"Hm?" Luna mengedipkan matanya. "Apa yang akan kau lakukan jika kau tidak terlahir dari keluarga Wilson?" Aiden mengulang lagi pertanyaannya. Luna berpikir sejenak kemudian terkekeh. "Aku akan menemuimu, dan memintamu menikah denganku."Bibir Aiden mengembang membentuk senyum memamerkan gigi rapinya. "Bisa saja kau ini." Tangan Aiden terulur menarik pinggang istrinya agar lebih dekat lagi. "Kalau aku juga tidak terlahir dari keluarga Ellworth kau masih mau denganku?" Luna mengangguk mantap. Seperti yang laki-laki itu bicarakan tadi, meski takdir Aiden tidak terlahir dari keluarga Ellworth. Aiden akan terus bekerja keras. Kalaupun laki-laki itu hanya sampai di batas sebagai karyawan swasta. Tapi kepribadian Aiden adalah yang Luna sukai. "Kenapa begitu?" tanya Aiden dengan kening berkerut. Tidak biasanya ada perempuan seperti ini. "Kau pekerja keras, dan hatimu lembut." "Itu tidak menjamin. Jika aku tidak terlahir dari keluarga Ellworth, dan mungkin keluargaku tidak sehangat ini.
Mau bagaimanapun Luna harus terlihat panik dan khawatir juga. Perempuan itu segera mendekat ke arah Bibi Tiana. Menyentuh pergelangan tangannya untuk memeriksa bagaimana nadi berdenyut. Melambat itu yang Luna rasakan dari ibu jarinya. Luna juga melihat telapak tangan Bibi Tiana yang berkeringat. Hmm.. Lantas perempuan itu melongok ke bawah melihat kaki Tiana. Menunduk, dan memegangnya secara beraturan. Aiden melihat aksi Luna yang sedang menyentuh kaki Tiana. "Tolong bawa bibi segera ke kamar." Luna memerintahkan entah pada siapapun yang bisa membantu. Edward lebih dulu sigap dan segera menggendong tubuh Tiana. Luna juga mengikuti Edward dari belakang. Tidak hanya Luna semuanya ikut ke kamar Tiana. Begitu sudah sampai di kamar Tiana, Luna meminta Edward untuk memposisikan tubuh Tiana dengan tubuh yang datar. Tidak ada bantal yang lebih tinggi.Edward menurut meletakkan Tiana perlahan di kasur. Luna duduk disamping Tiana, melonggarkan pakaian Tiana tapi tidak melepasnya. Lalu m
Aiden memang tidak sombong, tapi tidak munafik bahwa dirinya tidak pernah memakai barang murah seperti ini. Namun ketika Luna memilihnya dan memakaikan kalung ini padanya, hati Aiden menghangat. Sesuai dengan apa yang Luna katakan ia berjanji tidak akan menghilangkan kalung ini. Meski nanti pada rapat dengan kolega ia akan tampak seperti preman anak remaja yang memakai kalung hitam. Hahaha... tidak masalah, mungkin ini sebuah jimat dari istrinya. Luna menarik tangannya untuk berlalu dari pedagang aksesoris. Istrinya itu membawanya pada penjual makanan. Sebuah daging ikan yang ditusuk ditambah dengan kuah sambal. Mata Luna sudah berbinar melihatnya, perempuan itu melongok pada aneka ragam yang dijual. Tapi pilihannya tetap pada daging ikan tersebut. Luna mengambilnya tiga tusuk, kemudian penjual memberinya satu gelas kuah sambal. "Silahkan dibayar tuan Aiden," kata Luna dengan wajah senangnya itu. Aiden terkekeh mengeluarkan dompet lagi, tapi sebelum membayar ia juga mengambil dua
Luna hanya diam. Atmosfir juga berubah menjadi aneh kala Madam menjelaskan kartu yang Aiden pilihkan untuknya. Ternyata sebuah kebohongan tidak akan pernah menang. Jadi dirinya akan terungkap suatu saat nanti. Madam beralih pada kartu kedua. Judgement. Sebuah kartu dengan gambar seorang malaikat bersayap meniup sebuah terompet, dan dibawahnya ada beberapa orang menadahkan tangan. "Ini masih ada sangkut pautnya dengan yang pertama. Judgement. Waktu untuk berubah - Imbalan - Retribusi - Keputusan - Pemurnian dan Transformasi. Kau akan menuai manfaat dari upaya masa lalu. Kejelasan atas tindakan kau. Ada dua pilihan, mengampuni mereka dan membuat keputusan untuk hubungan ke depannya. Atau balas dendam, menghindari komitmen. Keputusan hukum dapat melamanmu."Tanpa terasa Luna mempererat tautan tangan Aiden, namun pandangan matanya fokus pada Madam. Keduanya keluar dari tenda dengan perasaan tidak baik-baik saja. Lebih tepatnya dari pihak Luna. Aiden sudah meyakinkan berkali-kali untuk
Kenapa dalam hidup tidak pernah mendapat porsi bahagia seterusnya. Maksudnya, baru saja Luna merasa senang. Tapi ada saja yang membuat senyumnya lantas luntur begitu saja.Darren menarik garis dibibirnya membentuk senyum tipis. Ditangan laki-laki itu sudah ada beberapa potong baju yang telah dicoba.Darren melirik ke belakang tepat dimana pintu yang lurus dengan posisi Luna. "Sedang menunggu seseorang?"Luna mengangguk pelan."Suamimu?" tanya Darren lagi.Luna hanya menjawabnya dengan anggukkan. Luna tahu dari raut wajah Darren terlihat bahwa laki-laki itu sedang ingin mengajaknya bicara.Tapi pada akhirnya Darren hanya menghela napas lalu pamit berlalu. Luna sendiri hanya melirik kepergian Darren tanpa mau menahannya.Lagipula semuanya sudah berakhir bukan. Tidak ada gunanya terus mengungkit masa lalu dan menyesali yang terjadi. Penyesalan hanya akan membuat hidupmu kian memburuk. Terjebak pada masa yang telah habis yang tidak dapat kau putar lagi.Luna langsung tersadar kala pintu r
Luna sudah mengirim pesan pada Aiden bahwa ia tidak sengaja bertemu dengan Zack. Mengatakan bahwa mereka akan makan siang bersama karena Zack batal menemuinya sebab Aiden ada rapat.From: Aiden
Luna meneguk ludahnya. Bagaimana ini, ia kira begitu Aiden mengizinkan semuanya akan baik-baik saja. "Setelah aku lihat, kau sudah dua kali ini pergi makan siang dengannya.""Itu tidak sengaja. Bukan acara yang disengaja." Luna menyela sebelum Aiden salah paham lebih jauh. "Kau mengizinkan jadi ku pikir tidak masalah."Aiden mengangguk. "Tapi aku berharap kau tahu batasan ketika sudah menjadi istri orang."Menurut Luna, wajar saja laki-laki itu marah. Tapi masalahnya Luna sudah meminta izin tadi siang. Jadi kenapa Aiden harus marah."Aku baru pertama kali menikah. Jadi ketika aku sudah mendapat izin dari suamiku, ku rasa itu sudah tidak masalah untuknya." Aiden menoleh pada istrinya dengan diam. "Tolong ingat kalimat terakhirku tadi." Setelah itu laki-laki itu beranjak dari kasur menuju kamar mandi. Luna baru dapat menghembuskan napasnya dengan lega setelah menahannya sejak tadi. Agak menegangkan. Luna tidak bermaksud membantah, ia juga ingin Aiden menyadari bahwa pintu izin yang i
Aiden sungguhan mengosongkan tempat gym pagi ini. Bahkan ada Yulio yang berjaga di depan pintu. Tidak ada trainer juga, Aiden yang akan mengajari Luna bagaimana cara menggunakan perlatan gym yang ada. "Aku akan memulainya dengan lari dulu." Luna beralih menuju treadmill. Kalau ini Luna sudah biasa memakainya karena di kantor ada. Dan beberapa kali Luna menggunakannya dulu sebelum ia menikah. Luna mengatur kecepatan dengan mode lambat untuk pemanasan selama sepuluh menit. Sekiranya semangat olahraganya sudah membara, Luna menambah kecepatan lagi dan kakinya berlari kecil.Aiden juga mengikuti Luna, menggunakan treadmill di samping istrinya. Bedanya kecepatan yang Aiden gunakan lebih cepat. Langkah kakinya berdentum memenuhi ruangan.Luna melirik Aiden dengan senyuman. Suaminya itu tidak main-main jika sudah berolahraga. Tiga puluh menit berlalu, Aiden menyarankan Luna untuk beralih ke Lat Pulldown Machine. Aiden mengatur beban pada berat lima kilo saja, sebagai permulaan. Dirasa Lun