"Apa aja yang cewek itu tanya sama lo?" Atala bertanya saat dia mengantar Rani pulang ke rumah.
"Gue deg-degan selama ngomong sama dia. Tapi untungnya dia nanya yang ringan-ringan aja. Nggak nanya yang bersifat rahasia," jelas Rani.
"Bersifat rahasia gimana?" Atala menoleh sekilas.
"Kayak nanyain gimana masa kecilnya lo atau nanyain soal ibu lo dan pertanyaan semacamnya," jelas Rani panjang lebar.
"Ya, kalau dia nanyain gitu-gitu kan bilang aja nggak tahu. Bilang aja waktu itu kita belum saling kenal. Gampang kan? Ngapain takut."
Rani meringis. "Gitu, ya."
"Iya."
"Gue cuman khawatir jawaban kita nggak sama."
"Tapi tadi emang dia nggak nanya yang aneh-aneh kan? Dan lo nggak ngomong yang aneh-aneh juga?"
Rani menggeleng. "Enggak. Gue cuman jawab pertanyaan-pertanyaan dia. Gue nggak ngomong duluan."
Atala mengangguk-angguk. "Bagus, deh."
"Cuman tadi ...."
"Tadi apa?" Atala menoleh lagi.
"Ngapain sih Papa ngadain pesta pernikahan buat aku segala?" Atala bertanya begitu dia tiba di ruang kerja papanya dan papa menanyakan ada keperluan apa dia datang kemari."Jadi kamu jauh-jauh datang ke sini hanya untuk menanyakan itu?" Johan malah bertanya balik. Dia melipat koran yang hendak dia baca. Dan fokus pada anaknya yang kini berdiri menatapnya."Ya iyalah, Pa. Aku tahu pasti Papa ingin memberitahu orang-orang yang belum mengetahui kabar pernikahan aku kan? Terutama kolega bisnis Papa.""Kalau kamu sudah tahu jawabannya, kenapa tanya lagi?""Ya, aku cuman ingin memastikan. Dan kenapa juga Papa baru berpikiran buat ngadain pestanya sekarang? Pernikahan aku udah basi.""Belum. Pernikahan kamu baru sekitar satu bulan. Masih bisa diadakan pesta. Nanti Papa akan jelaskan ke mereka kalau kamu udah nikah sebulan yang lalu di luar negeri. Dan menginginkan pesta di sini, biar orang-orang tahu. Apa susahnya?"Jujur, Atala masih kesal dengan papanya yang tidak mengizinkannya bekerja di
Pesta yang membosankan bagi Citra itu akhirnya usai pukul sepuluh malam.Sang pengantin pulang menggunakan mobil pribadi milik Atala. Atala membawa mobil agak ngebut karena Citra memintanya untuk segera sampai di rumah. Gadis itu sudah sangat lelah dan mengantuk.Namun, tiba-tiba muncul tiga motor dari belakang mobil dengan masing-masing dua orang mengendarainya. Salah satu pengendara motor itu mengetuk-ngetuk kaca jendela mobil sambil berteriak-teriak.Atala dan Citra saling pandang. Seketika bulu kuduk Citra meremang karena takut. Jantungnya seakan ingin mencelus."Atala mereka siapa?" desis gadis itu memeluk lengan Atala yang tengah menyetir."Mereka mungkin cuman begal. Lo jangan panik gitu, dong. Gue jadi nggak bisa mikir, nih." Atala sesekali melirik orang-orang itu.Ya, yang dia tahu kawasan sekitar sini malam-malam memang banyak begal. Dan mereka mengincar siapa saja yang menggunakan mobil."Begal? Begal lo bilang cuman?" Citra makin takut dan menempelkan dirinya di lengan Atal
"Kira-kira siapa ya yang ngirimin surat beginian ke kita?" tanya Citra yang masih menatap surat yang sudah tak berupa itu karena sempat di remas oleh Atala. Gadis itu bahkan masih mengenakan pakaian pengantin yang membuatnya susah bergerak.Atala yang juga masih mengenakan setelan jas hitam-putih hanya menggeleng. Dia terlihat frustrasi sejak tadi. Pria itu mondar-mandir di ruang televisi.Karena mobil mereka memang tidak bisa dipakai akibat kaca mobil yang bermandikan telur, Atala terpaksa menelepon papanya untuk minta tolong. Tapi dia tak mengabarkan masalah yang dia hadapi sebenarnya. Dia hanya mengabarkan kalau mesin mobilnya mogok kurang air. Tak lama kemudian, orang suruhan papanya datang menjemput menggunakan mobil pribadi papanya yang lain."Gue nggak tahu siapa," ucap Atala sambil menghempaskan tubuhnya di sofa depan televisi. "Tapi dilihat dari kalimat di surat itu kayaknya mereka orang yang nggak suka sama pernikahan kita. Dan mereka nggak tahu kalau pernikahan kita cuman s
Atala tidak bisa tidur.Jam sudah menunjukkan setengah tiga dini hari. Tapi matanya masih terbuka lebar. Dia hanya berbaring sejak tadi sambil kedua tangan terentang mengalasi kepalanya. Otaknya kusut memikirkan siapa pelaku teror itu.Tebak-tebakan yang dia lakukan dengan Citra tadi tidak membuahkan hasil yang pasti. Mereka hanya menebak nama seseorang, tapi berujung tidak yakin juga jika orang itu benar-benar pelakunya. Hingga akhirnya Atala memutuskan untuk istirahat dulu. Dan membahas masalah itu besok lagi. Namun, dia malah tidak bisa tidur sekarang."Apa gue cerita aja ya ke Papa soal ini. Siapa tahu Papa tahu siapa orang itu dan Papa pasti bisa bantu gue," gumam Atala seorang diri.Dia lalu mengubah posisi berbaringnya menjadi miring. "Tapi ...." Atala ingat kata-kata 'Anak Manja' yang tertulis di surat itu."Sial, siapa sih orang itu? Kok tahu gue anak manja? Ini pasti orang dekat nih," gumamnya lagi. "Kayaknya dia nantangin gue deh supaya gue selesain masalah itu sendiri tanp
"Lo tahu nggak sih apa yang gue pikirin sekarang?" tanya Atala yang terlihat makin kesal.Citra hanya menggeleng."Dengan adanya berita itu, kabar pernikahan kita menyebar ke mana-mana. Nggak cuman orang-orang dekat yang tahu, orang yang bahkan nggak kenal kita juga jadi tahu.""Ya bagus, dong. Kan pernikahan memang untuk disebarluaskan. Biar kita nggak disangka kumpul kebo," tangkis Citra.Atala menghela napas. "Itu artinya makin banyak orang yang tahu pernikahan kita, Cit. Makin banyak juga yang iri, makanya sampai ada surat-surat aneh kayak semalam kan? Kita nggak tahu siapa aja yang iri sama kita di luaran sana!"Citra terdiam. Yang Atala bilang ada benarnya."Gue jadi makin kesal sama Papa. Papa pasti sengaja ngadain ini. Lo tadi bilang apa? Netizen heran kenapa gue yang seorang pewaris tunggal memilih menikah muda, nggak berkarier dulu kayak pewaris tunggal lain? Ya itu kan karena permintaan Papa juga. Dan Papa pasti sengaja membiarkan awak media tahu tentang pernikahan kita kare
"Liat kan yang gue bilang? Baru aja tadi diomongin," kesal Atala memperhatikan buket bunga Melati yang penuh bercak darah itu terletak di lantai teras.Citra yang ikut berjongkok di sisi Atala menatap surat ditangannya, surat yang baru mereka temui dalam buket bunga tersebut. Sementara Bibi Rahma masuk ke dalam, tidak ingin ikut campur meski dia penasaran masalah apa yang sedang dialami majikannya itu."Pernikahan kalian tidak selalu indah dan putih seperti bunga Melati yang sesungguhnya. Pernikahan kalian akan dinodai dengan masalah besar seperti bercak darah yang ada di bunga Melati ini. Selamat untuk pernikahan kalian. Bunga Melati ini lambang pernikahan kalian yang kekal abadi di surga." Citra membaca surat itu berulang-ulang."Buang aja deh surat itu," kesal Atala."Jangan." Citra menyahut. "Kalau lo mau serius tindak kasus ini, kita bisa laporkan ke polisi dan surat ini bisa jadi barang bukti.""Siapa sih orang ini sebenarnya? Gue yakin teror ini ada karena berita pesta pernikaha
Meskipun Atala telah menyewa satpam untuk menjaga rumah mereka, sepasang suami-istri itu sempat stres dibuat peneror itu. Setiap hari mereka memikirkan siapa pelakunya. Namun, mereka tak bisa menemukan jawaban yang pasti. Semua tindakan yang mereka lakukan hanya jalan di tempat. Atala ingin memancing orang tua itu untuk keluar, tapi bingung bagaimana caranya. Dia juga sudah bercerita pada teman-temannya, tapi tak ada yang bisa menebak siapa pelaku teror yang menghantui Atala belakangan ini. Begitu pula dengan Citra, dia juga menceritakan masalah itu dengan Dimas dan Tasya. Namun, tidak ada yang membuahkan hasil.Atala menunggu teror itu datang lagi, karena dia ingin langsung menyergap orang itu. Namun, teror itu juga tak kunjung datang hingga beberapa hari kemudian. Sampai Atala berpikir kalau orang yang menerornya itu hanya iseng. Dan dia memilih tak menanggapi orang iseng itu. "Bego juga ya kita sampai stres mikirin siapa mereka? Padahal mereka cuman iseng ngerjain kita," ucap Ata
Citra tersenyum semringah kala pintu dibuka dan menemukan eyang putri yang pertama kali membukakannya pintu. "Assalamualaikum, Eyang," sambut Citra semringah. Eyang putri menyahut salam Citra. Lalu mempersilakan cucunya masuk."Eyang lagi apa?" Citra celingukan memindai setiap sudut rumah itu. "Kak Shinta mana?""Kakakmu sama anaknya lagi pergi ke acara ulang tahun teman anaknya," jelas eyang yang langsung masuk ke dalam. Citra mengiringinya."Oh ...." Citra mengangguk-angguk. Syukurlah kalau Kak Shinta tidak ada di rumah. Jadi Kak Shinta tak perlu banyak bertanya tentangnya. "Jadi Eyang tinggal sama siapa?" Pertanyaan Citra terjawab saat dia berpapasan dengan baby sitter Raya, anak Kak Shinta yang kedua, yang sedang duduk di meja telepon. Sepertinya dia baru habis menerima telepon entah dari siapa. Baby sitter itu sempat tersenyum halus melihatnya. Citra membalas hal serupa."Ada Kikan yang temani Eyang," jawab Eyang. Kikan adalah nama baby sitter itu.Citra mengangguk-angguk. "Oh iy