Orang yang sedang ditunggu akhirnya siuman juga, melihat ada Saputra serta Arsenio, membuat Emir Ansel merasa gelisah. Hukuman yang baru sebentar terjadi saja sudah membuatnya seperti berada di ujung nafas, lalu apa kabarnya jika saat ini harus ada Saputra?
“Saya sudah mendengar semuanya, perihal kamu adalah dalang dari semua ini, namun yang menjadi pertanyaan saya, apa yang membuatmu dengan beraninya membuat skandal itu?” tanya Saputra.
Ingin berbicara namun rasanya sangat susah, bahkan nada bicaranya sama sekali tidak bisa dipahami lantaran mulut Emir dipenuhi oleh da-rah.
Karena masih geram dengan mantan kekasih Eve, membuatnya ingin membalaskan dendam namun melalui cara membuat Saputra Wijaya murka. “Bisakah saya membantu menjelaskannya?” usul Arsenio lalu Saputra menganggukkan kepala.
“Apakah anda ingat ketika Emir datang ke mansion anda lalu mengaku menjadi kekasih Nyonya Eve? J
Hari yang ditunggu sudah tiba, kini Arsenio juga Eve sudah bersiap untuk terbang ke Perancis. Harapan Arsenio, di negara sana nantinya kehidupan mereka jauh lebih baik dan bisa terlepas dari bayang-bayang skandal yang telah merusak nama mereka.Tiba di Perancis, Eve merasakan jika di sini dirinya menjadi manusia baru, dimana semuanya akan terjadi tanpa bayang-bayang ayah ataupun keluarga Wijaya, begitu juga dengan arti sebuah kebebasan yang selama ini dicarinya.“Aku akan mencari pekerjaan biar tidak merepotkanmu,” ucap Eve tiba-tiba mengejutkan Arsenio yang tengah fokus bermain ponsel.“Saya tidak pernah merasa direpotkan, jadi anda tidak perlu bekerja,” tolak Arsenio menatap Eve dengan dalam.“Aku tidak mau terus menyusahkanmu, Arsenio! Kamu sudah sangat baik terhadapku, padahal dulunya aku selalu mencaci maki dirimu, apa kamu tidak lelah terus menerus membantuku?” tanya Eve j
Melihat pemilik toko dimana tempat Eve bekerja sudah pergi, kini Arsenio kembali datang. “Istirahatlah, Nyonya, biar saya yang menggantikan.” Ucap Arsenio ikut mendisplay barang.“Jangan! Aku bisa sendiri.” Tolak Eve.Arsenio tidak mendengarkan apa yang dikatakan Eve, terus saja dirinya mendisplay barang sehingga semua selesai. “Kamu kenapa sih susah sekali di kasih tau!” ucap Eve kesal.“Saya tidak tega melihat anda kesusahan seperti ini. Kalau anda tidak kuat menjalaninya lebih baik resign saja,” usul Arsenio yang ditolak mentah-mentah.“Jangan atur hidupku lagi, Arsenio! Kamu bukan pengawalku dan aku pun juga bukan majikanmu! Lagian kalau aku membutuhkan pengawal, tidak akan mampu membayarmu! Jadi, pulanglah! Biarkan aku memulai hidup dengan Eve yang baru!” pekik Eve merasa tidak nyaman terus menerus dibantu Arsenio.****Pagi harinya, Eve mendapat jad
“Anda baik-baik saja, Nyonya?” tanya Arsenio dengan wajah khawatir.Eve yang sedang terbaring lemah dengan infus serta selang di hidungnya hanya menjawab dengan anggukkan kepala seraya tersenyum tipis. “Aku baik-baik saja, setelah ini aku ingin pulang saja karena harus bekerja,” ucap Eve yang masih bisa memikirkan hal lain daripada kesehatannya sendiri.“Anda sedang sakit, tolong jangan bekerja dulu, fokuslah untuk sembuh,” tegur Arsenio.“Jika saya tidak bekerja, darimana mendapatkan uang? Baru kemarin bekerja mana bisa langsung absen, yang ada saya di pecat!” bantah Eve.“Saya sudah berjanji akan bertanggung jawab terhadap anda, kenapa anda malah memusingkan hal yang seharusnya tidak perlu anda pikirkan? Sudahlah, untuk sementara ikuti apa kata saya, istirahatlah, urusan pekerjaan anda, biar menjadi urusan saya, yang terpenting anda sembuh dulu,” tegur Arsenio memaksa.&ldq
Belum juga Eve berucap, di seberang sana sudah lebih dulu membuka obrolan, “Bos, kenapa lama sekali mengangkatnya? Ini sangat penting, perusahaan anak cabang yang berada di Perancis mengalami kebakaran, saat ini pemadam kebakaran tengah menuju lokasi, untuk penyebabnya masih kami selidiki,” ucap seseorang dengan suara yang terdengar panik bahkan sangat berisik karena banyak sekali orang di sana yang tengah berteriak meminta tolong, ada juga yang menangis.“Ke-kebakaran? Perusahaan anak cabang di Perancis kebakaran? Maksudnya bagaimana?” tanya Eve sama sekali tidak paham.Mengetahui jika yang menjawab telepon adalah perempuan, bergegas panggilan terputus, padahal Eve masih ingin bertanya lebih banyak apalagi orang tadi mengatakan jika Arsenio adalah bos?Tengah melamunkan semua ini membuat Eve tidak sadar jika Arsenio sudah berada di kamar inapnya sembari membawa bubur ayam, “Ny
Sebelum sampai di rumah sakit, Arsenio mampir di sebuah kafe untuk memesan makanan dan minuman. Ketika hendak membayar, tidak sengaja Arsenio bertemu dengan ayahnya yang selesai meeting dengan kolega, pertemuan antara ayah dengan anak yang terasa canggung karena memang sejak lama keduanya tidak akur. “Sebuah kebetulan sekali bertemu denganmu di sini, Arsenio, bagaimana kabarmu, anakku?” tanya Abraham Phoenix-ayah kandung Arsenio Phoenix.“Seperti yang anda lihat, jika saya sangat baik-baik saja, maaf waktu saya tidak banyak, saya permisi dulu,” jawab Arsenio dengan dingin. Dirinya merasa tidak nyaman berdekatan dengan ayahnya karena hatinya masih terasa sakit ketika mengingat kembali kejadian beberapa tahun lalu yang hingga kini masih membekas di pikiran serta hatinya.Melihat anaknya masih marah terhadapnya, Abraham berusaha mencegah agar Arsenio tidak pergi dulu, “Tunggu, Arsenio! Kenapa kamu buru-buru sekali,
Abraham Phoenix ketika muda“Abraham, ulah apa lagi yang kamu lakukan, ha? Bikin malu saja!” teriak Abrisam Nugraha Phoenix -ayah kandung Abraham Phoenix dengan penuh amarah, sambil melempar surat undangan panggilan orang tua dari sekolah menengah atas, tempat dimana Abraham menempuh pendidikan.Bukan sekali dua kali, anaknya itu sering melakukan ulah. Dalam satu bulan, terkadang bisa sampai tiga kali mendapat surat panggilan, hal itu tentu saja membuat Abrisam merasa sangat malu, apalagi dirinya dikenal sebagai petinggi TNI. Seharusnya ia bisa mendidik anaknya seperti bagaimana ia mendidik prajurit baru, namun ternyata, mendidik anak kandung jauh lebih susah, kesabaran ekstra tidak mempan untuk mengurus anak laki-lakinya itu.Abraham sedari kecil memang berbeda sendiri dari kebanyakan saudara-saudaranya, jika yang lain pada mengikuti jejak keluarganya yang masuk dalam dunia militer, rupanya itu semua tidak b
Karena merasa sangat kecewa, akhirnya Emilly meminta Abraham untuk pulang dan jangan lagi menemuinya. Padahal, saat ini Emilly sudah mulai ada rasa terhadap Abraham, namun fakta yang baru diketahuinya barusan, sudah membuat hatinya sangat sakit dan kecewa.Pertama kali dalam hidupnya, ia merasakan bagaimana dibohongi oleh orang yang disuka, begitu juga dengan Abraham, ini pertama kali baginya merasakan penolakan bahkan pengusiran langsung oleh orang yang dicintainya.“Aku kecewa sama Aa! Padahal hati ini sudah terbuka untuk Aa, kenapa dengan teganya Aa malah mengecewakan? Apa salah saya? Apa salah ayah saya? Mengapa tega melakukan ini?” pekik Emilly kecewa dan berurai air mata. Setelah itu, pintu ditutup dengan sangat keras.“Akan aku buktikan jika perasaan ini tidak main-main, Emilly,” batin Abraham memilih pergi, karena situasi tidak kondusif.Karena beso
Untungnya Emilly mampu memotivasi Abraham supaya tidak ada salahnya mencoba, “Jangan pesimis dulu atuh, Aa, orang tuaku saja berhasil kamu luluhkan, masak orang tua sendiri gak bisa, ayo sama-sama kita saling meyakinkan diri ke orang tua Aa,” ucap Emilly terdengar sangat menyemangati Abraham sehingga dirinya memiliki keyakinan untuk meminta restu.Akhir pekan, Abraham mengajak Emilly bertemu dengan orang tuanya. Tentu saja Emilly merasa gugup karena ini pertama kali bagi dirinya berkenalan dengan keluarga Abraham.Abraham dan Emilly memutuskan untuk naik pesawat saja supaya memangkas waktu dan tidak terlalu kecapekan dalam perjalanan.Tiba di mansion Abraham, mata Emilly sama sekali tidak bisa lepas dari rasa kagum bagaimana mewahnya rumah calon suaminya ini. Mendadak, Emilly merasa pesimis apakah nantinya kedua orang tua Abraham merestui mereka ketika nanti mengetahui jika Emilly tidak sebanding dengan Abrah