Aiden mengetuk pintu kamar nya beberapa kali. "Ya, sebentar." Jawab Gwen dari dalam kamar. Dan tidak lama kemudian, pintu kamar itu pun terbuka. Mata Aiden berkedip beberapa kali melihat Gwen yang sudah selesai bersiap-siap untuk pergi makan malam ke kediaman bibi Bridgette. "Kau sudah siap?" tanya Aiden, mode pabrikan Aiden- datar dan cuek. Aiden bahkan sama sekali tidak memuji penampilan Gwen yang sebenarnya sangat memukau di mata Aiden. Tapi memang begitu lah Aiden. Hati dan mulutnya memang sering tidak berada dalam partai yang sama. Jadi sangat wajar jika apa yang keluar dari mulut Aiden tidak sama dengan apa yang ada di dalam hatinya. Hanya saja seharusnya setelah kencan romantis mereka, sikap Aiden seharusnya berubah. Tapi mengapa Aiden malah kembali ke setelan awal? Kenapa Aiden kembali bersikap datar dan cuek? Gwen jadi bertanya-tanya dalam hati. "Sudah dari tadi." Jawab Gwen sambil masih mencerna semuanya. "Hmm- Gwen, jangan hanya bengong di sana. Ayo bantu aku ke dala
"Apa hal yang sejelas itu masih perlu kau konfirmasi Aiden?" Tanya Gwen, menekan rasa kesalnya. "Hahaha, tidak ada hal yang perlu kau takutkan, Gwen. Foto - foto ini memang sengaja di pasang di sepanjang jalan menuju ke perpustakan karena perpustakaan ini adalah tempat nenek dan bibi melepas rindu mereka pada kakek dan paman." Terang Aiden. "Maksud mu?" Bukannya semakin paham, Gwen malah semakin bingung. Pikir Gwen bagaimana bisa perpustakaan menjadi tempat untuk mengenang seseorang? Andaikan Aiden menyebutkan museum maka otak minimalis abis milik Gwen pasti tidak akan kesulitan untuk memahami perkataan Aiden. Tapi tadi jelas-jelas dia bilang mau ke perpustakaan, kan?? bukannya hal itu agak sedikit janggal? "Itu dia perpustakaannya. Kau akan paham kalau kau sudah masuk ke dalamnya." Aiden pun kembali diam. "Huf! Apa salahnya dia langsung cerita. Sok misterius." Gumam Gwen yang tentu saja terdengar oleh Aiden. Tapi Aiden malas menggubris celetukan istrinya itu. Sebab mau di terangk
Saat Aiden dan Gwen sedang menikmati makan malam mereka di kediaman nenek dan bibinya, Theodor sedang berdiskusi dengan Yovi dan seorang pria di ruang kerja Theodor. "Apa kalian yakin kalau Aiden akan setuju untuk pergi ke China?" Tanya Theodor pada Yovi dan Yoven, dua orang kepercayaan si nyonya. "Nyonya sendiri yang mengatakan kalau dia akan menggunakan berbagai cara agar Aiden setuju untuk pergi ke China. Kau tidak perlu khawatir mengenai hal itu. Nyonya pasti telah berhasil meyakinkan Aiden." "Bagus kalau memang begitu. Kalau perlu saat Aiden ada di dalam pesawat, pesawatnya kita ledakkan." seru Theodor dengan senyum jahatnya. "Dengan demikian tidak akan ada lagi hambatanku ke depannya." Sambung Theodor. "Kau benar tuan Muda Theodor." Sambung Yoven. "Tapi sayang nya nyonya tidak berencana menggunakan cara itu. Terlalu beresiko. " Tambah Yoven. "Kita tidak boleh membuat masalah ini terlalu melebar." Sambungnya lagi. "Maksud mu?" tanya Theodor tidak paham dengan apa yang dimak
"Kakak ipar?" Sapa Theodor seolah-olah tidak sengaja bertemu dengan Gwen padahal dari tadi dia memang sudah berkeliling mencari Gwen di dalam tempat syuting itu. Bahkan Theodor sengaja memilih jalan supaya dia tidak bertemu dengan Angela. Padahal yang merupakan istri Theodor itu adalah Angela bukannya Gwen. "Theodor?" Sapa Gwen tidak menyangka Theodor akan menghampirinya. Sendirian lagi tanpa Angela. "Kau datang untuk menjemput Angela?" tanya Gwen pada Theodor sejurus kemudian. "Ya. Aku datang untuk menjemput Angela makan siang bersama." Jawab Theodor yang sekedar untuk menutupi tujuannya yang sebenarnya. "Christin, apa kau melihat Angela?" Tanya Gwen pada Christin. "Sepertinya Angela tadi pergi bersama tuan Jackson." Christin mencoba mengingat-ingat saat dia melihat Angela terakhir kalinya. "Jackson?" Ulang Theodor yang merasa sangat familiar dengan nama Jackson ini. “Iya, Jackson.” Jawab Christin apa adanya. "Jackson?" Sekali lagi Theodor mengulang nama Jackson dalam hati sam
"Plaaaaaaaaaaak!!" "Gwen!!" Teriak Christin bersamaan dengan tamparan Angela ke pipi Gwen. Ya!! Sebuah tamparan mendarat ke pipi Gwen tepat setelah Theodor menghilang di balik pintu lift. "Brengsek kau Gwen! Beraninya kau memanggil Theodor ke sini!!" Tuduh Angela penuh amarah. Mungkin saking marahnya, Angela lupa kalau saat ini dia belum mengenakan apapun. Wajah Angela menggeram dan menatap Gwen penuh amarah. Gwen memegangi pipinya yang terasa panas setelah ditampar oleh Angela tadi. Tangan Gwen satunya sudah mengepal, menahan rasa marah karena tiba-tiba saja dijadikan tertuduh dalam hal ini. Padahal jelas-jelas Theodor datang atas kemauan Theodor sendiri. Gwen pun tidak tahu menahu kalau Angela dan Jackosn sedang main kuda lumping di ruangan Jackson. Lalu kenapa tiba-tiba semua ini menjadi kesalahannya? Gwen benar-benar tidak terima. Rasanya ingin sekali dia membalas Angela saat itu juga tapi hal itu dia tahan. Karena ajaran ibunya selalu mengatakan kalau Angela adalah kakak Gw
"Tapi kali ini, sistemnya bukan satu orang satu suara. Melainkan suara setiap orang akan dikonversikan terlebih dahulu dengan seberapa banyak saham yang dia miliki. Dengan sistem, orang dengan nilai saham terkecil hanya akan mendapatkan satu suara. Dan orang yang memiliki saham yang lebih banyak akan memiliki lebih satu suara. Jadi tidak ada yang akan dirugikan." Tambah Leon. "Jadi suara yang diberikan oleh nona Lisa tidak akan lebih besar dari pada suara yang diberikan oleh nyonya Bridgette, misalnya." Jelas Yovi. "Sedangkan untuk Tuan Besar Gavin dan tuan Muda Aiden, mereka bisa melakukan voting jarak jauh. Dan itu akan tampak langsung oleh kita bersama di dalam ruangan ini." Jelas Yovi lagi. "Kau dengar sendiri kan Rery, jadi tidak masalah jika Aiden tidak ada disini." Seru Theodor sambil tersenyum. Theodor sangat yakin kalau hari ini perusahaan ini akan dia miliki seutuhnya. Karena menurut data dari pihaknya, para pemegang saham semuanya berpihak padanya. "Apakah bisa kita mul
Scene kali ini kembali memperlihatkan tampilan di layar besar di depan semua orang di mana pada posisinya saat ini keadaan hampir imbang di kedua kotak. Kotak atas nama Aiden dan juga atas nama Theodor. Aiden mengejar dengan saham miliknya ditambah dengan saham-saham yang dia beli dari para pemegang saham minoritas. Sedangkan Theodor tetap stabil dengan saham miliknya pribadi serta saham dari ibu dan si bibi pengkhianat. "Aku yakin anda sudah pasti akan menang tuan muda Theodor." Bisik Yovi pada Theodor. Theodor tertawa kecil mendengar perkataan Yovi. Mata Theodor kini tengah memperhatikan wajah Rery yang sedang tegang memperhatikan kedua kotak suara itu. "Aku tidak menyangka kalau apa yang diprediksikan oleh nyonya benar adanya. Tuan muda Aiden pasti secara diam-diam telah membeli saham dari pemegang saham minoritas. Tapi satu hal yang tidak akan pernah bisa tuan muda Aiden prediksikan ialah dia tidak tahu kalau nyonya sebenarnya berada dipihak kita. Suara yang tadinya ia perhitu
Garrand Gavin melihat ke layar besar itu dengan seksama, dan tidak lama setelahnya nama Bridgette pun masuk ke dalam kotak suara milik Theodor. "Bridgette?" serunya tidak percaya kalau Bridgette tidak memvoting untuk Aiden. "Apa mungkin yang kau maksud dengan orang yang ingin membalas dendam padaku itu adalah Bridgette?" tanya nya masih tidak percaya dengan apa yang dia lihat. "Ya, bibi Bridgette lah pelakunya. Kakek tidak menyangkakan, kalau putri angkat kakek sendirilah pelaku atas semua ini?" Tekan Aiden di setiap kata- kata yang keluar dari mulutnya. Garrand Gavin langsung tersandar lemas. Sungguh tidak pernah terlintas sedikit pun di dalam pikiran Garrand Gavin kalau putranya satu-satunya akan dibunuh oleh anak angkatnya sendiri. Apalagi sepengetahuan Garrand Gavin, Aiden Edbert Gavin (ayah Skyleden Gavin Junior) sangat menyayangi Bridgette. Dia bahkan lebih menyayangi Bridgette dibandingkan Danieta - yang merupakan saudari kandungnya. Kuduk Garrand Gavin tiba-tiba terasa sa