Saat Rayyan sedang asyik melayang tinggi dalam lamunannya sambil tersenyum-senyum sendiri, tiba-tiba saja ia dikejutkan oleh kelakuan konyol Arka yang menendang pintu ruangan kantornya sampai terbuka.Arka berdecak saat melihat senyum penuh misteri yang tersirat di wajah Rayyan. “Heh, ngapain kamu malam-malam begini tersenyum cabul seperti itu? Apa kamu sedang horni?” Tuduh Arka seenaknya.Seketika senyum dibibir Rayyan langsung lenyap. Dia mengangkat kepala dan melirik Arka tajam. Ada ketidak sukaan dalam tatapan itu akan tetapi sejenak Kemudian dia berpikir, seandainya saja Arka tahu apa yang baru saja dia lihat, dapat dipastikan jika kakak iparnya yang menyebalkan itu sudah akan menikam dirinya dengan berlatih tajam.Kemudian Rayyan berkata dengan acuh tak acuh. “Kenapa kamu belum pulang?”Arka duduk bersandar di kursi dan melihat ke atas sambil menghela nafas berat, kemudian dia menurunkan pandanganya melirik ke kanan dan kekiri seperti sedang mencari sesuatu,“Hei, apa kamu itu s
Sementara itu Dosen Ryan tampak sedang mengamati satu persatu mahasiswanya dengan raut wajah serius. Disaat mahasiswa yang lain sudah fokus mengerjakan tugas yang diberikan olehnya untuk melukis, dia melihat dua orang mahasiswa pria yang sedang asik mengobrol sambil menggoyang-goyang kaki.Dia kemudian menghampiri dengan raut wajah kesal lalu memukul kepala mereka.“Apa lagi yang sedang kalian perbincangkan? Buruan menggambar, lalu selesaikan tugas yang diberikan dengan baik!”“Maaf Pak Ryan, udara di sini terasa sangat dingin sepertinya tubuhku mulai mengigil,”“Betul itu pak, bagaimana kami bisa fokus untuk melukis dengan udara yang sedingin ini, biarkan kami bersantai sebentar ya pak,”Apa kalian tidak punya rasa malu ya? Coba kalian berdua lihat Evelyn, dia yang hanya seorang gadis saja tidak merasa kedinginan sama sekali. Sedangkan kalian seorang pria yang memiliki tubuh seperti ini, bisa kalah dengannya.”Pemuda itu melirik ke arah Evelyn sambil berkata, “Bagaimana kita bisa dib
Cahaya matahari senja mulai jatuh di ufuk barat, dosen Ryan dan para mahasiswa kembali ke hotel satu demi satu. Sedangkan Evelyn masih begitu asyik dengan lukisannya, hingga dia benar-benar tidak mendengar apa yang dikatakan orang-orang di sekitarnya.Karena terlalu asik melukis, ia tidak menyadari jika langit sudah mulai gelap dan angin dingin mulai terasa berhembus. Dia mulai kedinginan hingga membuatnya bersin. Bahkan saat ini jari-jarinya pun terasa sedikit membeku.Merasakan udara dingin yang menusuk, ia segera menggunakan mantelnya kemudian berjalan menuju sungai kecil yang ada di sana untuk mencuci kuasnya, setelah itu Evelyn berkemas untuk kembali ke hotel, sepanjang perjalanan menuju hotel Evelyn terlihat bersin-bersin.Setibanya di hotel, dia menemukan jika semua orang sudah makan, beberapa anak laki-laki sedang bermain kartu di lobi hotel, sementara para gadis berkumpul untuk menonton TV dan membicarakan tentang kosmetik atau drama TV mana yang menarik baru-baru ini.Evelyn
Evelyn masih merasa pusing setelah minum obat, dia mengerutkan bibirnya. “Maaf sebelumnya pak Ryan, sepertinya aku ingin tidur sebentar. Aku pikir Bapak bisa kembali ke tempat melukis tadi, dan terima kasih untuk semuanya.”Evelyn merasa tidak enak hati karena sudah merepotkan orang untuk mengurus dirinya. Terlebih lagi dia merasa tidak nyaman jika seorang perempuan dan laki-laki berada dalam satu ruangan seperti ini.Sepertinya Dosen Ryan pun mengerti maksud dari ucapan Evelyn itu, dia bangun dari posisi duduknya.“Kalau begitu tidurlah. Hubungi aku kalau kamu membutuhkan sesuatu.”Evelyn menggangguk, kemudian dosen tampan itu berjalan ke arah pintu, meraih knop pintu dan menariknya. Namun tiba-tiba ia terkejut dan menyerngitkan keningnya.Evelyn yang saat ini terlihat meringkuk di dalam selimutnya sambil terbatuk-batuk, seketika langsung terduduk di atas tempat tidur dengan tangan yang tertumpuk di bibir. Mata jerihnya tampak memikirkan sesuatu.“Ya Tuhan, apa mungkin pintunya rusa
Melihat Lisa yang terdiam, Anesa yang berada disampingnya, justru berkata.“Evelyn, berhenti lah untuk berpura-pura bodoh! Sekarang lebih baik kamu jujur!”Evelyn mengerjap, dia langsung menatap sumber suara yang tidak asing ditelinganya itu. “Anesa, mengapa kamu bisa berada di sini? Jujur? Kamu memintaku jujur tentang apa?” Evelyn terlihat bingung.“Mengapa memangnya ada yang salah jika aku berada disini,?” Jawab Anesa dengan nada sinis.Ia kembali bersuara dan mengangkat kepala dengan sombong, “Asal kamu tahu jika seseorang sudah mengatakan pada kami kalau kemarin malam, pak Ryan sudah mengantar kamu untuk kembali ke kamarmu ini.”Dari tatapan wajah Anesa itu sepertinya, Evelyn bisa merasakan jika ada sesuatu hal buruk yang sudah direncanakan olehnya. “Lalu dimana letak masalahnya?”“Masalah?? Hei berhenti bersikap polos ya, asal kamu tahu sejak kemarin orang-orang tidak melihat Dosen Ryan, dan kami semua yakin jika sepanjang malam Dosen Ryan berduaan denganmu dikamar ini bukan? Ay
Selain itu, akhir-akhir ini memang benar adanya jika Dosen Ryan memperlakukan Evelyn dengan istimewa. Sekarang, setelah tunangannya datang, mereka otomatis tidak berani dengan mudah untuk membela Evelyn.Lagi pula dia tidak terlalu mengenal Evelyn, jadi mereka tidak bisa menilai karakternya lebih dalam lagi.“Pak Ryan adalah Dosen yang baik dan bertanggung jawab. Dia hanya peduli pada mahasiswanya. Apa ada yang salah dengan itu?” Evelyn balik bertanya pada pemuda itu.“Kemarin aku juga sedang tidak enak badan, oleh karena itu aku sampai bangun terlambat. Jadi tidak salah jika dia memberikan aku sarapan, karena dia berpikir jika aku tidak sempat lagi untuk membeli sarapannya.”Mendengar ucapan Evelyn, akal licik Anesa kembali bekerja, mulutnya yang berbisa mulai merangkai kata-kata, supaya Evelyn semakin dianggap bersalah oleh mahasiswa sekelasnya yang saat ini ada di kamar itu. “Tentu saja tidak ada yang salah jika ada seorang Dosen yang begitu peduli pada mahasiswanya. Yang salah i
Anesa merasa sangat senang, saat ini ia berpikir jika semua rencana liciknya sebentar lagi akan berhasil. Bahkan jika memang tidak ada yang terjadi diantara Evelyn dan Dosen Rayyan, mereka tetap tidak akan bisa menjelaskan semuanya.Setelah semuanya terbongkar Evelyn akan kehilangan reputasinya, semua orang akan memandang rendah dirinya. Dan Rayyan, pria yang pesonanya seperti dewa itu akan meninggalkannya. Lagi pula, tidak akan ada seorang pria yang bisa mentoleransi wanita yang sudah berselingkuh.Kembali tangan Anesa terlihat hendak menarik selimut itu.“Jangan!”Ekspresi gugup Evelyn semakin membuat Anesa yakin jika saat ini Dosen Ryan yang sedang bersembunyi di sana. Tetapi ketika dia hendak membuka selimut itu, tiba-tiba terdengar suara berat seorang pria dari arah pintu.”Apa yang kalian lakukan?”Semua orang langsung melihat ke arah pintu secara serempak, dan melihat Dosen Ryan yang berdiri di pintu dengan pakaian rapi sambil membawa sekantong obat di tangannya.Dia menatap Li
Matanya merah dan berkaca-kaca, antara marah, kesal, dan kecewa semua bertumpuk di dalam dada Anesa. Ditengah-tengah keterpakuan itu, Anesa terkejut saat suara tajam membentaknya.“Anesa, apa kamu masih belum mau meminta maaf pada, Dosen Ryan?” Tutur Lisa dengan nada suara yang sedikit tinggi.Melihat sikap Anesa yang keras kepala, yang masih terdiam tidak mau meminta maaf, akhirnya membuat Lisa mau tidak mau ikut bersikap keras dan ikut menegurnya.Ryan melirik Lisa, “Dia bukan hanya meminta maaf kepadaku saja, disini ada seseorang yang lebih merasa dirugikan? Dan kamu juga Lisa, jangan cuma bisa menyuruh orang, seharusnya sebagai guru kamu bisa menjadi contoh yang baik bukan bersikap seperti ini,” Kata dosen Ryan dengan raut wajah dingin.Lisa melirik gadis berwajah pucat yang ada di tempat tidur, sejenak ada keengganan melintas di matanya. Dia mulai mengerutkan bibirnya.“Kamu juga harus meminta maaf pada mahasiswiku, Evelyn. “ Lanjut dosen Ryan.Anesa hanya berdiri tanpa berbicara
Kemudian terdengar Rayyan berdehem kecil dan membuka suara untuk memecah keheningan yang ada diantara mereka. Dia belum kepada intinya melainkan terlebih dahulu bertanya pada Evelyn dan Neneknya, karena dari sepintas mata memandang sepertinya semua orang yang ada di sana merasakan penasaran akan kisah bagaimana awal mulai pertemuan Nenek dan Evelyn bisa terjadi.“Ini tadi ceritanya bagaimana? Kalian sudah saling mengenal, begitu?” Pertanyaan Rayyan tentu tertuju pada Neneknya sekaligus untuk Evelyn.Dua orang yang ditanya itu saling menatap dan kemudian mengulas senyuman. Wulan menjawab dengan bangga, menceritakan tentang pertemuan mereka. Waktu itu ada Azura, tetapi dia tidak sempat melihat siapa gadis yang sudah menolong ibunya. Tapi dia membenarkan omongan Wulan.Evelyn juga mengangguk, mengingatkan pada Rayyan saat dia menanyakan memar yang ada di dahinya tempo lalu.“Ooh…” Rayyan mengangguk-angguk. Waktu itu dia sempat marah pada Evelyn yang ceroboh, yang telah mengabaikan kesela
Di Tengah-tengah penantian kedatangan keluarga Brahmana itu, yang disertai rasa berdebar di hati mereka tiba-tiba ponsel yang ada di saku Evelyn bergetar. Ia melihat ternyata itu isi pesan chat dari Rayyan.[Kami sudah meluncur ke rumahmu. Ada Kakek, Nenek, Paman, Bibi dan juga Ibuku.]“Astaga ibu! Bagaimana ini? Mereka benar-benar akan datang. Sekarang sudah ada di jalan menuju kemari!” Evelyn langsung berteriak pada Ibunya.“Aduh, bagaimana ini? Ibu kok jadi tegang sekali ini, Evelyn? Dada Ibu jeduk-jeduk nggak karuan rasanya.” Laras sangat gugup, sampai dia mengambil tangan Evelyn dan menaruhnya di dadanya. Evelyn bisa merasakan jika jantung Ibunya memang berdebar kencang.“Sebenarnya bukan hanya Ibu, aku juga iya.” Evelyn pun mengambil tangan Laras dan meletakkan di dadanya.Dua orang itu sama-sama berdebar jantungnya. Berbeda sekali dengan Nenek Limanto yang duduk dengan manis dan penuh senyum kebahagiaan karena menanti kedatangan keluarga Brahmana.Evelyn melirik Neneknya, ada r
Sofyan, sebetulnya sudah mendengar kabar tentang hal itu. Meskipun kabar di internet yang dulu tidak menjelaskan tentang siapa status istri dari Presiden Rayyan, tetapi Sofyan sudah tahu jika yang dimaksud istri Presiden Rayan tentunya adalah putrinya.“Baiklah, mendengar ucapan kamu ini ibu sedikit merasa lega.”“Kalau begitu lebih baik kita sama-sama berdoa dan lihat saja nanti malam, bagaimana reaksi dari keluarga Brahmana, apakah mereka benar-benar akan menerima kita atau justru …,” Sofyan menggantung kalimatnya.Namun dari ucapan itu Evelyn tahu apa yang dikhawatirkan oleh Ayah dan Ibunyakemudian dia memberi jawaban untuk menenangkan mereka. “Ayah dan Ibu, jangan khawatir. Kita harus percaya kepada kak Rayyan. Aku yakin jika keluarga besar nya adalah keluarga yang baik dan ramah juga. Jadi tidak mungkin mereka tidak akan menerima kita. Apalagi aku dan Rayyan sudah sejauh ini menjalin hubungan pernikahan.”Kedua orang tuanya mengangguk kemudian saling menggandeng tangan Evelyn da
Bisnis keluarga Brahmana bukanlah bisnis dari orang sembarangan, Sofyan tidak ingin jika nanti putranya ini akan membuat kesalahan. Apalagi dia masih merasa khawatir jika Arka ini masih memiliki emosi yang tidak labil dan pemikiran yang belum cukup dewasa, rasanya jika harus memegang sebuah perusahaan besar seperti ini Sofyan betul-betul merasa ragu.“Bukankah Ayah dari Nak Rayyan sudah berada di sana? Kenapa kini mesti Arka yang menangani?” Biar bagaimanapun juga Sofyan perlu bertanya masalah ini karena dia tetap merasa khawatir memikirkannya.Rayyan mengangkat pandangannya untuk menatap Ayah mertuanya, kemudian dia menunduk kembali dan berkata dengan sopan. “Sebetulnya Ayah sudah memintaku berulang kali untuk mengambil alih perusahaan itu. Tetapi aku belum mendapatkan orang yang bisa dipercaya. Sekarang aku sudah mempercayakan semuanya pada Arka oleh karena itu aku menyuruhnya untuk pergi ke sana, sekaligus menitipkan adikku yang juga akan tinggal di sana untuk berobat.”“Oh ... Jad
Barulah sampai di sini Evelyn tersadar dan paham akan semuanya. Rasa takutnya tiba-tiba sirna, akhirnya dia senyum-senyum sendiri tidak jelas sambil mandi.Ketika dia keluar dari kamar mandi, dia sudah melihat Rayyan juga bersiap untuk mandi. Evelyn sedikit menggeser tubuhnya supaya Rayyan bisa masuk ke dalam kamar mandi. Tidak butuh waktu lama Rayyan sudah terlihat keluar dari kamar mandi.“Apa kamu membawa baju ganti?” Evelyn bertanya, hanya untuk mengusir rasa malu dan canggung sebenarnya.“Tadi aku yang meminta Robi untuk mengantarkan baju kesini. Setelah itu Bibi Leni yang mengantarkannya ke kamar ini”“Ohh …!” hanya begitu saja jawab Evelyn. Dia segera memilih baju dan berganti dengan cepat saat memastikan Rayyan sudah berganti dengan baju ala kantornya. Dan kini terlihat sedang sibuk dengan ponselnya.Ketukan pintu terdengar memecah kesunyian yang ada, suara Bibi Leni memanggil dengan lembut dari luar kamar, mengajak mereka berdua untuk segera turun sarapan karena keluarga besa
Evelyn kembali menatap ke arah Rayyan terlihat pria itu kembali tersenyum menatapnya, Evelyn terlihat seperti orang linglung.Evelyn kembali menoleh padanya dan bertanya, "Kak Rayyan apa semalam kamu tidur disini?" Sambil mengencangkan selimut untuk menyembunyikan tubuh polosnya.Rayyan menarik ujung bibirnya dengan senyum merekah, "Kamu bertanya padaku? Aku yang seharusnya bertanya padamu Evelyn Limanto, eh salah, Nyonya Miga Brahmana, apa semalam kamu melupakan sesuatu?” Nada bicara Rayyan seperti sedang kecewa.Tentu saja ia akan merasa sangat kecewa, jika Evelyn benar-benar melupakan kejadian indah tadi malam. Padahal pagi ini Rayyan berencana ingin merasa kembali kehangatan indah yang tidak akan dilupakan seumur hidup mereka itu, yaitu malam pertama penyatuan jiwa raga dan cinta mereka.Evelyn masih penuh kebingungan, dengan hati-hati kemudian dia berusaha untuk mengingat semua kejadian tadi malam.Semalam ia mengingat jika dia memang pergi bersama kakaknya Arka dan minum dua gel
Sofyan dan Laras membukakan pintu, ketika dia melihat yang datang adalah Rayyan sambil menggendong Evelyn. Mereka pun terkejut.Laras langsung bertanya dengan cemas, “Apa yang sudah terjadi pada Evelyn, nak Rayyan?”Sebelumnya Rayyan tersenyum dahulu pada mereka, kemudian menjawab. “Tidak perlu khawatir Ibu mertua, tidak ada yang serius terjadi pada Evelyn. Tadi saat aku datang, aku melihat Evelyn sedang mabuk, jadi aku mengantarnya pulang saja.”Dua orang itu langsung saling menatap, mata keduanya membulat sempurna dari tatapan mata keduanya, seakan-akan saja saling memberi isyarat jika yang ada dalam pikiran mereka adalah sama.Sofyan kemudian berkata dengan marah. “Dasar Arka, memang dia anak kurang ajar! Bisa-bisanya dia membiarkan Adiknya mabuk sampai seperti ini?”Sedangkan Laras hanya menggelengkan kepala, saat menyadari kelakuan putranya itu. Laras kemudian langsung mempersilahkan Rayyan untuk masuk dan membimbingnya ke kamar Evelyn. Rayyan kemudian melangkah masuk ke dalam k
Untuk membuang rasa canggung yang ada kemudian Arka berkata, “Apa Rayyan belum datang?” tanya Arka.“Belum, katanya dia akan sedikit terlambat. Ayo lebih baik kita duduk dulu.”Arka menyuruh Evelyn untuk duduk di meja lain, “Kamu duduk di sini dulu ya? Tunggu Rayyan datang sebentar lagi. Kamu boleh pesan apapun. Kakak akan mengobrol sebentar dengan Ethan.”Kemudian dua pria itu menyisih, di meja yang bersebelahan dengan meja tempat Evelyn duduk. Mereka berdua sedang membicarakan tentang kepergian Arka besok ke luar negeri. Sebab perusahaan milik grup Brahmana di sana itu masih ada hubungannya dengan Ethan, jadi tentu saja harus ada pembicaraan terlebih dahulu mengenai hal-hal rumit dan lumayan penting diantara mereka berdua.Ketika mereka sedang serius mengobrol, pelayan datang menyuguhkan anggur Merah pada Evelyn. Evelyn terkejut melihat botol anggur merah di depannya. Dia seketika mendongak, dia ingin mengatakan Jika dia tidak minum anggur merah, tapi ingin memesan jus saja. Tetapi
Mendengar gumaman Ibunya, Sofyan langsung berkata, “Ibu, kita tidak boleh berharap seperti itu. Meskipun sekarang kita ini adalah besan dengan grup Brahmana, tetapi kita harus tahu diri siapa kita. Jika dibanding dengan keluarga Brahmana, kita ini diibaratkan cuma seujung kukunya saja dari Brahmana grup. Evelyn dipilih oleh Tuan Rayyan untuk menjadi istrinya saja, itu sudah merupakan sebuah kebanggaan yang tidak bisa dimiliki oleh orang lain. Jadi aku harap kita jangan bermimpi terlalu tinggi untuk mendapatkan jantung, jika saat ini kita sudah dikasih mereka hati.”Nenek Limanto tertawa kecil, “Iya, kamu benar. Lagi pula perkataan ibu tadi tidak terlalu serius.”Seharian ini Evelyn melewati waktu di rumah keluarganya ini. Dia mulai merasa suntuk dan bosan. Dia merindukan Rayyan, ingin menelepon tetapi dia takut mengganggu kesibukan Rayyan. Jadi pada akhirnya dia hanya bisa menahan diri.Hingga malam telah tiba, dia melihat kakaknya sudah pulang dari kantor nya. Dia segera menghampiri