Bab 60."Argh! Kenapa aku malah mengatakan hal aneh, sih?!" Nadia mengacak-acak rambutnya sendiri setelah gadis itu tiba tepat di kamarnya. Dia merasa sangat kesal dan juga menyesal karena telah mengatakan sesuatu yang aneh pada Daniel. "Dia bahkan sampai nggak bisa membalas ucapanku sama sekali," gumamnya lirih.Nadia mengusap wajahnya dengan kasar, merasa bodoh karena telah mengatakan sesuatu yang aneh. "Hah, menyesal juga percuma. Sekarang, aku pasti benar-benar terlihat aneh di mata Daniel."Nadia menggigit bibir bawahnya perlahan. Gadis itu lantas merebahkan dirinya di atas tempat tidur untuk beristirahat sejenak. Sesaat pandangannya itu kini mengarah tepat pada langit-langit kamar dan mulai berpikir dalam hati, 'Dia selalu saja bikin aku jadi bingung. Sebenarnya apa yang dia mau?' Di saat tengah memikirkan itu, ponselnya tiba-tiba saja berdering nyaring. Dia tampak mengerutkan keningnya sejenak sebelum meraih benda pipih itu dan menatap layar ponsel yang menyala, ada panggilan m
"Masa kalian nggak sadar kalau gara-gara dia teman kita jadi dipecat!" Seorang pelayan tampak berbisik pada temannya ketika melihat seorang gadis kini keluar dari kamarnya. Bisikan yang tak terlalu pelan, sehingga orang yang ada di sekitar itu pasti bisa mendengarkannya dengan jelas.Nadia yang juga mendengar itu tampak mengerutkan kening karena gadis itu sangat yakin bahwa seseorang yang tengah dibicarakan saat ini adalah dirinya. Dengan cepat dia langsung menoleh dan bertanya langsung tanpa rasa takut sama sekali, "Apa maksud kalian? Siapa yang dipecat?"Wajah kedua pelayan itu seketika langsung ditekuk seolah-olah merasa jijik kepada Nadia."Kamu ini benar-benar cewek ular, ya? Udah fitnah teman kita sampai buat dia dipecat, sekarang malah pura-pura nggak tahu apapun!" Dengan entengnya salah satu dari mereka mengatakan hal itu.Nadia tersentak kaget ketika mendengar itu, dia dengan cepat sadar bahwa pelayan yang sempat beradu sengit dengannya saat ini tak terlihat lagi di rumah ini.
'Apa aku membuat kesalahan lagi?' batin Daniel, ketika pria itu memperhatikan seorang gadis yang saat ini bersikap acuh tak acuh kepadanya. Daniel melirik ke arah sosok gadis ini tampak tengah menyantap sarapannya. Dia tanpa mengernyit sedikit ketika menyadari ada yang salah dengan tingkah Nadia. Di saat yang sama tiba-tiba saja gadis itu menoleh dan menatap lekat Daniel, namun detik berikutnya dia langsung memalingkan wajahnya setelah melayangkan ekspresi cemberut.'Dia marah?' batin Daniel, semakin yakin ketika mendapatkan perlakuan acuh itu.Di sisi Nadia, gadis itu tampak memotong daging dengan tatapan yang dipenuhi dengan rasa kesal. Namun ada sedikit kehampaan yang muncul di dalam hatinya ketika memperlakukan pria itu dengan acuh. 'Huh! Sadar, Nadia! Seharusnya kamu memang tak berharap lebih,' batinnya.Sean yang tengah mengunyah makanannya itu tampak mengerutkan keningnya ketika melihat ekspresi wajah Nadia. Dengan polosnya dia pun bertanya, "Kak Nadia marah? Kok wajahnya cemb
"30 menit lagi kita pergi. Bersiaplah," perintah pria itu sembari beranjak dari kursi. Nadia tampak kaget dan mengerutkan keningnya, namun sebelum gadis itu bisa bereaksi, tiba-tiba saja ada seseorang yang menyela ucapannya. "Nadia," panggil sosok wanita paruh baya yang kini tampak mendekatinya dengan wajah sumringah. Martha dengan cepat langsung memeluk erat tubuh calon menantunya itu dan bertanya, "Kamu udah sarapan?""Udah, Tante," jawab gadis itu, masih saja merasa sedikit canggung walaupun memang tak bisa dipungkiri hubungan mereka kini semakin dekat. Martha yang mendengar jawaban gadis Itu tampak tersenyum tipis dan segera menatapnya dengan lekat sembari berkata, "Yuk kita pergi sekarang," ajaknya."Kemana, Tante? Nadia belum--""Ke salon, dong! Masa calon pengantin masih capek di rumah dan nggak istirahat?" tuturnya sembari melirik ke arah Daniel dan kembali berkata, "Kamu nggak bilang soal ini sama Nadia?"Mendengar itu, Daniel hanya mengerutkan keningnya tanpa menjawab. Seda
Bab 64. Wajah Tomat "Kamu sudah siap?" tanya seorang pria ketika melihat sosok Nadia.Gadis itu tampak menuruni tangga sambil mengerutkan keningnya sejenak. 'Dimana yang lain?' tadinya bingung sebab saat ini hanya tersisa Daniel dan pria itu terlihat menunggunya sendirian.Daniel sadar bahwa gadis itu telah mempertanyakan keberadaan yang lainnya seketika langsung berkata, "Mereka pergi lebih dulu. Ayo," ujarnya.Nadia yang mendengarnya tampak mengerutkan keningnya, merasa heran sekaligus sedikit canggung karena dia hanya berduaan saja dengan Daniel.Di tengah-tengah memikirkan itu, Daniel yang sudah berjalan lebih dulu beberapa langkah kembali menoleh sambil berkata, "Kenapa diam saja?"Seketika lamunan gadis itu langsung biar ketika mendengar suara Daniel. Wajah Nadia tampak panik dan dia gelagapan, "Eh?! Ah, i-iya." Dia segera mendekat sambil merapikan rambutnya yang sedikit berantakan dan membuat telinganya tak nyaman. Dia pun membatin, 'Ugh! Kenapa dia selalu bikin aku malu, sih?
"Eh? Nadia, kamu udah datang?" Martha yang tengah berbincang mengenai perawatan rambutnya itu tampak menoleh ketika menyadari seseorang masuk ke dalam salon.Nadia tersenyum tipis seraya mendekat, "Tante udah nunggu lama?""Ah, enggak, kok." Martha mengibaskan tangannya dan kembali bicara, "Sini, kamu juga harus konsultasi soal penampilan kamu nanti. Di hari yang istimewa lusa nanti, kamu pasti bakalan keliatan mempesona." Wanita paruh baya itu tersenyum tipis dan menambahkan, "Mbak, tolong jadikan dia bersinar seperti bintang, ya. Ini calon menantu saya," ujarnya lagi sambil menatap ke arah pegawai salon.Wajah Nadia seketika kembali memerah, kebaikan wanita paruh baya ini selalu saja membuatnya jadi terharu."Baik, Nyonya." Pegawai salon itu mengangguk patuh, lalu mengarahkan pandangannya ke Nadia dan berkata, "Nona, mari saya bantu.""A-ah, iya." Nadia segera mengikuti pegawai salon itu. Sedangkan Martha tampak terkekeh pelan. Namun ketika suara pintu depan kembali terdengar, dia s
"Papa!" Sean yang baru saja masuk ke dalam salon bersama dengan kakeknya itu langsung mendekati Daniel. Wajahnya tampak sangat ceria sambil memperlihatkan snack yang baru saja dibelinya. "Pa, Kak Nadia mana?" tanya bocah lelaki itu sambil mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut ruangan salon dan kembali bertanya, "Nenek juga nggak ada. Apa Nenek udah pulang, Pa?"Daniel tak menjawab sama sekali, dia hanya mengangkat dagunya mengarah tepat ke ruangan yang kini tengah diisi oleh Nadia dan Martha."Oh, disana, ya? Sean mau liat Nenek sama Kak Nadia!" Dengan cepat berjalan lagi itu berniat untuk mendekat, namun sang kakek langsung mencegahnya. Hendrawan menggelengkan kepalanya sembari berkata, "Kak Nadia dan Nenek lagi nikmati waktunya. Nanti mereka sedih kalau diganggu," jelasnya pelan sembari tersenyum tipis dan menambahkan, "Sini, Sean main aja sama Kakek dan Papa. Kita makan snack sama-sama," ujarnya lagi.Tanpa banyak protes, Sean segera menganggukkan kepalanya dan duduk tepat di s
"Kamu harus waspada." Hendrawan menatap lekat anaknya itu dengan serius. Jika Daniel lengah sedikit saja, Monica mungkin akan menghancurkan segalanya. Tak masalah jika wanita itu berniat membuat masalah dengan keluarga Adhitama, hanya saja urusannya berbeda jika dia sudah berani mengusik Nadia dan ibunya. Pria paruh baya itu menghela napas pelan sembari menambahkan, "Kalau perlu, buat dia menjauh."Daniel yang mendengar itu tampak terdiam sejenak. Bahkan tanpa ayahnya minta, dia pun sudah berusaha untuk membuat mantan istrinya itu menjauh. Bahkan, dia sudah meminta wanita itu untuk pindah dari villa. Namun sayangnya sulit karena Monica tetap bersikeras untuk tinggal. Dengan tatapan matanya yang tajam, Daniel pun membatin, 'Dia malah memintaku untuk menemuinya. Ha ... dia sangat licik.'Disaat tengah memikirkan itu, Nadia dan Martha tampak keluar dari ruangan perawatan. Gadis itu tampak sedikit malu-malu, dia berjalan mendekat sambil menunduk. Namun, Martha justru menyeletuk, "Gimana,
"Bagaimana perasaan kamu? Apa sudah lega?" Daniel bertanya pada Nadia yang saat ini memakai gaun berwarna marron, yang membuat dia nampak elegan.Nadia menghela nafas panjang dan kemudian menarik kedua sudut bibirnya. "Tentu saja, rasanya plong banget!" ucapnya dengan mata berbinar.Daniel tersenyum lega juga, karena bahagia Nadia tentu bahagianya juga. "Aku nggak mau lagi keras kepala deh! Yang kamu bilang, memang bener banget!" Nadia kecuali berucap, dia menyesalkan kejadian di kampus. Jika saja dulu dia mengikuti perkataan Daniel, tentu kejadian memalukan dan menyesakkan di kampus itu tak akan pernah terjadi. Keras kepala Nadia ternyata berakhir dengan derita saat ini. Daniel mengacak sedikit rambut Nadia karena merasa sangat gemas saat itu. Tak ayal hal itu langsung membantu Nadia protes. "Duh jail banget sih!? Kalau sampai riasan ini rusak, kamu harus tanggung jawab!" seru Nadia kesal. Daniel malah terkekeh dan malah memencet hidung Nadia. "Salah sendiri menggemaskan! Nanti m
"Kak, aku ingin bicara sama kamu. Penting."Pagi itu, Nadia menemui Alvin ketika kelas belum dimulai.Alvin menarik sudut bibirnya, senyum manis terpancar disana. "Tumben. Ok! Mau kapan?"Dari raut wajahnya nampak jika saat ini Alvin merasa sangat senang.Pemuda itu pun sebenarnya bingung tetapi juga bercampur dengan rasa bahagia. Selama ini Nadia selalu saja menghindar darinya, tetapi kini malah sang gadis pujaan hati itu mengajaknya bicara. Ini bukan mimpi kan?"Sekarang! Ayo!" Nadia yang masih nampak kecewa dengan wajah seriusnya pun langsung berjalan tanpa memperdulikan banyak mata yang sampai saat ini masih nampak menatap sinis padanya. Tanpa banyak tanya lagi Alvin pun mengekori dari belakang."Lo mau ngajak gue kemana sih?" tanya Alvin ketika Nadia malah menuju ke area parkiran. "Kenapa ngobrolnya nggak di tempat yang privat aja?"Nadia mendengus kasar dan sesaat menoleh sebentar ke belakang. " Jangan banyak tanya! Bentar lagi sampai!" Kemudian dia pun meneruskan langkahnya.S
"Daniel! Mengapa kamu merahasiakan semua ini dari mama dan papa?" Ketika Daniel baru saja sampai di rumah, Martha dan Hendrawan pun langsung menghampiri putranya itu. Mengejar dengan banyak pertanyaan yang intinya mereka merasa tak suka jika Daniel terus menyembunyikan apa pun tentang Nadia."Rahasia ap---" Daniel mencoba mengelak karena memang sebenarnya dia belum mengerti, beberapa hal yang terjadi di kantor membuatnya harus sedikit melupakan tentang yang terjadi di rumah.Martha langsung memotong ucapan anaknya itu. " Nadia di teror dan difitnah seperti itu, tapi kenapa sepertinya kamu malah tenang tenang saja?" Wanita tua itu tak dapat menyembunyikan raut wajahnya yang khawatir. Nadia menghampiri ketiga orang yang masih berdiri di ambang pintu itu, ada rasa tak enak karena sang suami menjadi bahan kemarahan orang tuanya karena dia."Maaf, tadi aku memang sudah menceritakan semuanya pada Mama," tukas Nadia yang seperti biasa malah merasa bersalah.Daniel menarik kedua sudut bibir
"Apa aku sekarang juga harus mengatakan semuanya ya?" Nadia makin bimbang saat ini. Dua pilihan yang nyatanya membuat dia merasa sangat dilema. Pilihan A akan membuat semua orang di kampus mengetahui jati dirinya dan itu berarti akan membuat semua orang mengetahui jika dia bukan dari kalangan biasa. Tetapi dengan begitu justru akan membuat dia lebih tenang menjalani perkuliahan. Sedangkan pilihan B, dengan diam dan membiarkan semua orang menganggapnya misterius, justru mungkin akan membuat berita keliru itu semakin menjadi-jadi saja. Sempat terbersit dalam pikiran Nadia untuk tak lagi melanjutkan kuliah dan fokus pada keluarganya. Tetapi itu sama saja artinya dengan dia menghapus mimpi dan cita-cita yang dulu pernah dia pupuk semenjak kecil."Kenapa kamu terlihat sedih, Sayang?"Ketika Nadia sendang melamun seperti itu, terdengar suara lembut Martha. Sang mertua yang baik hati itu ternyata kini sudah berada tepat di sampingnya."Ah Mama." Dengan sigap Nadia pun langsung menyalami
Putri mengepalkan tangannya dengan arah ketika merasakan sesuatu mulai terbakar di hatinya. Dia tak terima sama sekali setelah mendengar perkataan Alvin dan itu sudah berhasil membuat hatinya sangat sakit."Kak Alvin kenapa masih belain dia? Nadia itu …" Putri merasa tak kuasa untuk melanjutkan ucapannya, dia hanya bisa menahan diri dan memalingkan wajahnya.Namun Alvin tahu dengan jelas apa yang ingin dikatakan oleh Putri dan dia dengan cepat pun langsung menegaskan segalanya sambil meraih tangan kanan Nadia. "Nggak peduli gimana masa lalunya, gue bakalan tetap suka sama dia dan perasaan ini nggak bakalan berubah," tuturnya.Nadia terlihat sedikit kaget ketika mendapatkan perlakuan itu dan tentu saja dia sekarang berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman Alvin.Perkataan Alvin barusan terlalu berlebihan dan mengisyaratkan bahwa dia akan melakukan apapun demi bisa mendapatkannya.Nadia merasa kalau ini semua tak benar dan dia harus kembali meluruskannya. Tapi yang paling penting
"Jangan bawa-bawa namaku untuk memvalidasi akal busukmu!"Putri dan Alvin seketika langsung menoleh, mereka berdua mendapati sosok Nadia. Nadia berjalan mendekat dengan langkah yang dipenuhi dengan amarah. Sudah cukup rasanya karena sejak tadi dia memang telah mendengarkan perkataan Putri dan itu sudah berhasil membuatnya merasa sangat kecewa karena sempat menganggapnya sebagai teman."Aku pikir kamu nggak pernah memiliki niatan buruk untuk menghancurkanku sampai seperti ini, Put. Aku pikir kamu benar-benar menganggapku sebagai teman. Tapi apa?"Putri terlihat kaget, tapi dia dengan cepat langsung mengelaknya. "Ngomong apaan sih?! Jangan–""Aku sudah punya buktinya dan aku bahkan juga tahu kalau kamu membayar seseorang untuk mencelakaiku, kan?" Bersamaan dengan perkataannya itu, Nadia segera memberikan bukti-bukti yang akurat dan menambahkan, "Aku nggak nyangka kalau kamu bisa bertindak seperti ini untuk menghancurkanku. Apa aku pernah melakukan kesalahan padamu?"Hubungan keduanya da
"Bawa orangnya ke hadapan Bos!" Dion segera memerintahkan setelah dia berhasil menangkap pelaku yang sedari awal memang dicurigai telah meneror Nadia.Dua pasang bodyguard yang memang sudah berhasil menangkap pelakunya itu pun segera mematuhi perintah dari Dion, mendekat ke sebuah kereta versi berwarna hitam pekat.Nadia dan Daniel sedari tadi sudah menunggu tepat di dalam mobil. Jantung Nadia terasa berdetak semakin kencang karena memang dia sangat ingin tahu pelaku yang telah tega membuatnya jadi dibenci banyak orang.Suara ketukan di kaca mobil telah menyadarkan Daniel dan Nadia. Daniel melirik ke arah sang istri sambil meremas tangannya perlahan karena dia tahu dengan jelas bagaimana perasaan Nadia. Dia mencoba untuk tetap kuat dan juga tegar sambil tersenyum tipis, "Semuanya pasti baik-baik aja, Nadia. Keinginan kamu terkabul dan kita berhasil menangkap pelakunya. Kamu sudah siap untuk melihatnya?""Iya," jawab Nadia dengan singkat. Pandangan matanya itu terlihat semakin tajam dan
"Itu orangnya! Bener kan dia? Wah gila … nggak nyangka banget kalau dia cewek kayak gitu," tutur salah satu mahasiswa sambil menatap Nadia dan memandangnya dengan tajam.Nadia yang kebetulan sedang melangkahkan kakinya setelah dia sampai di kampus itu pun tampak mengerutkan kening karena sadar saat ini menjadi bahan omongan.Ketika Nadia sedang merasa bingung seperti itu tiba-tiba saja seseorang menarik tangannya, membawanya ke tempat yang sedikit sepi."Kak Alvin? Lepasin!""Gue nggak bakalan lepasin lo di sini sebelum kita bisa bicara berdua," tolaknya. Alvin lantas mengedarkan pandangannya ke sekeliling dan sadar bahwa sekarang tak ada terlalu banyak mahasiswa yang sedang memperhatikan. Dia langsung berbalik untuk menatap Nadia dengan lekat dan berkata, "Lo … ngapain lo malah datang ke kampus?""Apa?" Nadia merasa bingung dengan pertanyaan yang baru dilontarkan oleh Alvin dan sontak saja dia mencoba untuk menepis tangan pria itu karena tak suka jika disentuh seenaknya. "Kenapa pula
"Cukup!" Putri langsung memotong perkataan Nadia. Napasnya memburu naik turun bersamaan dengan emosi yang semakin menggebu-gebu. "Padahal aku baru aja maafin kamu, tapi sekarang malah kayak gini lagi. Kalau kamu emang nggak percaya, mendingan kita nggak usah temenan lagi aja."Sesuatu terasa sakit di dalam hati Nadia karena memang selama ini temannya hanyalah Putri.Tapi dia tak mencegahnya sama sekali dan melepaskan cengkramannya dari pergelangan tangan Putri. Selalu meremas tangan kanannya sendiri dan menekan perasaannya sampai mengangkat kepalanya setelah sudah siap, "Maaf, aku harusnya emang nggak merasa curiga kayak gini. Tapi aku juga nggak akan memaksa kamu untuk tetap berteman denganku.""Oh?" Putri terlihat sedikit terkejut. Tapi dia kini tertawa sinis. "Harusnya dari awal aku dengerin perkataan teman-teman yang lain aja. Kamu emang nggak sepantasnya punya teman apalagi ada di kampus ini," tambahnya.Nadia seperti mendengar suara hatinya retak. Kenapa Putri sampai mengatakan h