Maaf ya update nya agak slow
"Kamu cantik kalau senyum."Nadia yang mendengar itu seketika langsung melototkan matanya dan memekik, "A-apa?!" Tanpa sadar gadis itu malah menghantamkan belakang kepalanya ke mulut Daniel. Seketika matanya kembali membulat dengan sempurna dan mencoba untuk meminta maaf, "Hah? Ma-maaf, aku nggak sengaja," lirihnya penuh penyesalan ketika melihat pria itu kini menutup mulutnya sambil memejamkan matanya sedikit. "Apa sakit? Ya Tuhan, maaf ... aku kaget karena kamu tadi ... tadi kamu ngomong aneh," lirihnya.Daniel yang melihat itu hanya diam, namun di balik telapak tangannya yang menutup sebagian wajahnya, pria itu diam-diam tersenyum.Martha dan Hendrawan yang melihat itu tampak kaget, apalagi calon menantunya kelihatan gelisah. Dengan cepat, wanita paruh baya itu segera mendekat dan bertanya, "Kamu nggak apa-apa, Nadia?"Nadia yang mendengar pertanyaan itu menggeleng pelan, "Aku nggak apa-apa, Tante. Tapi ..." Dia menjeda ucapannya sesaat dan berbalik menatap Daniel sembari berkata, "
"Jangan membuatku bertindak," ujar Daniel, dengan tatapan matanya yang semakin tajam.Namun wanita itu justru mengulas senyum tipis dan menarik tangannya kembali. Dia pun membatin, 'Sebegitu ketatnya kamu sampai mempermalukanku begini, Niel.' Setelah menarik napas dalam-dalam, Monica pun kembali bicara dengan santainya, "Memangnya aku melakukan apa?" tanyanya balik sambil menatap lekat Daniel. Wajah pria itu tampak semakin gelap. Namun sebelum mantan suaminya itu bisa mengatakan sesuatu, Monica dengan cepat langsung menyela, "Kamu mau bahas lagi soal perjanjian kita, huh? Masalah itu udah basi." Dengan melipat kedua tangannya tepat di depan dan memasang tatapan meremehkan, wanita itu menegaskan, "Gimanapun juga, kamu nggak bisa menghapus fakta kalau aku ini ibu kandung Sean.""Beraninya bicara seperti itu, hah?!" Martha berteriak sambil memasang wajah yang garang. Dia benar-benar tak habis pikir pada wanita yang sempat jadi menantunya itu. "Kamu nggak pantas mengatakan itu setelah ...
"Kamu bukan menantuku lagi. Camkan itu!"Monica mengepalkan tangannya dengan erat ketika mendengar perkataan Hendrawan. Hatinya itu terasa terbakar karena api cemburu dan mulai membatin, 'Dulu, pernikahanku dan Daniel bahkan nggak direstui. Tapi apa ini?! Pria tua bangka ini malah menganggap gadis kampungan itu sebagai calon menantu kesayangannya!'Di tengah perasaan cemburu yang pernah meluap-luap di dalam hati Monica, Sean yang ada di dalam mobil itu terlihat khawatir dan wajahnya menampakan rasa penasaran. Nadia yang melihatnya pun berkata, "Sean, coba liat Kakak. Ayo kita--""Mama kenapa marah-marah, Kak?" tanya bocah lelaki itu, memotong ucapan Nadia.Seketika Nadia langsung terdiam dan tak bisa menjawab sama sekali. Namun Sean segera menoleh ke arahnya dan menuntut jawaban, "Mama bilang mau ketemu Sean. Kenapa Papa melarang?"Mendengar pertanyaan itu lagi, Nadia merasakan sesal di dalam hatinya karena bagaimanapun juga dia tak mungkin menjelaskan keadaan yang tengah terjadi saat
"Kamu dan gadis sialan itu nggak boleh memiliki Sean!"Mendengar itu, Daniel hanya terdiam. Namun tatapan matanya terlihat semakin tajam dan detik berikutnya pria itu membuka suara, "Sean bukan barang." Ditatapnya lekat wajah sang mantan istri yang kini terlihat memerah, dengan cepat dia kembali menegaskan, "Berhenti sebelum aku benar-benar bertindak, Monica."Ada perasaan dingin yang kini mulai menjalar di dalam hati Monica karena bagaimanapun juga dia tahu dengan jelas bahwa mantan suaminya itu tak pernah ragu akan ucapannya sedikitpun. Dengan nalurinya dia mundur sedikit sambil mengepalkan tangannya dengan erat seraya bicara, "Percuma aja kamu mengancamku, Daniel. Aku nggak bakalan mundur." Dia menajamkan tatapannya seraya menambahkan, "Ingat peringatanku kali ini, kalau kamu menikah lagi, maka hak asuh akan jatuh ke tanganku."Seketika semua orang di sana terdiam tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Namun Martha yang sedari tadi memilih untuk diam kini melangkah maju seraya mengang
Mobil melaju dengan keadaan hening. Baik Daniel maupun Nadia, tak membuka mulutnya sedikitpun.Ada perasaan aneh yang muncul di dalam hati Nadia. Diam-diam, gadis itu melirik ke arah pria yang mengemudikan mobilnya dan membatin, 'Apa aku melakukan kesalahan? Kenapa dia keliatan marah?'Semenjak mereka berdua pergi dari studio, Daniel tak mengatakan apapun. Bahkan Martha dan Hendrawan juga pergi begitu saja dengan mobil lainnya sambil membawa Sean yang tertidur. Alih-alih membuat suasana jadi santai, Nadia juga diam. Dia sendiri bingung harus memulai percakapan dari mana. Disaat sedang memikirkan itu, Nadia sadar bahwa mobil berbelok ke arah lain. Seketika dia langsung menoleh dan menatap lekat Daniel. Meski begitu, dia lagi-lagi tak mengatakan apapun. 'Sebenarnya dia mau bawa aku kemana? Bukannya kita harusnya pulang?' batinnya bingung.Disaat memikirkan itu, Daniel melambatkan laju mobilnya dan berhenti tepat di salah satu taman. Pria itu pun beralih menatap Nadia, setelah mematikan
"Untuk saat ini, aku tidak tahu."Telinga Nadia terasa berdengung ketika mendapati jawaban yang tak sesuai dengan keinginannya. Gadis itu dengan cepat langsung mengalihkan pandangannya dan menggigit bibir bawahnya agar bisa menekan perasaannya yang kini mulai terasa sakit. 'Seharusnya dari awal aku nggak perlu menanyakan hal seperti ini,' batinnya.Dengan meremas tangannya perlahan, Nadia mencoba untuk bersikap baik-baik saja. 'Dari awal kami berdua memang nggak seharusnya bersatu,' pikirnya sambil tersenyum pahit dan kembali, 'Nadia ... kamu terlalu banyak bermimpi.'Dia menghela nafas perlahan dan segera bicara lagi, "Aku yakin kamu pasti masih mencintainya. Dan, aku juga nggak akan memaksa kamu untuk melupakannya." Nadia lantas menatap lekat Daniel dan kembali menambahkan sambil memasang senyuman tipis, "Dibandingkan denganku, kamu dan Monica jauh lebih serasi."Danil yang melihat ekspresi wajah gadis itu menyadari bahwa ada sesuatu yang salah. Dia pun membatin, 'Sepertinya dia berp
"Ada masalah apa? Kamu nggak bisa berbohong di hadapan Ibu."Nadia merasakan gemuruh di dadanya. Hanya dengan satu pertanyaan, telah berhasil membuatnya seketika langsung seolah-olah terombang-ambing dan dia hanya bisa terdiam. Gadis itu pun membatin, 'Gimana caranya aku mengatakan ini pada Ibu? Aku sendiri bahkan nggak yakin,' batinnya.Daniel yang telah selesai bercakap-cakap dengan perawat itu tampak melirik ke arah Nadia dan Ratna. 'Sepertinya mereka berdua sedang mengobrol serius,' pikirnya. Mengingat itu dia pun langsung mendekat sembari berkata, "Tante, saya ada urusan sebentar." Pandangannya kini beralih menatap Nadia dan menambahkan, "Aku akan keluar sebentar."Nadia yang membelakangi pria itu hanya mengangguk perlahan dan tak memiliki niat sedikitpun untuk menoleh. Ratna yang melihatnya pun hanya bisa tersenyum tipis dan mempersilahkan.Daniel segera berbalik dan menutup pintu ruangan rawat Ratna. Namun dia menghentikan langkahnya sejenak dan membatin, 'Kenapa rasanya ada se
"Saat ini kamu sebenarnya sedang merasa cemburu.""Cemburu?" tanya gadis itu dengan tatapan tak percaya. "Nggak mungkin!" elaknya seraya menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Nadia cuma ngerasa kesal, bukan cemburu."Melihat putrinya itu tampak kekeh dan menepi semua kenyataan, Ratna tak bisa menyembunyikan senyumannya. Dilihat dari segi manapun gadis itu memang terlihat sangat cemburu. "Mungkin saat ini kamu memang nggak menyadarinya." Wanita itu menjeda ucapannya sesaat dan kembali menatap lekat putrinya sambil memasang tatapan mengejek, "Tapi orang lain jelas-jelas menyadarinya, Nadia."Wajah Nadia seketika langsung berubah karena ketidaksenangan yang muncul di dalam hatinya. 'Mana mungkin aku merasa cemburu?' batinnya. Mau sampai kapanpun dia tak mungkin jatuh hati pada pria dingin seperti Daniel, begitulah anggapannya.Namun entah mengapa sekarang dia justru merasakan detak jantungnya semakin kencang. Nadia pun menyentuh dadanya dan menundukkan kepala perlahan, sebelum akhirnya