akan puas jika belum melihatnya langsung, jika kalian menyembunyikannya malah membuat saya menjadi curiga jika Emir Ansel kalian paksa untuk mengakui ini semua,” jawab Saputra Wijaya memancing emosi Arsenio.
“Silahkan tuduh sesuka hati anda, namun satu hal yang pasti, Emir Ansel sudah saya tangani sesuai apa yang Nyonya Eve inginkan, yang terpenting adalah mengembalikan lagi nama baik kami dan anda tahu kebenarannya,” ucap Arsenio tetap tidak mau menyebutkan dimana lokasinya.
“Tidak mudah mengembalikan nama baik, apalagi berita kalian tersebar sangat luas, meskipun semua orang nantinya tahu jika semua ini jebakan. Tetap saja, skandal kalian akan terus terpatri dalam ingatan masyarakat luas. Maka dari itu, meskipun nama kalian nantinya kembali baik, tetap saja saya tidak bisa menerima kalian dalam lingkup keluarga ini lagi. Jadi, lebih baik kalian pergilah, saya masih ada urusan lain yang lebih penting,” usir Saputra membuat Eve diam terpaku mendengar ini semua.
“Pah! Apa Papah tidak melihat perjuangan kami membuktikan ini semua tidaklah mudah! Eve pikir dengan terbukanya semua ini membuat pemikiran Papah terhadap kami sedikit lebih baik! Kami dijebak! Skandal yang terjadi bukanlah atas dasar suka sama suka! Ternyata semua sia-sia saja! Harta serta martabat adalah hal paling penting di dalam hidup Papah!!!! Eve anak kandung Papah!!! Kenapa dengan teganya Papah seperti ini? Kurang apa Eve selama ini? Sejak kecil sampai dewasa selalu saja menuruti apa kata Papah bahkan setiap gerak gerik Eve selalu diawasi seperti CCTV berjalan!! Hanya karena satu kesalahan yang sengaja dilakukan orang lain untuk menghancurkan keluarga ini, membuat Papah menutup mata semua itu!!! Seorang Saputra Wijaya yang terkenal berwibawa, dihormati serta disegani banyak orang, hanyalah tampak luar saja! Penilaian orang-orang rupanya tidak didasari dengan sifat asli seorang Saputra Wijaya yang sebenarnya!!!!” pekik Eve dengan penuh kekecewaan dan air mata.
“Jaga ucapanmu, Eve! Semakin dewasa kelakuanmu semakin meresahkan keluarga ini! Keputusan untuk mengusirmu dari keluarga ini rupanya pilihan yang sudah tepat! Kamu benar, harta, martabat serta pujian semua orang itu sangat penting untuk mengangkat nama keluarga Wijaya supaya semakin terkenal luas! Pergi dari rumah ini dan jangan tampakkan lagi batang hidungmu!” usir Saputra Wijaya tanpa belas kasihan.
Lalu Saputra mengirimkan pesan kepada bawahannya "Cari keberadaan Emir Ansel!! Dia juga harus menerima balasan dariku atas skandal kemarin!"
“Pah! Apa Papah tidak melihat perjuangan kami membuktikan ini semua tidaklah mudah! Eve pikir dengan terbukanya semua ini membuat pemikiran Papah terhadap kami sedikit lebih baik! Kami dijebak, Pah! Skandal yang terjadi bukanlah atas dasar suka sama suka! Ternyata semua sia-sia saja! Harta serta martabat adalah hal paling penting di dalam hidup Papah!!!! Eve anak kandung Papah!!! Kenapa dengan teganya Papah seperti ini? Kurang apa Eve selama ini? Sejak kecil sampai dewasa selalu saja menuruti apa kata Papah bahkan setiap gerak gerik Eve selalu diawasi seperti CCTV berjalan!! Hanya karena satu kesalahan yang sengaja dilakukan orang lain untuk menghancurkan keluarga ini, membuat Papah menutup mata semua itu!!! Seorang Saputra Wijaya yang terkenal berwibawa, dihormati serta disegani banyak orang, hanyalah tampak luar saja! Penilaian orang-orang rupanya tidak didasari dengan sifat asli seorang Saputra Wijaya yang sebenarnya!!!!” pekik Eve dengan penuh kekecewaan dan air mata. “Jaga ucapan
Mendengar hal itu, Saputra hanya tertawa keras, ia menganggap perkataan mantan pengawal anaknya ini hanya sebuah lelucon. “Emir Ansel? Dia keturunan bangsawan, meskipun saya menantang dengan keras hubungan Eve dengannya, namun sangat mustahil pelakunya adalah dia, manfaatnya apa membuat skandal menjijikan seperti ini?” ejek Saputra Wijaya membuat Eve dan Arsenio saling menatap dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.“Saya tahu jika ini terkesan konyol, tapi saya tidak asal menuduh seseorang jika tidak ada bukti yang kuat, sebentar, saya akan menelpon seseorang untuk mengklarifikasi ini semua,” ucap Arsenio dengan penuh ketenangan karena diirnya juga sudah mengantisipasi ini, dimana Saputra Wijaya tidak akan mudah begitu saja kepada orang lain meskipun melampirkan bukti kuat sekalipun.Lalu Arsenio melakukan video call kepada salah satu anak buahnya yang tengah mengeksekusi Emir Ansel, di panggilan vide
Orang yang sedang ditunggu akhirnya siuman juga, melihat ada Saputra serta Arsenio, membuat Emir Ansel merasa gelisah. Hukuman yang baru sebentar terjadi saja sudah membuatnya seperti berada di ujung nafas, lalu apa kabarnya jika saat ini harus ada Saputra?“Saya sudah mendengar semuanya, perihal kamu adalah dalang dari semua ini, namun yang menjadi pertanyaan saya, apa yang membuatmu dengan beraninya membuat skandal itu?” tanya Saputra.Ingin berbicara namun rasanya sangat susah, bahkan nada bicaranya sama sekali tidak bisa dipahami lantaran mulut Emir dipenuhi oleh da-rah.Karena masih geram dengan mantan kekasih Eve, membuatnya ingin membalaskan dendam namun melalui cara membuat Saputra Wijaya murka. “Bisakah saya membantu menjelaskannya?” usul Arsenio lalu Saputra menganggukkan kepala.“Apakah anda ingat ketika Emir datang ke mansion anda lalu mengaku menjadi kekasih Nyonya Eve? J
Hari yang ditunggu sudah tiba, kini Arsenio juga Eve sudah bersiap untuk terbang ke Perancis. Harapan Arsenio, di negara sana nantinya kehidupan mereka jauh lebih baik dan bisa terlepas dari bayang-bayang skandal yang telah merusak nama mereka.Tiba di Perancis, Eve merasakan jika di sini dirinya menjadi manusia baru, dimana semuanya akan terjadi tanpa bayang-bayang ayah ataupun keluarga Wijaya, begitu juga dengan arti sebuah kebebasan yang selama ini dicarinya.“Aku akan mencari pekerjaan biar tidak merepotkanmu,” ucap Eve tiba-tiba mengejutkan Arsenio yang tengah fokus bermain ponsel.“Saya tidak pernah merasa direpotkan, jadi anda tidak perlu bekerja,” tolak Arsenio menatap Eve dengan dalam.“Aku tidak mau terus menyusahkanmu, Arsenio! Kamu sudah sangat baik terhadapku, padahal dulunya aku selalu mencaci maki dirimu, apa kamu tidak lelah terus menerus membantuku?” tanya Eve j
Melihat pemilik toko dimana tempat Eve bekerja sudah pergi, kini Arsenio kembali datang. “Istirahatlah, Nyonya, biar saya yang menggantikan.” Ucap Arsenio ikut mendisplay barang.“Jangan! Aku bisa sendiri.” Tolak Eve.Arsenio tidak mendengarkan apa yang dikatakan Eve, terus saja dirinya mendisplay barang sehingga semua selesai. “Kamu kenapa sih susah sekali di kasih tau!” ucap Eve kesal.“Saya tidak tega melihat anda kesusahan seperti ini. Kalau anda tidak kuat menjalaninya lebih baik resign saja,” usul Arsenio yang ditolak mentah-mentah.“Jangan atur hidupku lagi, Arsenio! Kamu bukan pengawalku dan aku pun juga bukan majikanmu! Lagian kalau aku membutuhkan pengawal, tidak akan mampu membayarmu! Jadi, pulanglah! Biarkan aku memulai hidup dengan Eve yang baru!” pekik Eve merasa tidak nyaman terus menerus dibantu Arsenio.****Pagi harinya, Eve mendapat jad
“Anda baik-baik saja, Nyonya?” tanya Arsenio dengan wajah khawatir.Eve yang sedang terbaring lemah dengan infus serta selang di hidungnya hanya menjawab dengan anggukkan kepala seraya tersenyum tipis. “Aku baik-baik saja, setelah ini aku ingin pulang saja karena harus bekerja,” ucap Eve yang masih bisa memikirkan hal lain daripada kesehatannya sendiri.“Anda sedang sakit, tolong jangan bekerja dulu, fokuslah untuk sembuh,” tegur Arsenio.“Jika saya tidak bekerja, darimana mendapatkan uang? Baru kemarin bekerja mana bisa langsung absen, yang ada saya di pecat!” bantah Eve.“Saya sudah berjanji akan bertanggung jawab terhadap anda, kenapa anda malah memusingkan hal yang seharusnya tidak perlu anda pikirkan? Sudahlah, untuk sementara ikuti apa kata saya, istirahatlah, urusan pekerjaan anda, biar menjadi urusan saya, yang terpenting anda sembuh dulu,” tegur Arsenio memaksa.&ldq
Belum juga Eve berucap, di seberang sana sudah lebih dulu membuka obrolan, “Bos, kenapa lama sekali mengangkatnya? Ini sangat penting, perusahaan anak cabang yang berada di Perancis mengalami kebakaran, saat ini pemadam kebakaran tengah menuju lokasi, untuk penyebabnya masih kami selidiki,” ucap seseorang dengan suara yang terdengar panik bahkan sangat berisik karena banyak sekali orang di sana yang tengah berteriak meminta tolong, ada juga yang menangis.“Ke-kebakaran? Perusahaan anak cabang di Perancis kebakaran? Maksudnya bagaimana?” tanya Eve sama sekali tidak paham.Mengetahui jika yang menjawab telepon adalah perempuan, bergegas panggilan terputus, padahal Eve masih ingin bertanya lebih banyak apalagi orang tadi mengatakan jika Arsenio adalah bos?Tengah melamunkan semua ini membuat Eve tidak sadar jika Arsenio sudah berada di kamar inapnya sembari membawa bubur ayam, “Ny
Sebelum sampai di rumah sakit, Arsenio mampir di sebuah kafe untuk memesan makanan dan minuman. Ketika hendak membayar, tidak sengaja Arsenio bertemu dengan ayahnya yang selesai meeting dengan kolega, pertemuan antara ayah dengan anak yang terasa canggung karena memang sejak lama keduanya tidak akur. “Sebuah kebetulan sekali bertemu denganmu di sini, Arsenio, bagaimana kabarmu, anakku?” tanya Abraham Phoenix-ayah kandung Arsenio Phoenix.“Seperti yang anda lihat, jika saya sangat baik-baik saja, maaf waktu saya tidak banyak, saya permisi dulu,” jawab Arsenio dengan dingin. Dirinya merasa tidak nyaman berdekatan dengan ayahnya karena hatinya masih terasa sakit ketika mengingat kembali kejadian beberapa tahun lalu yang hingga kini masih membekas di pikiran serta hatinya.Melihat anaknya masih marah terhadapnya, Abraham berusaha mencegah agar Arsenio tidak pergi dulu, “Tunggu, Arsenio! Kenapa kamu buru-buru sekali,