Tari langsung meraba bibirnya, lalu menjilatinya. "Ya iyalah gurih, tadi 'kan abis makan mie rebus, belum sikat gigi," ucapnya sembari tersenyum.
"Ya udah ayo kita tidur, supaya besok tidak mengantuk saat kerja." Baron mencium kembali bibir sang istri dengan gemas karena lengan wanita cantik itu masih melingkar di lehernya. Ia menciumi setiap inci wajah cantik istrinya. "Sepertinya kamu ingin saya tiduri lagi," ucapnya yang langsung menindih tubuh sang istri.
"Abang berat!" Tari menyingkirkan tubuh tegap itu hingga terguling ke sampingnya. "Pelan-pelan ya! Serabiku masih perih," ucapnya malu-malu.
Ia tidak bisa menolak permintaan sang suami, walau hanya sekedar candaan saja. Ia sudah berjanji akan patuh dan setia pada laki-laki yang telah menerangi dunianya yang gelap.
Baron membelai dengan lembut pipi sang istri. "Saya hanya bercanda," ucapnya sembari tersenyum, "Ayo kita tidur!"
Ciuman hangat pengantar tidur mendarat di kening sang istri. "Istira
"Maaf, Nyonya. Saya sudah menyiapkan sarapannya, tadi dibantu Ibu Nyonya juga," ucap Bi Omah dengan sopan, "Maafkan saya, Nyonya. Saya melakukannya atas perintah Tuan." Bi Omah menundukkan kepalanya di hadapan Nyonya rumah itu.Sang nyonya sudah berpesan sebelumnya untuk sarapan sang suami, agar ia saja yang menyiapkannya.Wanita yang sudah tidak muda lagi itu tertunduk, merasa bersalah karena tidak berbicara terlebih dulu pada sang nyonya."Syukurlah." Tari mengelus dadanya. Ia merasa lega, ia pikir tidak ada yang menyiapkan sarapan untuk suaminya karena sebelumnya ia sudah melarang Bi Omah membuat sarapan untuk suaminya."Nggak usah minta maaf, Bi! Harusnya saya yang mengucapkan terima kasih sama Bibi," ucap Tari dengan ramah kepada pelayan di rumah sang suami. "Kalau begitu saya mau siap-siap dulu, Bi.""Ibu sana mandi! Aku aja udah mandi, wangi dan cantik," kata Merry sambil menusuk kedua sisi pipinya dengan jari telunjuk."B
Baron mengecup bibir ranum istrinya. Laki-laki yang baru mengenal cinta itu sudah kecanduan nikmatnya memadu kasih dengan orang yang menjadi penyemangat hidupnya."Cepat mandi sana! Saya sudah lapar," bisik Haidar di telinga sang istri.Tari langsung membuka matanya, lalu bergegas ke kamar mandi sebelum sang suami berubah pikiran.Wanita cantik itu dengan cepat membersihkan tubuhnya. Tidak sampai sepuluh menit Tari sudah keluar dari kamar mandi. Ia bergegas masuk ke ruang ganti dengan langkah setengah berlari."Tidak usah buru-buru!" kata Baron saat Tari memakai blazer sambil berjalan ke arahnya."Nanti kita kesiangan, Bang," balas Tari sembari meraih tas kerja yang tergantung di tempatnya. "Ayo!" Tari melingkarkan tangannya di lengan kekar sang suami. Menarik laki-laki itu untuk segera melangkah."Atur napas kamu yang benar!" Baron menghentikan langkahnya melihat napas Tari tersengal-sengal.Tari menghirup napas pelan-pelan, lalu men
Baron terbatuk-batuk saat mendengar ucapan putrinya."Pelan-pelan dong, Bang," ucap Tari sambil tersenyum. "Makanya jangan ngomong apa aja di depan Merry," bisik Tari di telinga suaminya."Ayah kenapa?" Merry turun dari kursinya, lalu menghampiri sang ayah.Baron Kembali minum setelah batuknya mereda. "Ayah tidak apa-apa, Nak," jawabnya setelah meletakkan gelas kosong itu di meja makan. "Ayo kita berangkat!""Ayo, Yah," jawab Merry dengan semangat."Sayang, maafkan Ibu dan Ayah ya, hari ini nggak bisa nganter kamu dulu karena kami sudah sangat terlambat," kata Tari kepada sang anak.Ia yakin suaminya tidak akan menolak jika Merry memintanya untuk mengantar ke sekolah walaupun ia sudah sangat terlambat."Iya, Bu, nggak apa-apa," jawab Merry."Merry dianter sama Nenek aja ya," sahut Bu Rumi sambil tersenyum kepada cucunya."Iya, Nek. Ayo kita berangkat." Merry berjalan menghampiri sang nenek. Mereka keluar bers
Pandangan wanita seksi itu tertuju pada empat laki-laki berbadan tegap yang memakai pakaian santai."Kenapa mereka tidak memakai baju yang sama?" Tari membandingkan pengawal yang berada di depannya dengan pengawal yang menunggunya di luar gerbang."Untuk mengelabui musuh, supaya mereka berpikir pengawalannya tidak begitu ketat," jawab Baron sembari menggenggam jemari lentik sang istri. "Maaf, karena sudah membuatmu masuk ke dalam masalah ini. Saya akan melindungi keluarga kita seperti saya melindungi keluarga Tuan Mannaf. Kalian sangat berarti bagi saya." Baron mencium jemari lentik itu sebelum istrinya masuk ke dalam mobil."Apa Tuan Haidar banyak musuhnya?" tanya Tari pelan kepada sang suami. Namun, ia tidak mendapatkan respons dari suaminya. "Maaf, Bang, saya sudah lancang," ucap Tari sambil menutup mulutnya.Baron menyingkirkan telapak tangan sang istri. "Tidak apa-apa, kamu sudah menjadi istri saya, wajar kalau kamu juga ingin tah
'Ini laki bawel amat ya, aku 'kan cuma pake bedak sama lipstik aja, nggak kebayang kalau lihat orang lain dandan sampai manglingi, pasti peralatan tempurnya banyak.' Tari hanya bisa menggerutu di dalam hatinya."Sayang ... kamu ng-""Ntar dulu, Bang, nanggung ini," sahut Tari memotong pembicaraan suaminya. "Nanti aku malu diledekin yang lain, kantung mataku menghitam gara-gara sering olahraga malam," ucapnya sambil mengoles lipstik di bibirnya."Kamu sudah punya saya, tidak usah berdandan yang akan membuat laki-laki lain melirik kamu," ucap Baron. Ia masih tidak rela kalau istrinya berdandan cantik."Abang, aku seorang sekretaris CEO, masa muka aku kusam dan kucel," sahut Tari, "Aku nggak dandan berlebihan, hanya sedikit menyamarkan lingkaran hitam mataku aja. Hatiku sudah digembok, nggak mungkin ada yang bisa masuk ke hati ini, 'kan kuncinya ada di Abang," ucap Tari sembari tersenyum manis pada suaminya.Baron tidak bisa berkata apa-apa lagi, yang
Tari menghentikan langkahnya, lalu membalikkan badan menghadap sang suami. "Tuan, manggil saya?" tanya Tari dengan sopan."Jangan panggil saya Tuan! Semua orang di kantor ini sudah tahu kalau kamu istri saya." protes Baron kepada istrinya. Hari ini ia benar-benar dibuat kesal dengan sikap sang istri. "Kenapa tidak pamit kepada saya juga?"Tari melirik sang bos yang melipat kedua tangannya si depan dada sambil memerhatikan ia dan suaminya. Tari merasa malu dengan sikap sang suami."Saya kerja dulu ya, Bang." Tari meraih tangan sang suami, lalu menciumnya. Kemudian, segera berlalu dari hadapan dua laki-laki gagah itu.Sekretaris cantik itu segera duduk setelah sampai di meja kerjanya, mengatur napas yang sudah tidak teratur karena menahan amarahnya. Lalu, mengembuskannya perlahan. Ia sungguh dibuat kesal dengan sikap posesif sang suami."Es balok benar-benar menyebalkan," keluh Tari sembari membuka laci meja kerjanya. "Ternyata perawatan tempur ketin
“Maafkan saya, Tuan.” Baron bangun dari duduknya, lalu membungkukkan badan beberapa detik. Ia benar-benar menyesali kelalaiannya. Setelah bertahun-tahun mengabdi kepada keluarga Manaf, baru kali ini dia kecolongan.“Duduklah!” titah Haidar kepada Baron. Ia bisa merasakan apa yang dirasa oleh orang yang paling dekat dengannya selama bertahun-tahun sebelum ia menikah dengan Andin.Baron kembali duduk, ia begitu dilema dengan semuanya. “Ini alasannya kenapa dari dulu saya tidak mau menikah, tapi sekarang saya sudah terperangkap dalam pernikahan, dan tidak bisa berbuat apa-apa. Tolong beritahu saya harus berbuat apa! Saya tidak akan membantah perintah Tuan,” ucap Baron penuh penyesalan.“Jangan berbicara seperti itu, kalau istrimu mendengar semuanya dia pasti akan bersedih dan kata-katamu benar-benar menyakitinya,” kata Haidar dengan tegas, “Jadikan keluarga barumu sebagai kekuatanmu!”“Tapi, T
“Maaf, Tuan, saya sudah pernah menginfokan semuanya, tapi waktu itu Tuan bilang tidak peduli semua tentang Nyonya. Jadi, saya tidak pernah membahas ini lagi,” jawab Baron sambil menunduk.Ia jadi merasa bersalah, dulu tuannya menolak karena belum ada rasa cinta yang tumbuh di hatinya untuk sang istri. Namun, sekarang mereka sudah saling mencintai, tapi Baron lupa untuk memberitahukan kembali tentang sang nyonya.Haidar mengingat sikapnya dulu sebelum jatuh cinta kepada wanita yang menjadi istrinya. Ia tidak mau tahu apa-apa tentang wanita seksi itu. “Ya saya mengingatnya,” ucap Haidar.“Anak-anak Tuan Rey terlihat biasa saja, tapi di balik semua itu tidak ada yang tahu kalau mereka begitu cerdik dan tangguh,” ujar Baron, “Tuan Rey selalu bisa mengatasi semuanya dengan tenang. Masalah Tuan yang membuat Nyonya kabur dari rumah saja, beliau yang mengatasi semuanya secara diam-diam.”“Saya tahu itu,”