Bunda Anin dan Bi Marni membawa makan siang untuk Andin dan Haidar karena anak dan menantunya itu tidak kunjung turun untuk makan siang.
“Maaf, Bunda. Jadi merepotkan,” ucap Haidar. Ia merasa tidak enak hati karena sudah merepotkan mertuanya.
“Kalau kalian sakit malah lebih merepotkan Bunda,” balas Bunda Anin.
“Maaf, Bun,” ucap Haidar sembari menundukkan kepalanya.
“Bunda maafkan, tapi bikin cucu yang banyak untuk Bunda dan Ayah,” sahut Bunda Anin. Lalu ia dan Bi Marni masuk sambil membawa nampan berisi makan siang untuk Andin dan Haidar. Mereka menaruhnya di meja yang ada di kamar itu.
“Siap, Bunda,” jawab Haidar dengan semangat. “Kalau perlu sehari tiga kali aku bikin cucu untuk Bunda,” gumamnya dalam hati sembari menahan senyumnya.
Haidar menggaruk kepala bagian belakang. &ldquo
Andin menerima uluran tangan suaminya, ia turun dengan hati-hati karena bagian pusat intinya masih terasa perih. “Aku keceplosan,” sahut Andin sembari menyeringai setelah ia duduk di sofa yang ada deket jendela. Di depannya sudah tersedia banyak makanan yang bundanya bawakan.Andin dan Haidar makan dengan lahapnya. “Masakan Bunda sama enaknya dengan masakan kamu,” kata Haidar setelah mengelap mulutnya dengan tisu.Mereka seperti orang kelaparan, makanan yang dibawakan sang bunda ludes seketika. Maklum saja mereka habis bertempur dari malam sampai siang hari. Tenaga mereka sudah terkuras habis akibat pertempuran itu.“Boo, aku ngantuk,” kata Andin setelah menghabiskan semua makan siangnya.“Jangan tidur sehabis makan!” sahut Haidar pada sang istri.“Ta-Ucapan Andin terpotong saat pintu kamar terbuka tiba-t
Sisil mendekati Andin, ia duduk di samping sahabatnya itu. Sisil memerhatikan tubuh perempuan yang sudah seperti saudara baginya dengan teliti.“Widih … tato lo keren banget, Din,” ledek Sisil sambil menyingkap baju bagian atas sahabatnya. “Di dalam lebih banyak lagi motifnya,” kata Sisil sambil tertawa pelan.“Lo, apa-apan sih!” Andin menepis tangan Sisil. “Ntar lo pengin ditato kayak gini juga,” kata Andin sembari mengangkat bajunya supaya sedikit menutupi dada bagian atas.Tidak sampai di situ saja. Sisil pun meyibakkan rambut Andin yang tergerai menghalangi leher bagian sambing.“Bujug busyet!” Sisil menggelengkan kepala melihat stempel kepemilikan di leher sahabatnya. “Ternyata Bang Ar ahli membuat tato,” ucapnya sambil manggut-manggut.“Badan gue jadi bermotif kayak batik,” kata Andin
“Apanya yang basah?” tanya Sisil pada sahabatnya. Ia pindah tempat duduk ke tempat semula yaitu di samping Andin. Gadis mungil itu semakin penasaran dengan cerita tentang malam pertama sahabatnya.“Anu gue basah, gue inget semalam, jadi pengin lagi dianuin,” kata Andin sambil memejamkan matanya mengingat-ingat pertempuran semalam. “Kalau anu kita dijilatin, itu enak banget, Sil. Sumpah dah gue ketagihan dijilat.” Andin menyapu bibirnya dengan lidah sambil mendesah manja.Ia sengaja memanas-manasi Sisil karena dari tadi sahabatnya itu terus mendesaknya untuk menceritakan pengalaman malam pertama.“Ih si bego, kenapa juga lo ceritainnya sampai mendesah begitu. Gue ‘kan jadi pengin nyobain juga,” sergah Sisil sambil menoyor kepala Andin.Andin tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Sisil. “Tadi ‘kan lo yang maksa buat ceritain malam pert
Sisil terkejut mendengar ucapan sahabatnya. “Maksud lo, Aldin udah punya cewek?” tanya Sisil yang merasa patah hati saat mendengar ia hanya wanita ke tiga dalam hidup laki-laki pujaan hatinya.“Iyalah. Bunda sama gue,” jawab Andin sembari tersenyum. Ia sudah tahu kegelisahan sahabatnya itu saat mendengar ia hanya wanita ke tiga Aldin. “Eh lupa bukan yang ke tiga. Masih ada Oma, Nenek, Mami sama Mama,” lanjut Andin sembari tersenyum.Sisil menghela napas lega saat Andin menyebutkan wanita istimewa dalam hidup Aldin. Ia sudah berpikir yang tidak-tidak tentang laki-laki dingin yang menjerat hatinya.“Oh iya, hampir lupa, ada salam dari ibu,” kata Sisil. “Katanya semoga kamu cepet sembuh,” imbuh Sisil sambil tersenyum.“Ibu? Emangnya kapan lo pulang?” tanya Andin pada sahabatnya.“Tadi pagi gue pulang, teru
Sisil menoleh ke belakang sambil memejamkan matanya. Ia malu karena ketahuan sedang menguping. Sisil membuka mata saat sudah berhadapan dengan orang yang memergokinya.“Bang Ar!” Sisil terkejut ternyata orang yang memergokinya adalah suami dari sahabatnya yang sedang mendesah di dalam kamar. “Lah kalau Bang Ar di sini, terus Andin nganu sama siapa?” gumam Sisil.“Nganu?” Alis Haidar bertaut saat mendengar ucapan Sisil. “Maksud kamu apa?” tanya Haidar pada sahabat istrinya itu.“Andin di dalam lagi mendesah,” ucap Sisil. “Ops.” Sisil menutup mulutnya dengan kedua telapak tangan.Haidar langsung membuka pintu tanpa berbicara apa-apa lagi, kemudian ia menutupnya kembali dengan keras.“Mampus gue! Kenapa gue bisa keceplosan gini,” kata Sisil sambil menepuk-nepuk bibirnya. “Lagian si Andin
Haidar mendekati Andin yang sedang duduk di sofa sambil memegang ponselnya. Kemudian ia duduk di depan istrinya.“Kata Sisil kamu lagi mendesah. Kamu lagi ngapain? Mendesah sama siapa?” tanya Haidar pada istrinya dengan serius. Sorot matanya tanjam menatap manik mata sang istri.Andin tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan suaminya. “Jadi, dari tadi kamu mondar-mandir nggak jelas gara-gara itu? Niat hati mau jahilin Sisil kenapa kamu yang kena?” kata Andin sambil tertawa.“Kenapa kamu tertawa? Kamu kira lucu?” Haidar semakin kesal dengan istrinya.“Kamu lucu, kalau lagi cemburu,” sahut Andin sambil memegangi perutnya. Ia masih saja menertawakan suaminya. “Aku tuh mau ngeprank Sisil karena dari tadi dia kepoin malam pertama kita,” ucapnya masih dengan tawa.Andin tidak bisa berhenti tertawa karena suaminya sendiri
Haidar menganggukkan kepala, lalu membantu Andin untuk bangun. Andin segera masuk ke kamar mandi dan mengunci pintunya. Ia segera memeriksa pusat intinya.“Bener dugaan gue,” ucap Andin sambil tersenyum. “Kamu kurang beruntung, Boo,” imbuhnya sambil menahan tawa.Andin segera membersihkan diri. Hukumannya gagal karena sedang ada tamu bulanan. Setelah sepuluh menit ia keluar dari kamar mandi hanya menggunakan handuk yang melilit tubuhnya.Haidar yang sedang duduk di pinggiran tempat tidur menghadap kamar mandi sambil memainkan ponselnya, mendongakkan kepala saat mendengar pintu kamar mandi terbuka. “Kamu udah siap, Bee?” tanya Haidar sembari merentangkan tangannya menyambut sang istri.“Boo, hukumannya nanti aja ya, aku lagi kedatangan tamu,” kata Andin memelas. Ia menyesal karena tidak bisa melayani suaminya.“Tamu?” Ali
“Bee, kita keluar yuk!” ajak Andin setelah ia keluar dari ruang ganti dan sudah berpakaian santai. Sebenarnya ia bosan di kamar terus kalau tidak melakukan apa-apa, tapi karena ia merasa tidak nyaman saat berjalan, terpaksa ia mengurung diri di dalam kamar.Haidar mendekati istrinya, lalu, melingkarkan tangannya di pinggang sang istri. “Anu kamu udah nggak sakit kalau dibawa jalan?” tanya Haidar pada sang istri.“Nggak. Cuma berasa ada yang mengganjal aja sih,” jawab Andin sambil menarik-narik celananya.“Kenapa?” tanya Haidar sembari tertawa pelan melihat tingkah sang istri yang merasa tidak nyaman. Entah karena celananya yang kesempitan atau daerah sensitifnya yang terasa tidak nyaman.“Nggak nyaman,” jawab Andin sambil menyeringai.“Kamu ganti pake baju terusan aja, biar lebih nyaman!” titah Haidar pada pe
Terima kasih untuk kakak-kakak cantik dan kakak-kakak ganteng yang sudah mendukung novel saya ini. Tak terasa ternyata Haidar sudah menemani kalian selama setahun. Ceritanya memang belum selesai, masih ada kelanjutannya. Bagaimana kehidupan rumah tangga Gara dan Jennie setelah mamanya tahu, dan apakah mereka bisa mempertahankan pernikahannya di saat orang-orang yang membencinya berusaha untuk memisahkan mereka. Kisah si CEO bucin akan dilanjut di buku baru ya, khusus Gara dan Jennie. Novel ini sudah terlalu panjang, takut kalian mual lihat bab yang udah ratusan, hehehe .... Pemenang GA akan diumumkan di sosmed saya, i*, efbe, w*, kalau barangnya sudah datang, wkwwkk. Silakan follow i* @nyi.ratu_gesrek, atau bisa gabung di grup w*. Penilaian akan berlangsung sampai barang datang. Terima kasih banyak kakak-kakak sekalian. Mohon maaf jika cerita saya kurang memuaskan dan membuat kakak-kakak sekalian jengkel. Saya akan terus berusaha m
“Dia istri saya, kamu telah menghin orang yang saya cintai.”Jennie menatap suaminya sambil tersenyum. Ia senang mendengar Gara mengakui perasaannya di depan orang lain.“Maafkan saya, Tuan. Saya tidak tahu kalau Jennie … maksudnya saya tidak tahu kalau Nona Jennie istri anda.”Sekretaris cantik terus memohon minta ampun sambil berlinang air mata, namun Gara sudah terlanjur sakit hati.“Kalau dia bukan istri saya, apa kamu berhak menghina sesama kaummu seperti itu?”“Maafkan saya, Tuan, tolong jangan pecat saya!”“Saya tidak mau mempekerjakan orang-orang berhati busuk sepertimu.”“Sayang, berilah dia kesempatan sekali lagi, mungkin kalau aku ada di posisi dia, aku akan lebih parah dari itu.”Jennie merasa bersalah kepada sekretaris suaminya karena dirinyalah, wanita itu dipecat.“Saya tahu. Tapi, saya tidak suka melihat orang yang telah
“Hati-hati, Bos!”“Saya sudah jatuh, Biggie!" kesal Gara.“Ya udah ayo bangun!” Jennie membantu Gara yang tersungkur karena terkejut melihatnya masih bekerja sebagai office girl di kantornya sendiri.“Kenapa kamu ada di sini?” tanya Gara setelah bangun dan berdiri.“Aku kan masih kerja di sini, Bos,” jawab Jennie sambil tersenyum.“Tidak perlu kerja lagi, kamu tunggu saya pulang kerja saja di rumah!”“Aku bosan di rumah terus.”“Kamu bisa jalan-jalan atau belanja bersama Anisa atau Mommy. Kamu cari kegiatan lain, tapi jangan bekerja di sini!”“Kenapa? Kamu malu kalau sampai orang lain tahu kalau istri dari CEO Mannaf Group ternyata hanya seorang office girl?”“Bukan itu maksudnya. Saya hanya tidak ingin kamu kerja lagi. Kamu istirahat saja ya, biar saya yang mencari uang untuk kamu.”“Kontr
"Bukan apa-apa," jawab Jennie sambil berjalan keluar dari kamar."Biggie, saya yakin ada yang kamu sembunyikan.""Nggak ada. Besok kamu udah mulai kerja lagi, pasti pulangnya malam dan capek 'kan? Mana mungkin kita bisa bercanda seperti tadi lagi.""Saya akan meluangkan banyak waktu untukmu. Kamu tenang saja, kali ini saya tidak akan pulang malam."Jennie menghentikan langkah kakinya, lalu berbalik menghadap Gara."Jangan kayak gitu. Lakukanlah kegiatanmu seperti sebelumnya. Aku nggak mau menjadi pengganggumu, lagian kita 'kan bisa menghabiskan waktu seharian di akhir pekan."Gara tersenyum menanggapi ucapan istrinya. "Saya bersyukur mempunyai istri sepertimu."Pria yang memakai kaus berwarna putih dengan dipadukan celana panjang berwarna krem menggenggam tangan istrinya, lalu melanjutkan langkahnya menuju ruang makan.Mereka makan sambil suap-suapan yang membuat seisi rumah itu berbahagia melihat Tuan dan nona mudanya be
Jennie juga melakukan hal yang sama seperti suaminya. “Aku juga mencintaimu.”Kedua pasangan pengantin baru itu sedang berbahagia. Mereka menghabiskan waktu di dalam kamar dengan bermain kertas gunting batu. Yang kalah akan menuruti perintah yang menang.“Kamu kalah suamiku,” kata Jennie sambil tertawa.“Apa yang harus saya lakukan?”“Buatkan aku jus jeruk!” titah Jennie.“Baiklah, saya akan melakuknanya.”“Tapi haus kamu yang membutanya, jangan menyuruh Bibi.”“Iya ….” Gara turun dari tempat tidur, lalu pergi ke dapur untuk membuatkan minuman sang istri.“Kapan lagi memerintah CEO,” kata Jennie sambil tertawa setelah suaminya keluar dari kamar. “Belum tentu aku bisa bersamanya terus,” lanjutnya dengan pelan. “Aku takut Mama tahu pernikahan ini?”Beberapa menit kemudian sang suami masuk den
Gara bangun dan berdiri. "Saya mau pakai baju dulu."Laki-laki tampan itu buru-buru masuk ke dalam kamar mandi.Jennie bangun dan terduduk sambil memerhatikan suaminya. "Katanya mau pakai baju, tapi kenapa malah masuk lagi ke dalam kamar mandi?" gumamnya."Kenapa adik saya bangun hanya karena saya menindihnya?" gumam Gara saat berada di bawah pancuran air. Berharap sang adik tenang dan kembali tertidur. "Kalau Biggie tahu, ini sangat memalukan."Setelah beberapa menit Gara keluar dari kamar mandi dan langsung pergi ke ruang ganti. Laki-laki itu menghampiri istrinya setelah berpakaian."Lehermu tidak apa-apa 'kan?" Gara duduk di samping istrinya . "Maafkan saya ya!"Jennie memiringkan duduknya menghadap sang suami. "Gara, apa kamu sadar saat tadi kamu bilang kalau kamu mencintai saya?"Bukannya menjawab laki-laki tampan itu malah menyentil kening istrinya dengan keras."Sakit, Garangan!" Jennie mengusap-usap keningnya samb
"Apa kamu mencoba menukar keperawananku dengan motor ini?"“Kamu itu istri saya, kenapa kamu berbicara seperti itu kepada suamimu?”Gara tersinggung dengan ucapan istrinya karena dia menyiapkan motor itu setelah resmi menjadi suami Jennie.Ia hanya ingin memfasilitasi istrinya supaya wanita yang telah sah menjadi pendamping hidupnya itu bisa aman berkendara dengan motor barunya karena motor lamanya sudah tidak layak pakai."Bukannya kamu bilang nggak mau melakukannya kalau aku belum siap? Kalau ngomong tuh jangan asal keluar terus dilupain, kayak kentut aja.”Gara menatap istrinya dengan tatapan tajam, lalu pergi meninggalkan wanita itu. Ia kembali ke kamar dan langsung berendam air hangat untuk melemaskan otot-ototnya.“Kenapa saya selalu lupa dengan apa yang saya ucapkan padanya. Saya pasti terlihat seperti laki-laki bodoh yang plin plan,” ucapnya sambil menengadahkan kepalanya dengan tangan bersandar pa
"Bukannya kamu rindu dengan keluargamu," sahut Gara sambil berjalan menghampiri istrinya."Mereka ada di mana?" tanya Jennie tanpa mengalihkan pandangannya pada layar ponsel. Ia tersenyum bahagia saat melihat adik satu-satunya."Di rumah keluarga barunya. Ibu kamu sudah menikah lagi dan mereka hidup bahagia bersama adikmu.""Kenapa Mama nggak bilang sama aku kalau mau menikah? Kenapa Mama melupakanku?"Gara mencengkram dagu istrinya dengan lembut. "Hey, Cantik! Apa kamu memberitahu ibumu kalau kamu sudah menikah dengan saya?""Benar juga," sahutnya. "Tapi, aku punya alasan sendiri kenapa nggak bilang sama Mama." Jennie menepis tangan suaminya."Ibu kamu juga punya alasan sendiri.""Kamu tahu dari mana?""Jangan lupakan siapa suamimu ini?""Maaf, aku lupa soal itu," jawabnya sambil melirik dengan sinis suaminya."Jangan bersedih!" Gara membelai lembut rambut sang istri yang tergerai indah."Kenapa dia
“Ya saya ingin merekam suara kamu,” jawab Gara pelan sambil tersenyum.“Sejak tadi kamu udah denger ‘kan, apa yang aku katakan?” tukas Jennie yang dijawab dengan anggukkan kepala oleh suaminya. “Kamu memang menyebalkan Gara.”Jennie menggelengkan kepala sambil menggeser duduknya membelakangi sang suami. “Kena kutukan apa aku ini? Bisa-bisanya jatuh cinta kepada laki-laki seperti dia. Laki-laki narsis, dingin, angkuh, dan sangat menyebalkan."“Salah saya apa? Saya hanya ingin merekam suara kamu, itu aja. Saya ingin menyimpannya sebagai pengingat kalau saya sedang merindukanmu.”Jennie menoleh pada suaminya, lalu berkata, “Salah kamu apa? Astaga, ini CEO punya otak apa nggak sih? Tensi darahku bisa naik ini." Jennie menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan. "Aku harus tetap menjaga kewarasanku," ucapnya sambil mengipasi wajah menggunakan telapak tangan."Biggie, saya ha