Di tengah ketegangan di ruangan rapat tiba-tiba telpon Leon berdering menarik perhatian semua orang yang masih terheran-heran dengan hasil pemilihan suara yang ternyata dimenangkan oleh Skyleden Gavin Junior. "Ya Tuan Besar Gavin?" Sapa Leon yang langsung melemparkan pandangannya ke seluruh orang di ruangan itu. "Baik tuan. Akan aku lakukan." Ucapnya kemudian meletakan handphone nya di atas meja dan menspeaker handphone nya. "Silahkan tuan." Ujar nya kemudian. "Selamat siang semua para pemegang saham dan dewan direksi di Gavin 7 Com. Seperti yang telah kita saksikan bersama, Skyleden Gavin Junior telah memenangkan pemilihan kali ini. Mungkin beberapa diantara kalian ada yang mempertanyakan keputusanku di detik-detik terakhir pemilihan ini, tapi aku yakin tidak ada orang selain cucuku Skyleden Gavin Junior yang mampu untuk menjalankan perusahaan sebaik diriku. Itulah satu-satunya alasan mengapa aku memberikan hak suaraku padanya. Aku tidak mengharapkan adanya komplain atas hasil ya
"Aiden????" Begitulah kira- kira sorak siuh semua orang saat melihat Aiden yang berjalan keluar dari balik tirai di belakang Tuan Besar Gavin. "Kakak? Kau sudah bisa berjalan?" Seru Lisa terperangah melihat kakaknya sudah kembali berjalan seperti sedia kala. "Ini benar kau kak?" tanya Lisa lagi dengan tatapan tidak percaya. Sama seperti Lisa, Theodor pun tidak percaya dengan apa yang dia lihat saat ini. "Bagaimana ini mungkin?!" Gumam Theodor dalam hati. "Sejak kapan dia bisa berjalan?" Seru Theodor lagi dalam hati. Namun lain halnya dengan Bridgette. Saat melihat Aiden datang tanpa kursi roda, Bridgette yakin kalau Aiden pasti telah mengetahui semuanya. "Ternyata selama ini dia telah bisa berjalan. Aku benar-benar telah terkecoh." Sebut Bridgette dalam hati. "Sekarang aku tahu siapa penyusup yang menghilang di dalam kediaman Aiden waktu itu. Penyusup itu pastilah Aiden sendiri. Benar-benar licik! Pantas saja tidak ada orang-orangku yang menemukan penyusup itu." Seru nya kemba
Begitu menyadari kalau gerak mulut bibinya yang membentuk nama Gwen, Aiden berusaha terlihat tenang. Hal ini sebenarnya telah Aiden prediksikan bersama WIll dan Lou ketika mereka mengetahui siapa sebenarnya dalang dari semua ini. Aiden dan Will sudah memposisikan anak buah mereka di tempat acara untuk menjaga Gwen tanpa ada satu orang pun yang tahu. "Jangan sok tenang seperti itu, Aiden. Orang-orangmu tidak tahu, kan? kalau saat ini nyawa Gwen dalam bahaya. Kau tidak percaya?" Saat Bridgette mengatakan hal tersebut, sebuah pesan pun masuk ke handphone Aiden yang memperlihatkan Christin, teman baru Gwen sedang memasukan sesuatu ke dalam minuman Gwen.. "Sial!" Umpat Aiden dalam hati sembari memegang erat handphone nya. "Kau tahu apa itu?" Bridgette menyeringai licik sambil melihat ke arah Aiden. "Aku yakin kau pasti tahu itu apa! Secara kau sendiri yang membawa gelas itu keluar malam itu setelah menyelinap masuk ke kamar pelayanmu yang telah mati itu! Nah itu adalah racun yang sam
"Sangat jelas." Jawab si pangeran negeri dongeng yang tidak lain dan tidak bukan adalah Skyleden Gavin Junior. Gwen yang sedari tadi khusuk memperhatikan apa yang terjadi di depan sana auto bergetar hatinya saat mendengar suara misterius pangeran dari negeri dongeng itu. Suara itu terdengar sangat familiar di telinganya. Gwen menggenggam erat tepian gaunnya, hati kecilnya berkata kalau suara itu sangatlah mirip dengan suara si pria kulkas dua belas pintu yang selalu tidur satu ranjang akhir-akhir ini bersamanya. Tapi pikiran warasnya menentang semua itu. Sebab mana mungkin pria dingin dan kaku seperti Aiden akan melakukan hal seromantis ini? Apalagi Aiden saat ini kan sedang di China. Gwen pun menendang jauh khayalannya. *** Suasana mendadak menjadi sangat senyap. Para tamu hanya saling pandang tanpa berkata apa-apa walaupun topeng yang mereka kenakan membuat ekspresi wajah mereka saat ini tidak bisa diterka. "Aku - Ehm- " suara si pria misterius dari sambungan telpon terdengar
Mata Gwen langsung membola melihat wajah pria di balik topeng itu. "Skyleden Gavin Junior?" Tanya Gwen tidak percaya kalau pria dihadapannya, yang sedari tadi mengaku-ngaku sebagai mataharinya adalah AIden- suaminya. Gwen pun langsung membuka topengnya. "Apa yang kau lakukan?" tanya Gwen pada Aiden. "Aku? Tentu saja aku ingin mengajak bumiku untuk berdansa." Jawab Aiden lempeng. Usai mengatakan hal tersebut Aiden mengambil tangan Gwen dan mengajak Gwen turun ke lantai dansa untuk berdansa dengannya. Alunan musik dansapun mulai dimainkan, di mana lampu ruangan tetap gelap dan hanya ada sorot lampu yang khusus menyoroti Aiden dan Gwen yang mulai berdansa dengan indah di tengah-tengah ruangan itu. "Apa yang kau lakukan Skyleden Gavin Junior? No! Wait! Akan ku ganti pertanyaanku! Ini benaran dirimu?" tanya Gwen sembari melangkahkan kakinya bergerak mengikuti alunan musik dansa. "Memangnya ada berapa banyak matahari yang kau miliki dalam hidup mu, nona Gwen?" Bukannya menjawab pertan
Theodor langsung terdiam mendengar perkataan Aiden. Harga dirinya merasa tersentil dengan kata-kata yang keluar dari mulut Aiden barusan. Theodor memang putra kandung Danieta. Tapi karena dia berada dari garis keturunan ibu, tentu saja secara Gen bila dibandingkan dengan Aiden yang berasal dari garis keturunan ayah, Theodor kalah banyak. Theodor pun seharusnya tidak boleh menggunakan nama keluarga Gavin. Dia seharusnya menggunakan nama keluarga ayahnya. Namun permasalahannya pria yang dinikahi oleh Danieta bukanlah orang berada seperti mereka. Sehingga tidak ada nama keluarga yang layak yang dilekatkan pada Theodor. Theodor baru diperbolehkan menggunakan nama keluarga Gavin setelah ibu dan ayahnyatidak bersama. Garrand Gavin baru bersedia memberikan nama keluarganya pada Theodor setelah Danieta meninggalkan pria itu. Theodor pun sebenarnya baru mengetahui hal ini setelah dia cukup besar. Sejak itulah dia sering minder bila berada di sekitar Skyleden Gavin Junior, yang merupakan dar
Aiden akhirnya bisa bernafas lega. Setelah pertemuan keluarga yang dilakukan satu jam yang lalu menyelesaikan permasalahan dendam tak berujung itu untuk selamanya. Berakhirnya dalam artian benar-benar berakhir. "Kau mau mengajakku kemana?" Tanya Gwen, melihat ke arah Aiden yang terlihat seolah-olah sedang fokus mengendarai mobilnya. Aiden yang mendengar Gwen berbicara sesuatu padanya hanya menoleh sebentar pada Gwen lalu kembali memfokuskan pandangannya ke jalan raya. "Lihatlah! Kata nya akan menjadi matahari yang tidak akan melupakan buminya lagi. Beuh! Kayaknya saat ini dia lupa pernah mengatakan hal itu padaku." Gerutu Gwen sangat pelan dengan perasaan kesal. Gwen pun akhirnya jadi malas untuk bertanya lagi ke Aiden. Dalam hatinya, terserah Aiden saat ini akan membawa dirinya kemana. Toh Aiden kan suaminya. Gwen memainkan handphone nya. Semenjak Aiden membawanya pulang dan memintanya untuk menunggu di kamar, Gwen tidak ada sama sekali mengecek notif yang masuk di handphone nya
"Aaaow!!" Teriak Gwen kecil saat Aiden menyentil keningnya tanpa excuse terlebih dahulu. "Bersihkan pikiranmu, nyonya Gavin!" Sebut Aiden lalu membuka seatbelt yang dikenakan oleh Gwen. Gwen yang masih mengelus-ngelus keningnya jadi malu sendiri karena telah memajukan bibirnya sambil memejamkan mata saat Aiden datang mendekat tadi. "Bodoh! Bodohnya kau Gwen!" Teriak Gwen dalam hati. Rasanya saat ini dia ingin masuk ke dalam dashboard mobil saja saking malunya atas perbuatannya tadi. "Ayo kita keluar. Kita sudah sampai." Ajak Aiden pada Gwen yang masih terlalu malu untuk melihat wajah Aiden. Hanya sebuah anggukan kecil yang ia berikan sebagai tanda dia setuju atas ajakan Aiden. Gwen dan Aiden pun keluar dari mobil mereka yang saat ini sedang terparkir di sebuah taman. "Untuk apa dia membawaku kemari?" Pikir Gwen dalam hati. Gwen dahulu pernah datang ke taman ini bersama teman-teman SMA nya. Dan ya, tidak ada yang menarik taman ini selain orang-orang yang hilir mudik jogging bers