"Kira-kira siapa ya yang ngirimin surat beginian ke kita?" tanya Citra yang masih menatap surat yang sudah tak berupa itu karena sempat di remas oleh Atala. Gadis itu bahkan masih mengenakan pakaian pengantin yang membuatnya susah bergerak.Atala yang juga masih mengenakan setelan jas hitam-putih hanya menggeleng. Dia terlihat frustrasi sejak tadi. Pria itu mondar-mandir di ruang televisi.Karena mobil mereka memang tidak bisa dipakai akibat kaca mobil yang bermandikan telur, Atala terpaksa menelepon papanya untuk minta tolong. Tapi dia tak mengabarkan masalah yang dia hadapi sebenarnya. Dia hanya mengabarkan kalau mesin mobilnya mogok kurang air. Tak lama kemudian, orang suruhan papanya datang menjemput menggunakan mobil pribadi papanya yang lain."Gue nggak tahu siapa," ucap Atala sambil menghempaskan tubuhnya di sofa depan televisi. "Tapi dilihat dari kalimat di surat itu kayaknya mereka orang yang nggak suka sama pernikahan kita. Dan mereka nggak tahu kalau pernikahan kita cuman s
Atala tidak bisa tidur.Jam sudah menunjukkan setengah tiga dini hari. Tapi matanya masih terbuka lebar. Dia hanya berbaring sejak tadi sambil kedua tangan terentang mengalasi kepalanya. Otaknya kusut memikirkan siapa pelaku teror itu.Tebak-tebakan yang dia lakukan dengan Citra tadi tidak membuahkan hasil yang pasti. Mereka hanya menebak nama seseorang, tapi berujung tidak yakin juga jika orang itu benar-benar pelakunya. Hingga akhirnya Atala memutuskan untuk istirahat dulu. Dan membahas masalah itu besok lagi. Namun, dia malah tidak bisa tidur sekarang."Apa gue cerita aja ya ke Papa soal ini. Siapa tahu Papa tahu siapa orang itu dan Papa pasti bisa bantu gue," gumam Atala seorang diri.Dia lalu mengubah posisi berbaringnya menjadi miring. "Tapi ...." Atala ingat kata-kata 'Anak Manja' yang tertulis di surat itu."Sial, siapa sih orang itu? Kok tahu gue anak manja? Ini pasti orang dekat nih," gumamnya lagi. "Kayaknya dia nantangin gue deh supaya gue selesain masalah itu sendiri tanp
"Lo tahu nggak sih apa yang gue pikirin sekarang?" tanya Atala yang terlihat makin kesal.Citra hanya menggeleng."Dengan adanya berita itu, kabar pernikahan kita menyebar ke mana-mana. Nggak cuman orang-orang dekat yang tahu, orang yang bahkan nggak kenal kita juga jadi tahu.""Ya bagus, dong. Kan pernikahan memang untuk disebarluaskan. Biar kita nggak disangka kumpul kebo," tangkis Citra.Atala menghela napas. "Itu artinya makin banyak orang yang tahu pernikahan kita, Cit. Makin banyak juga yang iri, makanya sampai ada surat-surat aneh kayak semalam kan? Kita nggak tahu siapa aja yang iri sama kita di luaran sana!"Citra terdiam. Yang Atala bilang ada benarnya."Gue jadi makin kesal sama Papa. Papa pasti sengaja ngadain ini. Lo tadi bilang apa? Netizen heran kenapa gue yang seorang pewaris tunggal memilih menikah muda, nggak berkarier dulu kayak pewaris tunggal lain? Ya itu kan karena permintaan Papa juga. Dan Papa pasti sengaja membiarkan awak media tahu tentang pernikahan kita kare
"Liat kan yang gue bilang? Baru aja tadi diomongin," kesal Atala memperhatikan buket bunga Melati yang penuh bercak darah itu terletak di lantai teras.Citra yang ikut berjongkok di sisi Atala menatap surat ditangannya, surat yang baru mereka temui dalam buket bunga tersebut. Sementara Bibi Rahma masuk ke dalam, tidak ingin ikut campur meski dia penasaran masalah apa yang sedang dialami majikannya itu."Pernikahan kalian tidak selalu indah dan putih seperti bunga Melati yang sesungguhnya. Pernikahan kalian akan dinodai dengan masalah besar seperti bercak darah yang ada di bunga Melati ini. Selamat untuk pernikahan kalian. Bunga Melati ini lambang pernikahan kalian yang kekal abadi di surga." Citra membaca surat itu berulang-ulang."Buang aja deh surat itu," kesal Atala."Jangan." Citra menyahut. "Kalau lo mau serius tindak kasus ini, kita bisa laporkan ke polisi dan surat ini bisa jadi barang bukti.""Siapa sih orang ini sebenarnya? Gue yakin teror ini ada karena berita pesta pernikaha
Meskipun Atala telah menyewa satpam untuk menjaga rumah mereka, sepasang suami-istri itu sempat stres dibuat peneror itu. Setiap hari mereka memikirkan siapa pelakunya. Namun, mereka tak bisa menemukan jawaban yang pasti. Semua tindakan yang mereka lakukan hanya jalan di tempat. Atala ingin memancing orang tua itu untuk keluar, tapi bingung bagaimana caranya. Dia juga sudah bercerita pada teman-temannya, tapi tak ada yang bisa menebak siapa pelaku teror yang menghantui Atala belakangan ini. Begitu pula dengan Citra, dia juga menceritakan masalah itu dengan Dimas dan Tasya. Namun, tidak ada yang membuahkan hasil.Atala menunggu teror itu datang lagi, karena dia ingin langsung menyergap orang itu. Namun, teror itu juga tak kunjung datang hingga beberapa hari kemudian. Sampai Atala berpikir kalau orang yang menerornya itu hanya iseng. Dan dia memilih tak menanggapi orang iseng itu. "Bego juga ya kita sampai stres mikirin siapa mereka? Padahal mereka cuman iseng ngerjain kita," ucap Ata
Citra tersenyum semringah kala pintu dibuka dan menemukan eyang putri yang pertama kali membukakannya pintu. "Assalamualaikum, Eyang," sambut Citra semringah. Eyang putri menyahut salam Citra. Lalu mempersilakan cucunya masuk."Eyang lagi apa?" Citra celingukan memindai setiap sudut rumah itu. "Kak Shinta mana?""Kakakmu sama anaknya lagi pergi ke acara ulang tahun teman anaknya," jelas eyang yang langsung masuk ke dalam. Citra mengiringinya."Oh ...." Citra mengangguk-angguk. Syukurlah kalau Kak Shinta tidak ada di rumah. Jadi Kak Shinta tak perlu banyak bertanya tentangnya. "Jadi Eyang tinggal sama siapa?" Pertanyaan Citra terjawab saat dia berpapasan dengan baby sitter Raya, anak Kak Shinta yang kedua, yang sedang duduk di meja telepon. Sepertinya dia baru habis menerima telepon entah dari siapa. Baby sitter itu sempat tersenyum halus melihatnya. Citra membalas hal serupa."Ada Kikan yang temani Eyang," jawab Eyang. Kikan adalah nama baby sitter itu.Citra mengangguk-angguk. "Oh iy
"Kamu sudah berkunjung ke makam Eyang Kakung?" Pertanyaan itu terus bertalu-talu di kepala Citra.Jujur, Citra memang belum pernah ke makam eyang kakung. Terakhir kali dia ke makam eyang kakung ketika prosesi pemakaman itu dilakukan. Dan setelah itu dia tidak pernah ke makam eyang lagi.Dia terlalu sibuk dengan dunianya, terlalu sibuk dengan rutinitas dan ambisinya, terlalu sibuk dengan masalahnya. Citra merasa menjadi cucu yang durhaka.Pertanyaan eyang tadi seolah menyadarkannya. Karenanya, setelah dari rumah Kak Shinta, setelah pamit dengan eyang, dengan menggunakan taksi, dia langsung pergi ke makam eyang kakung. Tidak lupa dia membeli bunga kenanga, potongan daun pandan beserta air minum di warung khusus yang ada di sekitar pemakaman itu.Kini gadis itu sudah terduduk di tepi makam eyang kakung. Untuk pertama kalinya Citra ke sini. Gadis itu menabur bunga dan daun pandan lalu menyiramkan air minum botol plastik ke gundukan tanah itu. Setelahnya gadis itu mengangkat tangan untuk be
"Woi berhenti lo! Jangan jadi pengecut!"Atala mengernyit mendengar teriakan itu. "Siapa yang pengecut?! Lo ngatain diri sendiri?!" Atala melawannya terang-terangan sambil tertawa. Pengendara itu tidak menyahut lagi, tapi masih menggiring mobilnya. Atala jadi kesal. Sampai dia meninju setiran mobilnya. "Anjing, nih, orang!"Motor si peneror itu berhasil menghadang jalan Atala dengan menghentikan motornya di depan mobil SUV itu secara tiba-tiba. Atala spontan mengerem mendadak seiring dengan jantungnya yang berdebar kencang. "Sial! Mau apa, sih, nih, orang?! Kenapa nggak gue tabrak aja tadi, ya." Dia baru teringat."Kayaknya orang ini makin berani, ya. Dia nantangin gue. Oke siapa takut?!" Atala pun memutuskan untuk turun dari mobilnya dan melawan orang itu. Dia pun ingin melihat wajah yang tersembunyi di balik masker kain itu."Siapa lo?!" tanya Atala lebih dulu dengan berani saat dia telah berdiri di depan orang itu yang juga sudah turun dari motornya. Kedua lelaki itu berdiri berha