Share

Anak Yang Hilang

Kirana Larasati.

Satu nama yang sontak buat Dewa menganga tak percaya, bahkan masalahnya dengan Deasy jadi berangsur sirna untuk sesaat.

"Iya, ini aku Kirana. Teman SMA dulu. Aku ini yang dulu suka ngerecokin, nyusahin kamu." Untuk lebih meyakinkan Dewa, Kirana terpaksa ungkapkan istilah yang hanya mereka berdua ketahui. "Kamu adalah suami cadanganku. Ingat, kan?"

Tejo ikut terperanjat, sampai kemudian lari memberitahukan Surti agar sekalian menyiapkan minuman untuk wanita yang sudah sejak dulu memang sudah dekat dengan mereka.

Kirana adalah putri dari salah seorang jenderal polisi, sekaligus politikus ternama yang memiliki beberapa bisnis besar. Sebagai putri satu-satunya, Kirana selalu mendapatkan privelege terbaik dari Ayahnya, tapi tak membuat Kirana tumbuh jadi gadis sombong, tapi justru baik hati dan penuh empati.

"Tidak usah, Pak. Saya nggak bisa lama-lama. Tadi cuma pengen mampir buat mastiin saja kalau Dewa masih tinggal di sini."

"Masuk Neng. Ibu kangen, lho." Surti tak lepaskan rangkulan Kirana untuk tunjukkan perasaannya ini.

"Bener, Bu. Kirana harus pulang karena Papa lagi sakit. Mama juga agak drop karena kecapekan, tapi saya janji besok datang lagi, mau ada perlu sama Dewa juga."

Dewa dan Kirana adalah teman dekat semasa sekolah. Dewa seringkali jadi tempat berlindung dan bercerita ketika tidak ada yang bisa dia percaya, bahkan Kirana lebih memilih di antar pulang oleh Dewa yang hanya mengendarai motor butut, daripada oleh para ajudan ayahnya. Begitu juga kedua orang tua Kirana yang sudah percaya pada Dewa.

Rumah keluarga Dewa memang berdekatan dengan komplek perumahan polisi dimana rumah dinas ayah Kirana tinggal saat masih jadi pejabat tinggi di kepolisian.

Setelah lulus sekolah, Kirana dan keluarganya pindah ke Surabaya, lalu Kirana melanjutkan kuliah di Belanda, di sana dia tinggal bersama neneknya. Sejak saat itu juga, komunikasi antara Dewa dan Kirana jadi terputus.

"Sakit apa? Sekarang Kirana tinggal dimana?" Surti lepaskan pelukan dengan raut menegang.

"Nggak apa-apa, kok Bu. Besok sudah boleh pulang." Kirana lantas keluarkan sebuah kartu nama yang kemudian di sodorkan pada Dewa yang hanya mematung, masih tak percaya akan kehadiran Kirana di hadapannya ini. "Jangan bengong terus gitu deh. Ini nomor ponselku. Nanti hubungi aku. Kita bicara di chat, oke!"

"O oke," sahut Dewa terbata, meraih kartu nama tapi tatapannya masih tak bisa lepas dari wajah cantik Kirana.

"Saya pulang dulu ya, Pak sama Ibu. Besok aja Kirana main lagi." Kirana kembali berikan pelukan pada Surti, lalu meraih tangan tejo dan di kecup sebagaimana yang biasa dia lakukan dulu, setelah itu berlari ke arah mobil dan ikut hilang setelah membaur di jalanan.

Setelah berada di kamarnya, baru saja akan memulai chat dengan Kirana, panggilan masuk justru berasal dari orang lain, yaitu sahabatnya bernama Angga.

"Angga. Ada apa?" sapa Dewa to the poin.

"Lo pulang nggak ngemeng-ngemeng, kaget gue waktu lo kabarin tadi, dan soal Deasy ... sorry, Bro. Gue turut berduka untuk ke dua kalinya buat lo."

"Kedua kalinya?"

"Yes. Berita soal lo itu, lumayan masih anget di sosmed. Pihak Pramono kayaknya emang nggak mau hidup lo tenang. Kayaknya dia nggak terima lo kalahin di persidangan."

"Kata lo juga ada masalah, apaan?" Dewa sengaja alihkan pembicaraan. Memang sebelumnya mereka sudah banyak komunikasi lewat pesan, tapi di saat berbicara langsung seperti ini, Dewa jadi tak ingin banyak cerita soal masalahnya dengan Deasy.

"Bantuin gue, Bro."

"Bantuin apa?"

"Kasus baru ini bikin kami sedikit pusing. Gue mau ketemu sama Malik buat suruh cari info."

"Kasus mana?" Dewa duduk tegak dari posisi awal santai dengan bersandar. Walaupun kemungkinan besar tidak akan ada orang yang mendengar, Dewa tetap bersikap waspada dengan menyalakan kipas angin, membuat bising putaran kincirnya sebagai penutup percakapannya dengan Angga. "Pembunuhan yang libatkan anak penjabat itu?" tebaknya kemudian.

"Yups. Entah sengaja atau nggak. Setelah berkasnya P21, yang di tunjuk jadi tim jaksa penuntutnya para junior termasuk gue. Ngeri Bro. Pinggir jurang. Pejabat yang terlibat denger-denger jabatannya bintang 2 di kepolisian."

"Menarik nih. Oke deh, jemput gue sekarang."

"Sekarang? Kan lo baru sampe Indo, terus di khianati Deasy, stress ya sampai ngajak keluar langsung?"

"Jangan banyak bacot. Cepet jemput gue, sebelum gue berubah pikiran nggak mau bantuin lo, lagian ada hal baru yang mau gue ceritain sama lo."

"Apa itu?"

"Gue habis kedatangan cinta pertama gue."

"Sahabat lo SMA dulu itu?" tebak Angga yang baru mengenal Dewa semasa kuliah. "Cewek yang buat cowok cupu kayak lo jadi serasa jadi Clark Kent ke Superman itu?"

"Iya, dia."

"Bukannya katamu dulu dia sudah pindah ke luar negeri?"

"Sekarang sudah balik."

"Wah, semesta kayaknya berpihak sama lo. Manfaatin kesempatan ini, Bro. Ungkapin perasaan yang dulu cuma bisa lo simpen ke dia. Nggak usah minder lagi, jadikan ..."

"Ck sudahin pidatonya. Ayo cepet jemput gue. Keburu malam," sela Dewa tak sabaran.

"Oke oke. Segera."

Setelah di jemput oleh Angga, mereka segera meluncur ke tempat di mana teman informan mereka, Malik berada. Suasana jalanan yang luput dari radar polisi itu terlihat sangat ramai oleh geng motor anak muda. Walaupun dekat dengan area jalan tol, namun tempat ini tersembunyi di balik beton pembatas dan juga pepohonan besar rindang dan juga barisan tanaman perdu.

"Malik nungguin di warkop turunan dari tol situ," tunjuk Angga ke tempat yang dimaksudkan setelah mereka berhenti sejenak untuk menghubungi Malik.

Jalanan itu cenderung sepi di malam hari, merupakan kawasan turunan dari tol ke arah deretan perumahan-perumahan elit tak jauh dari sana, namun laju motor mereka harus terpaksa melambat ketika di depan sana sebuah mobil berhenti dengan dikerumuni 5 motor dengan masing-masing 2 sampai 3 orang menaikinya, membuat Dewa dan Angga sontak berhenti.

"Sepertinya lagi ada usaha perampokan," ujar Angga bersamaan berhenti dengan Dewa tak jauh dari para anak geng motor itu berada.

"Sudah jam 10, nggak heran kalau anak geng mulai cari mangsa," balas Dewa, bukan pertama kali melihat keadaan seperti ini.

"Gimana, Bro? Lo mau niat bantu atau kita tunggu dulu baru jalan lagi?" tanya Angga gusar. Di antara mereka berdua, hanya Dewa yang memiliki ilmu bela diri yang dia dapatkan dari mendiang pamannya.

"Bantu dong," jawab Dewa tanpa berpikir.

"Lo gila ya! Nggak kapok sudah pernah hadapi anak buah Pramono waktu ambil foto bukti waktu itu, lu mau cari gara-gara ngelawan geng motor?"

"Orang itu ... entah kenapa aku nggak tega lihatnya," tunjuk Dewa pada pria berusia kisaran 50 tahun lebih yang dengan beraninya keluar dari mobil dan melabrak anak-anak geng motor yang sudah merusak mobil sedan mewahnya.

"Dia orang kaya, Bro. Bisa itu beli lagi mobilnya. Tinggal telpon dealer suruh kirim, besok juga--" Belum juga Angga selesai bicara, motor Dewa sudah berjalan mendahului ke arah kerumunan, sontak buat Angga terkejut. "Sialan! Nih anak nggak ada takut-takutnya. Gue bisa kencing berdiri nih kalau di keroyok!"

Tanpa rasa takut, Dewa hadapi sendiri kawanan geng motor itu sampai akhirnya pada berlarian menjauh dengan mengendarai motor mereka. Pria yang diselamatkan Dewa itu berlari mendekat dan segera memegang tangannya.

"Hai, Nak. Terima kasih. Aku Rizal Wijaya. Mungkin kamu tidak asing sama namaku. Siapa namamu?"

"Dewa, Pak, dan ini teman saya Angga. Ah iya, berarti anda pengusaha terkenal itu, kan? Kenapa anda pergi malam begini sendirian?"

Pria itu menahan tangan Dewa dan tak menjawab pertanyaannya. "Kamu terluka. Sebaiknya kita ke rumah sakit. Biar ..."

"Tidak perlu, Pak. Cuma luka kecil aja, darahnya tidak banyak," sela Dewa setelah melepaskan tangannya pelan dengan kikuk. "Yang goresan sebelahnya itu luka lama, bukan karena yang barusan," jelas Dewa.

"Luka lama? Boleh Bapak tahu kenapa?" selidik pria itu, jadi tertarik.

"Kata Ayah saya, dulu sewaktu kecil pernah hampir dilukai orang."

"Benarkah?" Pria tersebut terpaku menatap kedua mata Dewa tepat di bawah sorot lampu jalan. Warna bola mata bukan orang Indonesia kebanyakan, dan juga sangat mirip dengan milik mendiang istrinya.

Luka sayatan di tangan dan warna bola mata semburat abu-abu karena darah Eropa dari istrinya, membuatnya punya satu pikiran yang saat ini hanya bisa diungkapkan dalam batin, bahwa kemungkinan besar Dewa adalah putranya yang hilang dan sudah lama dicari-carinya.

Komen (15)
goodnovel comment avatar
Nisfufah
wahhhh,,jangan2 dewa anaknya lagi,,kalo beneran anaknya berarti si dewa juga orang kaya
goodnovel comment avatar
Ika Dewi Fatma J
beneran niih?dewa anak orang kaya dong cinta pertamanya udah bersuami belum tuuh?klo belum batu bisa nyatain
goodnovel comment avatar
wieanton
oh mungkin dewa anak pak Rizal pengusaha itu yg dlu ngalamin hal buruk smp dewa hilang dr ortunya, ya ampun kasian istrinya pak Rizal smp meninggal blm ketemu sm anaknya dong. dua keberuntungan dewa, satu kedatangan Kirana yg dia cinta tp dlm diam, kedua ketemu Rizal yg BS jd ayah kandungnya.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status