"Kamu cemburu, Nadia?"Mata gadis itu seketika tampak membulat dengan sempurna ketika mendapatkan pertanyaan yang sama seperti Daniel. "Apa? Cemburu?" tanyanya dengan tatapan tak percaya. "Nggak mungkin!" kekeuhnya.Tapi Ratna yang mendengar itu justru tertawa pelan dan berkata, "Mungkin sekarang kamu bisa bilang tak cemburu, Nad." Dia menatap lekat anaknya itu sembari menambahkan dan mencoba untuk meyakinkannya, "Tapi Ibu yakin kalau sebenarnya jauh di dalam lubuk hatimu itu memiliki perasaan yang berbeda untuk Daniel."Ketika Nadia berniat untuk menyangkalnya, Ratna dengan cepat langsung menambahkan, "Terkadang kita memang sulit menyadari perasaan diri sendiri."Nadia yang mendengar itu seketika langsung terdiam. Gadis itu pun mulai membatin, 'Benarkah? Apa aku tak sadar dengan perasaanku sendiri?' batinnya bertanya-tanya. 'Tapi kayaknya aku nggak mungkin jatuh cinta sama pria dingin itu. Ya … meski dia memang tampan dan akhir-akhir ini perhatian.' Memikirkan itu, ada sedikit perasaa
"Bos, mobilnya sudah siap. Kita bisa berangkat meeting sekarang di Senja Corporation." Dion segera mengkonfirmasikan persiapan meeting pada Daniel. Tak lupa sambil memperlihatkan dokumen yang harus dibawanya untuk presentasi nanti.Pria yang tengah menutup laptopnya itu mengangguk pelan. Tanpa banyak bicara, dia langsung berjalan lebih dulu. Sedangkan sang asisten berjalan tepat di belakangnya sambil membawakan tas kerja dan juga dokumen.Ketika masuk ke dalam lift, Dion kembali menjelaskan jadwal padat hari ini, mengingat 3 hari lagi atasannya itu akan menikah."Setelah meeting, kita harus pergi untuk menindak lanjuti proyek dengan perusahaan penyokong material, Bos. Lalu setelah makan siang, kita harus mengawasi proyek pembangunan cabang perusahaan baru," jelasnya.Daniel mengangguk pelan, dia melirik ke arah jam tangannya. Dua jam lagi waktunya makan siang dan entah mengapa dia tiba-tiba saja teringat akan Nadia. 'Apa gadis itu makan dengan baik?' pikirnya.Di saat yang sama, pintu
"Monica, kamu kemana saja? Lagi ada banyak masalah seperti ini, harusnya kamu stay di perusahaan!" Manajer tampak memelototkan matanya pada sosok wanita yang baru saja masuk ke dalam ruangan. Namun, Monica tak menjawabnya sama sekali dan langsung duduk. Wanita itu menghela nafas, tangannya terkepal kencang mengingat perilaku mantan suaminya yang telah tega membuatnya jadi kesulitan."Kenapa diam saja? Kamu harusnya cari solusi! Kita kehilangannya banyak klien dalam waktu sekejap tanpa alasan yang jelas," sinis manajer itu lagi. Dia semakin tak suka dengan sikap Monica, yang selalu saja menggampangkan sesuatu dan tak menghormatinya sama sekali.Mendengar itu, Monica memutar bola matanya dengan malas. Dia sangat enggan berurusan dengan masalah seperti ini."Gunanya manajer untuk apa? Aku hanya perlu merawat diri dan melakukan yang terbaik. Kalau nyari solusi, cari sendiri!"Wajar manajer tampak merah, dia sangat marah ketika mendengar perkataan Monita dan langsung memukul meja hingga m
"Tante Martha?" Nadia tampak mengerutkan telinga ketika melihat sosok wanita paruh baya yang tak asing. Dia yang baru saja memanggil perawat agar bisa mengganti infus ibunya seketika langsung mendekat pada Martha, wanita paruh baya itu kini berada tepat di depan pintu ruang rawat Ratna. "Tante ada disini? Sama siapa?" tanyanya, berpikir kalau Daniel yang mengajaknya."Ah, Tante datang ke sini sama ... itu! Pa, sini!" ujar wanita paruh baya itu seraya melambaikan tangannya pada Hendrawan.Seketika pria paruh baya itu tampak mendongakkan kepalanya dan segera mendekat. Pria paruh baya itu pun segera menjelaskan alasan kedatangannya kemari bersama dengan sang istri."Kami datang kemari untuk menjenguk ibumu. Apa beliau sibuk?"Nadia segera menggelengkan kepalanya dan membuka pintu sembari berkata, "Mari Tante, Om ... silahkan masuk."Ratna yang baru saja meminum obatnya itu tampak menoleh sambil mengerutkan kening. Dia hampir saja turun dari ranjang, namun untungnya sang putri dengan cepat
"Nadia, masuklah."Nadia tampak mendongakkan kepalanya ketika mendengar namanya itu dipanggil dan dia melihat sosok Martha. Seketika gadis itu langsung bangkit dan mendekat ke arah pintu ruang rawat ibunya sembari bertanya, "Sudah selesai, Tante?"Martha menganggukkan kepalanya perlahan. Kedua wanita itu segera masuk. Kali ini, Hendrawan tampak bangkit dari kursi karena mendapatkan telepon. Entah apa yang tengah terjadi, tapi pria paruh baya itu terlihat sedikit panik.Martha yang menyadari kekhawatiran Nadia ketika melihat Hendrawan, seketika langsung mencoba untuk menghiburnya dan berkata, "Biarkan saja, Nad. Papa emang sibuk banget sama urusan kantor. Paling masalah internal," jelasnya.Nadia hanya bisa tersenyum tipis ketika mendengar itu. Dia berbalik menatap ibunya yang kini duduk dan tersenyum tipis di ranjangnya."Ibu mau minum?"Ratna menggelengkan kepalanya perlahan. "Nggak, duduklah. Ibu mau bicara sama kamu," ujarnya.Gadis itu seketika terlihat mengerutkan keningnya ketika
"Pa, ada sesuatu yang perlu kamu tahu." Martha baru saja masuk ke dalam mobil itu segera mengatakan hal yang telah membuatnya terganggu.Hendrawan dengan cepat langsung menoleh dan menatap lekat istrinya itu sambil mengerutkan kening seraya bertanya balik, "Ada apa, Ma?"Marta menghela nafas berat, menatap lekat suaminya itu dan mulai menjelaskan segala masalah yang tengah terjadi."Monica sudah berani menemui Ratna."Mata Hendrawan seketika tampak membulat dengan sempurna ketika mendengar itu. "Apa?!" pekiknya tak percaya dengan kata-kata istrinya itu mengingat bahwa selama ini putranya telah mengandalkan keamanan di sekitar rumah sakit agar tak ada orang-orang yang bisa mengganggu. "Mana mungkin, Ma? Siapa yang bilang?"Martha menghilangkan nafas berat ketika sang suami tak mempercayainya dan justru paling mempertanyakan tentang informasi yang baru saja diberikannya itu."Emangnya Mama kelihatan sedang berbohong atau mengada-ada?" Dia menatap lekat sang suami dan meminta pria itu unt
"A-apa yang mau kamu lakukan?"Mendapat pertanyaan dari Nadia dan menyadari bahwa wajah gadis itu kini tampak merona, Daniel terdiam sejenak. 'Apa gadis ini berpikiran mesum?' pikirnya.Tanpa banyak bicara, Daniel langsung menarik tali seat belt yang masih belum terpasang dengan baik di tubuh Nadia.Seketika pikiran gadis itu langsung buyar ketika sadar bahwa ternyata dia telah memikirkan sesuatu yang salah. Wajahnya itu justru terasa semakin panas dan dia tak berani untuk menatap Daniel. Namun pria itu tiba-tiba saja berkata lirih seolah-olah berbisik dan menggodanya secara terang-terangan, "Mesum!"Meski hanya kalimat singkat, itu telah berhasil memporak-porandakan perasaan Nadia. 'Dia bilang aku mesum? Apa maksudnya itu?!'Kesal, Nadia segera melipat kedua tangannya tepat di depan dada. Dia memalingkan wajahnya dan benar-benar tak mau menatap Daniel.Sedangkan pria itu diam-diam tersenyum tipis ketika melihat kelakuan Nadia. Dia yang menekan pedal gas itu pun kembali membatin, 'Lu
Bab 60."Argh! Kenapa aku malah mengatakan hal aneh, sih?!" Nadia mengacak-acak rambutnya sendiri setelah gadis itu tiba tepat di kamarnya. Dia merasa sangat kesal dan juga menyesal karena telah mengatakan sesuatu yang aneh pada Daniel. "Dia bahkan sampai nggak bisa membalas ucapanku sama sekali," gumamnya lirih.Nadia mengusap wajahnya dengan kasar, merasa bodoh karena telah mengatakan sesuatu yang aneh. "Hah, menyesal juga percuma. Sekarang, aku pasti benar-benar terlihat aneh di mata Daniel."Nadia menggigit bibir bawahnya perlahan. Gadis itu lantas merebahkan dirinya di atas tempat tidur untuk beristirahat sejenak. Sesaat pandangannya itu kini mengarah tepat pada langit-langit kamar dan mulai berpikir dalam hati, 'Dia selalu saja bikin aku jadi bingung. Sebenarnya apa yang dia mau?' Di saat tengah memikirkan itu, ponselnya tiba-tiba saja berdering nyaring. Dia tampak mengerutkan keningnya sejenak sebelum meraih benda pipih itu dan menatap layar ponsel yang menyala, ada panggilan m