Share

Mimpi Buruk Datang Dari Masa Lalu

Tak lama kemudian, beberapa pria tegap dan berpakaian serba hitam keluar dari mobil berjenis Range Rover, mereka berjalan berlarian mendekati Rizal Wijaya.

"Tuan Wijaya. Maafkan saya ... Saya harus di hukum ... Maafkan saya lengah tidak menjaga Anda, Tuan." ucap salah satu pria dengan napas terengah-engah.

"Tidak apa-apa. Ini bukan kesalahan kalian. Aku memang ingin pergi sendiri. Aku merasa sudah cukup kuat kalau sekedar jalan-jalan malam."

Brukk!!!

Dewa yang berada di belakang Rizal Wijaya sontak terkejut, dan secara refleks menjadikan tubuhnya sebagai tameng agar pria yang baru saja dia selamatkan itu tidak sampai terjatuh ke tanah. "Tuan. Anda tidak apa-apa?" pertanyaan panik Dewa, tidak kalah kaget seperti para pengawal Rizal Wijaya.

"Tuan!" Panggilan dari pria yang di ketahui adalah sang kepala pengawal Rizal Wijaya. "Bawa Tuan Wijaya ke mobil!" perintahnya pada anak buahnya, seraya mengambil alih peran Dewa sebagai penopang untuk memapah Rizal Wijaya kembali masuk ke dalam mobil pribadinya dan pergi.

Sedetik dua detik Dewa mematung menatap iring-iringan mobil berwarna serba hitam itu sampai hilang dari pandangannya.

"Bapak itu kenapa ya? Kenapa tiba-tiba dia jatuh?" gumam Angga. "Padahal tadi dia nggak terluka atau kena tendangan. Kan lu yang handle semua sampai anak geng motor itu kocar-kacir."

"Bapak itu sepertinya ... Entahlah ... " Ada sesuatu yang mengganjal batin Dewa, tapi entah itu apa, Dewa sendiri juga tak biaa ungkapkan dengan pasti.

"Kamu kenapa berkaca-kaca begitu, Bro? Lu nangisin Bapak itu atau Deasy, istri tercinta lu itu?" Angga terheran dengan raut yang di tunjukkan Dewa saat ini. "Aww!!" jerit tertahan Angga setelah merasakan jitakan di keningnya.

"Tentu saja Bapak itu!" sahut Dewa setengah emosi, seperti tak rela bila Rizal Wijaya di bahas bersandingan dengan Deasy, istrinya. "Nggak tahu kenapa, gue mendadak jadi merasa kasihan banget sama dia."

"Halah sudahlah. Nggak usah di pikirin. Dia orang kaya, Bro. Banyak yang sudah peduli sama dia. Kali saja nggak biasa nyetir, jadi kakinya kaku-kaku." Angga kemudian mengajak Dewa menemui Malik, teman informan mereka di tempat yang di sepakati.

Selama obrolan, Dewa banyak melamun memikirkan hari ini. Kejadian menyakitkan atas pengkhianatan Deasy, kedatangan Kirana secara tiba-tiba, dan pertemuannya dengan Rizal Wijaya. Ingin Dewa kesampingkan dan fokus pada rencana perceraiannya dengan Deasy, tapi masih sulit untuk tidak di pikirkan sampai hampir membuatnya terjaga sepanjang malam.

***

Keesokan paginya.

"Dewa .... Dewa."

Panggilan ini tidak serta-merta membangunkan Dewa, namun semakin buatnya tenggelam dalam mimpi buruk, sehingg keringat dingin membasahi tangan dan juga keningnya.

"Dewa ... Dewa. Ini aku ... Kirana."

Mata Dewa terpejam semakin rapat, ada kerutan di ujung matanya sampai setitik air mata itu hampir menetes, tapi kemudian Dewa terbangun gelagapan menyebut sebuah nama.

"Kirana!"

Sang pemilik nama tersenyum, tapi tatapannya sayu. "Dewa. Ternyata kamu masih saja mimpi buruk. Apa isinya tetap sama seperti yang sering kamu ceritakan dulu? Terus kenapa barusan kamu panggil namaku kayak kaget begitu?"

"Ki Ki Kirana?" Dewa setengah tak percaya dengan kehadiran gadis yang juga masuk dalam mimpinya. "Ngapain kamu masuk ke kamarku?"

Melihat Dewa seperti tersinggung, Kirana segera bangkit dan menjauhi tempat tidur Dewa. "Eh, sorry. Tadi Bapak suruh aku masuk aja, sekalian bangunin kamu kayak biasanya dulu, jadi aku ..."

Dewa tak menggubris, tapi berjalan cepat keluar dari kamar menuju ke kamar mandi. Selang beberapa menit, Dewa menuju ke teras belakang, di mana sebuah halaman kecil berisi kebun mini milik Surti dan beberapa sangkar burung peliharaan Tejo berada.

"Dewa. Aku minta maaf. Aku lupa kalau kita sudah dewasa. Seharusnya aku nggak boleh seenaknya masuk ke kamarmu kayak sewaktu kita remaja dulu, apalagi ... apalagi sekarang kamu sudah ... menikah."

Pernyataan Kirana yang menarik perhatian Dewa. "Darimana kamu tahu aku sudah menikah?"

Kirana menunduk sebelum menyahut. Sikap Dewa sebelumnya dan nada pertanyaan tegas yang dia ajukannya, membuat Kirana jadi kikuk. "Sewaktu Mama minta aku segera pulang, aku memang sudah niat pengen ketemu kamu, apalagi setelah nggak sengaja aku baca soal kamu di portal berita Indonesia, aku jadi semakin ingin tahu soal dirimu."

"Lalu? Apa yang sudah kamu tahu?"

"Belum banyak. Asal kamu tahu, sebenarnya aku juga melihat kamu di bandara, tapi karena aku belum yakin itu kamu atau bukan, jadi aku minta sopirku buntuti kemana kamu pergi, sampai di rumahmu ini semalam. Baru itulah aku yakin, dan ternyata kamu banyak banyak berubah."

"Jadi kamu bohong waktu bilang nggak sengaja lewat rumahku?"

Kirana berikan jawaban hanya berupa anggukan malu-malu.

"Apa kamu sudah tahu soal pernikahanku?"

"Karena itulah tadi aku senagaja datang ke sini pagi-pagi. Aku ingin berkenalan sama istrimu, tapi ternyata kamu ... ada masalah sama pernikahanmu."

Dewa menatap Kirana tertegun. Meskipun penampilan Kirana ada perubahan, tapi hati Kirana masih sama seperti yang dulu. Saat Kirana mengangkat wajahnya, Dewa segera palingkan muka ke arah lain.

"Kamu belum jawab pertanyaanku tadi."

"Yang mana?" Nada bicara Dewa mulai menurun.

"Apa kamu masih saja suka mimpi buruk kejadian masa kecilmu itu?"

"Iya."

"Apalagi saat kamu sedang dalam masalah tapi nggak mau libatkan atau menyusahkan kedua orang tuamu?"

"Aku baik-baik saja." Dewa spontan berdiri dan ingin alihkan pembicaraan, tapi Kirana menuntut soal yang sama.

"Kenapa kamu nggak cari tahu? Kamu yakin kejadian itu nyata, kan? Dewa. Aku mengenalmu lebih dari siapapun."

"Aku sudah tanya Bapak, tapi beliau tidak tahu soal masa laluku. Bapak sama Ibu tahunya aku di bawa adiknya Ibu ke sini dan akhirnya mereka merawat aku sampai sekarang."

"Tapi kejadian itu seperti trauma buat alam bawah sadarmu."

"Mungkin kedua orang tua kandungku adalah orang-orang yang dulu ku lihat sudah mati itu, jadi bagiku sejarah asal-usulku cukup jadi kenangan saja."

Baru saja Kirana ingin memberikan pemikirannya, suara teriakan histeris dari Surti mengagetkannya. "Ibu," ucapnya lantas mengikuti Dewa ke ruang tamu.

"Ada apa ini? Siapa kalian?" Dewa tertuju pada pria yang menggenggam kerah kaos Tejo. "Lepaskan Bapakku!" pinta Dewa lantang, seraya menjauhkan tangan pria itu dari tejo.

"Kami orang suruhan Pak Budi buat nagih utang bapakmu."

"Saya janji bayar bulan depan, Pak, soalnya uang jualan belum ngumpul banyak," hibah Tejo.

"Halahh!" Saat ketua preman itu berniat maju dan mengintimidasi Tejo, Dewa refleks pasang badan, sehingga satu tamparan keras itu justru mengenainya, sehingga Surti dan Kirana berteriak dan berlari menghampiri, sedangkan para preman tertawa-tawa puas melihat keadaan ini.

"Bapak utang buat apa? Kan bisa bilang aku kalau lagi butuh uang." Dewa jadi trenyuh melihat kedua orang tua angkatnya ini menangis saat memeluknya.

"Buat pernikahanmu kemarin. Bapak tahu kamu sudah menyukai Deasy. Bapak cuma berharap kamu bahagia."

"Memangnya utang Bapak berapa?"

"20 juta, jangka waktunya 6 bulan. Baru terkumpul 5 juta."

Dewa menghela napas panjang dan dalam, baru kemudian berdiri. "Tolong bilang Pak Budi, beri saya waktu sebulan lagi. Saya yang akan tanggung utang Bapak saya."

"Oh, tidak bisa!" Ketua preman itu mendekati Dewa, lalu mencengkeram kaosnya. Dewa sengaja tidak melawan untuk ajukan negosiasi. "Kami nggak suka menunggu, apalagi Pak Bos besar bilang, kami harus balik dengan bawa hasil."

"Bagaimana kalau kami bayar 10 juta dulu, sisanya ..."

Bukk!!!

Dewa jatuh tersungkur lagi terkena pukulan, kali ini pada bagian perutnya. Ketiga orang yang bersamanya kembali meratap dan membantunya untuk bangun lagi di sertai makian tertuju pada sang kepala preman.

"Mau nambah lagi? Sini. Tak apa kami di sini sampai malam, sampai dapat uangnya. Semakin lama, maka kamu akan kami jadikan bahan pengganti sasak, bagaimana?" Seringai mengintimidasi dari kepala preman.

"Baiklah baiklah. Akan aku usahakan, tapi beri waktu sampai besok. Kalau sekarang tidak ada. Ini terlalu menda ..."

Kepala preman itu mendekat, dan berniat memberikan pukulan pada wajah Dewa lagi, tapi tersela karena Kirana beringsut berdiri di hadapan Dewa untuk berikan pernyataan.

"Aku yang bayar. 20 juta tunai. Sekarang juga!"

Komen (13)
goodnovel comment avatar
MAIMAI
sangking saya nya pa tejo sama dewa, smp rela hutang dia buat biaya pernikahan dewa and deasy. eh hutang blm lunas pernikahan nya kandas. hmm
goodnovel comment avatar
Ika Dewi Fatma J
oh jd kirana udah tau semua tentang dewa,,, hmm apa bener itu bapak yg semalam ditolong bapaknya dewa ya
goodnovel comment avatar
wieanton
Ingatan kejadian itu, trs trauma berarti dewa ingat sesuatu tp dia berupaya gk mau ingat ttng hal itu, semakin berusaha lupain semakin mimpi buruk itu datang trs2san, BS jd petunjuk buat dirimu wa.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status