Siapa Arsenio?
Arsenio saat ini tengah fokus berkutat di laptop sembari sebelah tangannya memegang ponsel yang terus berada di telinga, menandakan jika saat ini tengah bertelepon dengan seseorang. Karena rasa penasaran yang sangat besar, Eve nekat untuk menguping.
“Masalah skandal kemarin, saya yakin jika semua ini jebakan, berita yang beredar susah sekali untuk dibungkam! Hal itu membuat saya murka, apa harus saya sendiri yang turun tangan? Kalian membungkam berita begini saja tidak bisa! Saya tidak mau ada orang lain yang tahu siapa saya sebenarnya, apalagi Papah! Jadi saya beri waktu sepekan ini, semua berita antara saya dengan Eve sudah hilang tanpa jejak, mengerti?” gertak Arsenio sangat geram setelah itu mematikan ponselnya.
“Kamu sebenarnya siapa?” tanya Eve dari belakang yang membuat Arsenio terkejut.
“Se-sejak kapan anda ada di sana, Nyonya?” tanya balik Arsenio terkejut.
“Sejak daritadi, jelaskan pada saya, siapa kamu sebenarnya, Arsenio? Sejak pertama kali tiba di rumah ini, saya merasa sangat curiga, kamu ini seorang pengawal, kenapa kamu bisa memiliki semua fasilitas mewah ini? bahkan rumah kamu berada di kawasan perumahan elite, belum lagi pekerja di sini juga banyak. Semua pakaian yang kamu gunakan merupakan branded apalagi mobil pribadimu itu, termasuk mobil limited edition bukan? Aku tahu jika mobil itu hanya ada empat di dunia. Katakan, siapa kamu yang sebenarnya, Arsenio?” cecar Eve membuat Arsenio memikirkan cara agar tidak curigai.
“Anda berbicara apa, Nyonya? Saya memang pengawal pribadi anda, kenapa saya bisa memiliki kehidupan mewah serta mempekerjakan beberapa orang di rumah ini? Ya semua dari gaji sebagai pengawal yang terbilang besar, makanya saya menginvestasikan di beberapa hal, termasuk rumah ini,” jawab Arsenio dengan tenang.
“Jangan berbohong, Arsenio! Aku tahu berapa gajimu!” protes Eve yang tidak dijawab sama sekali oleh Arsenio.
“Lalu, ketika kamu bicara tadi, mengapa mengatakan, apa harus membuka jati diri, siapa kamu sebenarnya? Saya tidak suka kebohongan, Arsenio, jadi katakan sejujurnya,” desak Eve.
“Silahkan saja anda berasumsi sesukanya, saya ada keperluan, jadi saya permisi dulu,” jawab Arsenio acuh lalu melangkahkan kaki menuju mobil mewahnya dan melesat pergi.
Mengetahui jika ditinggal pergi begitu saja, Eve melangkahkan kakinya menuju kamar Arsenio yang kebetulan tidak terkunci, tujuannya untuk mencari jawaban atas rasa penasarannya.
Ketika masuk, banyak sekali buku-buku pengetahuan bahkan novel yang dikoleksi oleh pengawalnya, itu menandakan jika Arsenio gemar membaca.
Hingga tiba di satu rak, terdapat sebuah foto sekelompok orang memakai kaos hitam.
Di foto itu, ada Arsenio bersama pria seumuran ayahnya, jika dilihat lebih detail, keduanya sangat mirip, Eve menduga jika ini adalah wajah ayahnya Arsenio.
Namun yang menjadi pusat perhatian adalah, terdapat kalimat ketua asosiasi di bagian ayahnya Arsenio. Jadi, foto itu menandakan bahwa Arsenio memiliki seorang ayah yang mendirikan sebuah organisasi yang saat ini menjadi misteri baginya.
“Aku harus menyelidiki ini,” gumam Eve ingin mengetahui lebih lanjut namun ia mendengar deru mobil, setelah dilihat dari jendela kamar, rupanya Arsenio yang datang. Bergegas, Eve keluar kamar dengan terburu-buru agar tidak ketahuan.
“Saya mencari anda, Nyonya, mari ikut saya,” ajak Arsenio membuat Eve penasaran.
“Kita mau kemana?” tanya Eve dengan tatapan penuh selidik.
“Saya ingin anda mengetahui sebuah bukti, lebih jelasnya mari ikut saya sekarang,” ucap Arsenio menggandeng tangan Eve menuju mobil.
****
Tiba di sebuah bangunan tua yang kumuh dan banyak dedaunan kering yang berserakan.
“Mengapa kamu membawa saya ke tempat seperti ini? Mau apa?” tanya Eve dengan wajah gelisah. Tak ada jawaban dari pengawalnya, membuat Eve kesal, sampai akhirnya mereka sudah ada di dalam.
Rupanya, di dalam sudah banyak segerombolan pria yang wajahnya mirip dengan foto yang barusan ia lihat di kamar Arsenio, “Siapa mereka semua? Apa yang ingin kalian lakukan terhadapku, ha?” teriak Eve ketakutan.
“Mereka semua teman saya, tujuan mengajak anda ke sini untuk menunjukkan sesuatu, silahkan buka pintunya dan lihat siapa yang ada di dalam,” ucap Arsenio memberikan kode kepada segerombolan orang untuk membukakan jalan bagi Eve melangkah.
Tiba di pintu, betapa kagetnya ketika mengetahui siapa orang yang ada di sana, “Ansellllllllllll, apa yang sudah kalian lakukan kepadanya?” teriak Eve menghampiri mantan kekasihnya itu yang sudah berlumuran darah.
“E-eve, to-tolong a-aku,” ucap Ansel seraya merintih kesakitan.
“ARSENIO!!! APA YANG SUDAH KAMU LAKUKAN!!!” bentak Eve murka.
Arsenio melangkahkan kakinya mendekati Eve dan Ansel, raut ketakutan terlihat jelas dalam wajah Ansel hingga tubuhnya pun gemetar. “Dia dalang dari semua ini, sengaja menjebak kita hingga terjadilah skandal sehingga membuat anda diusir dari mansion,” jawab Arsenio dengan tenang namun tatapan matanya sangat tajam terhadap Ansel.
“Gak!! Ini gak mungkin! Saya tahu kamu memang menuduh dia tapi gak begini caranya! Siapa kamu? dengan beraninya mencelakai Ansel! Kamu lupa siapa dia? Ansel anak bangsawan! Kamu beraninya menyakiti keluarga bangsawan!” bentak Eve sangat marah.
“Katakan sejujurnya atau mereka yang akan membuat anda lebih menderita dari ini,” gertak Arsenio dan segerombolan pria mirip gangster turut berdiri di belakang Arsenio.
Karena posisinya terpojok bahkan tidak bisa lagi membela diri, akhirnya Ansel mengakui jika dirinya adalah dalang dari semua ini, jebakan yang dilakukannya, memang semua dilakukan sebagai bentuk rasa sakit hati atas ucapan ayahnya Eve waktu itu. Rupanya Ansel tidak terima dihina bahkan diremehkan oleh keluarga Eve, sehingga timbul rasa benci yang sangat dalam dan berniat membalaskan dendam.
“KURANG AJAR!!!! JADI KAMU ADALAH DALANG DARI SEMUA INI!!!! AKU MEMBENCIMU, ANSEL!! ENYAHLAH DARI HIDUPKU!!! AKU MENYAYANGIMU DENGAN TULUS, TAPI DENGAN TEGANYA KAMU MEMBUATKU HANCUR SEHANCUR-HANCURNYA!!!” teriak Eve di sela tangisannya.
“Sa-saya menyesalinya, tolong maafkan saya, bebaskan saya, setelah ini saya janji akan membersihkan nama baik kalian,” rengek Ansel tidak digubris oleh Arsenio juga Eve.
“Saya hanya akan menuruti apa kata Nyonya Eve, tadi beliau menginginkan jika anda enyah, maka dengan mudahnya akan saya kabulkan,” jawab Arsenio tersenyum smirk setelah itu memerintahkan anak buahnya menghabisi Ansel.
“Habisi dia! tapi biarkan nyawanya tetap ada, saya tidak ikhlas dia pergi dengan mudah, minimal buat dia cacat permanen di salah satu anggota tubuhnya,” ucap Arsenio dengan tatapan yang siap membunuh sebelum akhirnya mengajak Eve keluar dari markas besarnya.
“Siap, Bos,” jawab mereka dengan kompak sembari berjalan mendekati Ansel yang memohon ampun.
Eve menolak untuk keluar dari markas sebelum mendapat jawaban yang sedari tadi menganggu pikirannya, “Tadi mereka menyebutmu bos? Itu artinya, dia semua anak buahmu? Jadi, ucapan ketika kita naik taksi dulu, ternyata ini?” cecar Eve menatap Arsenio dengan tajam.
“Saya hanya membayar mereka untuk memberi pelajaran pada Emir Ansel, jadi wajar jika mereka menyebut saya bos” bantah Arsenio tidak mau terus terang.
“JAWAB ARSENIO!!!! KAMU TIDAK MAU JUJUR, AKU AKAN PERGI DARI HIDUPMU!” ancam Eve ingin berlari namun ditahan tangannya oleh Arsenio.
“Benar, Nyonya, saya adalah bos dari mereka, itu artinya mereka semua adalah anak buah saya,” jawab Arsenio terpaksa jujur. Kini semuanya menjadi terang, Arsenio adalah bos dari gangster yang baru saja ia temui. “Jadi, kamu adalah pengawal yang tengah menyembunyikan diri? Rumah, mobil, ponsel mewah, itu semua bukan karena gajimu menjadi pengawal, kan?” tanya Eve masih penasaran. “Tidak tepat jika membicarakannya saat ini, ada hal penting yang harus kita selesaikan,” jawab Arsenio membuat Eve kesal. Di dalam perjalanan, Eve terus diam dengan tatapan kosong, melihat hal itu, Arsenio memikirkan apakah tindakannya memberi pelajaran pada Ansel serta memberitahu semuanya kepada Eve adalah hal yang benar. “Apakah anda merasa menyesal, Nyonya?” tanya Arsenio memecah keheningan di dalam mobil. “Sangat, saya sangat-sangat menyesal, terlebih menyesali sudah sangat mencintainya yang pada akhirnya membuat saya patah hati dengan sangat,” jawab Eve dengan sendu. Arsenio hanya bisa diam karena ya
“Pah! Apa Papah tidak melihat perjuangan kami membuktikan ini semua tidaklah mudah! Eve pikir dengan terbukanya semua ini membuat pemikiran Papah terhadap kami sedikit lebih baik! Kami dijebak, Pah! Skandal yang terjadi bukanlah atas dasar suka sama suka! Ternyata semua sia-sia saja! Harta serta martabat adalah hal paling penting di dalam hidup Papah!!!! Eve anak kandung Papah!!! Kenapa dengan teganya Papah seperti ini? Kurang apa Eve selama ini? Sejak kecil sampai dewasa selalu saja menuruti apa kata Papah bahkan setiap gerak gerik Eve selalu diawasi seperti CCTV berjalan!! Hanya karena satu kesalahan yang sengaja dilakukan orang lain untuk menghancurkan keluarga ini, membuat Papah menutup mata semua itu!!! Seorang Saputra Wijaya yang terkenal berwibawa, dihormati serta disegani banyak orang, hanyalah tampak luar saja! Penilaian orang-orang rupanya tidak didasari dengan sifat asli seorang Saputra Wijaya yang sebenarnya!!!!” pekik Eve dengan penuh kekecewaan dan air mata. “Jaga ucapan
Mendengar hal itu, Saputra hanya tertawa keras, ia menganggap perkataan mantan pengawal anaknya ini hanya sebuah lelucon. “Emir Ansel? Dia keturunan bangsawan, meskipun saya menantang dengan keras hubungan Eve dengannya, namun sangat mustahil pelakunya adalah dia, manfaatnya apa membuat skandal menjijikan seperti ini?” ejek Saputra Wijaya membuat Eve dan Arsenio saling menatap dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.“Saya tahu jika ini terkesan konyol, tapi saya tidak asal menuduh seseorang jika tidak ada bukti yang kuat, sebentar, saya akan menelpon seseorang untuk mengklarifikasi ini semua,” ucap Arsenio dengan penuh ketenangan karena diirnya juga sudah mengantisipasi ini, dimana Saputra Wijaya tidak akan mudah begitu saja kepada orang lain meskipun melampirkan bukti kuat sekalipun.Lalu Arsenio melakukan video call kepada salah satu anak buahnya yang tengah mengeksekusi Emir Ansel, di panggilan vide
Orang yang sedang ditunggu akhirnya siuman juga, melihat ada Saputra serta Arsenio, membuat Emir Ansel merasa gelisah. Hukuman yang baru sebentar terjadi saja sudah membuatnya seperti berada di ujung nafas, lalu apa kabarnya jika saat ini harus ada Saputra?“Saya sudah mendengar semuanya, perihal kamu adalah dalang dari semua ini, namun yang menjadi pertanyaan saya, apa yang membuatmu dengan beraninya membuat skandal itu?” tanya Saputra.Ingin berbicara namun rasanya sangat susah, bahkan nada bicaranya sama sekali tidak bisa dipahami lantaran mulut Emir dipenuhi oleh da-rah.Karena masih geram dengan mantan kekasih Eve, membuatnya ingin membalaskan dendam namun melalui cara membuat Saputra Wijaya murka. “Bisakah saya membantu menjelaskannya?” usul Arsenio lalu Saputra menganggukkan kepala.“Apakah anda ingat ketika Emir datang ke mansion anda lalu mengaku menjadi kekasih Nyonya Eve? J
Hari yang ditunggu sudah tiba, kini Arsenio juga Eve sudah bersiap untuk terbang ke Perancis. Harapan Arsenio, di negara sana nantinya kehidupan mereka jauh lebih baik dan bisa terlepas dari bayang-bayang skandal yang telah merusak nama mereka.Tiba di Perancis, Eve merasakan jika di sini dirinya menjadi manusia baru, dimana semuanya akan terjadi tanpa bayang-bayang ayah ataupun keluarga Wijaya, begitu juga dengan arti sebuah kebebasan yang selama ini dicarinya.“Aku akan mencari pekerjaan biar tidak merepotkanmu,” ucap Eve tiba-tiba mengejutkan Arsenio yang tengah fokus bermain ponsel.“Saya tidak pernah merasa direpotkan, jadi anda tidak perlu bekerja,” tolak Arsenio menatap Eve dengan dalam.“Aku tidak mau terus menyusahkanmu, Arsenio! Kamu sudah sangat baik terhadapku, padahal dulunya aku selalu mencaci maki dirimu, apa kamu tidak lelah terus menerus membantuku?” tanya Eve j
Melihat pemilik toko dimana tempat Eve bekerja sudah pergi, kini Arsenio kembali datang. “Istirahatlah, Nyonya, biar saya yang menggantikan.” Ucap Arsenio ikut mendisplay barang.“Jangan! Aku bisa sendiri.” Tolak Eve.Arsenio tidak mendengarkan apa yang dikatakan Eve, terus saja dirinya mendisplay barang sehingga semua selesai. “Kamu kenapa sih susah sekali di kasih tau!” ucap Eve kesal.“Saya tidak tega melihat anda kesusahan seperti ini. Kalau anda tidak kuat menjalaninya lebih baik resign saja,” usul Arsenio yang ditolak mentah-mentah.“Jangan atur hidupku lagi, Arsenio! Kamu bukan pengawalku dan aku pun juga bukan majikanmu! Lagian kalau aku membutuhkan pengawal, tidak akan mampu membayarmu! Jadi, pulanglah! Biarkan aku memulai hidup dengan Eve yang baru!” pekik Eve merasa tidak nyaman terus menerus dibantu Arsenio.****Pagi harinya, Eve mendapat jad
“Anda baik-baik saja, Nyonya?” tanya Arsenio dengan wajah khawatir.Eve yang sedang terbaring lemah dengan infus serta selang di hidungnya hanya menjawab dengan anggukkan kepala seraya tersenyum tipis. “Aku baik-baik saja, setelah ini aku ingin pulang saja karena harus bekerja,” ucap Eve yang masih bisa memikirkan hal lain daripada kesehatannya sendiri.“Anda sedang sakit, tolong jangan bekerja dulu, fokuslah untuk sembuh,” tegur Arsenio.“Jika saya tidak bekerja, darimana mendapatkan uang? Baru kemarin bekerja mana bisa langsung absen, yang ada saya di pecat!” bantah Eve.“Saya sudah berjanji akan bertanggung jawab terhadap anda, kenapa anda malah memusingkan hal yang seharusnya tidak perlu anda pikirkan? Sudahlah, untuk sementara ikuti apa kata saya, istirahatlah, urusan pekerjaan anda, biar menjadi urusan saya, yang terpenting anda sembuh dulu,” tegur Arsenio memaksa.&ldq
Belum juga Eve berucap, di seberang sana sudah lebih dulu membuka obrolan, “Bos, kenapa lama sekali mengangkatnya? Ini sangat penting, perusahaan anak cabang yang berada di Perancis mengalami kebakaran, saat ini pemadam kebakaran tengah menuju lokasi, untuk penyebabnya masih kami selidiki,” ucap seseorang dengan suara yang terdengar panik bahkan sangat berisik karena banyak sekali orang di sana yang tengah berteriak meminta tolong, ada juga yang menangis.“Ke-kebakaran? Perusahaan anak cabang di Perancis kebakaran? Maksudnya bagaimana?” tanya Eve sama sekali tidak paham.Mengetahui jika yang menjawab telepon adalah perempuan, bergegas panggilan terputus, padahal Eve masih ingin bertanya lebih banyak apalagi orang tadi mengatakan jika Arsenio adalah bos?Tengah melamunkan semua ini membuat Eve tidak sadar jika Arsenio sudah berada di kamar inapnya sembari membawa bubur ayam, “Ny