Terlebih lagi saat ia mengetahui Evelyn hanya sendiri di tempat yang seperti itu, dengan kondisi hotel yang dapat dikatakan tidak layak. Jika saja pekerjaannya di kantor sedang tidak banyak, dapat dipastikan jika ia akan datang ke tempat itu untuk menemaninya di sana. “Baiklah, kalau begitu aku mandi dulu sebentar ya, Kak!” Kemudian Evelyn meletakkan ponselnya di kotak tisu yang ada di meja samping tempat tidur. Dia mengambil handuk dan pakaian dalam miliknya, dari dalam koper kemudian melangkah pergi ke kamar mandi. Udara yang ada di tempat itu terasa sangat dingin, sehingga Evelyn merasa tidak terlalu nyaman jika berada lama-lama dikamar mandi. Evelyn mandi dengan cepat kemudian bergegas keluar dalam balutan handuk saja, karena buru-buru dia tadi sampai lupa untuk membawa piyama mandinya. Merasa tubuhnya sedikit menggigil karena kedinginan, ia buru-buru mengeluarkan piyamanya dari koper dan memakainya dengan cepat, lalu menggantung handuk di gantungan baju. Setelah itu ia
Saat Rayyan sedang asyik melayang tinggi dalam lamunannya sambil tersenyum-senyum sendiri, tiba-tiba saja ia dikejutkan oleh kelakuan konyol Arka yang menendang pintu ruangan kantornya sampai terbuka.Arka berdecak saat melihat senyum penuh misteri yang tersirat di wajah Rayyan. “Heh, ngapain kamu malam-malam begini tersenyum cabul seperti itu? Apa kamu sedang horni?” Tuduh Arka seenaknya.Seketika senyum dibibir Rayyan langsung lenyap. Dia mengangkat kepala dan melirik Arka tajam. Ada ketidak sukaan dalam tatapan itu akan tetapi sejenak Kemudian dia berpikir, seandainya saja Arka tahu apa yang baru saja dia lihat, dapat dipastikan jika kakak iparnya yang menyebalkan itu sudah akan menikam dirinya dengan berlatih tajam.Kemudian Rayyan berkata dengan acuh tak acuh. “Kenapa kamu belum pulang?”Arka duduk bersandar di kursi dan melihat ke atas sambil menghela nafas berat, kemudian dia menurunkan pandanganya melirik ke kanan dan kekiri seperti sedang mencari sesuatu,“Hei, apa kamu itu s
Sementara itu Dosen Ryan tampak sedang mengamati satu persatu mahasiswanya dengan raut wajah serius. Disaat mahasiswa yang lain sudah fokus mengerjakan tugas yang diberikan olehnya untuk melukis, dia melihat dua orang mahasiswa pria yang sedang asik mengobrol sambil menggoyang-goyang kaki.Dia kemudian menghampiri dengan raut wajah kesal lalu memukul kepala mereka.“Apa lagi yang sedang kalian perbincangkan? Buruan menggambar, lalu selesaikan tugas yang diberikan dengan baik!”“Maaf Pak Ryan, udara di sini terasa sangat dingin sepertinya tubuhku mulai mengigil,”“Betul itu pak, bagaimana kami bisa fokus untuk melukis dengan udara yang sedingin ini, biarkan kami bersantai sebentar ya pak,”Apa kalian tidak punya rasa malu ya? Coba kalian berdua lihat Evelyn, dia yang hanya seorang gadis saja tidak merasa kedinginan sama sekali. Sedangkan kalian seorang pria yang memiliki tubuh seperti ini, bisa kalah dengannya.”Pemuda itu melirik ke arah Evelyn sambil berkata, “Bagaimana kita bisa dib
Cahaya matahari senja mulai jatuh di ufuk barat, dosen Ryan dan para mahasiswa kembali ke hotel satu demi satu. Sedangkan Evelyn masih begitu asyik dengan lukisannya, hingga dia benar-benar tidak mendengar apa yang dikatakan orang-orang di sekitarnya.Karena terlalu asik melukis, ia tidak menyadari jika langit sudah mulai gelap dan angin dingin mulai terasa berhembus. Dia mulai kedinginan hingga membuatnya bersin. Bahkan saat ini jari-jarinya pun terasa sedikit membeku.Merasakan udara dingin yang menusuk, ia segera menggunakan mantelnya kemudian berjalan menuju sungai kecil yang ada di sana untuk mencuci kuasnya, setelah itu Evelyn berkemas untuk kembali ke hotel, sepanjang perjalanan menuju hotel Evelyn terlihat bersin-bersin.Setibanya di hotel, dia menemukan jika semua orang sudah makan, beberapa anak laki-laki sedang bermain kartu di lobi hotel, sementara para gadis berkumpul untuk menonton TV dan membicarakan tentang kosmetik atau drama TV mana yang menarik baru-baru ini.Evelyn
Evelyn masih merasa pusing setelah minum obat, dia mengerutkan bibirnya. “Maaf sebelumnya pak Ryan, sepertinya aku ingin tidur sebentar. Aku pikir Bapak bisa kembali ke tempat melukis tadi, dan terima kasih untuk semuanya.”Evelyn merasa tidak enak hati karena sudah merepotkan orang untuk mengurus dirinya. Terlebih lagi dia merasa tidak nyaman jika seorang perempuan dan laki-laki berada dalam satu ruangan seperti ini.Sepertinya Dosen Ryan pun mengerti maksud dari ucapan Evelyn itu, dia bangun dari posisi duduknya.“Kalau begitu tidurlah. Hubungi aku kalau kamu membutuhkan sesuatu.”Evelyn menggangguk, kemudian dosen tampan itu berjalan ke arah pintu, meraih knop pintu dan menariknya. Namun tiba-tiba ia terkejut dan menyerngitkan keningnya.Evelyn yang saat ini terlihat meringkuk di dalam selimutnya sambil terbatuk-batuk, seketika langsung terduduk di atas tempat tidur dengan tangan yang tertumpuk di bibir. Mata jerihnya tampak memikirkan sesuatu.“Ya Tuhan, apa mungkin pintunya rusa
Melihat Lisa yang terdiam, Anesa yang berada disampingnya, justru berkata.“Evelyn, berhenti lah untuk berpura-pura bodoh! Sekarang lebih baik kamu jujur!”Evelyn mengerjap, dia langsung menatap sumber suara yang tidak asing ditelinganya itu. “Anesa, mengapa kamu bisa berada di sini? Jujur? Kamu memintaku jujur tentang apa?” Evelyn terlihat bingung.“Mengapa memangnya ada yang salah jika aku berada disini,?” Jawab Anesa dengan nada sinis.Ia kembali bersuara dan mengangkat kepala dengan sombong, “Asal kamu tahu jika seseorang sudah mengatakan pada kami kalau kemarin malam, pak Ryan sudah mengantar kamu untuk kembali ke kamarmu ini.”Dari tatapan wajah Anesa itu sepertinya, Evelyn bisa merasakan jika ada sesuatu hal buruk yang sudah direncanakan olehnya. “Lalu dimana letak masalahnya?”“Masalah?? Hei berhenti bersikap polos ya, asal kamu tahu sejak kemarin orang-orang tidak melihat Dosen Ryan, dan kami semua yakin jika sepanjang malam Dosen Ryan berduaan denganmu dikamar ini bukan? Ay
Selain itu, akhir-akhir ini memang benar adanya jika Dosen Ryan memperlakukan Evelyn dengan istimewa. Sekarang, setelah tunangannya datang, mereka otomatis tidak berani dengan mudah untuk membela Evelyn.Lagi pula dia tidak terlalu mengenal Evelyn, jadi mereka tidak bisa menilai karakternya lebih dalam lagi.“Pak Ryan adalah Dosen yang baik dan bertanggung jawab. Dia hanya peduli pada mahasiswanya. Apa ada yang salah dengan itu?” Evelyn balik bertanya pada pemuda itu.“Kemarin aku juga sedang tidak enak badan, oleh karena itu aku sampai bangun terlambat. Jadi tidak salah jika dia memberikan aku sarapan, karena dia berpikir jika aku tidak sempat lagi untuk membeli sarapannya.”Mendengar ucapan Evelyn, akal licik Anesa kembali bekerja, mulutnya yang berbisa mulai merangkai kata-kata, supaya Evelyn semakin dianggap bersalah oleh mahasiswa sekelasnya yang saat ini ada di kamar itu. “Tentu saja tidak ada yang salah jika ada seorang Dosen yang begitu peduli pada mahasiswanya. Yang salah i
Anesa merasa sangat senang, saat ini ia berpikir jika semua rencana liciknya sebentar lagi akan berhasil. Bahkan jika memang tidak ada yang terjadi diantara Evelyn dan Dosen Rayyan, mereka tetap tidak akan bisa menjelaskan semuanya.Setelah semuanya terbongkar Evelyn akan kehilangan reputasinya, semua orang akan memandang rendah dirinya. Dan Rayyan, pria yang pesonanya seperti dewa itu akan meninggalkannya. Lagi pula, tidak akan ada seorang pria yang bisa mentoleransi wanita yang sudah berselingkuh.Kembali tangan Anesa terlihat hendak menarik selimut itu.“Jangan!”Ekspresi gugup Evelyn semakin membuat Anesa yakin jika saat ini Dosen Ryan yang sedang bersembunyi di sana. Tetapi ketika dia hendak membuka selimut itu, tiba-tiba terdengar suara berat seorang pria dari arah pintu.”Apa yang kalian lakukan?”Semua orang langsung melihat ke arah pintu secara serempak, dan melihat Dosen Ryan yang berdiri di pintu dengan pakaian rapi sambil membawa sekantong obat di tangannya.Dia menatap Li
Mereka paham akan maksud dari ucapan Amara, mereka juga mengerti kegelisahan yang Amara rasakan.Pada akhirnya Amar pun menepuk pundak Arka, “Ada baiknya memang seperti itu Arka, kamu tidak keberatan kan, atas permintaan Amara?”Arka mengangguk, “Ya, Paman. Jika itu permintaan Amara, aku pasti akan menurutinya.”Amar kemudian keluar, dia menemui pihak rumah sakit untuk mengutarakan niatnya. Dokter tidak mempermasalahkan itu dan mengizinkan. Beberapa orang juga pernah melakukan hal yang sama seperti yang akan mereka lakukan. Menikah di rumah sakit, karena saat salah satu dari pasangan dari mereka kritis. Bahkan ada yang meninggal setelah mereka menikah. Dokter mengerti dan tidak mempersulit semua itu.Amar menghubungi Rayyan dan mengatakan hal ini. Lalu Rayyan menghubungi mertuanya dan menyampaikan apa yang dikatakan Amar.Siang ini di ruangan rawat inap tempat dimana Amara dirawat, nampak ramai orang. Tetapi mereka masih tetap menjaga ketenangan dan jarang yang berbicara. Sekali berbi
Evelyn menceritakan semuanya tentang kakaknya. Laras bukan tidak khawatir, dia bahkan menangis membayangkan jika hampir saja dia akan kehilangan putra satu-satunya milik mereka.Arka menoleh pada Azura, calon ibu mertuanya itu mengangguk. Dan mengatakan hal yang sama seperti yang dikatakan oleh ibunya. Akhirnya Arka pun menurut.“Baiklah Bu, aku akan pulang.” Pada akhirnya Arka pun berpamitan pada Azura dan Amar untuk pulang dahulu.Ketika dia memasuki pintu, Laras dan Sofyan sudah berdiri menunggunya. Laras menatap putranya itu berjalan dengan lesu ke dalam rumah dengan wajah yang kusut dan pucat. Penampilan Arka sangat berantakan. Tetapi wajahnya tersirat sebuah kedewasaan. Jauh berbeda dengan Arka sebelum ini. Hati Laras sakit rasanya melihat keadaan putranya seperti itu. Langsung berlari dan memeluk Arka serta menangis tersedu-sedu.“Arka, jangan khawatir lagi. Semua akan baik-baik saja. Cinta kalian pasti akan bersatu.”Arka mendorong lembut tubuh ibunya kemudian mengangkat dagu
Pintu ruangan dimana Amara dirawat terbuka, beberapa suster masuk dan hanya memerlukan waktu sekitar dua menit, mereka sudah keluar dengan mendorong tubuh Amara.Semua orang mengikuti, namun langkah mereka harus terhenti ketika pintu ruangan operasi tertutup, menyisakan cahaya lampu halogen dan lampu LED yang sinarnya menembus kaca jendela. Tapi itu hanya beberapa detik saja, cahaya lampu di dalam ruangan itu menghilang karena tirai jendela telah ditutup dengan rapat.Amar merengkuh tubuh Azura dan membawanya ke ruang tunggu, sementara Rayyan merengkuh tubuh Arka dan membawanya ke ruangan tunggu juga, Rayyan memperlakukan Arka seperti memperlakukan anak kecilnya saja, bahkan dia melupakan istrinya yang bengong melompong melihat suaminya yang bukannya merengkuh dirinya justru malah merengkuh kakaknya.Sejenak Evelyn tertegun kemudian dia langsung tersadar. Dia ikut menyusul mereka dengan berlari kecil, lalu duduk di samping Arka.Dia segera memeluk Arka kembali, menyisihkan tangan Ray
Suasana kembali hening. Kembali tidak ada suara dari mereka, kembali tidak ada yang beranjak dari tempatnya. Mata mereka hanya terfokus pada satu titik saja yaitu ke arah dimana Dokter membawa Arka.Ingin rasanya mereka berlari menyusul kemudian berteriak memanggil Arka. Namun mereka menahan keinginan itu dengan sekuatnya. Bahkan cenderung dengan berat hati hanya bisa pasrah menghargai keinginan dan pengorbanan Arka.Sambil terus menekan dadanya, membayangkan apa yang sedang dilakukan para Ahli medis di dalam sana pada tubuh Arka. Membelah dadanya dan mengeluarkan jantungnya hidup-hidup? Atau Arka di bius dulu hingga mati kemudian diambil Jantungnya?Semua orang hanya bisa membisu ngeri dan menahan sakit dalam hati.Hingga beberapa saat lamanya, di tengah-tengah ketegangan yang meraja, seorang perawat berlari mendekati mereka. Semua berdiri."Tuan Rayyan, Dokter memanggil Anda. Mari silahkan ikut saya.""Aku ikut." Evelyn cepat ikut bangun."Mohon maaf Nyonya. Hanya Tuan Rayyan saja.
Suasana semakin Pilu dan terasa sangat mencekam saat Arka menandatangani surat itu.Tidak ada yang tidak mengeluarkan air mata. Pengorbanan Arka saat ini sungguh tidak bisa dikatakan main-main. Arka akan menyerahkan jantungnya untuk kelangsungan hidup Amara. Dia akan mati, demi Amara bisa hidup."Ikut lah bersama kami." Dokter melangkah. Arka mengikutinya."Kak Arka!" Evelyn yang sejak tadi membeku kini tidak bisa lagi menahan diri. Dia memanggil Arka sambil menarik lengannya.Arka menghentikan langkahnya kemudian dia menoleh.“Kak Arka, apa kamu akan meninggalkan kami?”Arka membalikkan badannya dia menatap lekat wajah adiknya yang teramat ya sayangi itu. Kemudian tangannya terulur untuk mengusap air mata Evelyn ini yang sejak tadi sudah membasahi pipinya.“Kak Arka tidak pernah pergi. Kak Arka akan tetap ada di hati kalian.” Dia meraih kedua tangan Evelyn kemudian menggenggamnya dengan erat.“Evelyn dengarkan kakak, tanpa Kakak, kamu akan tetap hidup lebih baik asalkan ada Rayyan di
Tidak perlu menunggu waktu lama, seseorang yang dihubungi oleh Rayyan itu langsung mengangkat panggilan teleponnya.[Robi, segera mungkin hubungi semua tim kita, untuk bergerak keseluruh rumah sakit atau kemana saja untuk mencari seseorang yang bisa mendonorkan Jantungnya untuk Amara. Berapapun harganya, kita akan membayarnya! Dengar berapapun, itu aku tidak peduli!]Tanpa bertanya, Robi sudah paham dengan maksud dari perintah yang diutarakan oleh Rayyan dan cepat mengiyakan.Baru saja Rayyan mengakhiri panggilannya, Seorang Perawat masuk dan berseru."Dokter! Nona Amara kritis!"Tanpa bertanya, Dokter pun segera berlari menyusul langkah perawat itu yang dengan sigapnya disusul juga oleh yang lainnya.Dokter segera masuk ke dalam ruangan tempat Amara berbaring."Amar, kondisi Amara, Putri kita memburuk! Dia tidak sadarkan diri lagi!" Azura langsung menubruk tubuh Amar dan menangis histeris saat sang suami muncul di hadapannya.Amar cepat membawa tubuh Azura ke luar ruangan mengikuti i
Sudah hampir tiga jam lamanya, Tim medis dari rumah sakit ternama di kota mereka itu menangani Amara di ruangan ICU.Saat ini, Rayyan dan Evelyn sudah berada di rumah sakit, Amar yang sudah menghubungi mereka. Saat Rayyan mendapatkan kabar jika kondisi Amara kritis seketika saja ia langsung membawa serta Evelyn untuk bergegas menuju rumah sakit.Mereka sempat tidak percaya dengan berita yang mereka dengar, karena baru beberapa jam yang lalu suami dari Bibinya itu baru saja mengabarkan jika kesehatan Amara sudah membaik, bahkan hari ini Amara sudah dinyatakan boleh pulang ke rumah dan menjalankan berobat jalan saja.Akan tetapi semuanya terasa seperti mimpi, mendadak kondisi Amara menjadi kritis seperti saat ini. Semua orang dipenuhi rasa kekhawatiran. Menatap penuh harap ke arah pintu ruangan ICU tempat Amara sedang ditangani secara intensif oleh tim medis.Tak ada satupun suara yang terdengar, mereka hanya terdiam dan memanjatkan doa didalam hati mereka masing-masing. Hingga akhirnya
Epilog.Pagi-pagi, Amar dan Azura sudah terlihat melangkah menuju ruangan dimana Amara dirawat dengan wajah penuh ketenangan."Pagi sayang!" Azura menyapa berbarengan dengan membuka pintu ruangan."Pagi Mama, Papa." Amara menyambut dengan mata yang berbinar bahagia.Mata Azura langsung fokus pada tangan Arka yang sedang menyisir rambut Amara.'Wajar saja kalau Amara jatuh cinta pada pria itu. Dia begitu perhatian.' batinnya.Arka cepat mengangguk pada mereka berdua lalu kembali pada rambut Amara. Dia mengikat rapi rambut Amara keatas. Kemudian segera beranjak untuk menyisih."Bagaimana keadaan Amara, Arka?" tanya Amar pada Arka."Kata Dokter, aku sudah diperbolehkan pulang hari ini, Pa!" seru Amara.Amar tersenyum. "Papa sudah tahu. Dokter sudah menelpon Papa semalam, jika pagi ini kamu sudah boleh kembali ke rumah.""Paman, kalau begitu aku akan segera mengurus administrasi dulu." ucap Arka.Amar mengangguk."Kak Arka, kamu mau kemana?" tanya Amara."Arka harus mengurus biaya adminis
Hari ini, Amar menepati janji.Sepulang dari menjenguk Amara di rumah sakit, dia langsung menghubungi Rayyan untuk membahas rencana persiapan pernikahan Amara dan Arka.Rayyan pun segera datang bersama dengan Evelyn ke rumah besar keluarga Brahmana untuk membahas hal ini di sana.Setelah mereka berdiskusi akhirnya mereka memutuskan untuk mengunjungi rumah orang tua Evelyn yaitu kediaman keluarga Limanto. Sebelum menuju rumah orang tuanya tidak lupa Evelyn memberi kabar pada ibunya supaya Ayahnya jangan dulu berangkat kerja, agar saat mereka tiba di kediaman keluarga Limanto, sang Ayah masih berada di rumah karena keluarga Brahmana akan datang ke sana.Laras tidak tahu apa yang akan mereka bahas, Dia mengira jika keluarga besar Brahmana hanya mengunjungi mereka sekedar untuk bersilaturahmi saja.Jadi dia pun memberitahu suaminya agar jangan pergi dulu ke kantor.Ketika semua orang sudah berkumpul di ruangan tengah kediaman keluarga Limanto, Laras dan Sofyan sedikit terkejut karena yang