Happy satnight semua
Nadia yang sedang menyantap sarapannya itu tampak melirik ke arah suaminya dengan malu-malu karena dia masih teringat dengan jelas kejadian pagi tadi ketika kepergok sedang bermesraan oleh Sean.Hanya dengan mengingatnya saja berhasil membuatnya merasa sangat malu.'Ugh … harusnya tadi aku menahan diri, sekarang rasanya jadi canggung,' batinnya.Bahkan Daniel juga sebenarnya merasakan hal yang sama tapi dia tetap berpura-pura tenang. Pria itu lantas menenggak minumannya dan melirik ke arah arloji yang melingkar tepat di pergelangan tangannya."Nadia, sepertinya kita harus berangkat sekarang."Nadia ikut melirik ke arah jam di pergelangan tangannya dan dia menganggukkan kepalanya perlahan karena hari sudah semakin siang. Tak mungkin rasanya jika dia harus datang terlambat ke kampus karena itu akan membuatnya jadi mengalami masa-masa yang buruk."Uhm, iya." Dia segera berbalik menatap putranya yang masih menyantap sarapannya dan berkata, "Sean, Bunda harus pergi duluan hari ini. Sean ke
Nadia mengerutkan keningnya tak percaya ketika mendengar pria itu mengatakan sesuatu yang cukup mengejutkan. "Halo? Kamu yang nabrak duluan, kok aku yang disalahkan? Dari tadi aku juga berdiri disini, tapi semua mahasiswa yang lewat bisa melihat dengan jelas dan berjalan dengan benar. Kalau sudah sadar melakukan kesalahan, paling nggak minta maaf. Apa kamu nggak tahu kalau aku hampir jatuh tadi?"Kesal, itulah yang dirasakan oleh Nadia. Apalagi dari tadi dia sudah berusaha untuk bersikap sopan. Tapi nyatanya pria yang telah menabraknya itu justru bersikap seenaknya. Dasar cowok nyebelin!"Apa?" Lelaki itu tampak sedikit kaget. Dia menghela napas berat dan bertanya dengan malas, "Lo anak baru, ya?""Emangnya kenapa? Apa bedanya mahasiswa lawas dan baru? Toh, kita sama-sama seorang pelajar. Jadi nggak perlu mencoba untuk menekanku dengan bersikap seperti ini." Nadia balik bersikap ketus. Dia menjadi semakin kesal karena lelaki ini justru mencoba untuk bersikap acuh. "Sekarang minta maaf!
"Tak peduli apapun statusnya, kita sama-sama manusia. Saya nggak akan diam saja, Kak. Kakak juga sudah keterlaluan karena bersikap kasar dan seenaknya pada mahasiswa baru hanya karena merasa seorang senior. Ini bukan sikap senior yang baik."Hampir semua orang yang mendengar perkataan Nadia, langsung melongo tak percaya.Bahkan Clarissa tertegun karena Ini pertama kalinya ada seseorang yang berani bersikap sangat kurang ajar padanya. "Cewek gila … Lo pikir siapa berani ngatur-ngatur gue, hah?!""Nama saya Nadia Maharani. Kenapa, Kak? Apa ada yang salah dari perkataan saya barusan?" Tak ada ketakutan sedikitpun yang mewarnai wajahnya karena dia memang telah mengutarakan isi hatinya secara gamblang dan berharap bisa menyadarkan semua orang yang kini merasa ketakutan. Jika tak ada seseorang yang berani untuk membuka suara dan terus-terusan saja terdiam meskipun diperlakukan seenaknya maka sudah jelas sikap para kakak tingkat ini akan terus kelewat batas.Clarissa mengepalkan tangannya de
Mata Nadia membulat dengan sempurna ketika melihat surat dokter yang dimilikinya itu dirobek. Padahal surat itulah yang merupakan sebuah bukti kalau dia memang tak mengikuti kegiatan ospek karena ada masalah.Matanya yang dipenuhi oleh kekecewaan itu segera menatap lekat Clarissa. "Kakak keterlaluan!"Clarissa yang mendengar itu justru mengerutkan keningnya karena dia memang tak merasa bersalah sama sekali walaupun telah melakukan hal yang cukup mengejutkan dan kini beberapa mahasiswa juga menatapnya dengan heran. Bukan Clarissa namanya kalau dia tidak memberikan pelajaran pada lawannya. Apalagi lawannya ini saja tadi mencoba untuk bertingkah menyebalkan dan membuatnya merasa sangat kesal."Heh anak cupu! Jangan banyak omong, deh! Makanya, kalau disuruh minta maaf, tuh ikutin aja. Sekarang malah nuduh orang keterlaluan, nggak masuk akal banget, sih?!"Clarissa menganggukan kepalanya ketika mendengar suara sahabatnya itu yang mulai membelanya. Luna memang selalu ada di pihaknya, sama se
Monica melirik ke arah dua tahanan yang saat ini sedang sibuk membersihkan sel dan entah mengapa mereka tak memintanya untuk membantu.Syifa yang baru saja selesai menyapu Itu tampak menoleh dan mengerutkan keningnya karena sadar bahwa sejak tadi dia tengah diperhatikan. "Kenapa, Kak?"Monica menggelengkan kepalanya dan mengalihkan pandangannya. Dia tak mau dianggap peduli karena memang tujuan utamanya saat ini hanyalah menjalani masa hukuman.Namun Dewi dan Syifa sepertinya memiliki pemikiran yang berbeda karena mereka tetap berniat untuk mendekati Monica."Kalaupun kamu nggak mau membersihkan sel ini, setidaknya bersihkan bagian tempatmu beristirahat. Nggak bagus tempat yang kotor digunakan untuk tidur," ujar Dewi.Monica melirik sekilas dan dia dengan cepat langsung merebut sapu yang berada di tangan Syifa, tanpa mengatakan apapun.Jemari panjangnya yang anggun itu perlahan-lahan mulai mengayun dan menyapu semua kotoran di tempatnya tadi. Memang benar rasanya kurang nyaman ketika be
Clarissa menatap sosok Nadia, dari kejauhan dan terlihat jelas dari sorot pandangannya itu menyimpan kebencian. Dia tak pernah merasa semarah ini ketika berurusan dengan seseorang. Tapi Nadia telah berhasil membuatnya merasa sangat marah karena Alvin juga membelanya."Sa, ngapain?" Luna menepuk pelan pundak sahabatnya itu sambil mengerutkan keningnya dan mengikuti arah pandangannya. "Lo dari tadi kelihatan nggak fokus dan ngeliatin cewek ngeselin itu terus," tambahnya."Gimana gue nggak ngeliatin dia? Lo tau sendiri kalau ini pertama kalinya ada anak baru yang berani ngeremehin gue, kan?"Luna menghela nafas berat karena perkataan sahabatnya itu memang benar. Sepasang bola mata yang terlihat dipenuhi dengan amarah kembali mengarah pada Nadia dan Clarissa mengepalkan tangannya dengan erat sambil menggertakkan giginya. "Gue nggak bisa diem aja kayak gini, Lun. Si Alvin juga ngapain belain cewek ngeselin itu, sih?!""Udah, mendingan kita susun rencana aja. Jangan main kotor kayak gini," b
"Lebay?" Napas Nadia memburu naik turun bersamaan dengan sorot matanya yang dipenuhi dengan kekecewaan. "Apa Kakak tahu kalau itu adalah bekal makanan yang disiapkan secara langsung oleh … oleh seseorang yang aku sayang? Kakak nggak seharusnya melakukan hal kekanakan kayak gini! Ini namanya bullying!"Marah, itulah yang sedang dirasakan oleh Nadia. Makanan yang telah dipersiapkan susah payah oleh suaminya itu justru kini jadi sia-sia.Namun Clarisa tetap bersikap santai. Dia justru tersenyum sinis sambil melipat kedua tangannya tepat di depan dada. "Bullying? Nggak usah bercanda, deh. Ini namanya pelajaran, supaya junior kayak lo nggak bersikap kurang ajar."Bukan Clarissa namanya jika dia bersikap lembek. Dia sudah menepati janjinya itu untuk memberikan pelajaran pada Nadia karena memang telah bersikap kurang ajar sebelumnya.Clarissa memiliki banyak pengaruh di kampus ini dan Nadia seharusnya tidak menyinggungnya sama sekali. Clarissa berkuasa, Nadia memicingkan mata ketika amarah m
Nadia memicingkan matanya itu sambil menatap ketiga perempuan yang baru saja berlalu pergi meninggalkannya. Dia merasa aneh dan hanya bisa menghela nafas berat."Padahal tadi dia minta maaf, tapi kenapa semudah itu kembali mengancam?" gumamnya.Keadaan di kantin yang sempat ricuh kini telah kembali tenang. Para mahasiswa kembali menikmati waktu makan siangnya itu.Hanya Nadia yang dipenuhi dengan kesedihan karena sekarang bakal makanan yang susah payah disiapkan oleh suaminya berakhir sia-sia dan itu membuatnya merasa sangat sedih. Pandangan matanya terlihat maner ketika melihat nasi yang telah tercampur oleh jus jeruk. Dia mengeratkan tangannya dan mencoba untuk menahan sesak di dalam dadanya.Bagaimana jika suaminya tahu kalau dia tak menyantap bekal makanannya ini?Nadia tak mau jika suaminya itu merasa sedih karena Daniel sedari pagi sudah berkutat di dapur dan sengaja menyiapkan ini semua dengan menyisihkan waktunya."Daniel … maaf. Aku pengen banget makan hasil masakanmu, tapi se