Home / Romansa / Pengantin Buruk Rupa yang Kembali / Bab 2 - Pernikahan Seperti Neraka

Share

Bab 2 - Pernikahan Seperti Neraka

Author: Intan SR
last update Last Updated: 2025-03-10 16:59:28

Satu tahun yang lalu…

“Aku tidak sudi menikah dengan gadis itu! Dengan keluarga bangkrut itu!” suara Damian bergema di dalam ruang kerja keluarga Everstone. Rahangnya mengeras, sorot matanya penuh kemarahan.

Duduk di seberangnya, wanita paruh baya dengan gaun elegan tetap tenang. Ibu Damian, sosok yang selalu berpikir logis dalam segala situasi, hanya menyesap tehnya tanpa terganggu oleh amarah putranya.

“Lalu kau ingin bagaimana?” katanya dengan nada tenang namun tegas. “Keluarganya memiliki utang yang menumpuk, dan satu-satunya cara untuk menyelesaikan ini tanpa skandal adalah pernikahan. Lagi pula…” Dia menatap Damian dengan penuh perhitungan. “Gadis itu katanya memiliki peruntungan bagus setelah menikah. Jadi sebaiknya kita menerima perjodohan ini.”

Damian menghela napas kasar. Peruntungan bagus? Omong kosong apa itu?

Ia membuang pandangannya ke luar jendela sebelum akhirnya menoleh ke arah pintu ruangannya.

Dulu, dia pernah menyukainya. Seorang gadis muda yang dulu hidup dengan kemewahan, dengan senyum percaya diri yang selalu membuatnya terpikat. Tapi sekarang? Keluarganya telah bangkrut. Elara yang sekarang bukanlah gadis yang dulu dikenalnya. Pakaian sederhana membungkus tubuhnya, matanya tidak lagi berbinar seperti dulu, dan keanggunan yang dulu membedakannya kini seperti telah terkubur oleh keterpurukan.

Elara terlihat lusuh dan… membosankan.

“Damian!” suara ibunya memecah lamunannya.

Damian mengepalkan tangan. “Baiklah, baiklah! Aku akan menikah dengannya,” katanya dengan nada dingin. “Tapi ingat, aku sudah memiliki Alicia. Jangan harap aku akan benar-benar menjalani pernikahan ini.”

Ibunya tersenyum tipis, puas. “Tentu, ibu tahu. Kau tetap bisa bersama Alicia.”

Setelah itu, mereka keluar dari ruang kerja menuju ruang tamu, di mana keluarga Elara menunggu.

Damian melangkah masuk dengan ekspresi datar. Di matanya, keluarga itu tak lebih dari sekumpulan orang yang meminta belas kasihan.

“Baiklah,” katanya akhirnya, suaranya tanpa emosi. “Aku terima pernikahan ini.”

Elara mengangkat wajahnya, senyum kecil terukir di bibirnya.

Ia berpikir, mungkin ini tak akan seburuk yang dibayangkannya. Mungkin Damian masih seperti dulu—hangat, lembut, pria yang pernah ia kagumi.

Sayangnya, ia tidak menyadari bahwa pria itu sudah lama berubah.

Damian mengalihkan pandangan, enggan melihat ekspresi harapan di wajah Elara. Gadis itu benar-benar naif. Ia tidak tahu bahwa satu-satunya alasan pernikahan ini terjadi adalah karena omong kosong soal peruntungan.

Elara berpikir Damian masih mencintainya? Betapa bodohnya.

“Baiklah, kalau begitu, pernikahan akan diadakan minggu depan,” ujar ibu Damian dengan suara tegas. Ia melirik Elara dan orang tuanya dengan ekspresi penuh kemenangan, seolah-olah keluarga mereka sedang menerima belas kasihan.

Elara menunduk sopan, tetapi di dalam hatinya, ia merasa bahagia. Pernikahan ini… mungkin adalah awal dari kebahagiaannya.

Tapi bagi Damian? Ini adalah akhir dari kebebasannya.

Saat mereka keluar dari ruangan, tangan Alicia langsung menggenggam lengan Damian dengan erat. Wanita itu mendekat, membiarkan aroma parfumnya menyelimuti udara di sekitar mereka.

“Kau akan tetap memilihku, kan?” bisiknya manja.

Damian tersenyum miring. “Tentu saja. Tidak ada yang berubah.”

Sementara itu, di seberang ruangan, Elara berdiri diam. Ia melihat interaksi itu dengan mata yang mulai kehilangan sinarnya, namun tetap menolak percaya.

Mungkin, cintanya akan cukup untuk mengubah segalanya.

**

Beberapa hari kemudian..

Malam itu, di kamar pengantin yang megah, Elara duduk di tepi ranjang dengan gaun tidur sutra yang telah disiapkan oleh pelayan.

Dia menunggu Damian.

Pintu terbuka. Damian masuk dengan langkah santai, melepas dasinya dan melemparnya sembarangan ke sofa.

“Elara,” suaranya terdengar datar.

Elara tersentak, menoleh. “Ya?”

Damian menatapnya dari atas ke bawah, lalu tertawa kecil. “Jangan berharap terlalu banyak dari pernikahan ini.”

Elara mengernyit. “Maksudmu?”

Pria itu berjalan mendekat, menyandarkan satu tangan di tiang ranjang, menatapnya seolah dia hanyalah sesuatu yang tidak penting.

“Kita hanya menikah karena keluargaku menginginkannya. Aku tidak butuh istri, apalagi istri yang hanya dijadikan alat oleh keluargaku untuk ‘membawa keberuntungan’.”

Elara menegang. “Tapi aku akan berusaha menjadi istri yang baik—”

Damian tertawa kecil, kali ini penuh ejekan. “Istri yang baik? Jangan naif, Elara.”

Matanya semakin dingin. “Aku sudah punya wanita yang aku cintai. Kau hanya ada di sini karena keluargaku percaya bahwa kau bisa membawa keberuntungan bagi bisnis mereka. Setelah aku tidak membutuhkannya lagi, kau bisa pergi.”

Elara merasa napasnya tercekat. Jantungnya berdegup kencang, bukan karena cinta atau rasa malu, tapi karena rasa sakit.

“Jadi… aku ini hanya alat?” suaranya bergetar.

Damian tidak menjawab. Dia hanya menatapnya dengan tatapan datar, sebelum berbalik menuju pintu.

“Kau tidur di sini. Aku akan tidur di tempat lain,” katanya dingin. “Jangan menggangguku.”

Pintu tertutup, meninggalkan Elara sendirian di dalam kamar yang luas dan dingin.

Tetesan air mata jatuh ke pipinya.

Elara duduk di depan cermin besar di kamar pengantinnya. Gaun tidur sutra yang ia kenakan terasa dingin di kulitnya, seakan mencerminkan perasaan hatinya saat ini—dingin, kosong, dan penuh luka.

Pernikahan ini tidak lebih dari sebuah kontrak. Itu sudah jelas sejak awal. Tapi tak disangka, Damian bahkan tak mau berpura-pura di hadapan orang lain. Ia bahkan meninggalkannya sendirian di malam pengantin.

Elara menatap bayangannya sendiri. Matanya masih indah, tapi ada kesedihan di sana. Bibirnya bergetar saat mengingat kata-kata Damian tadi.

"Jangan pernah berpikir aku akan mencintaimu."

Tangannya mengepal. Dia bukan wanita lemah, dia tidak akan menangis. Tapi dada ini terasa sesak.

Tiba-tiba, terdengar suara berisik dari luar.

Elara beranjak, berjalan ke arah balkon kamar yang luas. Dari sana, ia bisa melihat halaman belakang rumah megah keluarga Damian. Cahaya temaram dari lampu taman menyinari sosok Damian… dan seorang wanita lain.

Wanita itu mengenakan gaun hitam ketat, rambut panjangnya tergerai indah. Ia tertawa kecil, tangannya dengan manja menyentuh dada Damian.

Damian tidak menolak.

Sebaliknya, pria itu menarik pinggang wanita itu, membisikkan sesuatu di telinganya.

Elara tidak bisa mendengar, tapi hatinya sudah cukup tahu.

Suaminya sendiri tengah bermesraan dengan wanita lain di malam pernikahan mereka.

Jari-jari Elara mencengkeram pagar balkon. Matanya mulai memanas.

Mengapa ia masih berharap? Bukankah Damian sudah mengatakan semuanya?

Tapi melihatnya sendiri… tetap saja menyakitkan.

---

Keesokan paginya, Elara turun ke ruang makan. Kepala pelayan membungkuk hormat saat melihatnya.

“Selamat pagi, Nyonya.”

Nyonya. Gelar itu terdengar menyakitkan, mengingatkan bahwa ia hanya istri di atas kertas.

Elara tersenyum tipis. “Di mana Damian?”

Sebelum kepala pelayan sempat menjawab, suara tawa terdengar dari tangga.

Elara menoleh.

Damian berjalan menuruni tangga dengan kemeja santai yang sedikit terbuka di bagian atas. Di belakangnya, wanita tadi malam, mengenakan kemeja Damian, berjalan dengan santai.

Semua pelayan yang ada di ruangan itu menundukkan kepala, seakan sudah terbiasa dengan pemandangan ini.

Elara merasa tubuhnya membeku.

Damian menyadari kehadirannya, lalu tersenyum sinis. “Oh? Kau masih di sini?”

Jantung Elara mencelos. Masih di sini?

Seolah ia hanya tamu yang tidak diinginkan.

Damian berjalan mendekatinya, lalu berbisik, cukup pelan agar hanya mereka yang mendengar.

“Kau bisa tinggal di rumah ini, tapi jangan ikut campur dalam urusanku.”

Mata Elara membulat. “Aku istrimu.”

Damian tertawa kecil, sebelum menatapnya dengan mata dingin.

“Istri?” suaranya merendah. “Jangan terlalu percaya diri, Elara. Kau hanya alat pembayaran utang.”

Seketika, hati Elara terasa seperti dirobek.

Pelayan datang membawa sarapan, tapi selera makannya sudah hilang.

Damian meraih cangkir kopinya dengan santai. “Kuharap kau bisa bersikap dewasa dan tidak membuat keributan. Kau tahu peranmu di sini, kan?”

Elara tidak menjawab.

Damian melirik wanita di belakangnya, lalu menyeringai.

“Oh ya, kenalkan. Ini Alicia, wanita yang sebenarnya kucintai. Kau tak keberatan jika dia tinggal di sini juga, kan?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Pengantin Buruk Rupa yang Kembali   Bab 3: Lelaki Misterius

    Saat ini...Elara membuka matanya perlahan, kelopak matanya terasa berat seolah dunia baru saja kembali padanya setelah lama tenggelam dalam kegelapan. Cahaya putih dari lampu rumah sakit menusuk pandangannya, membuatnya mengerjap beberapa kali untuk menyesuaikan diri. Ruangan itu sunyi, hanya terdengar suara alat medis yang berdenting pelan di sekitarnya.Seorang perawat berdiri di sisi ranjangnya, tampak terkejut begitu melihatnya sadar. Tanpa banyak bicara, perawat itu segera berbalik dan keluar dari ruangan, kemungkinan untuk memberi tahu dokter.Tak lama kemudian, seorang dokter masuk, wajahnya tenang tapi profesional, dengan clipboard di tangannya. Ia memeriksa Elara, memastikan kondisinya stabil sebelum akhirnya berbicara.“Kondisi Anda sudah cukup stabil sekarang,” katanya lembut, menatapnya dengan tatapan menenangkan.Elara menelan ludah, suaranya terasa serak ketika ia akhirnya bertanya, “Maaf… apa yang sebenarnya terjadi pada saya?”Dokter itu meletakkan clipboard-nya dan

    Last Updated : 2025-03-10
  • Pengantin Buruk Rupa yang Kembali   Bab 4 - Tidak Berharga

    Adrian tetap berdiri tegap di depan ranjang Elara, ekspresinya tenang, seolah tak terganggu oleh keterkejutan wanita itu.Tentu saja Elara tidak mengenalinya. Bertahun-tahun yang lalu, ketika dia berusia tujuh belas tahun, pada sebuah pesta megah yang diadakan kakeknya, perhatian Elara hanya tertuju pada satu orang—Damian. Saat itu, dia jatuh cinta pada pandangan pertama, begitu terpesona hingga tak menyadari kehadiran siapa pun di sekitarnya, termasuk Adrian.Adrian mengingat semuanya. Betapa gadis itu tampak bersinar dalam gaun putihnya, betapa matanya berbinar saat menatap Damian. Tidak ada celah bagi Adrian untuk masuk ke dalam dunianya.Namun kini, keadaan berbalik. Setelah mengetahui bahwa Elara mengalami kecelakaan, koma selama tiga minggu, dan dikhianati oleh suaminya, Adrianlah yang datang menunggunya, menjenguknya, merawatnya dari kejauhan.Karena dia telah jatuh cinta pada Elara sejak lama.Elara menatap pria di hadapannya, kebingungan masih menguasai benaknya. "Maaf, saya

    Last Updated : 2025-03-10
  • Pengantin Buruk Rupa yang Kembali   Bab 5 – Wanita yang Memikat

    Elara menatap bayangannya di cermin besar yang berdiri di sudut ruangan. Wajah itu… bukan lagi wajah yang pernah dia banggakan. Luka bakar yang menggores pipinya tampak kasar di bawah pencahayaan lampu kristal vila Adrian. Seumur hidup, dia tak pernah merasa seburuk ini.Di belakangnya, Adrian bersandar pada meja marmer dengan tangan terlipat di dada, matanya menatapnya lekat. "Kau ingin wajah lamamu kembali atau lebih dari waktu itu?" tanyanya, suaranya tenang, nyaris tanpa emosi.Elara menggigit bibirnya, menahan gejolak yang meluap-luap di dadanya. "Ya, aku ingin wajahku kembali lebih dari yang dulu," jawabnya lirih, nyaris berbisik.Adrian tersenyum tipis, seolah sudah menduga jawaban itu. "Kalau begitu, aku akan membawamu ke seseorang yang bisa membantu."~~~Keesokan harinya, Elara duduk di ruang konsultasi sebuah klinik eksklusif di pusat kota. Ruangan itu beraroma antiseptik, dengan dinding putih bersih yang terasa terlalu steril. Di seberangnya, seorang dokter bedah terkenal

    Last Updated : 2025-03-10
  • Pengantin Buruk Rupa yang Kembali   Bab 6 - Baru Permulaan

    Damian menyipitkan mata, memperhatikan wanita di hadapannya dengan lebih saksama. Ada sesuatu yang mengganggunya—sesuatu yang hampir terasa seperti deja vu. Tapi itu tidak masuk akal. Laurent Forst bukan sekadar wanita cantik, dia adalah sosok yang berpengaruh, seseorang yang tiba-tiba muncul di dunia bisnis dengan nama besar dan kekuatan yang sulit diabaikan.Dan kini, dia berdiri di sini, dalam acara yang sama dengannya."Laurent Forst," Damian akhirnya angkat bicara, suaranya tenang namun penuh rasa ingin tahu. "Nama yang cukup baru di dunia properti, tapi dengan langkah yang mengesankan. Aku ingin tahu, dari mana kau belajar semua itu?"Laurent tersenyum kecil, mengangkat gelas sampanyenya dengan gerakan anggun. "Dari seseorang yang sangat memahami permainan ini," jawabnya ringan, nada suaranya begitu dingin dan tajam, namun mengalun dengan keanggunan yang anehnya… terasa akrab bagi Damian.Dia menatapnya lebih lama, mencoba mencari sesuatu di balik wajah sempurna itu. "Caramu bi

    Last Updated : 2025-03-10
  • Pengantin Buruk Rupa yang Kembali   Bab 7 - Sebuah Rencana

    Alicia tetap diam sejak tadi, pikirannya dipenuhi oleh kata-kata yang baru saja diucapkan Damian kepada Laurent di depan toilet. Ia berusaha menahan diri, meski hatinya sudah dipenuhi amarah."Jadi, kau ke sana hanya untuk mengikutinya?" suara Alicia terdengar lembut, tapi ada ketegasan di baliknya. Senyumnya masih terukir, namun sorot matanya tajam, memperingatkan.Damian menghela napas, mencoba mempertahankan ekspresi tenangnya. "Kau salah paham. Kau tahu, dia yang menggodaku," kilahnya, suaranya terdengar sedikit gelisah.Alicia mendengus pelan, menatapnya dengan tatapan yang sulit ditebak. "Awas saja kalau sampai kau tertarik pada wanita lain, Damian," gumamnya, nyaris seperti ancaman terselubung.Sementara itu, seorang MC naik ke atas panggung, suaranya menggema di seluruh ruangan. "Selamat malam, hadirin sekalian. Untuk acara selanjutnya, kita akan mengadakan permainan yang berkaitan dengan amal. Hadiah yang didapatkan akan didonasikan untuk panti asuhan," katanya dengan nada ra

    Last Updated : 2025-03-25
  • Pengantin Buruk Rupa yang Kembali   Bab 8 - Ingin Kau Merasakan yang Sama

    Laurent dan Damian melangkah masuk ke dalam ruangan. Baru beberapa detik berlalu, tiba-tiba sesuatu melesat cepat di udara. Pisau. Senjata tajam itu menghujam pintu kayu di depan mereka dengan suara berat yang menggema di dalam ruangan.Di luar, para tamu menjerit kaget. Alicia berdiri dari tempat duduknya, jantungnya berdegup tak karuan. Apakah ini benar-benar bagian dari permainan? Atau ada sesuatu yang lebih dari sekadar hiburan malam itu?Di dalam ruangan, Laurent tersentak. Tanpa sadar, tangannya mencengkeram lengan Damian. Sentuhan itu seharusnya terasa biasa saja, tapi tidak bagi Damian. Ada sesuatu yang mengalir dalam dirinya—sebuah gelombang halus yang lebih dari sekadar respons atas bahaya. Bukan ketakutan yang membuat jantungnya berdebar, melainkan kehadiran Laurent yang begitu dekat.“Kau… baik-baik saja?” Damian bertanya, suaranya sedikit lebih pelan dari biasanya.Laurent mengangguk kecil, mencoba mengatur napasnya.“Apa ini bagian dari permainan?” Damian melirik ke ar

    Last Updated : 2025-03-25
  • Pengantin Buruk Rupa yang Kembali   Bab 9 - Kesepakatan yang Berbahaya

    Selama perjalanan pulang, Damian hanya diam, dan itu membuat Alicia gelisah. Lelaki itu tak pernah bersikap sedingin ini padanya, apalagi hanya karena seorang wanita seperti Laurent dalam satu malam."Apa kau bersikap seperti ini karena dia?" tanya Alicia, kesal karena Damian terus mengabaikannya.Damian menoleh sekilas, mengernyit, lalu kembali fokus pada kemudi tanpa sepatah kata pun."Damian! Aku tidak suka kalau kau mendiamkanku seperti ini!" suaranya meninggi, mememperlihatkan emosinya yang semakin memuncak.Damian menarik napas dalam-dalam, menahan amarahnya yang sudah di ambang batas. "Kau tahu apa dampak yang kau timbulkan tadi, Alicia? Kau menampar seseorang yang sedang naik popularitasnya di dunia bisnis! Bagaimana kau bisa begitu ceroboh? Tidak bisakah kau sedikit saja mengendalikan emosimu?" geramnya, suaranya rendah tapi tajam."Oh, jadi ini semua salahku?" tanya Alicia, matanya membulat penuh ketidakpercayaan.Damian tidak menjawab, hanya menghela napas panjang seolah be

    Last Updated : 2025-03-25
  • Pengantin Buruk Rupa yang Kembali   Bab 10 - Kejutan yang Mengejutkan

    Laurent turun dari mobil dengan langkah anggun, mengenakan setelan elegan yang membingkai tubuhnya dengan sempurna. Udara pagi yang masih sejuk menyambutnya ketika ia melangkah menuju lobi hotel, tempat pertemuan pentingnya dengan seorang investor berpengaruh.Di dalam, suasana hotel terasa mewah dan tenang. Cahaya lampu kristal berpendar lembut, menciptakan refleksi indah di lantai marmer yang mengilap. Wangi parfum eksklusif bercampur dengan aroma kopi dari kafe di sudut ruangan, menambah kesan berkelas pada tempat itu.Laurent duduk di area lounge, menunggu dengan sabar sementara matanya mengamati sekitar. Investor yang ia nantikan mengirim pesan bahwa ia terjebak macet—bukan hal yang mengejutkan di kota besar seperti ini.Saat itu, tanpa sengaja, sesuatu menarik perhatiannya.Di dekat resepsionis, seorang wanita berdiri. Wajahnya begitu familiar. Laurent menyipitkan mata, memastikan apa yang dilihatnya bukan sekadar ilusi.Namun, bukan itu yang mengejutkannya. Di samping Alicia

    Last Updated : 2025-03-26

Latest chapter

  • Pengantin Buruk Rupa yang Kembali   Bab 89 - Alat untuk Balas Dendam itu Telah Pergi

    Adrian menerima telepon dengan tangan gemetar. Suara berat dari seberang terdengar jelas, dingin dan tanpa rasa."Kami akan serahkan anakmu di bawah jembatan layang. Pastikan kau datang sendiri."Adrian mengepalkan tangan. "Baiklah. Aku akan ke sana."Namun, hatinya terasa tak tenang. Firasatnya begitu buruk. Sejak tadi, pikirannya berkecamuk tak henti. Sesuatu terasa janggal. Terlalu mudah. Terlalu cepat. Tapi dia tak bisa menunggu lagi. Dante adalah prioritasnya.Tanpa membuang waktu, ia bergegas menuju lokasi yang disebutkan. Di dalam mobil, bersama dua orang kepercayaannya, ia menyusun rencana. Mereka akan berpencar, mengelilingi area. Mengantisipasi segala kemungkinan, termasuk jika para penculik berbohong atau merencanakan sesuatu yang lebih kejam.---Di bawah jembatan, malam hari…Langit menggantung kelam tanpa bintang. Hanya suara angin yang merayap di antara tiang-tiang beton dan bayangan malam yang menyelimuti. Di kejauhan, langkah kaki Adrian menggema pelan. Setiap lang

  • Pengantin Buruk Rupa yang Kembali   Bab 88 - Kondisi Makin Buruk

    Adrian dan Laurent saling berpandangan, tatapan mereka kosong namun penuh makna. Di antara keheningan yang menyelimuti ruang kerja itu, keduanya masih mencoba mencerna kenyataan: beberapa menit lalu, telepon dari penculik Dante akhirnya masuk.Suaranya parau, penuh tekanan dan tanpa belas kasihan.“Jika ingin anakmu selamat, sebaiknya jangan libatkan kepolisian.”Ancaman itu menusuk tajam ke telinga Adrian. Rahangnya mengeras, ekspresi wajahnya menegang seketika. Hanya satu kata yang keluar dari mulutnya, datar tapi penuh ketegasan.“Baiklah.”Setelah panggilan berakhir, ruangan kembali sunyi. Hanya suara detak jam dinding yang terdengar samar. Laurent memandang Adrian, matanya bergetar.“Kau yakin ingin memberikan uang tebusan itu?” tanyanya pelan, hampir seperti bisikan.Adrian mengangguk mantap tanpa menoleh. “Tak ada pilihan lain.”“Tapi bagaimana kalau mereka berbohong? Kau tahu sendiri, penculik tak akan semudah itu menyerahkan tawanan. Bagaimana kalau... mereka tak pernah bern

  • Pengantin Buruk Rupa yang Kembali   Bab 87 - Nasib Dante

    Pagi itu langit tampak muram, seolah ikut menyesap kegelisahan yang melingkupi rumah keluarga Vaughn. Di ruang makan yang dipenuhi aroma kopi hangat dan roti panggang yang tak tersentuh, suasana justru terasa dingin. Televisi di sudut ruangan menyala tanpa suara, menayangkan berita tentang penculikan Dante yang telah menyebar luas ke berbagai media.Laurent duduk di ujung meja dengan tubuh sedikit membungkuk, satu tangannya memijat pelipisnya yang terasa berat sejak tadi malam. Di hadapannya, tablet yang memuat berita-berita daring dan komentar netizen berseliweran tanpa ampun. Adrian duduk di seberangnya, masih mengenakan kaus putih dan celana tidur, wajahnya tampak lelah meski baru saja melewati malam yang panjang.“Konferensi pers belum bisa dilakukan,” gumam Laurent pelan, menahan nada frustasi di ujung lidahnya, “tapi netizen sudah berkomentar sesuka mereka... seolah mereka tahu segalanya.”Adrian menghela napas panjang, lalu meletakkan cangkir kopinya ke meja. “Aku sudah mel

  • Pengantin Buruk Rupa yang Kembali   Bab 86. Tiket Kebebasan

    Begitu pintu rumah terbuka, Laurent disambut oleh suara langkah kecil yang berlarian cepat di lantai marmer. Dante, dengan piyamanya yang sedikit kebesaran dan boneka kecil di tangan, berlari memeluk pinggang Laurent erat-erat.Anak itu tersenyum lebar, seolah melupakan semua luka masa lalunya. Namun hati Laurent tetap mengeras sejenak. Anak lima tahun itu seharusnya sudah bisa memanggilnya “Mama” jauh sebelum Alicia datang dan menyusup ke dalam rumah mereka dengan menyamar sebagai pengasuh. Sebelum semuanya berubah.Laurent membungkuk, membelai rambut lembut Dante dengan perlahan, menahan genangan air mata yang hampir tumpah.Tak lama kemudian, langkah kaki berat terdengar di ambang pintu. Adrian masuk dengan ekspresi serius di wajahnya.“Kita akan adakan konferensi pers,” ucapnya mantap. “Kita harus luruskan semuanya, Laurent. Publik berhak tahu—kalau kondisi Dante seperti ini karena ulah Alicia. Semua karena balas dendamnya padamu.”Laurent mengangguk pelan. Ia berdiri, menatap ke

  • Pengantin Buruk Rupa yang Kembali   Bab 85. Semua akan Dapat Balasan

    Beberapa minggu setelah persidangan, udara pagi masih terasa lembab ketika Lauren dan Adrian membawa Dante ke klinik psikiatri anak di pusat kota. Gedung itu tenang dan nyaman, dindingnya dipenuhi lukisan warna-warni yang menenangkan, namun kecemasan tetap menggantung di benak Lauren.Dante duduk di pangkuannya saat mereka menunggu giliran. Anak itu sudah mulai bisa tersenyum, meski kadang-kadang masih terlihat seperti memaksa. Tapi bagi Lauren, itu adalah kemajuan besar. Setidaknya Dante tak lagi hanya menatap kosong seperti dulu.Ketika mereka akhirnya duduk di ruangan psikiater, seorang wanita paruh baya bernama Dr. Selina, suasana berubah menjadi lebih serius. Dokter itu membuka berkas, lalu menatap Lauren dan Adrian dengan lembut, namun penuh kehati-hatian.“Dante mengalami trauma berat,” ucapnya perlahan. “Selama berada dalam pengasuhan terdakwa, ia tidak hanya diberikan obat penenang dalam dosis yang tidak sesuai, tapi juga mengalami proses manipulasi mental yang cukup parah.

  • Pengantin Buruk Rupa yang Kembali   Bab 84 - Hukuman untuk Alicia

    Setelah Lauren keluar dari kamar dengan langkah elegan dan tenang, Kyle masih berdiri di tempatnya—gugup, tubuhnya bergetar ringan. Kata-kata Lauren barusan masih terngiang di telinganya, menusuk batinnya lebih dalam dari pisau manapun.Dengan tangan gemetar, ia mendekati tempat tidur kecil itu. Cahaya lampu malam menyorot lembut wajah Dante yang polos dan damai dalam tidurnya. Perlahan, penuh ragu, Kyle menyingkap kaus tidur yang dikenakan bocah itu. Dan di sanalah—pada sisi kiri dada kecil itu—ia melihatnya. Sebuah tanda lahir.Matanya membelalak. Tubuhnya seketika membeku.Tanda itu… tanda yang selama ini menghantui mimpinya. Tanda berbentuk seperti setengah bulan dengan garis tipis melintang di tengahnya. Ia mengenalinya. Tanda yang pernah dimiliki anak laki-lakinya—Daren. Anak yang hilang darinya ketika baru berumur tiga bulan.Dulu ia mengira Daren telah mati. Tapi kenyataan yang kini terbuka jauh lebih menyakitkan sekaligus menakjubkan.Lauren tidak berbohong. Anak ini… Dant

  • Pengantin Buruk Rupa yang Kembali   Bab 83 - Terbongkar

    Tiga hari telah berlalu sejak Dante dibawa ke rumah sakit. Dalam diam, Adrian menunggu. Ada satu pertanyaan yang terus mengusik pikirannya: siapa sebenarnya perempuan bernama Kyle yang kini tinggal di rumah mereka?Pagi itu, ponselnya berdering. Nama anak buahnya muncul di layar, dan Adrian langsung menjawab. Suara di seberang terdengar berat namun tegas.“Tuan Adrian… kami telah mendapatkan hasilnya. Identitas asli dari file yang Anda temukan—perempuan yang wajahnya menyerupai Kyle… namanya Alicia. Alicia Everston. Mantan istri Damian Everston.”Adrian sontak terdiam. Napasnya tertahan.“Alicia?” bisiknya nyaris tak terdengar. “Kau yakin?”“Ya, Tuan. Kami menemukan catatan medis dan laporan dari klinik bedah plastik di Zurich. Alicia mengubah total wajahnya. Ia memilih menyerupai Kyle—pengasuh yang seharusnya dipekerjakan—dan menggunakan identitasnya. Motifnya… kami yakini balas dendam terhadap Nyonya Lauren.”Adrian mengusap wajahnya yang mulai tegang, matanya menyipit penuh kecurig

  • Pengantin Buruk Rupa yang Kembali   Bab 82 - Tipu Daya Alicia

    Adrian baru saja pulang ke rumah saat langit London mulai beranjak gelap. Langkahnya tergesa melintasi lorong yang sepi, menuju kamar kecil Dante—anak yang belakangan ini begitu membebani pikirannya.Ketika pintu terbuka perlahan, matanya langsung menangkap pemandangan yang mengganggunya: Kyle sedang duduk di sisi tempat tidur, membisikkan sesuatu ke telinga Dante. Wajah Kyle tampak lembut, seperti biasa, namun kini ada yang terasa ganjil. Terlalu tenang. Terlalu sempurna.Adrian terdiam di ambang pintu, tak ingin mengganggu. Tapi di benaknya, kenangan tadi kembali berkelebat—kenangan yang belum sempat ia ceritakan pada siapa pun.Ia mengingat jelas saat ia berdiri di rumah sakit, melihat perempuan muda yang ditemukan pingsan di trotoar. Nama di dokumen itu: Kyle. Wajahnya... nyaris identik dengan pengasuh Dante di rumah ini. Namun isi file itu menyiratkan kenyataan yang lebih menakutkan—identitas perempuan itu telah dicuri, digunakan untuk sesuatu yang lebih besar dan lebih gelap

  • Pengantin Buruk Rupa yang Kembali   Bab 81 - Terkuak

    Keesokan harinya – Di kediaman keluarga Adrian VaughnKoran pagi berserakan di meja makan panjang berlapis linen putih. Gambar Dante kecil terpampang di halaman depan, tepat di bawah judul tebal:“ULANG TAHUN PENUH AIR MATA: DANTE VAUGHN, 5 TAHUN, TIBA-TIBA TIDAK BISA BICARA”Subjudul: Apakah trauma tersembunyi membayangi putra angkat keluarga Vaughn?Lauren menatap halaman itu dengan wajah pucat. Cangkir tehnya menggigil di tangan. Adrian duduk di seberangnya, sudah membaca tiga artikel dari tablet-nya sejak pagi buta.Media internet pun tidak kalah kejam. Di berbagai portal, komentar berseliweran—menyerang, menuduh, berspekulasi.> “Apakah Lauren hanya mengadopsi untuk pencitraan?”“Dante terlihat murung di banyak foto. Lihat sorot matanya.”“Di mana perhatian mereka sebagai orang tua? Mengapa anak sekecil itu tidak bicara sama sekali?”Lauren menutup korannya. Tangannya gemetar.“Aku hanya… ingin memberinya kehidupan yang layak,” gumamnya pelan. “Aku tidak tahu... bagaimana ini bis

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status