Beberapa hari kemudian, Saputra diputuskan hukuman penjara selama dua puluh tahun dengan denda sebesar lima miliar rupiah, namun jika tidak mampu membayar denda, maka digantikan dengan masa kurungan selama lima tahun.
Mendengar keputusan hukumannya langsung membuatnya protes bahkan merasa terjebak. “Panggil ketua polisi kalian, suruh menemui saya di penjara! Hal ini tidak bisa saya terima lantaran semua ini jebakan!!!!” protes Saputra namun hakim sudah terlanjur mengetuk palu sebanyak tiga kali yang dimana keputusan bersifat final dan tidak dapat diganggu gugat kecuali tersangka mengajukan banding.
“Yang mulia hakim, saya hendak mengajukan banding karena semua ini adalah jebakan,” pinta Saputra.
“Silahkan saudara mengajukan banding dan kumpulkan berkasnya paling lama dua hari ini, akan kami jadwalkan pembacaan dan putusan banding saudara seminggu setelahnya.” Jawab ketua hakim setelah itu pergi begitu saja.
Saputra bing
Ketika mereka tengah berbincang ringan, salah satu anak buahnya memberitahu keadaan Saputra Wijaya. “Ijin lapor komandan, kondisi tersangka atas nama Saputra Wijaya ditemukan tergeletak di lantai dengan kondisi memperihatinkan.”“Bawa ke rumah sakit namun pastikan tangannya tetap terbogol di ranjang rumah sakit, perketat keamanan dan saya tidak mau dengar tersangka sampai lolos! Waspada, siapa tahu dia hanya acting!” perintah Bram lalu Arsenio setuju dengan perkataan saudaranya mengingat ayah mertuanya memiliki banyak tipu daya.Setelah mendengar kabar mertuanya, ada sebuah panggilan dari ponsel mahal Arsenio yang menampakkan nama sang istri tercintanya. “Halo, sayang?” sapa Arsenio yang bukannya mendengar balasan justru malah suara tangisan serta rintihan rasa sakit.“To-tolong segera pulang! Perutku sakit sekali!” pinta Eve sembari menahan rasa sakit hingga banyak keringat bercucuran dengan deras.
Ketika sedang di momen romantis, Farah datang membuyarkan semuanya.“Arsenio…. Ups, maaf maaf menganggu momen kalian.” Ucap Farah malu, hendak berbalik pergi namun tertahan oleh ucapan Eve.“Siapa dia? Mengapa bisa mengenalmu?” tanya Eve dengan tatapan tajam.“Sepertinya ada yang salah paham dengan kita,” ucap Farah memaklumi namun tatapan tidak bersahabat masih saja diberikan Eve.“Dia teman satu kuliahku dulu,” jawab Arsenio ingin memperkenalkan namanya namun dia lupa.“Betul sekali dan kebetulan saya adalah dokter yang menangani anda,” timpal Farah dengan senyum manisnya sembari mengulurkan tangan, “Namaku Farah Agnesia. Dulu diantara kami pernah berada dalam satu organisasi yang sama di kampus, dimana suami kamu menjadi ketuanya dan saya sekretaris kala itu. Tidak menyangka bisa bertemu kembali secara tidak sengaja, senang bisa bertemu dengan anda, Nyonya Arsenio.”
Ia menaiki anak tangga dengan setengah berlari yang membuat Arsenio merasa panik dan mengejar istrinya, “Hati-hati, sayang. Jangan lari begitu,” tegur Arsenio mengikuti langkah kaki istrinya dan siap siaga di belakang jika ada kemungkinan buruk yang terjadi.“Apa pedulimu!” teriak Eve sangat marah. Hampir saja ia tergelincir lantaran kurang hati-hati, jika tidak ada suami yang siap siaga di belakangnya. Bisa saja Eve terjatuh hingga ke bawah.“Tuh kan! Di kasih tau gak nurut!” tegur Arsenio sedikit membentak karena refleks panik sehingga Eve menitikkan air mata.“Ma-maaf… aku refleks karena panik.” Ucap Arsenio setelah menyadari kesalahannya namun hati Eve sudah terlanjur sedih apalagi di bentak di depan anak buah suaminya. Rasanya harga dirinya seperti hilang seketika.“APAAAAA!!!!!!” teriak Jack membuat Arsenio serta Eve menoleh bersamaan.“Ada ap
Setelah berkemas, mereka segera melajukan mobil menuju tempat yang dimaksud istri tercintanya.Perjalanan yang terbilang jauh membuat Arsenio berpikir apakah tempatnya memang benar di sini? “Serius ini jalannya? Kita sudah sangat jauh dari ibukota, sayang.” Tanya Arsenio memastikan.“Memang jalannya begini, sudah aku bilang jika tempatnya memang jauh dari ibukota tapi percayalah, ketika nantinya tiba di sana kamu akan menyukainya karena papah mewujudkan rumah impianku.” Jawab Eve antusias.Melihat raut kebahgiaan dalam diri istrinya membuatnya tidak lagi banyak bertanya selain menuruti kemana saja arah yang ditunjukkan.Hingga akhirnya mereka tiba di sebuah komplek yang jarak rumah satu dengan lainnya terbilang cukup jauh namun apa yang dikatakan istrinya benar adanya jika rumah yang dimaksud memiliki udara yang sejuk, suasana yang tenang dan juga kenyamanan langsung terasa ketika pertama kali menginjakkan kaki di sini.&ldq
Setelah seminggu berada di rumah Eve, kini mereka memutuskan untuk pulang.Setidaknya selama satu minggu membuatnya merasa sangat bahagia lantaran suaminya sama sekali tidak bermain ponsel apalagi mengurus pekerjaan, perhatian serta kasih sayangnya sepenuhnya tercurahkan kepadanya. “Andai selamanya kita tinggal di sini, betapa bahagianya aku selalu mendapat perhatian serta kasih sayang dari suamiku.” Ucap Eve berharap.“Kita bisa sering ke sini jika kamu mau namun untuk menetap rasanya belum bisa. Aku harus mengurus pekerjaan juga, kecuali kamu bersedia hubungan jarak jauh.” ucap Arsenio.“Gak mau! Kita udah menikah bahkan sebentar lagi memiliki anak! Tega sekali kamu membiarkan aku di sini sendirian!” protes Eve cemberut membuat Arsenio merasa gemas.“Makanya tadi aku bilangnya kalau kamu mau, jika tidak mau ya berarti ikut suamimu ini kemana pun.” Jawab Arsenio dengan lembut sembari mengusap rambut istriny
68-Keguguran“Aku bisa menjelaskan semua ini, percayalah ini tidak seburuk pemikiranmu.” Bujuk Arsenio.“Diam!! Semua pembelaan yang kamu ucapkan adalah omong kosong!” sindir Eve.“Mari kita duduk bersama sembari menjelaskan masalah ini dengan kepala dingin. Percayalah, Arsenio tidak seburuk itu.” Bela Abraham.“Anda ayahnya sudah pasti membela anak! Sudah tahu anaknya bersalah malah dibiarkan!” tegur keras Eve sangat kecewa.Setelah mengatakan itu, Eve berlari menaiki tangga tanpa hati-hati hingga akhirnya tergelincir dan menggelinding hingga bawah. Arsenio langsung berteriak histeris begitu pula dengan mertuanya.“Sayangggggg……” teriak Arsenio langsung menggendong Eve menuju mobil untuk dibawa ke rumah sakit. Tangan yang digunakan untuk membopong istrinya kini penuh akan darah.“Da-darah? Mengapa sebanyak ini?” gumam Arsenio semakin panik tanpa membersihkan terlebih dahulu dan memilih segera melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.“Bertahanlah, sayang.” Pinta Arsenio sangat khaw
Arsenio tahu jika saat ini istrinya tengah terpukul, maka dari itu ucapan apapun yang diutarakan istrinya sama sekali tidak di masukkan dalam hati ataupun dipikirkan, ia menganggap hanya angin lalu. Kenyataannya tadi saja dia juga sempat marah kepada dokter yang menangani istrinya.“Maaf jika Papah ikut campur dalam masalah ini, jika boleh jujur, tidak hanya kalian saja yang tengah terpukul, Papah juga merasakan hal yang sama bahkan kesedihan di dalam hati semakin bertambah karena sudah kehilangan istri tercinta juga calon cucu satu-satunya. Eve, sebelum kamu memarahi suamimu. Percayalah, tadi Arsenio sempat memarahi dokter yang memberitahu jika kandunganmu tidak bisa diselamatkan secara habis-habisan, mungkin jika Papah tidak datang di waktu yang tepat, dokter yang menanganimu sudah habis oleh suamimu.” Ucap Abraham membuat Eve tertegun.“Aku juga merasa kehilangan dan berdosa seumur hidupku karena harus terpaksa menyetujui prosedur kuret, namun mau
Dia sudah berencana jika dokter memperbolehkannya pulang, ia akan tinggal di rumah yang waktu itu sempat di datangi oleh Arsenio.Harapannya, semoga di rumah tersebut pikirannya jauh lebih tenang dan bisa menerima semua takdir ini dengan baik.Beberapa hari kemudian, Eve diperbolehkan pulang. Arsenio mengajak ke penthouse, tanpa sepengetahuannya. Diam-diam Eve sudah menyiapkan barang-barangnya untuk dibawa ke rumah yang di bangun oleh Papahnya.Kepergiannya tidak diketahui siapapun, sehingga ketika Arsenio menyadari tidak ada istrinya di rumah. Rasa panik melandanya, “Kemana perginya istriku?” teriak Arsenio kepada semua pekerja.“Saya tidak tahu, Tuan.” Jawab mereka sembari ketakutan.“Kok bisa-bisanya kalian tidak tahu sedangkan yang banyak waktunya di rumah justru kalian semua!” pekik Arsenio murka membuat semua pekerjanya tidak berani lagi untuk menjawab.&ldqu