Selamat pagi selamat beraktivitas
Bab 45"Akhirnya, angsa pun hidup bahagia selamanya." Nadia lekas menutup buku dongeng yang baru saja dibacanya. Gadis itu kembali menatap lekat sosok bocah lelaki yang kini tampak berbaring tepat di sampingnya. Dia tampak mengerutkan kening karena sadar bocah kecil itu seolah-olah ingin mengatakan sesuatu. Akhirnya dia pun bertanya, "Ada apa, Sean?""Apa Kakak cinta sama Papa?"Pertanyaan Sean yang begitu mendadak itu seketika langsung mengejutkan Nadia. Wajah gadis itu seketika langsung dihiasi dengan keterkejutan. Bahkan tanpa sadar ada gurat kemerahan yang menghiasinya. "Eh, Sean kenapa tanya seperti itu?"Mata bocah itu menatap lekatnya dia dan dengan polosnya dia kembali berkata, "Sean cuma pengen Papa bahagia," lirihnya. Ada kesedihan yang jelas menghiasi wajah Sean, "Sean pengen lihat seseorang yang cinta sama Papa."Nadia yang mendengar itu hanya bisa terdiam karena terkejut. 'Ya Tuhan, aku bahkan nggak tahu dengan perasaanku ini. Nggak mungkin ini cinta, 'kan?' pikirnya saat
"Siapa?" tanya Daniel sambil mengerutkan keningnya ketika dia mendengar suara seseorang mengetuk pintu."Ini aku ... apa aku boleh masuk?"Pria itu tampak sedikit kaget ketika mendengar suara Nadia. 'Kenapa dia datang ke sini?' Meski merasa bingung, dia tak ingin membuang gadis itu menunggu. Dia lantas berdiri dari kursinya dan berjalan untuk membuka pintu, tepat di depan pintu sana dia melihat sosok seorang gadis yang membawa nampan berisi secangkir teh jahe yang mengepulkan asap.Nadia terlihat tersenyum canggung dan mulai bicara, "Tadi aku melihat lampu di ruangan ini masih menyala, jadi aku pikir kamu butuh teh jahe ini," ujarnya. Pandangan gadis itu beralih menatap nampan yang tengah di bawahnya dan kembali menambahkan, "Teh ini bagus supaya tubuhmu nggak terlalu lelah."Daniel yang mendengar itu tampak mengangguk pelan dan langsung menerimanya. "Terimakasih," ujarnya singkat.Saat melihat gadis itu melongok ke dalam ruang kerjanya, tiba-tiba sebuah ide melintas di kepalanya. "Ayo
"Huek!" Seorang gadis dengan kantung matanya yang hitam karena sejak semalam tak tidur nyenyak itu tampak menyeka mulutnya. Nadia merasa pusing. Entah mengapa sejak dini hari, perutnya terasa dikocok. Dia membatin, "Ughh ... rasanya aku nggak bakal bisa bangkit dari kasur.'Pandangannya beralih menatap ke arah jam dan sadar waktu berjalan semakin cepat. Dia menghela napas perlahan dan bergumam, "Apa Sean sudah bangun? Gimana kalau dia terlambat ke sekolah gara-gara aku?" Di tempat lain, Sean tampak menuruni tangga bersama dengan kepala pelayan. Daniel yang tengah menyeruput kopinya itu tampak mengerutkan kening. 'Dimana Nadia?' batinnya bertanya-tanya.Disaat tengah memikirkan itu, Sean yang telah duduk di kursinya tampak menatap sosok sang ayah. Bocah itu tiba-tiba bicara, "Kak Nadia lagi sakit, Pa."Mendengar itu, Daniel tampak kaget. Dia segera menoleh ke arah kepala pelayan, seakan meminta penjelasan. Anggun yang peka itu mengangguk pelan seraya membungkuk dan membenarkan perk
'Kenapa aku jadi peduli padanya? Rasa ini ... seolah bukan kepedulian semata.'Saat Daniel memikirkan itu tiba-tiba saja terdengar pintu diketuk, pria itu tampak menoleh dan mendapati seorang pelayan berdiri di sana sambil membawa nampan berisi sarapan. Daniel dengan cepat langsung mendekat dan meraih nampan itu. Dia segera berbalik tanpa menyadari ada kilatan aneh di mata pelayan itu ketika mengetahui adanya perhatian khusus untuk Nadia."Ayo makan," ujar Daniel, sembari duduk tepat di samping Nadia.Gadis itu tampak melirik sekilas dan dengan cepat langsung mengalihkan pandangannya ketika mencium aroma bubur ayam yang tiba-tiba saja membuatnya tak nyaman."Letakkan disitu saja, aku akan makan nanti," tolaknya.Melihat itu, Daniel mengerutkan keningnya. Dia lantas meletakkan semangkuk bubur itu kembali ke atas meja dan beralih menatap lekat Nadia.Tanpa banyak bicara pria itu tiba-tiba meraih kedua bahu Nadia dan membuat gadis itu tampak terkejut. Sebelum Nadia bisa bereaksi, Daniel
"Apa kamu cemburu?"Nadia yang mendengar pertanyaan itu seketika langsung memasang wajah terkejut. Dia dengan cepat langsung menjawab sambil menggelengkan kepalanya, "Ma-mana mungkin aku cemburu? Itu nggak benar," elaknya. "Aku cuma nggak mau kamu telat ke kantor," kilahnya lagi. Meski Nadia mengatakan itu, tapi dia tak bisa mengelabui Daniel. Pria yang mendengar jawaban gadis itu justru semakin mendekatinya dan menatap lekat Nadia sambil berkata, "Kalau cemburu, katakan saja."Wajah Nadia seketika langsung merah seperti tomat dan gadis itu dengan cepat langsung memalingkan kepalanya. Dia pun membatin, 'Astaga! Siapa juga yang cemburu? Ish! Ngeselin banget!' batinnya. Di saat tengah membatin dalam hati, sebuah tangan tiba-tiba saja meraih dagu Nadia dan memaksa gadis itu untuk menoleh. Seketika pandangannya itu langsung melekat tepat pada bola mata hitam milik Daniel, bertatapan cukup lama hingga membuat jantungnya berdetak semakin kencang.Dengan tatapannya yang semakin serius, Dani
"Apa?" Daniel tak percaya dengan hal yang baru saja didengarnya. Matanya kini tampak semakin tajam karena tahu bahwa ternyata seseorang yang telah membocorkan informasi mengenai dirinya yang akan menikah dengan Nadia. Dia pun membatin, 'Ternyata selama ini aku sudah kecolongan sampai seekor tikus bisa masuk dan membuat lubang di rumahku,' batinnya. Detik berikutnya, dia langsung memberikan perintah pada Anggun, "Amankan orang itu," perintahnya."Baik, Tuan." Setelahnya Daniel langsung memutuskan sambungan telepon dan berbalik menatap asistennya yang baru saja bertanya padanya. Dion yang tak mendengarkan jawaban dari atasannya itu seketika langsung bertanya lagi, "Apa ada masalah, Bos?"Daniel memilih untuk diam beberapa detik karena saat ini dia masih dilanda oleh amarah. Namun detik berikutnya dia langsung menoleh dan menatap lekat Dion sembari memerintahkan, "Handle semua pekerjaan hari ini sementara waktu," perintahnya dengan sedikit menuntut.Dion yang mendapatkan perintah mendad
"Sialan! Bagaimana mungkin ini terjadi?!" teriak seorang wanita yang baru saja selesai dirias. Tangan Monica seketika langsung bergetar hebat ketika mendengar dari manajernya mengenai pembatalan proyek besar yang baru saja dibahas kemarin lusa. Manajernya itu tanpa gelisah sambil mengacak-acak rambutnya karena dia pun baru saja mendapatkan kabar mengenai pembatalan show yang seharusnya memperlihatkan sosok Monica. Dia dengan cepat kembali menatap sosok wanita yang baru saja berteriak marah itu dan kembali bicara, "Monica, apa kau membuat masalah atau menyinggung seseorang?" tanyanya dengan pandangan curiga karena ini bukan pertama kalinya tiba-tiba saja terjadi sesuatu yang begitu mengejutkan. "Bukan hanya show hari ini saja yang di cancel, tapi pertunjukan lusa dibatalkan!"Monica yang mendapatkan pertanyaan dari manajernya itu tak menjawab sama sekali dan memilih untuk memalingkan wajahnya. 'Ini bukan salahku! Emangnya siapa yang akan bertindak bodoh dan sengaja membuat karirnya jad
"Ibu?!" Nadia tampak melotot ketika melihat ibunya itu bangun dari ranjang dan kini tengah berusaha untuk berjalan. Gadis itu dengan cepat langsung menghampiri ibunya sambil mengerutkan kening dan wajahnya dipenuhi dengan kekhawatiran. Ratna yang tengah fokus untuk melangkahkan kakinya itu seketika langsung menoleh dan dia berusaha untuk tersenyum agar bisa menenangkan anaknya sembari berkata, "Oh, kamu datang hari ini?"Bukannya menjawab pertanyaan dari ibunya, Nadia justru meletakkan barang bawaannya dan langsung meraih kedua Ratna, memaksa wanita paruh baya itu untuk kembali duduk. "Jangan banyak bergerak dulu, Bu," potong gadis itu ketika sadar bahwa ibunya berniat untuk melayangkan protes. Ratna yang mendengarnya pun seketika langsung terdiam, namun wanita itu tak bisa menyembunyikan senyumannya ketika melihat putrinya yang mengkhawatirkannya. Tangannya terulur perlahan dan mengelus pelan kepala Nadia, membuat gadis itu seketika menoleh. Sebelumnya dia bisa mengatakan apapun,