Ada yang pernah mengalami hal seperti ini ketika hari pertama OSPEK?
"Tak peduli apapun statusnya, kita sama-sama manusia. Saya nggak akan diam saja, Kak. Kakak juga sudah keterlaluan karena bersikap kasar dan seenaknya pada mahasiswa baru hanya karena merasa seorang senior. Ini bukan sikap senior yang baik."Hampir semua orang yang mendengar perkataan Nadia, langsung melongo tak percaya.Bahkan Clarissa tertegun karena Ini pertama kalinya ada seseorang yang berani bersikap sangat kurang ajar padanya. "Cewek gila … Lo pikir siapa berani ngatur-ngatur gue, hah?!""Nama saya Nadia Maharani. Kenapa, Kak? Apa ada yang salah dari perkataan saya barusan?" Tak ada ketakutan sedikitpun yang mewarnai wajahnya karena dia memang telah mengutarakan isi hatinya secara gamblang dan berharap bisa menyadarkan semua orang yang kini merasa ketakutan. Jika tak ada seseorang yang berani untuk membuka suara dan terus-terusan saja terdiam meskipun diperlakukan seenaknya maka sudah jelas sikap para kakak tingkat ini akan terus kelewat batas.Clarissa mengepalkan tangannya de
Mata Nadia membulat dengan sempurna ketika melihat surat dokter yang dimilikinya itu dirobek. Padahal surat itulah yang merupakan sebuah bukti kalau dia memang tak mengikuti kegiatan ospek karena ada masalah.Matanya yang dipenuhi oleh kekecewaan itu segera menatap lekat Clarissa. "Kakak keterlaluan!"Clarissa yang mendengar itu justru mengerutkan keningnya karena dia memang tak merasa bersalah sama sekali walaupun telah melakukan hal yang cukup mengejutkan dan kini beberapa mahasiswa juga menatapnya dengan heran. Bukan Clarissa namanya kalau dia tidak memberikan pelajaran pada lawannya. Apalagi lawannya ini saja tadi mencoba untuk bertingkah menyebalkan dan membuatnya merasa sangat kesal."Heh anak cupu! Jangan banyak omong, deh! Makanya, kalau disuruh minta maaf, tuh ikutin aja. Sekarang malah nuduh orang keterlaluan, nggak masuk akal banget, sih?!"Clarissa menganggukan kepalanya ketika mendengar suara sahabatnya itu yang mulai membelanya. Luna memang selalu ada di pihaknya, sama se
Monica melirik ke arah dua tahanan yang saat ini sedang sibuk membersihkan sel dan entah mengapa mereka tak memintanya untuk membantu.Syifa yang baru saja selesai menyapu Itu tampak menoleh dan mengerutkan keningnya karena sadar bahwa sejak tadi dia tengah diperhatikan. "Kenapa, Kak?"Monica menggelengkan kepalanya dan mengalihkan pandangannya. Dia tak mau dianggap peduli karena memang tujuan utamanya saat ini hanyalah menjalani masa hukuman.Namun Dewi dan Syifa sepertinya memiliki pemikiran yang berbeda karena mereka tetap berniat untuk mendekati Monica."Kalaupun kamu nggak mau membersihkan sel ini, setidaknya bersihkan bagian tempatmu beristirahat. Nggak bagus tempat yang kotor digunakan untuk tidur," ujar Dewi.Monica melirik sekilas dan dia dengan cepat langsung merebut sapu yang berada di tangan Syifa, tanpa mengatakan apapun.Jemari panjangnya yang anggun itu perlahan-lahan mulai mengayun dan menyapu semua kotoran di tempatnya tadi. Memang benar rasanya kurang nyaman ketika be
Clarissa menatap sosok Nadia, dari kejauhan dan terlihat jelas dari sorot pandangannya itu menyimpan kebencian. Dia tak pernah merasa semarah ini ketika berurusan dengan seseorang. Tapi Nadia telah berhasil membuatnya merasa sangat marah karena Alvin juga membelanya."Sa, ngapain?" Luna menepuk pelan pundak sahabatnya itu sambil mengerutkan keningnya dan mengikuti arah pandangannya. "Lo dari tadi kelihatan nggak fokus dan ngeliatin cewek ngeselin itu terus," tambahnya."Gimana gue nggak ngeliatin dia? Lo tau sendiri kalau ini pertama kalinya ada anak baru yang berani ngeremehin gue, kan?"Luna menghela nafas berat karena perkataan sahabatnya itu memang benar. Sepasang bola mata yang terlihat dipenuhi dengan amarah kembali mengarah pada Nadia dan Clarissa mengepalkan tangannya dengan erat sambil menggertakkan giginya. "Gue nggak bisa diem aja kayak gini, Lun. Si Alvin juga ngapain belain cewek ngeselin itu, sih?!""Udah, mendingan kita susun rencana aja. Jangan main kotor kayak gini," b
"Lebay?" Napas Nadia memburu naik turun bersamaan dengan sorot matanya yang dipenuhi dengan kekecewaan. "Apa Kakak tahu kalau itu adalah bekal makanan yang disiapkan secara langsung oleh … oleh seseorang yang aku sayang? Kakak nggak seharusnya melakukan hal kekanakan kayak gini! Ini namanya bullying!"Marah, itulah yang sedang dirasakan oleh Nadia. Makanan yang telah dipersiapkan susah payah oleh suaminya itu justru kini jadi sia-sia.Namun Clarisa tetap bersikap santai. Dia justru tersenyum sinis sambil melipat kedua tangannya tepat di depan dada. "Bullying? Nggak usah bercanda, deh. Ini namanya pelajaran, supaya junior kayak lo nggak bersikap kurang ajar."Bukan Clarissa namanya jika dia bersikap lembek. Dia sudah menepati janjinya itu untuk memberikan pelajaran pada Nadia karena memang telah bersikap kurang ajar sebelumnya.Clarissa memiliki banyak pengaruh di kampus ini dan Nadia seharusnya tidak menyinggungnya sama sekali. Clarissa berkuasa, Nadia memicingkan mata ketika amarah m
Nadia memicingkan matanya itu sambil menatap ketiga perempuan yang baru saja berlalu pergi meninggalkannya. Dia merasa aneh dan hanya bisa menghela nafas berat."Padahal tadi dia minta maaf, tapi kenapa semudah itu kembali mengancam?" gumamnya.Keadaan di kantin yang sempat ricuh kini telah kembali tenang. Para mahasiswa kembali menikmati waktu makan siangnya itu.Hanya Nadia yang dipenuhi dengan kesedihan karena sekarang bakal makanan yang susah payah disiapkan oleh suaminya berakhir sia-sia dan itu membuatnya merasa sangat sedih. Pandangan matanya terlihat maner ketika melihat nasi yang telah tercampur oleh jus jeruk. Dia mengeratkan tangannya dan mencoba untuk menahan sesak di dalam dadanya.Bagaimana jika suaminya tahu kalau dia tak menyantap bekal makanannya ini?Nadia tak mau jika suaminya itu merasa sedih karena Daniel sedari pagi sudah berkutat di dapur dan sengaja menyiapkan ini semua dengan menyisihkan waktunya."Daniel … maaf. Aku pengen banget makan hasil masakanmu, tapi se
"Oh, wow … santai." Alvin menggelengkan kepalanya perlahan sambil tertawa karena Nadia saat ini sangat bersemangat dan tampaknya dia bisa mengoceh selama beberapa jam lamanya tanpa berhenti sama sekali. "Dulu Clarissa nggak keterlaluan kayak gini, kok."Alvin masih ingat dengan jelas bagaimana sikap Clarissa. Jika mengingatnya sekarang, kadang dia berpikir kalau Clarissa berubah begitu banyak."Orang memang bisa berubah kapan saja," tutur Nadia. Entah apapun alasannya tapi seseorang tetap bisa berubah. Bahkan kadang-kadang sampai berbeda sangat jauh dibandingkan dengan sifat aslinya.Alvin menatap Nadia dan hanya bisa terdiam ketika mendengarnya berbicara. Entah mengapa dia merasa nyaman berada di samping Nadia dan membiarkannya mengatakan sesuatu, padahal dia bukanlah orang yang mau mendengarkan ocehan."Lalu, Lo bakalan maafin Clarissa?"Nadia terdiam sejenak karena bagaimanapun juga jauh di dalam lubuk hatinya yang paling dalam saat ini merasa sangat kecewa sebab diperlakukan denga
"Bunda!" Sean berlari sambil berteriak ketika melihat Nadia.Nadia yang sejak tadi menunggu putranya pulang sekolah itu pun segera berdiri dari bangku dan dengan cepat langsung menangkap tubuh Sean."Gimana sekolahnya hari ini, Sean?" tanyanya sambil melepaskan pelukannya itu dan menatap lekat putra sambungnya dengan lembut.Sean tersenyum tipis dan segera menggandeng tangan Nadia, selalu menjelaskan semua kejadian yang dialaminya tadi ketika berada di sekolah dan tampaknya dia baik-baik saja karena memang raut wajahnya pun.Nadia yang melihat itu merasa sangat bersyukur karena Sean telah kembali seperti semula dan bisa menjalani kehidupannya dengan bahagia. Walaupun memang sempat mengalami hal buruk karena diculik dan juga ada berbagai trauma yang mengakar kuat di dalam pikirannya, Sean berhasil melawan itu semua dan dia bahkan mau menemui Monica.Mereka berdua masuk ke dalam mobil dan sesekali mengobrol ringan supaya bisa mengisi perjalanan agar tak terlalu kosong."Bunda gimana di k