Selamat pagi, selamat beraktivitas semuanya.
"Oh, wow … santai." Alvin menggelengkan kepalanya perlahan sambil tertawa karena Nadia saat ini sangat bersemangat dan tampaknya dia bisa mengoceh selama beberapa jam lamanya tanpa berhenti sama sekali. "Dulu Clarissa nggak keterlaluan kayak gini, kok."Alvin masih ingat dengan jelas bagaimana sikap Clarissa. Jika mengingatnya sekarang, kadang dia berpikir kalau Clarissa berubah begitu banyak."Orang memang bisa berubah kapan saja," tutur Nadia. Entah apapun alasannya tapi seseorang tetap bisa berubah. Bahkan kadang-kadang sampai berbeda sangat jauh dibandingkan dengan sifat aslinya.Alvin menatap Nadia dan hanya bisa terdiam ketika mendengarnya berbicara. Entah mengapa dia merasa nyaman berada di samping Nadia dan membiarkannya mengatakan sesuatu, padahal dia bukanlah orang yang mau mendengarkan ocehan."Lalu, Lo bakalan maafin Clarissa?"Nadia terdiam sejenak karena bagaimanapun juga jauh di dalam lubuk hatinya yang paling dalam saat ini merasa sangat kecewa sebab diperlakukan denga
"Bunda!" Sean berlari sambil berteriak ketika melihat Nadia.Nadia yang sejak tadi menunggu putranya pulang sekolah itu pun segera berdiri dari bangku dan dengan cepat langsung menangkap tubuh Sean."Gimana sekolahnya hari ini, Sean?" tanyanya sambil melepaskan pelukannya itu dan menatap lekat putra sambungnya dengan lembut.Sean tersenyum tipis dan segera menggandeng tangan Nadia, selalu menjelaskan semua kejadian yang dialaminya tadi ketika berada di sekolah dan tampaknya dia baik-baik saja karena memang raut wajahnya pun.Nadia yang melihat itu merasa sangat bersyukur karena Sean telah kembali seperti semula dan bisa menjalani kehidupannya dengan bahagia. Walaupun memang sempat mengalami hal buruk karena diculik dan juga ada berbagai trauma yang mengakar kuat di dalam pikirannya, Sean berhasil melawan itu semua dan dia bahkan mau menemui Monica.Mereka berdua masuk ke dalam mobil dan sesekali mengobrol ringan supaya bisa mengisi perjalanan agar tak terlalu kosong."Bunda gimana di k
Wajah Monica masih terlihat sendu karena beberapa waktu yang lalu dia memang menangis sesenggukkan dan mengeluarkan semua isi hatinya. Entah mengapa sekarang dia jadi merasa sedikit malu karena Syifa dan Dewi jadi mengetahui tentang masa lalunya."Ini, Kak." Syifa mengulurkan tisu padanya sambil tersenyum tipis dan tampak jelas bahwa dia sangat simpatik.Monica menerimanya dengan ragu, dia segera menganggap sisa air matanya itu dan mencoba untuk mengatur napas supaya sesak di dalam hatinya segera berkurang."Apa kamu sekarang sudah merasa jauh lebih lega?" Dewi menatapnya dengan intens. Dan dia memang sangat peduli dengan masalah yang dialami oleh Monica.Monica menganggukkan kepalanya perlahan. Saat ini dia merasa jauh lebih lega dan tak ada lagi dusta serta kebohongan yang ditutupinya. Dia telah mengatakan sejujurnya pada teman satu selnya ini dan ternyata semuanya jadi terasa jauh lebih baik.Padahal awalnya dia telah berniat untuk menjauh sebisa mungkin supaya tak terlibat dengan o
"Nadia … Kenapa dia nggak mengatakan apapun padaku?"Ada banyak pertanyaan yang kini muncul di dalam kepala Daniel karena Nadia tak menceritakan apapun mengenai hal yang baru saja menimpanya.Padahal ini adalah sesuatu yang cukup buruk dan Daniel sudah mewanti-wanti sejak awal agar sang istri menceritakan semuanya padanya.Tapi apa ini?!Kenapa Nadia justru bersikap seolah-olah tak ada apapun yang terjadi dan masih bisa tersenyum?Daniel mengepalkan tangannya dengan erat, dia tak bisa diam saja seperti itu dan dengan cepat langsung memanggil salah satu bawahannya untuk membereskan masalah.Setelahnya, pria itu langsung mencoba untuk menghubungi sang istri.Butuh waktu selama beberapa detik hingga akhirnya panggilannya itu diangkat dan dari ujung telepon sana terdengar suara istrinya."Halo? Ada apa?" Nadia merasa sedikit kaget karena Daniel tiba-tiba saja meneleponnya. Dia juga baru saja tiba di rumah dan menidurkan putranya yang baru saja pulang sekolah. Kebingungannya itu semakin ber
Ketika Daniel pulang dari kantor dia langsung berlalu pergi untuk masuk ke dalam kamarnya dan ternyata di sana sang istri sudah menunggu sedari tadi.Tapi sayangnya Nadia sudah terlelap karena memang dia merasa sangat lelah dengan kegiatan seharian ini.Daniel menatap lekat sosok perempuan yang saat ini tergeletak tepat di atas ranjangnya. Nafasnya terlihat naik turun secara teratur. Daniel yang melihat itu tanpa sadar tersenyum dan segera meletakkan tas kerjanya sambil duduk tepat di sampingnya.Padahal Nadia mengalami banyak hal buruk seharian tadi. Tapi dia terus saja mencoba untuk tenang dan menutupi segalanya supaya masalah tak jadi jauh lebih besar.Perlahan Daniel mengulurkan tangannya untuk mengusap kepala Nadia. Namun tiba-tiba saja, Nadia mulai mengaktifkan matanya beberapa kali dan dia tampak sedikit terkejut ketika melihat sosok suaminya itu berada tepat di sampingnya."Eh? Kamu udah pulang?" Nadia yakin kalau tadi dia sedang menunggu Daniel. Tapi ternyata dia justru ketidu
"Ssst!" Jari telunjuk pria itu sekarang berada tepat di depan bibir istrinya. Nadia seketika langsung terdiam dan menatap muka suaminya. Tapi sebelum dia bisa melakukan apapun, Daniel tiba-tiba saja menarik tangannya sambil berkata, "Kalau pakai baju pun, nanti bakalan dilepas juga, kan?"Wajah Nadia seketika langsung berubah seperti kepiting rebus. Dia tahu dengan jelas maksud dari perkataan suaminya itu dan segera memalingkan wajahnya.Daniel yang melihat itu tersenyum dan kembali meraih dagu Nadia, memaksanya untuk kembali menatapnya lekat. Ketika mereka berdua saling berpandangan, Daniel menyeringai sinis dan perlahan mendekatkan wajahnya, membuat sang istri seketika langsung memejamkan mata dengan jantung yang berdebar.'A-apa dia mau menciumku?' batin Nadia, panik. Apalagi mereka berdua saat ini melakukannya dalam keadaan sadar.Namun selang lebih dari 30 detik lamanya tak ada apapun yang terjadi dan Nadia perlahan mulai membuka matanya kembali. Saat itulah dia melihat suaminya t
Clarissa mengedarkan pandangannya ke sekeliling karena memang dia sudah merencanakan cara supaya bisa membalaskan dendamnya pada Nadia. Walaupun memang sedikit terlambat karena ada beberapa hambatan yang membuatnya harus mengalah, Clarissa tak akan melupakan penghinaan yang dia terima."Duh, kenapa lama banget sih? Cewek ngeselin itu belum kelihatan juga?" Freya mulai tak sabaran karena dia memang hari ini sengaja datang ke kampus jauh lebih pagi dari biasanya. "Mana gue belum sarapan lagi, perut gue keroncongan," cerocosnya lagi.Clarissa yang mendengar itu pun seketika langsung menoleh dan mengerutkan keningnya. "Fre? Lo bisa sabar dikit nggak sih? Kita sekarang harus nungguin tuh anak sialan dateng. Kalau lo masih berisik kayak gini, mending pergi aja deh."Seketika Freya langsung menutup mulutnya rapat-rapat tapi dia melipat kedua tangannya tepat di depan dada. Merasa sedikit kesal karena justru diusir oleh Clarissa.Luna yang melihat itu pun hanya bisa menghela nafas berat karena
"Apa Kakak baru sadar kalau aku emang nggak merasa nyaman?"Alvin langsung menghentikan langkahnya. Keningnya itu berkerut hingga kedua alisnya saling menyatu. "Lo nggak nyaman sama gue?"Rasanya aneh karena ini merupakan kali pertama seseorang mengatakan tak nyaman dengannya.Namun saat melihat cara Nadia menatapnya, Alvin tak meragukannya sama sekali. Cewek aneh, pikirnya.Nadia tahu dengan jelas bahwa perkataannya barusan bisa saja menyakiti seseorang yang mendengarnya. Tapi dia memang tak mau terlalu dekat dengan lawan jenis.Apalagi Alvin tampak jelas memiliki banyak penggemar di luar sana. Hanya dengan terlihat dekat dengannya, Nadia pasti akan terlibat banyak masalah nantinya. Dia tak mau seperti itu."Lo itu beneran cewek aneh, ya?" Alvin terkekeh pelan, "Banyak yang berusaha buat deketin gue. Tapi lo malah menjauh, aneh.""Bukan aneh, Kak. Tapi aku dari awal emang berniat untuk memberikan batasan." Nadia kembali menegaskan sambil memasang tatapan serius. Dekat dengan Alvin, ha