Ampun deh sama kedatangan juri satu ini. Chef Junna, nama legendaris luar biasa dari zaman aku masih dekil persis kayak badut ancol. Bisa mati berdiri aku dibuatnya. Belum apa-apa udah grogi. Please, get up, Cantika. Udah lima besar, dikit lagi perjuangan. “Baiklah semuanya. Ada pun kedatangan Chef Junna kali ini tidak untuk ditakuti karena beliau hanya datang sebagai bintang tamu saja, tidak untuk memasak dan masakannya kalian tiru, melainkan …” Chef Putra bicaranya pakai putus-putus lagi. Wow Chef Junna sama Chef Jimm(n) berdiri sebelah-sebelahan gitu persis pinang dibelah kampak. Sama-sama tatapan mata setajam silet dan jarang senyum. Aku seperti kehilangan seorang suami kalau udah di dapur Super Chef. Awal-awal aku kena mental dimarahin, tapi lama-lama udah biasa aja. Malah aku bercandain setiap hari. “Jadi untuk lima besar kali ini silakan memasak sama persis atau duplikasi makanan yang dibuat oleh Chef Putra.” Chef Bella melanjutkan yang tertunda tadi. Males banget kalau ud
Selesai proses syuting yang sangat melelahkan, dari pagi ketemu malam, dan sekarang aku mengerti banget kenapa Mas Jimmi(n) dulu sering cuek aja sama aku. Kegiatanku pertama kali adalah menyelesaikan sidang skripsi yang lancar jaya tanpa hambatan sama sekali. Selagi menunggu jadwal wisuda keluar aku jalan-jalan ke tempat yang dulu pernah aku kunjungi. Sekolah patissery, IPS yang berlokasi di Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Ya, pantes harga sekolahnya mahal. Tempatnya aja di dekat para sultan tinggal.Nggak banyak basa-basi. Aku bayar biaya semuanya lunas. Itu juga udah naik selama beberapa bulan aku tinggal syuting. Harga yang sesuai dengan yang diajarkan. Sedikit teori dan langsung praktek. Kursusnya hampir tiap hari. Karena lokasi syuting my husband yang sangat jauh dengan tempat kursus, jadinya aku lagi-lagi pakai grab. Aku belum bisa bawa mobil, belum ada rencana belajar juga. Di sini kemampuanku diasah lebih dalam. Apalagi dengan basic aku sebagai istri seorang chef dan pern
Aku masih berpikir sambil melihat stella all in one menebarkan aroma kopi yang biasanya aku suka. Dih, hidung aku kenapa, sih. Biasanya juga aroma ragi yang asam aku tahan. Mobil mas Jimmi(n) lewat di depan orang jual bakso sama mie ayam. Ya ampun aku kibarin bendera putih. Keluar semua isi perutku. Padahal dua makanan itu kaporitku dari dulu. Sampai lemes badan ini, nggak sanggup berkata-kata lagi. Mas Jimmin bawa mobil entah ke mana, aku udah nggak tahu lagi. Yang aku rasain ada yang angkat aku ke atas ranjang terus didorong ke mana juga aku nggak ngerti. Pandangan mataku agar-agak kabur, terus kepala pusing luar biasa, dan tiba-tiba aja terasa gelap di dalam ruangan yang tadinya terang benderang. *** Mata aku bukan pelan-pelan. Again di rawat di rumah sakit. Kayak orang lemah nggak ada harapan hidup aja aku jadinya. Padahal gejala magh yang kambuh nggak terlalu berat. Bisa banget main pingsan gitu aja. “Mas. Pulang aja, yuk, malas banget dirawat di rumah sakit lagi.” Mas Jimmi
Mas, sejak nikah sama kamu, aku bahagia. Bahagia banget, sampai bawaannya pengen lari sambil nyanyi di kebun bunga. Persis seperti film kuch-kuch hota hai. Lebay, ya, tapi aslinya emang pengen nyobain. Sejak nikah sama kamu, dari terpaksa jadi ada rasa. Rasa yang dulu pernah tidak ada, atau rasa yang semakin membesar dari waktu ke waktu. Bisa jadi varian rasa baru dalam bungkus mi instan. Mengimbangi rasa ayam kampus di kalangan laki pengangguran tapi ngarep dapat perempuan mandiri dan manja. Dari nggak bisa masak jadi bisa masak. Dulu rebus aer gosong, sekarang masak rendang udah nggak dimarahin sama kamu lagi. Apalagi kalau udah pakai lontong daun sama kerupuk emping. Begh, bisa nggak nyapa orang tua kalau lewat di depan mata. Dari aku yang jago berantem, jadi jago momong bocah. Ya, gimana nggak. Udah punya dua putri tercinta yang ternyata mukanya mirip Mamas semua. Lebih deket sama papanya, mamanya cuman tempat minta uang jajan. Dari yang dulunya hobi makan mi instan sekarang j
“Mas dapat panggilan mendadak, Can. Tungguin Diandra di rumah, ya. Dari program talk show,” katanya setelah memakai baju yang wangi laundry parfum.“Okeh, terserah yayank aja mau gimana. Yang penting yayank bahagia.” Aku menjawab sambil meletakkan sarung tinju yang sudah bertahun-tahun dikremasikan. “Jangan gitu, donk, ngambeknya. Ini, kan, demi kita juga. Kalau dapat bonus dari acara talk show, kamu bisa beli obat diet, Can. Yang satu minggu bisa turun 20 kilo itu. Bye, tayangku, jung jong mamaku.” Ya udah deh, karena nggak ada kerjaan. Sirup ABC juga belum pulang dari sekolah. Jadilah aku nonton netflix drakor kekinian. Sambil apa? Sambil ngemil dan minum teh manis. Tuh, kan, emang nggak ada yang mendukungku untuk diet. Tiga episode marathon habis juga setengah loyang cake buatanku sendiri. Aaagh, nyesel aku ngabisin gitu cepet. Ya, ampun ini mulut kenapa nggak bisa direm, sih, kalau makan. Semua kue masuk, makanan berat masuk, kuda nil bakar juga muat di dalamnya. Nasib jadi ist
“Hai, Jim, apa kabar kamu?” Si anak dinosaurus ini nanyanya suara sambil mendesah-desah. Tahu, sih, bintang majalah buaya darat. Tapi, ya, lihat tempat jugalah. Mamas cuman bilang baik, doank. “Ma, Papa kayaknya risih, deh, ya, itu tante kenapa melonnya dipamerin di depan laki-laki? Apa nggak malu.” Sirup abc ini anaknya cemburuan juga. Waktu adiknya lahir ngambek karena papanya lebih perhatian sama Diandra. Entah meniru siapa, aku tak tahu. Mungkin Kayla emang nggak punya rasa malu lagi sama orang-orang. Si botak yang bawa acara aku lihat tiap bentar ngelirik dua buah melon yang kayaknya ukurannya udah nggak ori lagi. Mamas geser-geser aja tiap bentar. “Papa duduk di sini aja.” Anakku memang pahlawanku.Bilqis pindah tempat duduk biar papanya nggak sebelahan sama si anak dinosaurus yang rambutnya disugar tiap bentar. Cantik, sih, cantik, turunan Rusia, kan. Tapi, ya, kebjiakan lokal diikuti donk. Itu melon ditutupin napa, sih. Hih pengen tak letusin kayak balon rasanya. “Oke, kit
“Lain kali jangan gitu, ya, Iqis, nggak baik sama orang lain,” ucap Mas Jimmi ketika di dalam mobil. “Kesel, Pa, ganjen amat jadi cewek, dasar perempuan jalang!” Jawaban Iqis membuatku mengango. Darimana dia belajar kata-kata itu. Untung aja udah pulang.Talk show berakhir sesuai dengan durasinya. Rencana tim mau mengajak kami makan-makan. Tapi kami udah kadung lelah. Sirup ABC besok sekolah, dan Diandra malah udah terlelap di tanganku. “Iqis, Sayang, kamu tahu jalang itu apa?” Mas Jimmi garuk-garuk kepala. “Tahu, Pa.” “Yang kayak gimana?” “Yang kayak karipap terus ada isian tumisan kentang, wortel sama telor puyuh, dulu mama pernah buat, tapi sekarang nggak pernah lagi.” “Iqis, itu namanya jalangkote, bukan jalang doank, ya, Nak.” Nggak habis pikir aku sama isi kepalanya. Lebih mirip siapa dia sebenarnya. Kadang aku sampai nggak mengenali anak sendiri yang kalau ngomong mulutnya dar der dor banget. Sepanjang perjalanan yang agak macet entah karena apa. Sirup ABC akhirnya tert
Mamas yang siap-siap syuting. Diandra yang bangun nggak mau tidur lagi, terus Iqis yang ada aja buat ulah. Membuat pag hariku amat sangat damai langgeng sejahtera merdeka-merdeka. Sambil siapin sarapan, sambil gendong anak. Aku berubah semua karena cintaku pada Mas Jimmin. Ya, sudahlah, mau gimana lagi. “Dah, Papa pergi dulu, mungkin pulangnya agak lama. Kalau di sekolah nanti jangan kasih Iqis jajan yang terlalu banyak warna, bahaya.” Mas Jimmin mengecup kening dua anaknya, aku beda lagi donk yang dicium, Ngoahahahah, kasihan jomlo yang nggak bisa niruin. Sehabis papanya pergi pakai jemputan dari salah satu tim yang minta bantuan dia. Aku pun lanjut sarapan karena perut laper. Rencana dietku gagal total sudah. Pas mau diet ada aja makanan disuguhin. Aku harus apa? Ya harus pasrah aja, nggak ada pilihan lain. Bahkan ketika aku nggak bisa menikmati makanan dengan nikmat karena Diandra nangis, dan Iqis ngambek. Nikmat luar biasa menjadi ibu rumah tangga. Makanya kedai kue milikku