Ada yang baper nggak sih?
"Eh? Nadia, kamu udah datang?" Martha yang tengah berbincang mengenai perawatan rambutnya itu tampak menoleh ketika menyadari seseorang masuk ke dalam salon.Nadia tersenyum tipis seraya mendekat, "Tante udah nunggu lama?""Ah, enggak, kok." Martha mengibaskan tangannya dan kembali bicara, "Sini, kamu juga harus konsultasi soal penampilan kamu nanti. Di hari yang istimewa lusa nanti, kamu pasti bakalan keliatan mempesona." Wanita paruh baya itu tersenyum tipis dan menambahkan, "Mbak, tolong jadikan dia bersinar seperti bintang, ya. Ini calon menantu saya," ujarnya lagi sambil menatap ke arah pegawai salon.Wajah Nadia seketika kembali memerah, kebaikan wanita paruh baya ini selalu saja membuatnya jadi terharu."Baik, Nyonya." Pegawai salon itu mengangguk patuh, lalu mengarahkan pandangannya ke Nadia dan berkata, "Nona, mari saya bantu.""A-ah, iya." Nadia segera mengikuti pegawai salon itu. Sedangkan Martha tampak terkekeh pelan. Namun ketika suara pintu depan kembali terdengar, dia s
"Papa!" Sean yang baru saja masuk ke dalam salon bersama dengan kakeknya itu langsung mendekati Daniel. Wajahnya tampak sangat ceria sambil memperlihatkan snack yang baru saja dibelinya. "Pa, Kak Nadia mana?" tanya bocah lelaki itu sambil mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut ruangan salon dan kembali bertanya, "Nenek juga nggak ada. Apa Nenek udah pulang, Pa?"Daniel tak menjawab sama sekali, dia hanya mengangkat dagunya mengarah tepat ke ruangan yang kini tengah diisi oleh Nadia dan Martha."Oh, disana, ya? Sean mau liat Nenek sama Kak Nadia!" Dengan cepat berjalan lagi itu berniat untuk mendekat, namun sang kakek langsung mencegahnya. Hendrawan menggelengkan kepalanya sembari berkata, "Kak Nadia dan Nenek lagi nikmati waktunya. Nanti mereka sedih kalau diganggu," jelasnya pelan sembari tersenyum tipis dan menambahkan, "Sini, Sean main aja sama Kakek dan Papa. Kita makan snack sama-sama," ujarnya lagi.Tanpa banyak protes, Sean segera menganggukkan kepalanya dan duduk tepat di s
"Kamu harus waspada." Hendrawan menatap lekat anaknya itu dengan serius. Jika Daniel lengah sedikit saja, Monica mungkin akan menghancurkan segalanya. Tak masalah jika wanita itu berniat membuat masalah dengan keluarga Adhitama, hanya saja urusannya berbeda jika dia sudah berani mengusik Nadia dan ibunya. Pria paruh baya itu menghela napas pelan sembari menambahkan, "Kalau perlu, buat dia menjauh."Daniel yang mendengar itu tampak terdiam sejenak. Bahkan tanpa ayahnya minta, dia pun sudah berusaha untuk membuat mantan istrinya itu menjauh. Bahkan, dia sudah meminta wanita itu untuk pindah dari villa. Namun sayangnya sulit karena Monica tetap bersikeras untuk tinggal. Dengan tatapan matanya yang tajam, Daniel pun membatin, 'Dia malah memintaku untuk menemuinya. Ha ... dia sangat licik.'Disaat tengah memikirkan itu, Nadia dan Martha tampak keluar dari ruangan perawatan. Gadis itu tampak sedikit malu-malu, dia berjalan mendekat sambil menunduk. Namun, Martha justru menyeletuk, "Gimana,
'H-hah? Dia senyum? Si gunung es itu beneran senyum? Aku nggak salah lihat, 'kan?!'Di tengah kebingungannya itu, Martha menariknya untuk mendekat. Tanpa basa-basi, wanita paruh baya itu langsung mendorongnya hingga berada tepat di samping Daniel."Berhubung udah cantik gini, gimana kalau kita ke studio?" Martha melirik ke arah suaminya dan kembali menambahkan, "Foto Nadia sama Daniel 'kan belum ada, Pa. Setuju 'kan sama Mama?"Sebelum Hendrawan menjawab, Sean lebih dulu menyela sambil mengangkat tangan kanannya. "Setuju!" teriaknya antusias. Dengan senyumannya yang sumringah, bocah lelaki itu berbalik dan menatap ayahnya. "Ayo kita foto, Pa!" tuturnya lagi sambil menyentuh tangan pria itu.Daniel yang mendengarnya hanya diam. Dia justru berbalik menatap Nadia, ingin tahu tanggapannya. Nadia yang mendapat tatapan itu tampak kikuk dan bicara dalam hatinya, 'Kenapa harus ngeliatin aku dulu? Dia bisa memutuskannya sendiri, 'kan?'Di tengah kebingungannya, sebuah tangan kecil yang hangat
"Nah, Nadia ... konsep yang ini bagus dan cocok sama kamu," ujar Martha sambil memperlihatkan sebuah foto dengan sepasang suami istri yang mengenakan pakaian berwarna putih terang.'Uhm, keliatannya bagus,' batin Nadia. Namun gadis itu tak lekas menjawab dan memilih untuk melirik ke arah Daniel karena bagaimanapun juga pria itu juga berhak untuk memilih.Daniel yang ternyata juga tengah memperhatikan tanpa basa-basi langsung menganggukkan kepalanya.Martha yang melihat itu tampak senang dan langsung memberitahu fotografer.Di saat ini, Daniel tiba-tiba saja menoleh ke arah Nadia dan menatapnya lekat, membuat gadis itu merasa sedikit kikuk seraya membatin, 'Kenapa dia sekarang hobi banget liatin aku?' batinnya.Ada perasaan yang menggelitik dan mulai muncul di dalam hati Nadia. Terkadang dia memang merasa risih karena sering diperhatikan oleh Daniel, namun gadis itu sendiri tak bisa menepis perasaan senang yang juga muncul dan membuatnya tanpa sadar senyum-senyum sendiri.Ketika Nadia t
"Kamu cantik kalau senyum."Nadia yang mendengar itu seketika langsung melototkan matanya dan memekik, "A-apa?!" Tanpa sadar gadis itu malah menghantamkan belakang kepalanya ke mulut Daniel. Seketika matanya kembali membulat dengan sempurna dan mencoba untuk meminta maaf, "Hah? Ma-maaf, aku nggak sengaja," lirihnya penuh penyesalan ketika melihat pria itu kini menutup mulutnya sambil memejamkan matanya sedikit. "Apa sakit? Ya Tuhan, maaf ... aku kaget karena kamu tadi ... tadi kamu ngomong aneh," lirihnya.Daniel yang melihat itu hanya diam, namun di balik telapak tangannya yang menutup sebagian wajahnya, pria itu diam-diam tersenyum.Martha dan Hendrawan yang melihat itu tampak kaget, apalagi calon menantunya kelihatan gelisah. Dengan cepat, wanita paruh baya itu segera mendekat dan bertanya, "Kamu nggak apa-apa, Nadia?"Nadia yang mendengar pertanyaan itu menggeleng pelan, "Aku nggak apa-apa, Tante. Tapi ..." Dia menjeda ucapannya sesaat dan berbalik menatap Daniel sembari berkata, "
"Jangan membuatku bertindak," ujar Daniel, dengan tatapan matanya yang semakin tajam.Namun wanita itu justru mengulas senyum tipis dan menarik tangannya kembali. Dia pun membatin, 'Sebegitu ketatnya kamu sampai mempermalukanku begini, Niel.' Setelah menarik napas dalam-dalam, Monica pun kembali bicara dengan santainya, "Memangnya aku melakukan apa?" tanyanya balik sambil menatap lekat Daniel. Wajah pria itu tampak semakin gelap. Namun sebelum mantan suaminya itu bisa mengatakan sesuatu, Monica dengan cepat langsung menyela, "Kamu mau bahas lagi soal perjanjian kita, huh? Masalah itu udah basi." Dengan melipat kedua tangannya tepat di depan dan memasang tatapan meremehkan, wanita itu menegaskan, "Gimanapun juga, kamu nggak bisa menghapus fakta kalau aku ini ibu kandung Sean.""Beraninya bicara seperti itu, hah?!" Martha berteriak sambil memasang wajah yang garang. Dia benar-benar tak habis pikir pada wanita yang sempat jadi menantunya itu. "Kamu nggak pantas mengatakan itu setelah ...
"Kamu bukan menantuku lagi. Camkan itu!"Monica mengepalkan tangannya dengan erat ketika mendengar perkataan Hendrawan. Hatinya itu terasa terbakar karena api cemburu dan mulai membatin, 'Dulu, pernikahanku dan Daniel bahkan nggak direstui. Tapi apa ini?! Pria tua bangka ini malah menganggap gadis kampungan itu sebagai calon menantu kesayangannya!'Di tengah perasaan cemburu yang pernah meluap-luap di dalam hati Monica, Sean yang ada di dalam mobil itu terlihat khawatir dan wajahnya menampakan rasa penasaran. Nadia yang melihatnya pun berkata, "Sean, coba liat Kakak. Ayo kita--""Mama kenapa marah-marah, Kak?" tanya bocah lelaki itu, memotong ucapan Nadia.Seketika Nadia langsung terdiam dan tak bisa menjawab sama sekali. Namun Sean segera menoleh ke arahnya dan menuntut jawaban, "Mama bilang mau ketemu Sean. Kenapa Papa melarang?"Mendengar pertanyaan itu lagi, Nadia merasakan sesal di dalam hatinya karena bagaimanapun juga dia tak mungkin menjelaskan keadaan yang tengah terjadi saat