Evelyn masih merasa pusing setelah minum obat, dia mengerutkan bibirnya. “Maaf sebelumnya pak Ryan, sepertinya aku ingin tidur sebentar. Aku pikir Bapak bisa kembali ke tempat melukis tadi, dan terima kasih untuk semuanya.”Evelyn merasa tidak enak hati karena sudah merepotkan orang untuk mengurus dirinya. Terlebih lagi dia merasa tidak nyaman jika seorang perempuan dan laki-laki berada dalam satu ruangan seperti ini.Sepertinya Dosen Ryan pun mengerti maksud dari ucapan Evelyn itu, dia bangun dari posisi duduknya.“Kalau begitu tidurlah. Hubungi aku kalau kamu membutuhkan sesuatu.”Evelyn menggangguk, kemudian dosen tampan itu berjalan ke arah pintu, meraih knop pintu dan menariknya. Namun tiba-tiba ia terkejut dan menyerngitkan keningnya.Evelyn yang saat ini terlihat meringkuk di dalam selimutnya sambil terbatuk-batuk, seketika langsung terduduk di atas tempat tidur dengan tangan yang tertumpuk di bibir. Mata jerihnya tampak memikirkan sesuatu.“Ya Tuhan, apa mungkin pintunya rusa
Melihat Lisa yang terdiam, Anesa yang berada disampingnya, justru berkata.“Evelyn, berhenti lah untuk berpura-pura bodoh! Sekarang lebih baik kamu jujur!”Evelyn mengerjap, dia langsung menatap sumber suara yang tidak asing ditelinganya itu. “Anesa, mengapa kamu bisa berada di sini? Jujur? Kamu memintaku jujur tentang apa?” Evelyn terlihat bingung.“Mengapa memangnya ada yang salah jika aku berada disini,?” Jawab Anesa dengan nada sinis.Ia kembali bersuara dan mengangkat kepala dengan sombong, “Asal kamu tahu jika seseorang sudah mengatakan pada kami kalau kemarin malam, pak Ryan sudah mengantar kamu untuk kembali ke kamarmu ini.”Dari tatapan wajah Anesa itu sepertinya, Evelyn bisa merasakan jika ada sesuatu hal buruk yang sudah direncanakan olehnya. “Lalu dimana letak masalahnya?”“Masalah?? Hei berhenti bersikap polos ya, asal kamu tahu sejak kemarin orang-orang tidak melihat Dosen Ryan, dan kami semua yakin jika sepanjang malam Dosen Ryan berduaan denganmu dikamar ini bukan? Ay
Selain itu, akhir-akhir ini memang benar adanya jika Dosen Ryan memperlakukan Evelyn dengan istimewa. Sekarang, setelah tunangannya datang, mereka otomatis tidak berani dengan mudah untuk membela Evelyn.Lagi pula dia tidak terlalu mengenal Evelyn, jadi mereka tidak bisa menilai karakternya lebih dalam lagi.“Pak Ryan adalah Dosen yang baik dan bertanggung jawab. Dia hanya peduli pada mahasiswanya. Apa ada yang salah dengan itu?” Evelyn balik bertanya pada pemuda itu.“Kemarin aku juga sedang tidak enak badan, oleh karena itu aku sampai bangun terlambat. Jadi tidak salah jika dia memberikan aku sarapan, karena dia berpikir jika aku tidak sempat lagi untuk membeli sarapannya.”Mendengar ucapan Evelyn, akal licik Anesa kembali bekerja, mulutnya yang berbisa mulai merangkai kata-kata, supaya Evelyn semakin dianggap bersalah oleh mahasiswa sekelasnya yang saat ini ada di kamar itu. “Tentu saja tidak ada yang salah jika ada seorang Dosen yang begitu peduli pada mahasiswanya. Yang salah i
Anesa merasa sangat senang, saat ini ia berpikir jika semua rencana liciknya sebentar lagi akan berhasil. Bahkan jika memang tidak ada yang terjadi diantara Evelyn dan Dosen Rayyan, mereka tetap tidak akan bisa menjelaskan semuanya.Setelah semuanya terbongkar Evelyn akan kehilangan reputasinya, semua orang akan memandang rendah dirinya. Dan Rayyan, pria yang pesonanya seperti dewa itu akan meninggalkannya. Lagi pula, tidak akan ada seorang pria yang bisa mentoleransi wanita yang sudah berselingkuh.Kembali tangan Anesa terlihat hendak menarik selimut itu.“Jangan!”Ekspresi gugup Evelyn semakin membuat Anesa yakin jika saat ini Dosen Ryan yang sedang bersembunyi di sana. Tetapi ketika dia hendak membuka selimut itu, tiba-tiba terdengar suara berat seorang pria dari arah pintu.”Apa yang kalian lakukan?”Semua orang langsung melihat ke arah pintu secara serempak, dan melihat Dosen Ryan yang berdiri di pintu dengan pakaian rapi sambil membawa sekantong obat di tangannya.Dia menatap Li
Matanya merah dan berkaca-kaca, antara marah, kesal, dan kecewa semua bertumpuk di dalam dada Anesa. Ditengah-tengah keterpakuan itu, Anesa terkejut saat suara tajam membentaknya.“Anesa, apa kamu masih belum mau meminta maaf pada, Dosen Ryan?” Tutur Lisa dengan nada suara yang sedikit tinggi.Melihat sikap Anesa yang keras kepala, yang masih terdiam tidak mau meminta maaf, akhirnya membuat Lisa mau tidak mau ikut bersikap keras dan ikut menegurnya.Ryan melirik Lisa, “Dia bukan hanya meminta maaf kepadaku saja, disini ada seseorang yang lebih merasa dirugikan? Dan kamu juga Lisa, jangan cuma bisa menyuruh orang, seharusnya sebagai guru kamu bisa menjadi contoh yang baik bukan bersikap seperti ini,” Kata dosen Ryan dengan raut wajah dingin.Lisa melirik gadis berwajah pucat yang ada di tempat tidur, sejenak ada keengganan melintas di matanya. Dia mulai mengerutkan bibirnya.“Kamu juga harus meminta maaf pada mahasiswiku, Evelyn. “ Lanjut dosen Ryan.Anesa hanya berdiri tanpa berbicara
Evelyn memang selalu melepas cincin pernikahannya saat dia berada di sekolah. Apalagi saat ini, saat dia pergi membuat sketsa, dia tidak memakainya. Rayyan marah karena dia tidak memakai cincin pernikahannya itu.“Mulai sekarang, jangan pernah lepaskan lagi. Agar semua orang tidak mengira kalau kamu masih single.”Evelyn hanya mengangguk patuh.Rayyan menoleh ke arah Dosen Ryan dan Lisa. Matanya akhirnya tertuju pada Lisa. Bibir tipisnya terbuka ringan,“Aku dengar, kamu salah paham. Mengira istriku berselingkuh dengan tunanganmu.” Sorot mata arogan itu saat tajam seperti pisau.“Maaf,aku bisa menjelaskannya. Aku benar-benar salah paham.”Lisa mulai tersadar, dan berpikir secara logika. Wanita mana yang akan memiliki pikiran untuk berselingkuh jika sudah bisa menikah dengan pria tampan di depannya ini, jangankan untuk berselingkuh bahkan melirik pria lain pun sudah malas.“Kalau begitu, bukankah seharusnya kamu meminta maaf kepada istriku?” Rayyan berkata dengan dingin. Dia tidak pedu
Setelah semuanya meninggalkan ruangan itu, dua orang pria berjas yang sejak tadi berdiri di luar pintu, kemudian masuk ke dalam ruangan itu untuk membereskan barang-barang Evelyn.Dosen Ryan melirik Lisa, sebelum ia terbalik dan meninggalkan ruangan. Lisa mengikuti langkah kakinya yang berjalan menuju ke kamarnya.Dosen Ryan duduk di kursi. Dia menunduk dan tidak tahu sedang memikirkan apa. Lisa ragu-ragu dan berjalan mendekat.Dia berkata dengan lembut, “Ryan, maafkan aku. Aku sudah dibohongi oleh siswaku. Kamu jangan marah ya?”Mendengar itu Ryan mengangkat matanya dan menatapnya dengan tenang, tetapi dingin seperti sedang melihat orang asing.Lisa merasa terkejut bercampur rasa takut, karena selama beberapa tahun mereka berpacaran sampai pada titik mereka sepakat untuk bertunangan, pria tampan itu sebelumnya sama sekali belum pernah bersikap seperti ini.Jari jemari Dosen Ryan yang tadi mengetuk-ngetuk meja tiba-tiba berhenti dan dia berkata dengan acuh tak acuh. “Mulai hari ini,
Menyadari jika Rayyan menatapnya tanpa berkedip, secara spontan Evelyn melambaikan tangannya di depan wajah Rayyan supaya ia kembali fokus pada pertanyaan yang diucapkannya tadi.“Hai, kak Rayyan sedang melamun?”“Ehm, tidak.” Tutur Rayyan sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.“Kak Rayyan belum menjawab pertanyaanku tadi,”“Bagaimana ya, sebetulnya aku datang karena takut jika orang yang kemarin katanya akan mengejar diriku itu akan pergi. Dan setelah dia pergi maka dia akan melupakan janji untuk mengejarku lagi.”Evelyn tampak tersipu malu ada perasaan senang namun terselip juga keraguan di dalam hatinya ia yakin jika bukan itu Alasan sesungguhnya.Dengan sedikit ragu-ragu ia berkata. “Aku tau kakak berbohong, sebenarnya aku bisa menyelesaikan sendiri masalah itu, meskipun kak Rayyan tidak datang membantu. Seharusnya kakak tahu kan, kalau sebenarnya aku itu hebat?”“Ya..ya..ya.., aku tahu kamu memang hebat. Tapi kenapa tadi saat melihatku kamu langsung menangis?” Kata Rayyan m
Kemudian terdengar Rayyan berdehem kecil dan membuka suara untuk memecah keheningan yang ada diantara mereka. Dia belum kepada intinya melainkan terlebih dahulu bertanya pada Evelyn dan Neneknya, karena dari sepintas mata memandang sepertinya semua orang yang ada di sana merasakan penasaran akan kisah bagaimana awal mulai pertemuan Nenek dan Evelyn bisa terjadi.“Ini tadi ceritanya bagaimana? Kalian sudah saling mengenal, begitu?” Pertanyaan Rayyan tentu tertuju pada Neneknya sekaligus untuk Evelyn.Dua orang yang ditanya itu saling menatap dan kemudian mengulas senyuman. Wulan menjawab dengan bangga, menceritakan tentang pertemuan mereka. Waktu itu ada Azura, tetapi dia tidak sempat melihat siapa gadis yang sudah menolong ibunya. Tapi dia membenarkan omongan Wulan.Evelyn juga mengangguk, mengingatkan pada Rayyan saat dia menanyakan memar yang ada di dahinya tempo lalu.“Ooh…” Rayyan mengangguk-angguk. Waktu itu dia sempat marah pada Evelyn yang ceroboh, yang telah mengabaikan kesela
Di Tengah-tengah penantian kedatangan keluarga Brahmana itu, yang disertai rasa berdebar di hati mereka tiba-tiba ponsel yang ada di saku Evelyn bergetar. Ia melihat ternyata itu isi pesan chat dari Rayyan.[Kami sudah meluncur ke rumahmu. Ada Kakek, Nenek, Paman, Bibi dan juga Ibuku.]“Astaga ibu! Bagaimana ini? Mereka benar-benar akan datang. Sekarang sudah ada di jalan menuju kemari!” Evelyn langsung berteriak pada Ibunya.“Aduh, bagaimana ini? Ibu kok jadi tegang sekali ini, Evelyn? Dada Ibu jeduk-jeduk nggak karuan rasanya.” Laras sangat gugup, sampai dia mengambil tangan Evelyn dan menaruhnya di dadanya. Evelyn bisa merasakan jika jantung Ibunya memang berdebar kencang.“Sebenarnya bukan hanya Ibu, aku juga iya.” Evelyn pun mengambil tangan Laras dan meletakkan di dadanya.Dua orang itu sama-sama berdebar jantungnya. Berbeda sekali dengan Nenek Limanto yang duduk dengan manis dan penuh senyum kebahagiaan karena menanti kedatangan keluarga Brahmana.Evelyn melirik Neneknya, ada r
Sofyan, sebetulnya sudah mendengar kabar tentang hal itu. Meskipun kabar di internet yang dulu tidak menjelaskan tentang siapa status istri dari Presiden Rayyan, tetapi Sofyan sudah tahu jika yang dimaksud istri Presiden Rayan tentunya adalah putrinya.“Baiklah, mendengar ucapan kamu ini ibu sedikit merasa lega.”“Kalau begitu lebih baik kita sama-sama berdoa dan lihat saja nanti malam, bagaimana reaksi dari keluarga Brahmana, apakah mereka benar-benar akan menerima kita atau justru …,” Sofyan menggantung kalimatnya.Namun dari ucapan itu Evelyn tahu apa yang dikhawatirkan oleh Ayah dan Ibunyakemudian dia memberi jawaban untuk menenangkan mereka. “Ayah dan Ibu, jangan khawatir. Kita harus percaya kepada kak Rayyan. Aku yakin jika keluarga besar nya adalah keluarga yang baik dan ramah juga. Jadi tidak mungkin mereka tidak akan menerima kita. Apalagi aku dan Rayyan sudah sejauh ini menjalin hubungan pernikahan.”Kedua orang tuanya mengangguk kemudian saling menggandeng tangan Evelyn da
Bisnis keluarga Brahmana bukanlah bisnis dari orang sembarangan, Sofyan tidak ingin jika nanti putranya ini akan membuat kesalahan. Apalagi dia masih merasa khawatir jika Arka ini masih memiliki emosi yang tidak labil dan pemikiran yang belum cukup dewasa, rasanya jika harus memegang sebuah perusahaan besar seperti ini Sofyan betul-betul merasa ragu.“Bukankah Ayah dari Nak Rayyan sudah berada di sana? Kenapa kini mesti Arka yang menangani?” Biar bagaimanapun juga Sofyan perlu bertanya masalah ini karena dia tetap merasa khawatir memikirkannya.Rayyan mengangkat pandangannya untuk menatap Ayah mertuanya, kemudian dia menunduk kembali dan berkata dengan sopan. “Sebetulnya Ayah sudah memintaku berulang kali untuk mengambil alih perusahaan itu. Tetapi aku belum mendapatkan orang yang bisa dipercaya. Sekarang aku sudah mempercayakan semuanya pada Arka oleh karena itu aku menyuruhnya untuk pergi ke sana, sekaligus menitipkan adikku yang juga akan tinggal di sana untuk berobat.”“Oh ... Jad
Barulah sampai di sini Evelyn tersadar dan paham akan semuanya. Rasa takutnya tiba-tiba sirna, akhirnya dia senyum-senyum sendiri tidak jelas sambil mandi.Ketika dia keluar dari kamar mandi, dia sudah melihat Rayyan juga bersiap untuk mandi. Evelyn sedikit menggeser tubuhnya supaya Rayyan bisa masuk ke dalam kamar mandi. Tidak butuh waktu lama Rayyan sudah terlihat keluar dari kamar mandi.“Apa kamu membawa baju ganti?” Evelyn bertanya, hanya untuk mengusir rasa malu dan canggung sebenarnya.“Tadi aku yang meminta Robi untuk mengantarkan baju kesini. Setelah itu Bibi Leni yang mengantarkannya ke kamar ini”“Ohh …!” hanya begitu saja jawab Evelyn. Dia segera memilih baju dan berganti dengan cepat saat memastikan Rayyan sudah berganti dengan baju ala kantornya. Dan kini terlihat sedang sibuk dengan ponselnya.Ketukan pintu terdengar memecah kesunyian yang ada, suara Bibi Leni memanggil dengan lembut dari luar kamar, mengajak mereka berdua untuk segera turun sarapan karena keluarga besa
Evelyn kembali menatap ke arah Rayyan terlihat pria itu kembali tersenyum menatapnya, Evelyn terlihat seperti orang linglung.Evelyn kembali menoleh padanya dan bertanya, "Kak Rayyan apa semalam kamu tidur disini?" Sambil mengencangkan selimut untuk menyembunyikan tubuh polosnya.Rayyan menarik ujung bibirnya dengan senyum merekah, "Kamu bertanya padaku? Aku yang seharusnya bertanya padamu Evelyn Limanto, eh salah, Nyonya Miga Brahmana, apa semalam kamu melupakan sesuatu?” Nada bicara Rayyan seperti sedang kecewa.Tentu saja ia akan merasa sangat kecewa, jika Evelyn benar-benar melupakan kejadian indah tadi malam. Padahal pagi ini Rayyan berencana ingin merasa kembali kehangatan indah yang tidak akan dilupakan seumur hidup mereka itu, yaitu malam pertama penyatuan jiwa raga dan cinta mereka.Evelyn masih penuh kebingungan, dengan hati-hati kemudian dia berusaha untuk mengingat semua kejadian tadi malam.Semalam ia mengingat jika dia memang pergi bersama kakaknya Arka dan minum dua gel
Sofyan dan Laras membukakan pintu, ketika dia melihat yang datang adalah Rayyan sambil menggendong Evelyn. Mereka pun terkejut.Laras langsung bertanya dengan cemas, “Apa yang sudah terjadi pada Evelyn, nak Rayyan?”Sebelumnya Rayyan tersenyum dahulu pada mereka, kemudian menjawab. “Tidak perlu khawatir Ibu mertua, tidak ada yang serius terjadi pada Evelyn. Tadi saat aku datang, aku melihat Evelyn sedang mabuk, jadi aku mengantarnya pulang saja.”Dua orang itu langsung saling menatap, mata keduanya membulat sempurna dari tatapan mata keduanya, seakan-akan saja saling memberi isyarat jika yang ada dalam pikiran mereka adalah sama.Sofyan kemudian berkata dengan marah. “Dasar Arka, memang dia anak kurang ajar! Bisa-bisanya dia membiarkan Adiknya mabuk sampai seperti ini?”Sedangkan Laras hanya menggelengkan kepala, saat menyadari kelakuan putranya itu. Laras kemudian langsung mempersilahkan Rayyan untuk masuk dan membimbingnya ke kamar Evelyn. Rayyan kemudian melangkah masuk ke dalam k
Untuk membuang rasa canggung yang ada kemudian Arka berkata, “Apa Rayyan belum datang?” tanya Arka.“Belum, katanya dia akan sedikit terlambat. Ayo lebih baik kita duduk dulu.”Arka menyuruh Evelyn untuk duduk di meja lain, “Kamu duduk di sini dulu ya? Tunggu Rayyan datang sebentar lagi. Kamu boleh pesan apapun. Kakak akan mengobrol sebentar dengan Ethan.”Kemudian dua pria itu menyisih, di meja yang bersebelahan dengan meja tempat Evelyn duduk. Mereka berdua sedang membicarakan tentang kepergian Arka besok ke luar negeri. Sebab perusahaan milik grup Brahmana di sana itu masih ada hubungannya dengan Ethan, jadi tentu saja harus ada pembicaraan terlebih dahulu mengenai hal-hal rumit dan lumayan penting diantara mereka berdua.Ketika mereka sedang serius mengobrol, pelayan datang menyuguhkan anggur Merah pada Evelyn. Evelyn terkejut melihat botol anggur merah di depannya. Dia seketika mendongak, dia ingin mengatakan Jika dia tidak minum anggur merah, tapi ingin memesan jus saja. Tetapi
Mendengar gumaman Ibunya, Sofyan langsung berkata, “Ibu, kita tidak boleh berharap seperti itu. Meskipun sekarang kita ini adalah besan dengan grup Brahmana, tetapi kita harus tahu diri siapa kita. Jika dibanding dengan keluarga Brahmana, kita ini diibaratkan cuma seujung kukunya saja dari Brahmana grup. Evelyn dipilih oleh Tuan Rayyan untuk menjadi istrinya saja, itu sudah merupakan sebuah kebanggaan yang tidak bisa dimiliki oleh orang lain. Jadi aku harap kita jangan bermimpi terlalu tinggi untuk mendapatkan jantung, jika saat ini kita sudah dikasih mereka hati.”Nenek Limanto tertawa kecil, “Iya, kamu benar. Lagi pula perkataan ibu tadi tidak terlalu serius.”Seharian ini Evelyn melewati waktu di rumah keluarganya ini. Dia mulai merasa suntuk dan bosan. Dia merindukan Rayyan, ingin menelepon tetapi dia takut mengganggu kesibukan Rayyan. Jadi pada akhirnya dia hanya bisa menahan diri.Hingga malam telah tiba, dia melihat kakaknya sudah pulang dari kantor nya. Dia segera menghampiri