duh baper!
'H-hah? Dia senyum? Si gunung es itu beneran senyum? Aku nggak salah lihat, 'kan?!'Di tengah kebingungannya itu, Martha menariknya untuk mendekat. Tanpa basa-basi, wanita paruh baya itu langsung mendorongnya hingga berada tepat di samping Daniel."Berhubung udah cantik gini, gimana kalau kita ke studio?" Martha melirik ke arah suaminya dan kembali menambahkan, "Foto Nadia sama Daniel 'kan belum ada, Pa. Setuju 'kan sama Mama?"Sebelum Hendrawan menjawab, Sean lebih dulu menyela sambil mengangkat tangan kanannya. "Setuju!" teriaknya antusias. Dengan senyumannya yang sumringah, bocah lelaki itu berbalik dan menatap ayahnya. "Ayo kita foto, Pa!" tuturnya lagi sambil menyentuh tangan pria itu.Daniel yang mendengarnya hanya diam. Dia justru berbalik menatap Nadia, ingin tahu tanggapannya. Nadia yang mendapat tatapan itu tampak kikuk dan bicara dalam hatinya, 'Kenapa harus ngeliatin aku dulu? Dia bisa memutuskannya sendiri, 'kan?'Di tengah kebingungannya, sebuah tangan kecil yang hangat
"Nah, Nadia ... konsep yang ini bagus dan cocok sama kamu," ujar Martha sambil memperlihatkan sebuah foto dengan sepasang suami istri yang mengenakan pakaian berwarna putih terang.'Uhm, keliatannya bagus,' batin Nadia. Namun gadis itu tak lekas menjawab dan memilih untuk melirik ke arah Daniel karena bagaimanapun juga pria itu juga berhak untuk memilih.Daniel yang ternyata juga tengah memperhatikan tanpa basa-basi langsung menganggukkan kepalanya.Martha yang melihat itu tampak senang dan langsung memberitahu fotografer.Di saat ini, Daniel tiba-tiba saja menoleh ke arah Nadia dan menatapnya lekat, membuat gadis itu merasa sedikit kikuk seraya membatin, 'Kenapa dia sekarang hobi banget liatin aku?' batinnya.Ada perasaan yang menggelitik dan mulai muncul di dalam hati Nadia. Terkadang dia memang merasa risih karena sering diperhatikan oleh Daniel, namun gadis itu sendiri tak bisa menepis perasaan senang yang juga muncul dan membuatnya tanpa sadar senyum-senyum sendiri.Ketika Nadia t
"Kamu cantik kalau senyum."Nadia yang mendengar itu seketika langsung melototkan matanya dan memekik, "A-apa?!" Tanpa sadar gadis itu malah menghantamkan belakang kepalanya ke mulut Daniel. Seketika matanya kembali membulat dengan sempurna dan mencoba untuk meminta maaf, "Hah? Ma-maaf, aku nggak sengaja," lirihnya penuh penyesalan ketika melihat pria itu kini menutup mulutnya sambil memejamkan matanya sedikit. "Apa sakit? Ya Tuhan, maaf ... aku kaget karena kamu tadi ... tadi kamu ngomong aneh," lirihnya.Daniel yang melihat itu hanya diam, namun di balik telapak tangannya yang menutup sebagian wajahnya, pria itu diam-diam tersenyum.Martha dan Hendrawan yang melihat itu tampak kaget, apalagi calon menantunya kelihatan gelisah. Dengan cepat, wanita paruh baya itu segera mendekat dan bertanya, "Kamu nggak apa-apa, Nadia?"Nadia yang mendengar pertanyaan itu menggeleng pelan, "Aku nggak apa-apa, Tante. Tapi ..." Dia menjeda ucapannya sesaat dan berbalik menatap Daniel sembari berkata, "
"Jangan membuatku bertindak," ujar Daniel, dengan tatapan matanya yang semakin tajam.Namun wanita itu justru mengulas senyum tipis dan menarik tangannya kembali. Dia pun membatin, 'Sebegitu ketatnya kamu sampai mempermalukanku begini, Niel.' Setelah menarik napas dalam-dalam, Monica pun kembali bicara dengan santainya, "Memangnya aku melakukan apa?" tanyanya balik sambil menatap lekat Daniel. Wajah pria itu tampak semakin gelap. Namun sebelum mantan suaminya itu bisa mengatakan sesuatu, Monica dengan cepat langsung menyela, "Kamu mau bahas lagi soal perjanjian kita, huh? Masalah itu udah basi." Dengan melipat kedua tangannya tepat di depan dan memasang tatapan meremehkan, wanita itu menegaskan, "Gimanapun juga, kamu nggak bisa menghapus fakta kalau aku ini ibu kandung Sean.""Beraninya bicara seperti itu, hah?!" Martha berteriak sambil memasang wajah yang garang. Dia benar-benar tak habis pikir pada wanita yang sempat jadi menantunya itu. "Kamu nggak pantas mengatakan itu setelah ...
"Kamu bukan menantuku lagi. Camkan itu!"Monica mengepalkan tangannya dengan erat ketika mendengar perkataan Hendrawan. Hatinya itu terasa terbakar karena api cemburu dan mulai membatin, 'Dulu, pernikahanku dan Daniel bahkan nggak direstui. Tapi apa ini?! Pria tua bangka ini malah menganggap gadis kampungan itu sebagai calon menantu kesayangannya!'Di tengah perasaan cemburu yang pernah meluap-luap di dalam hati Monica, Sean yang ada di dalam mobil itu terlihat khawatir dan wajahnya menampakan rasa penasaran. Nadia yang melihatnya pun berkata, "Sean, coba liat Kakak. Ayo kita--""Mama kenapa marah-marah, Kak?" tanya bocah lelaki itu, memotong ucapan Nadia.Seketika Nadia langsung terdiam dan tak bisa menjawab sama sekali. Namun Sean segera menoleh ke arahnya dan menuntut jawaban, "Mama bilang mau ketemu Sean. Kenapa Papa melarang?"Mendengar pertanyaan itu lagi, Nadia merasakan sesal di dalam hatinya karena bagaimanapun juga dia tak mungkin menjelaskan keadaan yang tengah terjadi saat
"Kamu dan gadis sialan itu nggak boleh memiliki Sean!"Mendengar itu, Daniel hanya terdiam. Namun tatapan matanya terlihat semakin tajam dan detik berikutnya pria itu membuka suara, "Sean bukan barang." Ditatapnya lekat wajah sang mantan istri yang kini terlihat memerah, dengan cepat dia kembali menegaskan, "Berhenti sebelum aku benar-benar bertindak, Monica."Ada perasaan dingin yang kini mulai menjalar di dalam hati Monica karena bagaimanapun juga dia tahu dengan jelas bahwa mantan suaminya itu tak pernah ragu akan ucapannya sedikitpun. Dengan nalurinya dia mundur sedikit sambil mengepalkan tangannya dengan erat seraya bicara, "Percuma aja kamu mengancamku, Daniel. Aku nggak bakalan mundur." Dia menajamkan tatapannya seraya menambahkan, "Ingat peringatanku kali ini, kalau kamu menikah lagi, maka hak asuh akan jatuh ke tanganku."Seketika semua orang di sana terdiam tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Namun Martha yang sedari tadi memilih untuk diam kini melangkah maju seraya mengang
Mobil melaju dengan keadaan hening. Baik Daniel maupun Nadia, tak membuka mulutnya sedikitpun.Ada perasaan aneh yang muncul di dalam hati Nadia. Diam-diam, gadis itu melirik ke arah pria yang mengemudikan mobilnya dan membatin, 'Apa aku melakukan kesalahan? Kenapa dia keliatan marah?'Semenjak mereka berdua pergi dari studio, Daniel tak mengatakan apapun. Bahkan Martha dan Hendrawan juga pergi begitu saja dengan mobil lainnya sambil membawa Sean yang tertidur. Alih-alih membuat suasana jadi santai, Nadia juga diam. Dia sendiri bingung harus memulai percakapan dari mana. Disaat sedang memikirkan itu, Nadia sadar bahwa mobil berbelok ke arah lain. Seketika dia langsung menoleh dan menatap lekat Daniel. Meski begitu, dia lagi-lagi tak mengatakan apapun. 'Sebenarnya dia mau bawa aku kemana? Bukannya kita harusnya pulang?' batinnya bingung.Disaat memikirkan itu, Daniel melambatkan laju mobilnya dan berhenti tepat di salah satu taman. Pria itu pun beralih menatap Nadia, setelah mematikan
"Untuk saat ini, aku tidak tahu."Telinga Nadia terasa berdengung ketika mendapati jawaban yang tak sesuai dengan keinginannya. Gadis itu dengan cepat langsung mengalihkan pandangannya dan menggigit bibir bawahnya agar bisa menekan perasaannya yang kini mulai terasa sakit. 'Seharusnya dari awal aku nggak perlu menanyakan hal seperti ini,' batinnya.Dengan meremas tangannya perlahan, Nadia mencoba untuk bersikap baik-baik saja. 'Dari awal kami berdua memang nggak seharusnya bersatu,' pikirnya sambil tersenyum pahit dan kembali, 'Nadia ... kamu terlalu banyak bermimpi.'Dia menghela nafas perlahan dan segera bicara lagi, "Aku yakin kamu pasti masih mencintainya. Dan, aku juga nggak akan memaksa kamu untuk melupakannya." Nadia lantas menatap lekat Daniel dan kembali menambahkan sambil memasang senyuman tipis, "Dibandingkan denganku, kamu dan Monica jauh lebih serasi."Danil yang melihat ekspresi wajah gadis itu menyadari bahwa ada sesuatu yang salah. Dia pun membatin, 'Sepertinya dia berp