Menyadari jika Rayyan menatapnya tanpa berkedip, secara spontan Evelyn melambaikan tangannya di depan wajah Rayyan supaya ia kembali fokus pada pertanyaan yang diucapkannya tadi.“Hai, kak Rayyan sedang melamun?”“Ehm, tidak.” Tutur Rayyan sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.“Kak Rayyan belum menjawab pertanyaanku tadi,”“Bagaimana ya, sebetulnya aku datang karena takut jika orang yang kemarin katanya akan mengejar diriku itu akan pergi. Dan setelah dia pergi maka dia akan melupakan janji untuk mengejarku lagi.”Evelyn tampak tersipu malu ada perasaan senang namun terselip juga keraguan di dalam hatinya ia yakin jika bukan itu Alasan sesungguhnya.Dengan sedikit ragu-ragu ia berkata. “Aku tau kakak berbohong, sebenarnya aku bisa menyelesaikan sendiri masalah itu, meskipun kak Rayyan tidak datang membantu. Seharusnya kakak tahu kan, kalau sebenarnya aku itu hebat?”“Ya..ya..ya.., aku tahu kamu memang hebat. Tapi kenapa tadi saat melihatku kamu langsung menangis?” Kata Rayyan m
Melihat Rayyan mencabut jarum infus yang terpasang pada pergelangan tangannya, Evelyn menjadi terbengong,“Kak, ternyata kamu bisa mencabut jarum infus?”Rayyan mengangkat pandangannya kemudian meliriknya, lalu menjawab dengan suara datar. “Hanya mencabut jarum, apa susahnya?”“Tapi itu hebat sekali.” Evelyn memuji, “Aku bahkan tidak berani hanya untuk melihatnya.”“Tidak apa-apa, lagipula kamu tidak perlu melihatnya lagi.”Evelyn masih belum mengerti apa yang dikatakan Rayyan, tetapi suara rendah seorang pria tiba-tiba terdengar, kepala pelayan ternyata datang dan mengatakan jika makan malam telah selesai dimasak. Rayyan kemudian bertanya pada Evelyn, “Apa kamu ingin makan malam di kamar atau turun keruangan makan?”Evelyn langsung menjawab, “Turun saja.” Dia sudah berbaring seharian, dia merasa seluruh tulangnya lemas dan ingin bangun dari tempat tidur.Evelyn mengangkat selimut dan turun dari tempat tidur. Rayyan tiba-tiba membungkuk dan langsung menggendongnya. Evelyn terkejut, t
Evelyn telah berbohong dengan mengatakan mengikuti kejadian di dalam novel. Bukan tanpa alasan dia mengarang cerita bohong itu, sangat tidak mungkin rasanya jika ia bercerita jika sebelum kejadian ini terjadi, ia terlebih dahulu sudah melihat Anesa dan Lisa dalam mimpinya.Jika sampai itu terjadi dapat dipastikan, tidak akan ada orang yang percaya dengan ceritanya, bahkan mungkin akan menganggap dia berhalusinasi saja atau juga bisa dianggap seperti orang gila.Rayyan menganggukan kepalanya, saat mendengarkan penuturan Evelyn.“Lalu mengapa bisa Dosen Ryan tidak kembali ke kamarnya, tapi ia malah pergi untuk membeli obat seperti itu?” Tanya Rayyan.Evelyn terdiam sejenak, “Aku takut terjadi sesuatu jika dia kembali ke kamarnya, jadi aku memberinya saran untuk meninggalkan hotel lebih lama. Tapi aku tidak menyangka jika mobilnya akan mogok.”Rayyan tersenyum tidak jelas, “Tapi aku merasa jika mobilnya tidak benar-benar mogok.”“Hah?” Evelyn terdiam sejenak ,menatap bingung pada Rayyan.
Melihat tatapan Rayyan yang penuh dengan senyum misterius, tiba-tiba saja Evelyn langsung berkata.“Aku pikir hadiahnya tidak perlu bagus-bagus, sepertinya aku hanya perlu makanan ringan saja,” Sebelum dia selesai berbicara, Rayyan sudah mengulur kan jarinya dan mengangkat dagu Evelyn dengan lembut.Suara Evelyn tiba-tiba berhenti. Dirinya merasa terkejut dengan sikap dari Rayyan itu, dan seketika matanya menjadi membulat sempurna saat Rayyan sudah mendaratkan bibirnya dan memberi lumatan yang lembut serta hangat.Evelyn tercengang, tetapi kemudian rasa manis menyebar seluruh sarafnya. Hatinya bergetar jiwanya pun perlahan merasa tentram, perlahan matanya mulai terpejam menikmati setiap sentuhan lembut yang dipagut kan oleh Rayyan pada bibirnya itu.Pertama kali mereka berciuman adalah di saat acara pesta pernikahan. Saat itu baik Rayyan maupun dirinya sama sekali tidak merasakan apapun.Setelah itu untuk kedua kalinya mereka kembali merasakan ciuman saat keduanya berada di dalam mobi
Setelah panggilan teleponnya diputuskan secara sepihak, Arka menggeram kesal.“Dasar Rayyan sialan, berani-beraninya kamu memutuskan sambungan telepon ku sebelum aku selesai berbicara!” Tuturnya sambil hidungnya terlihat kembang kempis menahan amarah.Tapi setelah Arka berkata seperti itu, bibirnya nampak tersenyum. Dalam hatinya ia berkata ‘Ehm, ternyata cinta itu memang benar-benar gila, terserah bagaimana kamu akan Rayyan, tetapi semua ini aku lakukan hanya untuk menguji ketulusan dirimu saja, aku berdoa semoga kalian berdua selalu bahagia selamanya.’Rayyan naik ke atas dengan membawa roti kukus yang sudah di masak oleh pelayan. Dia mengetuk pintu kamar Evelyn.“Masuk!”Terdengar suara lembut Evelyn dari dalam kamar menyapa seseorang yang mengetuk pintunya.Rayyan membuka pintu dan melihat Evelyn sedang berdiri di depan jendela, matanya menatap keluar dengan raut wajah sedih.“Kamu kenapa? Apa yang saat ini kamu rasakan, apa ada yang terasa sakit?”Evelyn menoleh dan menatapnya.
Rayyan menuntun tangannya lembut untuk duduk di sofa, bibir tipisnya terbuka. “Kamu bisa menonton film apapun yang kamu inginkan. Film disini selaras dengan di bioskop. Meskipun kita tidak pergi keluar untuk makan dan menonton film, di sini pun rasanya sama saja seperti kita pergi berkencan.”Evelyn tercengang, saat dia melihat layar besar yang terpasang di dinding. Dia terdiam beberapa saat lamanya menikmati rasa kagum di dalam hatinya atas semua kejutan yang diberikan Rayyan untuknya, setelah itu kemudian ia berkata, “Bolehkah aku memelukmu sebentar saja?”Rayyan sedikit terkejut saat mendengar permintaan Evelyn, tetapi kemudian ia mengangguk hatinya sangat bahagia, jujur saja Rayyan masih tidak percaya jika Evelyn bertanya untuk memeluk dirinya.Sama halnya dengan Evelyn, dirinya juga tidak menyangka jika Rayyan akan sejuta dengan permintaannya itu.Evelyn membuka matanya lebar-lebar binar-binar kebahagian terpancar jelas padanya, karena merasa bahagia ia sampai bertingkah lucu, se
Setelah mengatakan ucapan singkat itu pada Evelyn, dalam hatinya Rayyan berkata.‘Aku juga menyukaimu, aku sangat menyukaimu dan aku sangat bahagia bersamamu.’Evelyn tidur dengan cepat di pelukan Rayyan, sepertinya suara keras dari film yang sedang diputar di mini bioskop itu, sama sekali tidak membuat Evelyn merasa terganggu untuk segera mungkin menjelajahi alam mimpi indahnya, bahkan seolah-olah saja suara keras yang menggema itu, terasa seperti alunan melodi indah yang sedang meninabobokan dirinya.Setelah mendengar suara dengkuran halus keluar dari mulut Evelyn, Rayyan yakin jika saat ini gadis kecil kesayangannya itu sudah betul-betul terlelap, dengan penuh kehati-hatian Rayyan menggendong tubuh cantik itu untuk memindahkannya ke kamar.****Kicauan burung bernyanyi riang di pagi ini, sepertinya mereka juga bergembira menyambut kedatangan sang Surya yang cerah di pagi ini.Keadaan Evelyn juga sudah kembali normal seperti sedia kala, Rayyan mengizinkannya untuk pergi ke sekolah d
Kepala pelayan langsung tersenyum saat mendengar penuturan Evelyn, ia mulai berpikir jika istrinya yang mau masak spesial, Tuan pasti akan sangat senang. Kepala pelayan pun akhirnya mengangguk dan pergi.Evelyn langsung ke kamarnya dan menelepon Mia untuk meminta pertolongan. Setelah sejenak mendengar serius saran dari Mia, Evelyn membuka lemari lalu menarik laci paling bawah. Dia mengambil kotak itu dengan ragu-ragu dan membukanya.Saat ulang tahunnya, Rayyan menyuruh orang untuk menyiapkan studio untuk dirinya sebagai hadiah. Sekarang saat ulang tahun Rayyan, dia juga harus memberinya hadiah. Meskipun dia ragu apakah Rayyan akan menyukai hadiahnya ini. Tetapi Evelyn akhirnya mengambil keputusan. Dia segera mulai berganti pakaian dan turun untuk menata kue tart dan hidangan.Di tengah malam yang sunyi, langit malam gelap, menggantung bulan yang redup. Lampu jalan yang menyala redup memungkinkan orang untuk pulang meskipun tidak peduli itu sudah sangat malam.Bentley hitam berhenti di
Mereka paham akan maksud dari ucapan Amara, mereka juga mengerti kegelisahan yang Amara rasakan.Pada akhirnya Amar pun menepuk pundak Arka, “Ada baiknya memang seperti itu Arka, kamu tidak keberatan kan, atas permintaan Amara?”Arka mengangguk, “Ya, Paman. Jika itu permintaan Amara, aku pasti akan menurutinya.”Amar kemudian keluar, dia menemui pihak rumah sakit untuk mengutarakan niatnya. Dokter tidak mempermasalahkan itu dan mengizinkan. Beberapa orang juga pernah melakukan hal yang sama seperti yang akan mereka lakukan. Menikah di rumah sakit, karena saat salah satu dari pasangan dari mereka kritis. Bahkan ada yang meninggal setelah mereka menikah. Dokter mengerti dan tidak mempersulit semua itu.Amar menghubungi Rayyan dan mengatakan hal ini. Lalu Rayyan menghubungi mertuanya dan menyampaikan apa yang dikatakan Amar.Siang ini di ruangan rawat inap tempat dimana Amara dirawat, nampak ramai orang. Tetapi mereka masih tetap menjaga ketenangan dan jarang yang berbicara. Sekali berbi
Evelyn menceritakan semuanya tentang kakaknya. Laras bukan tidak khawatir, dia bahkan menangis membayangkan jika hampir saja dia akan kehilangan putra satu-satunya milik mereka.Arka menoleh pada Azura, calon ibu mertuanya itu mengangguk. Dan mengatakan hal yang sama seperti yang dikatakan oleh ibunya. Akhirnya Arka pun menurut.“Baiklah Bu, aku akan pulang.” Pada akhirnya Arka pun berpamitan pada Azura dan Amar untuk pulang dahulu.Ketika dia memasuki pintu, Laras dan Sofyan sudah berdiri menunggunya. Laras menatap putranya itu berjalan dengan lesu ke dalam rumah dengan wajah yang kusut dan pucat. Penampilan Arka sangat berantakan. Tetapi wajahnya tersirat sebuah kedewasaan. Jauh berbeda dengan Arka sebelum ini. Hati Laras sakit rasanya melihat keadaan putranya seperti itu. Langsung berlari dan memeluk Arka serta menangis tersedu-sedu.“Arka, jangan khawatir lagi. Semua akan baik-baik saja. Cinta kalian pasti akan bersatu.”Arka mendorong lembut tubuh ibunya kemudian mengangkat dagu
Pintu ruangan dimana Amara dirawat terbuka, beberapa suster masuk dan hanya memerlukan waktu sekitar dua menit, mereka sudah keluar dengan mendorong tubuh Amara.Semua orang mengikuti, namun langkah mereka harus terhenti ketika pintu ruangan operasi tertutup, menyisakan cahaya lampu halogen dan lampu LED yang sinarnya menembus kaca jendela. Tapi itu hanya beberapa detik saja, cahaya lampu di dalam ruangan itu menghilang karena tirai jendela telah ditutup dengan rapat.Amar merengkuh tubuh Azura dan membawanya ke ruang tunggu, sementara Rayyan merengkuh tubuh Arka dan membawanya ke ruangan tunggu juga, Rayyan memperlakukan Arka seperti memperlakukan anak kecilnya saja, bahkan dia melupakan istrinya yang bengong melompong melihat suaminya yang bukannya merengkuh dirinya justru malah merengkuh kakaknya.Sejenak Evelyn tertegun kemudian dia langsung tersadar. Dia ikut menyusul mereka dengan berlari kecil, lalu duduk di samping Arka.Dia segera memeluk Arka kembali, menyisihkan tangan Ray
Suasana kembali hening. Kembali tidak ada suara dari mereka, kembali tidak ada yang beranjak dari tempatnya. Mata mereka hanya terfokus pada satu titik saja yaitu ke arah dimana Dokter membawa Arka.Ingin rasanya mereka berlari menyusul kemudian berteriak memanggil Arka. Namun mereka menahan keinginan itu dengan sekuatnya. Bahkan cenderung dengan berat hati hanya bisa pasrah menghargai keinginan dan pengorbanan Arka.Sambil terus menekan dadanya, membayangkan apa yang sedang dilakukan para Ahli medis di dalam sana pada tubuh Arka. Membelah dadanya dan mengeluarkan jantungnya hidup-hidup? Atau Arka di bius dulu hingga mati kemudian diambil Jantungnya?Semua orang hanya bisa membisu ngeri dan menahan sakit dalam hati.Hingga beberapa saat lamanya, di tengah-tengah ketegangan yang meraja, seorang perawat berlari mendekati mereka. Semua berdiri."Tuan Rayyan, Dokter memanggil Anda. Mari silahkan ikut saya.""Aku ikut." Evelyn cepat ikut bangun."Mohon maaf Nyonya. Hanya Tuan Rayyan saja.
Suasana semakin Pilu dan terasa sangat mencekam saat Arka menandatangani surat itu.Tidak ada yang tidak mengeluarkan air mata. Pengorbanan Arka saat ini sungguh tidak bisa dikatakan main-main. Arka akan menyerahkan jantungnya untuk kelangsungan hidup Amara. Dia akan mati, demi Amara bisa hidup."Ikut lah bersama kami." Dokter melangkah. Arka mengikutinya."Kak Arka!" Evelyn yang sejak tadi membeku kini tidak bisa lagi menahan diri. Dia memanggil Arka sambil menarik lengannya.Arka menghentikan langkahnya kemudian dia menoleh.“Kak Arka, apa kamu akan meninggalkan kami?”Arka membalikkan badannya dia menatap lekat wajah adiknya yang teramat ya sayangi itu. Kemudian tangannya terulur untuk mengusap air mata Evelyn ini yang sejak tadi sudah membasahi pipinya.“Kak Arka tidak pernah pergi. Kak Arka akan tetap ada di hati kalian.” Dia meraih kedua tangan Evelyn kemudian menggenggamnya dengan erat.“Evelyn dengarkan kakak, tanpa Kakak, kamu akan tetap hidup lebih baik asalkan ada Rayyan di
Tidak perlu menunggu waktu lama, seseorang yang dihubungi oleh Rayyan itu langsung mengangkat panggilan teleponnya.[Robi, segera mungkin hubungi semua tim kita, untuk bergerak keseluruh rumah sakit atau kemana saja untuk mencari seseorang yang bisa mendonorkan Jantungnya untuk Amara. Berapapun harganya, kita akan membayarnya! Dengar berapapun, itu aku tidak peduli!]Tanpa bertanya, Robi sudah paham dengan maksud dari perintah yang diutarakan oleh Rayyan dan cepat mengiyakan.Baru saja Rayyan mengakhiri panggilannya, Seorang Perawat masuk dan berseru."Dokter! Nona Amara kritis!"Tanpa bertanya, Dokter pun segera berlari menyusul langkah perawat itu yang dengan sigapnya disusul juga oleh yang lainnya.Dokter segera masuk ke dalam ruangan tempat Amara berbaring."Amar, kondisi Amara, Putri kita memburuk! Dia tidak sadarkan diri lagi!" Azura langsung menubruk tubuh Amar dan menangis histeris saat sang suami muncul di hadapannya.Amar cepat membawa tubuh Azura ke luar ruangan mengikuti i
Sudah hampir tiga jam lamanya, Tim medis dari rumah sakit ternama di kota mereka itu menangani Amara di ruangan ICU.Saat ini, Rayyan dan Evelyn sudah berada di rumah sakit, Amar yang sudah menghubungi mereka. Saat Rayyan mendapatkan kabar jika kondisi Amara kritis seketika saja ia langsung membawa serta Evelyn untuk bergegas menuju rumah sakit.Mereka sempat tidak percaya dengan berita yang mereka dengar, karena baru beberapa jam yang lalu suami dari Bibinya itu baru saja mengabarkan jika kesehatan Amara sudah membaik, bahkan hari ini Amara sudah dinyatakan boleh pulang ke rumah dan menjalankan berobat jalan saja.Akan tetapi semuanya terasa seperti mimpi, mendadak kondisi Amara menjadi kritis seperti saat ini. Semua orang dipenuhi rasa kekhawatiran. Menatap penuh harap ke arah pintu ruangan ICU tempat Amara sedang ditangani secara intensif oleh tim medis.Tak ada satupun suara yang terdengar, mereka hanya terdiam dan memanjatkan doa didalam hati mereka masing-masing. Hingga akhirnya
Epilog.Pagi-pagi, Amar dan Azura sudah terlihat melangkah menuju ruangan dimana Amara dirawat dengan wajah penuh ketenangan."Pagi sayang!" Azura menyapa berbarengan dengan membuka pintu ruangan."Pagi Mama, Papa." Amara menyambut dengan mata yang berbinar bahagia.Mata Azura langsung fokus pada tangan Arka yang sedang menyisir rambut Amara.'Wajar saja kalau Amara jatuh cinta pada pria itu. Dia begitu perhatian.' batinnya.Arka cepat mengangguk pada mereka berdua lalu kembali pada rambut Amara. Dia mengikat rapi rambut Amara keatas. Kemudian segera beranjak untuk menyisih."Bagaimana keadaan Amara, Arka?" tanya Amar pada Arka."Kata Dokter, aku sudah diperbolehkan pulang hari ini, Pa!" seru Amara.Amar tersenyum. "Papa sudah tahu. Dokter sudah menelpon Papa semalam, jika pagi ini kamu sudah boleh kembali ke rumah.""Paman, kalau begitu aku akan segera mengurus administrasi dulu." ucap Arka.Amar mengangguk."Kak Arka, kamu mau kemana?" tanya Amara."Arka harus mengurus biaya adminis
Hari ini, Amar menepati janji.Sepulang dari menjenguk Amara di rumah sakit, dia langsung menghubungi Rayyan untuk membahas rencana persiapan pernikahan Amara dan Arka.Rayyan pun segera datang bersama dengan Evelyn ke rumah besar keluarga Brahmana untuk membahas hal ini di sana.Setelah mereka berdiskusi akhirnya mereka memutuskan untuk mengunjungi rumah orang tua Evelyn yaitu kediaman keluarga Limanto. Sebelum menuju rumah orang tuanya tidak lupa Evelyn memberi kabar pada ibunya supaya Ayahnya jangan dulu berangkat kerja, agar saat mereka tiba di kediaman keluarga Limanto, sang Ayah masih berada di rumah karena keluarga Brahmana akan datang ke sana.Laras tidak tahu apa yang akan mereka bahas, Dia mengira jika keluarga besar Brahmana hanya mengunjungi mereka sekedar untuk bersilaturahmi saja.Jadi dia pun memberitahu suaminya agar jangan pergi dulu ke kantor.Ketika semua orang sudah berkumpul di ruangan tengah kediaman keluarga Limanto, Laras dan Sofyan sedikit terkejut karena yang