Sean lucu ya?
"Siapa?" tanya Daniel sambil mengerutkan keningnya ketika dia mendengar suara seseorang mengetuk pintu."Ini aku ... apa aku boleh masuk?"Pria itu tampak sedikit kaget ketika mendengar suara Nadia. 'Kenapa dia datang ke sini?' Meski merasa bingung, dia tak ingin membuang gadis itu menunggu. Dia lantas berdiri dari kursinya dan berjalan untuk membuka pintu, tepat di depan pintu sana dia melihat sosok seorang gadis yang membawa nampan berisi secangkir teh jahe yang mengepulkan asap.Nadia terlihat tersenyum canggung dan mulai bicara, "Tadi aku melihat lampu di ruangan ini masih menyala, jadi aku pikir kamu butuh teh jahe ini," ujarnya. Pandangan gadis itu beralih menatap nampan yang tengah di bawahnya dan kembali menambahkan, "Teh ini bagus supaya tubuhmu nggak terlalu lelah."Daniel yang mendengar itu tampak mengangguk pelan dan langsung menerimanya. "Terimakasih," ujarnya singkat.Saat melihat gadis itu melongok ke dalam ruang kerjanya, tiba-tiba sebuah ide melintas di kepalanya. "Ayo
"Huek!" Seorang gadis dengan kantung matanya yang hitam karena sejak semalam tak tidur nyenyak itu tampak menyeka mulutnya. Nadia merasa pusing. Entah mengapa sejak dini hari, perutnya terasa dikocok. Dia membatin, "Ughh ... rasanya aku nggak bakal bisa bangkit dari kasur.'Pandangannya beralih menatap ke arah jam dan sadar waktu berjalan semakin cepat. Dia menghela napas perlahan dan bergumam, "Apa Sean sudah bangun? Gimana kalau dia terlambat ke sekolah gara-gara aku?" Di tempat lain, Sean tampak menuruni tangga bersama dengan kepala pelayan. Daniel yang tengah menyeruput kopinya itu tampak mengerutkan kening. 'Dimana Nadia?' batinnya bertanya-tanya.Disaat tengah memikirkan itu, Sean yang telah duduk di kursinya tampak menatap sosok sang ayah. Bocah itu tiba-tiba bicara, "Kak Nadia lagi sakit, Pa."Mendengar itu, Daniel tampak kaget. Dia segera menoleh ke arah kepala pelayan, seakan meminta penjelasan. Anggun yang peka itu mengangguk pelan seraya membungkuk dan membenarkan perk
'Kenapa aku jadi peduli padanya? Rasa ini ... seolah bukan kepedulian semata.'Saat Daniel memikirkan itu tiba-tiba saja terdengar pintu diketuk, pria itu tampak menoleh dan mendapati seorang pelayan berdiri di sana sambil membawa nampan berisi sarapan. Daniel dengan cepat langsung mendekat dan meraih nampan itu. Dia segera berbalik tanpa menyadari ada kilatan aneh di mata pelayan itu ketika mengetahui adanya perhatian khusus untuk Nadia."Ayo makan," ujar Daniel, sembari duduk tepat di samping Nadia.Gadis itu tampak melirik sekilas dan dengan cepat langsung mengalihkan pandangannya ketika mencium aroma bubur ayam yang tiba-tiba saja membuatnya tak nyaman."Letakkan disitu saja, aku akan makan nanti," tolaknya.Melihat itu, Daniel mengerutkan keningnya. Dia lantas meletakkan semangkuk bubur itu kembali ke atas meja dan beralih menatap lekat Nadia.Tanpa banyak bicara pria itu tiba-tiba meraih kedua bahu Nadia dan membuat gadis itu tampak terkejut. Sebelum Nadia bisa bereaksi, Daniel
"Apa kamu cemburu?"Nadia yang mendengar pertanyaan itu seketika langsung memasang wajah terkejut. Dia dengan cepat langsung menjawab sambil menggelengkan kepalanya, "Ma-mana mungkin aku cemburu? Itu nggak benar," elaknya. "Aku cuma nggak mau kamu telat ke kantor," kilahnya lagi. Meski Nadia mengatakan itu, tapi dia tak bisa mengelabui Daniel. Pria yang mendengar jawaban gadis itu justru semakin mendekatinya dan menatap lekat Nadia sambil berkata, "Kalau cemburu, katakan saja."Wajah Nadia seketika langsung merah seperti tomat dan gadis itu dengan cepat langsung memalingkan kepalanya. Dia pun membatin, 'Astaga! Siapa juga yang cemburu? Ish! Ngeselin banget!' batinnya. Di saat tengah membatin dalam hati, sebuah tangan tiba-tiba saja meraih dagu Nadia dan memaksa gadis itu untuk menoleh. Seketika pandangannya itu langsung melekat tepat pada bola mata hitam milik Daniel, bertatapan cukup lama hingga membuat jantungnya berdetak semakin kencang.Dengan tatapannya yang semakin serius, Dani
"Apa?" Daniel tak percaya dengan hal yang baru saja didengarnya. Matanya kini tampak semakin tajam karena tahu bahwa ternyata seseorang yang telah membocorkan informasi mengenai dirinya yang akan menikah dengan Nadia. Dia pun membatin, 'Ternyata selama ini aku sudah kecolongan sampai seekor tikus bisa masuk dan membuat lubang di rumahku,' batinnya. Detik berikutnya, dia langsung memberikan perintah pada Anggun, "Amankan orang itu," perintahnya."Baik, Tuan." Setelahnya Daniel langsung memutuskan sambungan telepon dan berbalik menatap asistennya yang baru saja bertanya padanya. Dion yang tak mendengarkan jawaban dari atasannya itu seketika langsung bertanya lagi, "Apa ada masalah, Bos?"Daniel memilih untuk diam beberapa detik karena saat ini dia masih dilanda oleh amarah. Namun detik berikutnya dia langsung menoleh dan menatap lekat Dion sembari memerintahkan, "Handle semua pekerjaan hari ini sementara waktu," perintahnya dengan sedikit menuntut.Dion yang mendapatkan perintah mendad
"Sialan! Bagaimana mungkin ini terjadi?!" teriak seorang wanita yang baru saja selesai dirias. Tangan Monica seketika langsung bergetar hebat ketika mendengar dari manajernya mengenai pembatalan proyek besar yang baru saja dibahas kemarin lusa. Manajernya itu tanpa gelisah sambil mengacak-acak rambutnya karena dia pun baru saja mendapatkan kabar mengenai pembatalan show yang seharusnya memperlihatkan sosok Monica. Dia dengan cepat kembali menatap sosok wanita yang baru saja berteriak marah itu dan kembali bicara, "Monica, apa kau membuat masalah atau menyinggung seseorang?" tanyanya dengan pandangan curiga karena ini bukan pertama kalinya tiba-tiba saja terjadi sesuatu yang begitu mengejutkan. "Bukan hanya show hari ini saja yang di cancel, tapi pertunjukan lusa dibatalkan!"Monica yang mendapatkan pertanyaan dari manajernya itu tak menjawab sama sekali dan memilih untuk memalingkan wajahnya. 'Ini bukan salahku! Emangnya siapa yang akan bertindak bodoh dan sengaja membuat karirnya jad
"Ibu?!" Nadia tampak melotot ketika melihat ibunya itu bangun dari ranjang dan kini tengah berusaha untuk berjalan. Gadis itu dengan cepat langsung menghampiri ibunya sambil mengerutkan kening dan wajahnya dipenuhi dengan kekhawatiran. Ratna yang tengah fokus untuk melangkahkan kakinya itu seketika langsung menoleh dan dia berusaha untuk tersenyum agar bisa menenangkan anaknya sembari berkata, "Oh, kamu datang hari ini?"Bukannya menjawab pertanyaan dari ibunya, Nadia justru meletakkan barang bawaannya dan langsung meraih kedua Ratna, memaksa wanita paruh baya itu untuk kembali duduk. "Jangan banyak bergerak dulu, Bu," potong gadis itu ketika sadar bahwa ibunya berniat untuk melayangkan protes. Ratna yang mendengarnya pun seketika langsung terdiam, namun wanita itu tak bisa menyembunyikan senyumannya ketika melihat putrinya yang mengkhawatirkannya. Tangannya terulur perlahan dan mengelus pelan kepala Nadia, membuat gadis itu seketika menoleh. Sebelumnya dia bisa mengatakan apapun,
"Kamu cemburu, Nadia?"Mata gadis itu seketika tampak membulat dengan sempurna ketika mendapatkan pertanyaan yang sama seperti Daniel. "Apa? Cemburu?" tanyanya dengan tatapan tak percaya. "Nggak mungkin!" kekeuhnya.Tapi Ratna yang mendengar itu justru tertawa pelan dan berkata, "Mungkin sekarang kamu bisa bilang tak cemburu, Nad." Dia menatap lekat anaknya itu sembari menambahkan dan mencoba untuk meyakinkannya, "Tapi Ibu yakin kalau sebenarnya jauh di dalam lubuk hatimu itu memiliki perasaan yang berbeda untuk Daniel."Ketika Nadia berniat untuk menyangkalnya, Ratna dengan cepat langsung menambahkan, "Terkadang kita memang sulit menyadari perasaan diri sendiri."Nadia yang mendengar itu seketika langsung terdiam. Gadis itu pun mulai membatin, 'Benarkah? Apa aku tak sadar dengan perasaanku sendiri?' batinnya bertanya-tanya. 'Tapi kayaknya aku nggak mungkin jatuh cinta sama pria dingin itu. Ya … meski dia memang tampan dan akhir-akhir ini perhatian.' Memikirkan itu, ada sedikit perasaa
"Bagaimana perasaan kamu? Apa sudah lega?" Daniel bertanya pada Nadia yang saat ini memakai gaun berwarna marron, yang membuat dia nampak elegan.Nadia menghela nafas panjang dan kemudian menarik kedua sudut bibirnya. "Tentu saja, rasanya plong banget!" ucapnya dengan mata berbinar.Daniel tersenyum lega juga, karena bahagia Nadia tentu bahagianya juga. "Aku nggak mau lagi keras kepala deh! Yang kamu bilang, memang bener banget!" Nadia kecuali berucap, dia menyesalkan kejadian di kampus. Jika saja dulu dia mengikuti perkataan Daniel, tentu kejadian memalukan dan menyesakkan di kampus itu tak akan pernah terjadi. Keras kepala Nadia ternyata berakhir dengan derita saat ini. Daniel mengacak sedikit rambut Nadia karena merasa sangat gemas saat itu. Tak ayal hal itu langsung membantu Nadia protes. "Duh jail banget sih!? Kalau sampai riasan ini rusak, kamu harus tanggung jawab!" seru Nadia kesal. Daniel malah terkekeh dan malah memencet hidung Nadia. "Salah sendiri menggemaskan! Nanti m
"Kak, aku ingin bicara sama kamu. Penting."Pagi itu, Nadia menemui Alvin ketika kelas belum dimulai.Alvin menarik sudut bibirnya, senyum manis terpancar disana. "Tumben. Ok! Mau kapan?"Dari raut wajahnya nampak jika saat ini Alvin merasa sangat senang.Pemuda itu pun sebenarnya bingung tetapi juga bercampur dengan rasa bahagia. Selama ini Nadia selalu saja menghindar darinya, tetapi kini malah sang gadis pujaan hati itu mengajaknya bicara. Ini bukan mimpi kan?"Sekarang! Ayo!" Nadia yang masih nampak kecewa dengan wajah seriusnya pun langsung berjalan tanpa memperdulikan banyak mata yang sampai saat ini masih nampak menatap sinis padanya. Tanpa banyak tanya lagi Alvin pun mengekori dari belakang."Lo mau ngajak gue kemana sih?" tanya Alvin ketika Nadia malah menuju ke area parkiran. "Kenapa ngobrolnya nggak di tempat yang privat aja?"Nadia mendengus kasar dan sesaat menoleh sebentar ke belakang. " Jangan banyak tanya! Bentar lagi sampai!" Kemudian dia pun meneruskan langkahnya.S
"Daniel! Mengapa kamu merahasiakan semua ini dari mama dan papa?" Ketika Daniel baru saja sampai di rumah, Martha dan Hendrawan pun langsung menghampiri putranya itu. Mengejar dengan banyak pertanyaan yang intinya mereka merasa tak suka jika Daniel terus menyembunyikan apa pun tentang Nadia."Rahasia ap---" Daniel mencoba mengelak karena memang sebenarnya dia belum mengerti, beberapa hal yang terjadi di kantor membuatnya harus sedikit melupakan tentang yang terjadi di rumah.Martha langsung memotong ucapan anaknya itu. " Nadia di teror dan difitnah seperti itu, tapi kenapa sepertinya kamu malah tenang tenang saja?" Wanita tua itu tak dapat menyembunyikan raut wajahnya yang khawatir. Nadia menghampiri ketiga orang yang masih berdiri di ambang pintu itu, ada rasa tak enak karena sang suami menjadi bahan kemarahan orang tuanya karena dia."Maaf, tadi aku memang sudah menceritakan semuanya pada Mama," tukas Nadia yang seperti biasa malah merasa bersalah.Daniel menarik kedua sudut bibir
"Apa aku sekarang juga harus mengatakan semuanya ya?" Nadia makin bimbang saat ini. Dua pilihan yang nyatanya membuat dia merasa sangat dilema. Pilihan A akan membuat semua orang di kampus mengetahui jati dirinya dan itu berarti akan membuat semua orang mengetahui jika dia bukan dari kalangan biasa. Tetapi dengan begitu justru akan membuat dia lebih tenang menjalani perkuliahan. Sedangkan pilihan B, dengan diam dan membiarkan semua orang menganggapnya misterius, justru mungkin akan membuat berita keliru itu semakin menjadi-jadi saja. Sempat terbersit dalam pikiran Nadia untuk tak lagi melanjutkan kuliah dan fokus pada keluarganya. Tetapi itu sama saja artinya dengan dia menghapus mimpi dan cita-cita yang dulu pernah dia pupuk semenjak kecil."Kenapa kamu terlihat sedih, Sayang?"Ketika Nadia sendang melamun seperti itu, terdengar suara lembut Martha. Sang mertua yang baik hati itu ternyata kini sudah berada tepat di sampingnya."Ah Mama." Dengan sigap Nadia pun langsung menyalami
Putri mengepalkan tangannya dengan arah ketika merasakan sesuatu mulai terbakar di hatinya. Dia tak terima sama sekali setelah mendengar perkataan Alvin dan itu sudah berhasil membuat hatinya sangat sakit."Kak Alvin kenapa masih belain dia? Nadia itu …" Putri merasa tak kuasa untuk melanjutkan ucapannya, dia hanya bisa menahan diri dan memalingkan wajahnya.Namun Alvin tahu dengan jelas apa yang ingin dikatakan oleh Putri dan dia dengan cepat pun langsung menegaskan segalanya sambil meraih tangan kanan Nadia. "Nggak peduli gimana masa lalunya, gue bakalan tetap suka sama dia dan perasaan ini nggak bakalan berubah," tuturnya.Nadia terlihat sedikit kaget ketika mendapatkan perlakuan itu dan tentu saja dia sekarang berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman Alvin.Perkataan Alvin barusan terlalu berlebihan dan mengisyaratkan bahwa dia akan melakukan apapun demi bisa mendapatkannya.Nadia merasa kalau ini semua tak benar dan dia harus kembali meluruskannya. Tapi yang paling penting
"Jangan bawa-bawa namaku untuk memvalidasi akal busukmu!"Putri dan Alvin seketika langsung menoleh, mereka berdua mendapati sosok Nadia. Nadia berjalan mendekat dengan langkah yang dipenuhi dengan amarah. Sudah cukup rasanya karena sejak tadi dia memang telah mendengarkan perkataan Putri dan itu sudah berhasil membuatnya merasa sangat kecewa karena sempat menganggapnya sebagai teman."Aku pikir kamu nggak pernah memiliki niatan buruk untuk menghancurkanku sampai seperti ini, Put. Aku pikir kamu benar-benar menganggapku sebagai teman. Tapi apa?"Putri terlihat kaget, tapi dia dengan cepat langsung mengelaknya. "Ngomong apaan sih?! Jangan–""Aku sudah punya buktinya dan aku bahkan juga tahu kalau kamu membayar seseorang untuk mencelakaiku, kan?" Bersamaan dengan perkataannya itu, Nadia segera memberikan bukti-bukti yang akurat dan menambahkan, "Aku nggak nyangka kalau kamu bisa bertindak seperti ini untuk menghancurkanku. Apa aku pernah melakukan kesalahan padamu?"Hubungan keduanya da
"Bawa orangnya ke hadapan Bos!" Dion segera memerintahkan setelah dia berhasil menangkap pelaku yang sedari awal memang dicurigai telah meneror Nadia.Dua pasang bodyguard yang memang sudah berhasil menangkap pelakunya itu pun segera mematuhi perintah dari Dion, mendekat ke sebuah kereta versi berwarna hitam pekat.Nadia dan Daniel sedari tadi sudah menunggu tepat di dalam mobil. Jantung Nadia terasa berdetak semakin kencang karena memang dia sangat ingin tahu pelaku yang telah tega membuatnya jadi dibenci banyak orang.Suara ketukan di kaca mobil telah menyadarkan Daniel dan Nadia. Daniel melirik ke arah sang istri sambil meremas tangannya perlahan karena dia tahu dengan jelas bagaimana perasaan Nadia. Dia mencoba untuk tetap kuat dan juga tegar sambil tersenyum tipis, "Semuanya pasti baik-baik aja, Nadia. Keinginan kamu terkabul dan kita berhasil menangkap pelakunya. Kamu sudah siap untuk melihatnya?""Iya," jawab Nadia dengan singkat. Pandangan matanya itu terlihat semakin tajam dan
"Itu orangnya! Bener kan dia? Wah gila … nggak nyangka banget kalau dia cewek kayak gitu," tutur salah satu mahasiswa sambil menatap Nadia dan memandangnya dengan tajam.Nadia yang kebetulan sedang melangkahkan kakinya setelah dia sampai di kampus itu pun tampak mengerutkan kening karena sadar saat ini menjadi bahan omongan.Ketika Nadia sedang merasa bingung seperti itu tiba-tiba saja seseorang menarik tangannya, membawanya ke tempat yang sedikit sepi."Kak Alvin? Lepasin!""Gue nggak bakalan lepasin lo di sini sebelum kita bisa bicara berdua," tolaknya. Alvin lantas mengedarkan pandangannya ke sekeliling dan sadar bahwa sekarang tak ada terlalu banyak mahasiswa yang sedang memperhatikan. Dia langsung berbalik untuk menatap Nadia dengan lekat dan berkata, "Lo … ngapain lo malah datang ke kampus?""Apa?" Nadia merasa bingung dengan pertanyaan yang baru dilontarkan oleh Alvin dan sontak saja dia mencoba untuk menepis tangan pria itu karena tak suka jika disentuh seenaknya. "Kenapa pula
"Cukup!" Putri langsung memotong perkataan Nadia. Napasnya memburu naik turun bersamaan dengan emosi yang semakin menggebu-gebu. "Padahal aku baru aja maafin kamu, tapi sekarang malah kayak gini lagi. Kalau kamu emang nggak percaya, mendingan kita nggak usah temenan lagi aja."Sesuatu terasa sakit di dalam hati Nadia karena memang selama ini temannya hanyalah Putri.Tapi dia tak mencegahnya sama sekali dan melepaskan cengkramannya dari pergelangan tangan Putri. Selalu meremas tangan kanannya sendiri dan menekan perasaannya sampai mengangkat kepalanya setelah sudah siap, "Maaf, aku harusnya emang nggak merasa curiga kayak gini. Tapi aku juga nggak akan memaksa kamu untuk tetap berteman denganku.""Oh?" Putri terlihat sedikit terkejut. Tapi dia kini tertawa sinis. "Harusnya dari awal aku dengerin perkataan teman-teman yang lain aja. Kamu emang nggak sepantasnya punya teman apalagi ada di kampus ini," tambahnya.Nadia seperti mendengar suara hatinya retak. Kenapa Putri sampai mengatakan h