Mohon maaf karena lagi ada Acara di rumah, jadi update agak slow. Tapi janji hari ini update lebih dari 5 Bab. Selamat membaca
"Sialan! Bagaimana mungkin ini terjadi?!" teriak seorang wanita yang baru saja selesai dirias. Tangan Monica seketika langsung bergetar hebat ketika mendengar dari manajernya mengenai pembatalan proyek besar yang baru saja dibahas kemarin lusa. Manajernya itu tanpa gelisah sambil mengacak-acak rambutnya karena dia pun baru saja mendapatkan kabar mengenai pembatalan show yang seharusnya memperlihatkan sosok Monica. Dia dengan cepat kembali menatap sosok wanita yang baru saja berteriak marah itu dan kembali bicara, "Monica, apa kau membuat masalah atau menyinggung seseorang?" tanyanya dengan pandangan curiga karena ini bukan pertama kalinya tiba-tiba saja terjadi sesuatu yang begitu mengejutkan. "Bukan hanya show hari ini saja yang di cancel, tapi pertunjukan lusa dibatalkan!"Monica yang mendapatkan pertanyaan dari manajernya itu tak menjawab sama sekali dan memilih untuk memalingkan wajahnya. 'Ini bukan salahku! Emangnya siapa yang akan bertindak bodoh dan sengaja membuat karirnya jad
"Ibu?!" Nadia tampak melotot ketika melihat ibunya itu bangun dari ranjang dan kini tengah berusaha untuk berjalan. Gadis itu dengan cepat langsung menghampiri ibunya sambil mengerutkan kening dan wajahnya dipenuhi dengan kekhawatiran. Ratna yang tengah fokus untuk melangkahkan kakinya itu seketika langsung menoleh dan dia berusaha untuk tersenyum agar bisa menenangkan anaknya sembari berkata, "Oh, kamu datang hari ini?"Bukannya menjawab pertanyaan dari ibunya, Nadia justru meletakkan barang bawaannya dan langsung meraih kedua Ratna, memaksa wanita paruh baya itu untuk kembali duduk. "Jangan banyak bergerak dulu, Bu," potong gadis itu ketika sadar bahwa ibunya berniat untuk melayangkan protes. Ratna yang mendengarnya pun seketika langsung terdiam, namun wanita itu tak bisa menyembunyikan senyumannya ketika melihat putrinya yang mengkhawatirkannya. Tangannya terulur perlahan dan mengelus pelan kepala Nadia, membuat gadis itu seketika menoleh. Sebelumnya dia bisa mengatakan apapun,
"Kamu cemburu, Nadia?"Mata gadis itu seketika tampak membulat dengan sempurna ketika mendapatkan pertanyaan yang sama seperti Daniel. "Apa? Cemburu?" tanyanya dengan tatapan tak percaya. "Nggak mungkin!" kekeuhnya.Tapi Ratna yang mendengar itu justru tertawa pelan dan berkata, "Mungkin sekarang kamu bisa bilang tak cemburu, Nad." Dia menatap lekat anaknya itu sembari menambahkan dan mencoba untuk meyakinkannya, "Tapi Ibu yakin kalau sebenarnya jauh di dalam lubuk hatimu itu memiliki perasaan yang berbeda untuk Daniel."Ketika Nadia berniat untuk menyangkalnya, Ratna dengan cepat langsung menambahkan, "Terkadang kita memang sulit menyadari perasaan diri sendiri."Nadia yang mendengar itu seketika langsung terdiam. Gadis itu pun mulai membatin, 'Benarkah? Apa aku tak sadar dengan perasaanku sendiri?' batinnya bertanya-tanya. 'Tapi kayaknya aku nggak mungkin jatuh cinta sama pria dingin itu. Ya … meski dia memang tampan dan akhir-akhir ini perhatian.' Memikirkan itu, ada sedikit perasaa
"Bos, mobilnya sudah siap. Kita bisa berangkat meeting sekarang di Senja Corporation." Dion segera mengkonfirmasikan persiapan meeting pada Daniel. Tak lupa sambil memperlihatkan dokumen yang harus dibawanya untuk presentasi nanti.Pria yang tengah menutup laptopnya itu mengangguk pelan. Tanpa banyak bicara, dia langsung berjalan lebih dulu. Sedangkan sang asisten berjalan tepat di belakangnya sambil membawakan tas kerja dan juga dokumen.Ketika masuk ke dalam lift, Dion kembali menjelaskan jadwal padat hari ini, mengingat 3 hari lagi atasannya itu akan menikah."Setelah meeting, kita harus pergi untuk menindak lanjuti proyek dengan perusahaan penyokong material, Bos. Lalu setelah makan siang, kita harus mengawasi proyek pembangunan cabang perusahaan baru," jelasnya.Daniel mengangguk pelan, dia melirik ke arah jam tangannya. Dua jam lagi waktunya makan siang dan entah mengapa dia tiba-tiba saja teringat akan Nadia. 'Apa gadis itu makan dengan baik?' pikirnya.Di saat yang sama, pintu
"Monica, kamu kemana saja? Lagi ada banyak masalah seperti ini, harusnya kamu stay di perusahaan!" Manajer tampak memelototkan matanya pada sosok wanita yang baru saja masuk ke dalam ruangan. Namun, Monica tak menjawabnya sama sekali dan langsung duduk. Wanita itu menghela nafas, tangannya terkepal kencang mengingat perilaku mantan suaminya yang telah tega membuatnya jadi kesulitan."Kenapa diam saja? Kamu harusnya cari solusi! Kita kehilangannya banyak klien dalam waktu sekejap tanpa alasan yang jelas," sinis manajer itu lagi. Dia semakin tak suka dengan sikap Monica, yang selalu saja menggampangkan sesuatu dan tak menghormatinya sama sekali.Mendengar itu, Monica memutar bola matanya dengan malas. Dia sangat enggan berurusan dengan masalah seperti ini."Gunanya manajer untuk apa? Aku hanya perlu merawat diri dan melakukan yang terbaik. Kalau nyari solusi, cari sendiri!"Wajar manajer tampak merah, dia sangat marah ketika mendengar perkataan Monita dan langsung memukul meja hingga m
"Tante Martha?" Nadia tampak mengerutkan telinga ketika melihat sosok wanita paruh baya yang tak asing. Dia yang baru saja memanggil perawat agar bisa mengganti infus ibunya seketika langsung mendekat pada Martha, wanita paruh baya itu kini berada tepat di depan pintu ruang rawat Ratna. "Tante ada disini? Sama siapa?" tanyanya, berpikir kalau Daniel yang mengajaknya."Ah, Tante datang ke sini sama ... itu! Pa, sini!" ujar wanita paruh baya itu seraya melambaikan tangannya pada Hendrawan.Seketika pria paruh baya itu tampak mendongakkan kepalanya dan segera mendekat. Pria paruh baya itu pun segera menjelaskan alasan kedatangannya kemari bersama dengan sang istri."Kami datang kemari untuk menjenguk ibumu. Apa beliau sibuk?"Nadia segera menggelengkan kepalanya dan membuka pintu sembari berkata, "Mari Tante, Om ... silahkan masuk."Ratna yang baru saja meminum obatnya itu tampak menoleh sambil mengerutkan kening. Dia hampir saja turun dari ranjang, namun untungnya sang putri dengan cepat
"Nadia, masuklah."Nadia tampak mendongakkan kepalanya ketika mendengar namanya itu dipanggil dan dia melihat sosok Martha. Seketika gadis itu langsung bangkit dan mendekat ke arah pintu ruang rawat ibunya sembari bertanya, "Sudah selesai, Tante?"Martha menganggukkan kepalanya perlahan. Kedua wanita itu segera masuk. Kali ini, Hendrawan tampak bangkit dari kursi karena mendapatkan telepon. Entah apa yang tengah terjadi, tapi pria paruh baya itu terlihat sedikit panik.Martha yang menyadari kekhawatiran Nadia ketika melihat Hendrawan, seketika langsung mencoba untuk menghiburnya dan berkata, "Biarkan saja, Nad. Papa emang sibuk banget sama urusan kantor. Paling masalah internal," jelasnya.Nadia hanya bisa tersenyum tipis ketika mendengar itu. Dia berbalik menatap ibunya yang kini duduk dan tersenyum tipis di ranjangnya."Ibu mau minum?"Ratna menggelengkan kepalanya perlahan. "Nggak, duduklah. Ibu mau bicara sama kamu," ujarnya.Gadis itu seketika terlihat mengerutkan keningnya ketika
"Pa, ada sesuatu yang perlu kamu tahu." Martha baru saja masuk ke dalam mobil itu segera mengatakan hal yang telah membuatnya terganggu.Hendrawan dengan cepat langsung menoleh dan menatap lekat istrinya itu sambil mengerutkan kening seraya bertanya balik, "Ada apa, Ma?"Marta menghela nafas berat, menatap lekat suaminya itu dan mulai menjelaskan segala masalah yang tengah terjadi."Monica sudah berani menemui Ratna."Mata Hendrawan seketika tampak membulat dengan sempurna ketika mendengar itu. "Apa?!" pekiknya tak percaya dengan kata-kata istrinya itu mengingat bahwa selama ini putranya telah mengandalkan keamanan di sekitar rumah sakit agar tak ada orang-orang yang bisa mengganggu. "Mana mungkin, Ma? Siapa yang bilang?"Martha menghilangkan nafas berat ketika sang suami tak mempercayainya dan justru paling mempertanyakan tentang informasi yang baru saja diberikannya itu."Emangnya Mama kelihatan sedang berbohong atau mengada-ada?" Dia menatap lekat sang suami dan meminta pria itu unt