Bagaskoro mengusap wajahnya dengan kasar setelah mendengar informasi dari sekretaris pribadinya itu dan dia memang sudah menebak kalau kejadian ini pasti akan menimbulkan kehidupan besar sampai membuat perusahaannya ikut terguncang.Tapi dia tak menyangka kalau masalah ini akan menyebar begitu cepat sampai para karyawannya juga ikut-ikutan berdemo. Itu membuatnya merasa semakin pusing."Sialan … pastikan kamu urus masalah ini sebisa mungkin dan berikan saja peringatan pada para karyawan yang terus-menerus mencoba untuk meminta haknya agar diam!"Sang sekretaris yang ada di ujung telepon sana hanya bisa menghela nafas berat karena dia sudah melakukan segala cara supaya membuat kondisi perusahaan menjadi jauh lebih tenang. Tapi sayang itu tak semudah yang diharapkan karena para karyawan semakin menuntut dan juga membuat para wartawan di luar jadi ikut-ikutan heboh."Baik, Tuan. Saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk membantu."Setelah mendengar jawaban dari sekretaris pribadinya itu
"Kakak," panggil Sean sambil menarik ujung baju Nadia dan membuat gadis itu seketika langsung menoleh sambil mengerutkan keningnya. "Apa Sean boleh ketemu sama Mama?""Apa?" Nadia merasa tak percaya dengan Indra pendengarannya sendiri dan mencoba untuk memastikannya lagi. "Sean beneran mau ketemu sama Mama? Sean nggak ngerasa takut lagi?"Sean menganggukan kepalanya perlahan, dia yang sedang duduk di atas kasur Itu menatap Nadia dan menambahkan, "Sean cuma mau lihat Mama."Ada kesedihan yang tergambar sangat jelas di wajahnya. Sean selama ini sangat merindukan sosok seorang ibu dan tentu saja meskipun telah mendapatkan perlakuan yang buruk dari Monica, dia tak serta-merta membencinya begitu saja.Nadia menghela nafas perlahan dan kini duduk tepat di sampingnya sambil mengelus kepalanya perlahan. "Sean kalau memang mau ketemu sama Mama, Kakak akan coba bicara sama Papa Sean.""Makasih, Kak." Sean tersenyum tipis dan dengan cepat langsung memeluk Nadia. Setelah Nadia menjadi pengasuhnya
"Kenapa kamu ingin bertemu denganku?" Monica yang baru saja masuk ke dalam ruangan pertemuan itu segera menatap mantan suaminya sambil memicingkan matanya dengan tajam. "Bukankah kita berdua sudah impas?" tanyanya lagi.Memang benar bahwa dia meminta tolong pada mantan suaminya itu untuk mengumpulkan bukti mengenai kejahatan yang selama ini dilakukan oleh Bagaskoro. Tapi Monica melakukan itu tentu saja dengan tujuan agar bisa menghapuskan sedikit kesalahannya.Tapi tiba-tiba saja, Daniel datang ke penjara dan meminta untuk bertemu dengannya untuk pertama kalinya.Pasti ada sesuatu yang terjadi dan Monica meyakini hal itu.Daniel menatap Monica dan segera mengangkat dagunya sebagai kode untuk meminta wanita itu supaya duduk. Monica menurut dan kini duduk tepat di hadapan Daniel. Jarak di antara mereka berdua hanya terpisahkan sebuah kaca."Jujur saja, bukan aku yang ingin bertemu denganmu." Daniel akhirnya membuka suara dan menatap lekat Monica. Dia datang kemari karena keinginan Sean,
"Sean udah maafin Mama, kok." Sean tersenyum tipis dan memang benar bahwa dia tak sepenuhnya membenci Monica.Kenyataan mengenai rasa trauma yang dideritanya tak akan hilang dengan mudah memang benar adanya. Tapi dia tetap menganggap wanita yang jahat itu sebagai ibunya dan sampai kapanpun tak akan pernah bisa dihapuskan sama sekali.Monica merasakan sesak di dalam dadanya semakin kentara dan dia hanya bisa menangis karena sekarang semuanya sudah terlanjur. Sean memang memaafkan dirinya, tapi apakah itu benar?"Mama yang salah karena sudah berbuat hal bodoh, maaf …"Daniel yang mendengar suara tangisan itu hanya bisa memasang wajah datar dan kali ini dia percaya dengan setiap kata-kata Monica."Mama jangan nangis lagi, ya? Sean akan sering datang ke sini buat jengukin Mama."Monica mengangkat wajahnya dan mengusap air matanya itu sambil menganggukkan kepalanya dengan cepat. Setidaknya dengan terus bertemu dengan anaknya, dia bisa menjalani hukuman dengan mengurangi rasa rindu yang begi
Nadia menghela nafas perlahan dan berkata sinis, "Kalau kamu mau berdebat denganku, maaf saja. Aku nggak punya waktu untuk mengurusi hal seperti ini."Dia tak mau membahas sesuatu yang pada akhirnya hanya akan membuat mereka berdua berada dalam pertengkaran.Tapi Monica justru menatapnya dengan sinis dan berkata, "Duduklah, ada sesuatu yang harus kukatakan padamu."Nadia yang awalnya sudah bersiap untuk beranjak pergi seketika langsung menoleh kembali. Dia diam sejenak dan akhirnya kembali duduk dengan perasaan yang sedikit kesal.Monica menghela napas perlahan. Tak pernah ada seorangpun yang berani melawan ataupun bersikap arogan di hadapannya. Bahkan saat pertama kali bertemu dengan Nadia, Monica masih berada di posisi yang tak bisa digeser sama sekali.Tapi sekarang dia melihat ada banyak hal yang berbeda dan Nadia sendiri memang tak pantas disebut sebagai pelayan belaka karena memiliki paras yang cantik. Penampilannya kini terawat dan dia terlihat jauh lebih menawan."Kapan kalian
Daniel segera berdiri ketika melihat sosok gadis yang baru saja keluar dari ruangan itu. Dia segera mendekat dan bertanya, "Bagaimana? Apa obrolannya berjalan dengan lancar?"Nadia menoleh dan menganggukkan kepalanya sambil tersenyum tipis karena untungnya obrolan yang terjadi di dalam tadi berjalan sesuai dengan keinginan. Walaupun memang benar dia dan Monica sempat berdebat."Kamu nggak perlu khawatir karena kami berdua masih bisa bicara dengan baik," jawabnya.Daniel menatap wajahnya dengan lekat dan rasanya gadis itu tak berbohong sama sekali. Akhirnya dia bisa bernapas dengan lega karena memang awalnya merasa khawatir kalau sesuatu yang buruk menimpa Nadia.Bagaimanapun juga saat ini dia masih belum bisa percaya sepenuhnya pada Monica. Dia harus tetap bersikap waspada karena seekor ular tidak akan membuang semua bisa di dalam tubuhnya.Nadia mengedarkan pandangannya ke samping dan dia tak melihat sosok Sean. "Dimana Sean?""Dia ada di mobil. Ayo kita pergi," ajaknya.Nadia mengan
"Mama itu benci sama Kakak."Degh!Jantungnya dia terasa berdetak semakin terusan ketika mendengarnya. Dia jadi bingung dan hanya bisa menggigit bibir bawahnya perlahan.Namun untungnya Daniel membantu dan dengan cepat langsung berusaha untuk menjelaskan segalanya pada putranya itu supaya tak lagi berasumsi mengenai hubungan buruk antara calon ibu sambung serta ibu kandungnya."Sean, Mama dan Kak Nadia sudah saling memaafkan. Memang benar dulu … Mama kamu itu nggak suka sama Kak Nadia. Tapi sekarang, mereka berdua sudah akur, kok."Ada ketidakpercayaan yang mewarnai raut wajah bocah lelaki itu. Tapi ketika mendengarnya secara langsung dari ayahnya, entah mengapa dia jadi mulai mempercayainya.Apalagi Monica sendiri lah yang sejak awal berniat untuk bertemu dengan Nadia. Rasa khawatirnya itu perlahan jadi hilang karena dia bisa mulai mempercayai ibunya.Nadia tersenyum tipis ketika melihat bocah lelaki itu tak lagi banyak bertanya. Dia mengelus kepalanya perlahan dan berkata, "Ayo kita
Bagaskoro yang mendengar sekretarisnya itu sudah berani berbalik memarahinya seketika langsung memasang tatapan tajam. Dia merasa sangat pusing karena kini tak ada satupun orang yang mau membantunya."Sialan … sekarang apa yang harus kulakukan? Orang-orang brengsek itu tak ada yang mau membantuku sama sekali," desisnya.Semenjak kejadian mengenai dirinya yang berkomplotan dengan putrinya sendiri mencuat ke publik, orang-orang yang dulunya selalu mengekorinya setiap saat kini mulai lenyap satu persatu dan menutup mata serta telinga seolah-olah tak ingin tahu apapun mengenai dirinya.Hanya dengan mengingat hal itu saja telah berhasil membuat jantungnya terasa berdetak semakin kencang dan hatinya pun terbakar oleh amarah."Bagaimana ini, Tuan?" Sang sekretaris kembali bertanya dengan memasang raut wajah khawatir karena meski dia sudah berada di ruangan ini sekalipun, suara riuh dari luar tetap saja terdengar. "Kita tidak mungkin diam saja dan menunggu mereka semua bertindak lebih jauh lag