Share

Tak Di Restui

Author: Leon Hart
last update Last Updated: 2024-09-21 23:27:37

"Ceritanya jangan pake nangis, nanti omongannya jadi nggak jelas." Dewa jauhkan sapuan bibirnya, mengarahkan kedua tangannya menangkup kedua pipi untuk sesaat berucap. "Terima kasih, Kirana. Kamu simpan perasaan itu sampai datang tepat di waktu aku merasa jatuh." Getaran tangan itu dia gunakan sebagai kekuatan untuk menyatukan bibir mereka lagi hingga beberapa saat. "Kita pulang," ajaknya kemudian, setelah sebuah sorot lampu dari mobil melintas ke arah berlawanan.

"Ban mobilku bagaimana?" Kirana masih enggan lepaskan diri dari pelukan Dewa, dan justru bergelayut manja.

"Aku panggilkan dari montir servis kendaraan 24 jam, sekaligus minta membawa mobil penarik buat pindahin mobil ke rumahmu. Kamu naik motor sama aku."

Setelah Kirana menyetujui, keduanya bersama menaiki motor di belakang mobil pesanan serta montir. Kirana tak pernah lepaskan pelukan dari belakang, sebagai penghangat dari angin malam yang menusuk kalbu. "Aku cinta pertama dan terakhirmu, kan Dewa?" jejak cemburu da
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Pengacara Miskin Itu Ternyata Miliarder   Parasit

    "Dewa. Maafin ucapan Mamaku, ya." Dewa jeda pemakaian helmnya. Berikan senyuman palsu hanya demi Kirana, meski dalam batin ini seketika sesak. Masa pemulihan trauma akibat tiap ucapan dan perlakuan keluarga Deasy belum juga pulih, tapi kembali dia dapatkan hal sama justru dari ibunya Kirana. "Hei, tak apa. Ini hanya soal waktu. Ibumu sedang tidak bisa berdamai dengan kenyataan, dan aku akan mengatasi perasaan dan diriku sendiri." Dewa segera pasang helmnya dan berpamitan. "Sampai jumpa besok. Kaca kantorku baru mau di ganti, jadi aku bisa jemput kamu lebih pagi. Oke."Dewa tarik gas, sengaja tinggalkan Kirana sebelum berniat ajukan protes soal jemputan esok pagi. Salah satu kebiasaan Kirana adalah kemanapun pergi sendirian, tapi kali ini Dewa tak akan membiarkan hal itu sering di lakukan pujaan hatinya itu. Sampai keesokan paginya, Dewa bersiap untuk aktifitas hari ini. Penampilan rambut jadi yang terakhir saat panggilan dari ibunya terdengar untuk segera menuju ke beranda depan.

    Last Updated : 2024-09-22
  • Pengacara Miskin Itu Ternyata Miliarder   Kamu Disana Adalah Aku Disini

    "Tidak mungkin!" Posisi di sebelah Billy Tanu, memudahkan Deasy mengambil daftar para pemegang saham itu dari hadapannya. Bersama dengan Alex, keduanya kemudian saling bertatapan tak percaya apa yang sudah di baca. "Siapa? Bisa cepat sebutkan. Siapa nama stockholder terbesar di sini?" Michael paling antusias sebagai wakil dari pemilik saham lain. "Anybody?" tatapannya bergantian pada Deasy dan Billy Tanu, sampai kemudian Michael dengan terpaksa meminta asistennya untuk mengambil kertas daftar tersebut untuk segera dia baca di hadapan yang lain. "Wijaya corp. yang di wakilkan pada legalnya, Dewa Gundala. Siapa itu Dewa Gundala? Mana dia? Kenapa belum datang? Pengacara macam apa itu?" sungut Michael, sedikit tegang setelah nama konglomerat itu tersebut di dalam daftar. Salah satu orang yang di buat terkejut adalah Kirana. Memang pagi tadi secara mendadak Dewa menjemputnya lebih awal dan bersikeras menemaninya dalam rapat penting ini, tapi ia sama sekali tak menyangka akan apa yang

    Last Updated : 2024-09-23
  • Pengacara Miskin Itu Ternyata Miliarder   Skandal Di Masa Lalu

    Dewa berbalik, sedikit menjauh dari Kirana untuk menghormati Deasy sebagai sesama wanita. "Bicaralah di sini saja. Tidak masalah kalau Kirana tahu." "Tapi ini soal intern perusahaan keluargaku." "Saat ini apa ada hal penting di perusahaan keluargamu selain masalah modal di pasar saham?" "Tak apa, Dewa. Aku ke kamar mandi dulu." Baru saja akan berpamitan, tapi Kirana merasakan genggaman di tangannya. "Kirana keburu mau ke kamar mandi, jadi katakan saja apa yang ingin kamu bicarakan denganku." Dewa bersikap dingin. Bagaimana dia bisa lupa akan kejadian malam dimana kepulangannya dari New York waktu itu. Wanita yang sudah di harapkan akan dia jaga dan jadi pendamping baik suka maupun duka, ternyata nyata-nyata berselingkuh dan sengaja menjatuhkan harga dirinya. Pipi Kirana bersemu merah jambu. Ia yakin Dewa melakukannya bukan semata karena ingin buat benteng akan sakit hatinya pada pengkhianatan Deasy, tapi juga validasi akan statusnya sebagai kekasih Dewa. "Ehmm ... hanya so

    Last Updated : 2024-09-24
  • Pengacara Miskin Itu Ternyata Miliarder   Baru Saja Sampai

    Dewa termenung dalam dilema. Kalau seandainya keadaan memaksanya untuk membenci Rizal Wijaya, tapi kenapa itu tidak di terima oleh hati nuraninya? "Apa sebenarnya rencanamu?" gumam Dewa dengan kepalan tangan di atas meja. Hiruk-pikuk di sekelilingnya jadi bahan pertimbangan akan keputusan yang harus dia ambil dalam waktu singkat ini. "Harusnya aku bisa menolak. Dokumen kesepakatan itu masih bisa di anggap tidak sah." Dewa berdiri menghampiri jendela dan memastikan ujaran Anjasmara memang benar adanya. Mobil yang di curigai sebagai pengawas itu masih ada di seberang jalan tak jauh dari kantor rukonya ini berada. "Pak. Bagaimana? Apa kita jadi pindah sekarang?" Dewa menoleh sebentar ke Anjasmara, lalu berbicara dengan tatapan ke arah luar. "Apa ada informasi lain lagi yang kamu dapatkan soal Rizal Wijaya?"tanyanya masih penasaran. "Hanya soal sepak terjangnya di bisnis. Banyak yang bersimpati padanya karena di balik kelemahan pada kondisi kakinya setelah kecelakaan itu, tap

    Last Updated : 2024-09-25
  • Pengacara Miskin Itu Ternyata Miliarder   Penyanderaan

    "MERUNDUK!" Anjasmara dan Rani spontan menuruti perintah Dewa. Tembakan memang tidak terdengar lagi, tapi perasaan was-was jadi bentuk kewaspadaan dua pria yang segera ambil posisi masing-masing di samping Rani. "Busyet!" umpat Anjasmara lirih. "Tadi apaan, Pak?" tanyanya pada Dewa yang sempat berposisi di paling depan. "Aku sempat lihat tadi ada wanita di dalam, terus ada pria bawa senjata sejenis pistol revolver, entah tipe glock ata apa, aku kaget terus langsung merunduk tadi," jelas Dewa lalu berjalan merembet masih dalam posisi jongkok. "Bapak mau kemana?" Anjasmara bergeser melewati Rani, lalu mengikuti Dewa. Dewa tempelkan jari ke bibirnya. Karena belum tahu apa yang terjadi, Dewa tidak mau menciptakan suara. "Siapa di situ?!" tanya seorang pria dalam bentakan. Ketegangan di mulai, terlebih terdengar suara isak tangis dari dekat pria tersebut dan menyebabkan Rani ikut terbawa suasana. "Pak. Saya takut," ujarnya. Dewa memberi kode tangan pada Anjasmara agar tetap

    Last Updated : 2024-09-26
  • Pengacara Miskin Itu Ternyata Miliarder   Apa Aku Mengenalmu?

    Walaupun konsentrasinya sempat terpecah, tapi pikiran refleks Dewa masih tanggap ketika membalaa usaha pria penyandera itu dengan luruskan satu kakinya sebagai senjata untuk menjatuhkan lawan. Suara debuman keras terdengar. Dewa tak menolak lengah dengan menghimpit tubuh pria yang sudah dijatuhkannya, lalu memlnarik dua tangannya menjadi satu ke belakang dan memegangnya dengan erat. "Jangan membuat keadaan semakin sulit. Tenangkan dirimu, Pak. Kita bicara baik-baik!" kesal Dewa di luapkan dalam nada bicara lantang. Pria itu menangis seperti anak kecil. Dewa kemudian membantunya berdiri dan di tuntun untuk duduk pada salah satu kursi kantor yang masih di tutupi plastik. Para pria petugas keamanan menghampiri segera mengelilingi pria penyandera itu dengan sikap sigap. "Tolong saya, Pak. Kami sekeluarga bingung. Anak kami nggak bersalah. Dia cuma di jebak," ucapnya dalam sesenggukan. "Biarkan kami bawa ke pos buat interogasi, Pak." Salah satu security memaksa dengan menarik ta

    Last Updated : 2024-09-27
  • Pengacara Miskin Itu Ternyata Miliarder   Dia Harus Jadi Milikku!

    "Nggak ... Aku tadi mengira Kakak orang yang aku kenal." "Itu berarti kamu melihatku sebelumnya. Emang seberapa persisnya aku sama orang yang kau kira itu?" "Cuma dari belakang miripnya, tapi waktu lihat ke depannya nggak sama ... Nggak mirip ... Maksudku." Mandapati jawaban gelagapan Lalita ini, membuat Dewa tak ingin lagi mengorek lebih jauh. "Oke kalau begitu. Tugasmu sudah selesai. Nggak ada yang perlu di beri catatan." "Kakak belum juga melihat berkeliling tapi sudah bilang semua oke?" "Kenapa kamu memanggilku kakak? Sorry, bagiku agak janggal." "Jadi nggak boleh panggil Kakak?" Kekecewaan terpancar jelas pada wajah Lalita. "Bukan begitu. Hanya saja dari awal kamu sudah memanggilku dengan Kakak. Tidak biasa di telingaku buat orang yang baru kenal." "Oh, maaf kalau lancang. Baiklah, aku panggil Tuan Muda saja." Sebenarnya Dewa merasa lebih tidak nyaman lagi dengan sebutan ini, tetapi karena yang di hadapi adalah seorang wanita yang baru di kenal, jadi dia tanggap

    Last Updated : 2024-09-29
  • Pengacara Miskin Itu Ternyata Miliarder   Bodyguard Bayangan

    Setelah Anjasmara datang kembali ke kantor, ia masuk saja ke dalam ruangan Dewa setelah mendapati atasannya itu sedang merapikan penampilan. "Anda mau kemana, Pak?" tanya Anjasmara, penasaran dengan wajah dingin Dewa. Meskipun baru bekerja dengan Dewa, tapi Anjasmara sudah hafal akan sifat dan karakter kepribadian Dewa. "Janji ketemuan sama Pak Pramono baru nanti malam, kan?" "Sekretarisnya baru saja chat aku. Katanya, apa aku bisa datang sekarang juga." "Sekarang? Apa sepenting itu, Pak?" "Sepertinya gertakanku kemarin ada hasilnya, Jay." Dewa berikan seringai sembari memasukkan kancing kemeja bagian tangannya sebagai sentuhan akhir. "Kalau begitu saya temani, Pak." Anjasmara menyahut tas dokumen milik Dewa. "Takutnya nanti terjadi hal-hal yang di inginkan." "Apa maksudmu?" tanya Dewa dengan alis naik satu. "Kali aja Bapak mau di kasih uang, biar saya bantu bawain." Tawa Dewa menggema di ruangan. "Kamu kira aku akan semudah itu terima uang dari dia? Kalau menurutku s

    Last Updated : 2024-10-03

Latest chapter

  • Pengacara Miskin Itu Ternyata Miliarder   Bodyguard Bayangan

    Setelah Anjasmara datang kembali ke kantor, ia masuk saja ke dalam ruangan Dewa setelah mendapati atasannya itu sedang merapikan penampilan. "Anda mau kemana, Pak?" tanya Anjasmara, penasaran dengan wajah dingin Dewa. Meskipun baru bekerja dengan Dewa, tapi Anjasmara sudah hafal akan sifat dan karakter kepribadian Dewa. "Janji ketemuan sama Pak Pramono baru nanti malam, kan?" "Sekretarisnya baru saja chat aku. Katanya, apa aku bisa datang sekarang juga." "Sekarang? Apa sepenting itu, Pak?" "Sepertinya gertakanku kemarin ada hasilnya, Jay." Dewa berikan seringai sembari memasukkan kancing kemeja bagian tangannya sebagai sentuhan akhir. "Kalau begitu saya temani, Pak." Anjasmara menyahut tas dokumen milik Dewa. "Takutnya nanti terjadi hal-hal yang di inginkan." "Apa maksudmu?" tanya Dewa dengan alis naik satu. "Kali aja Bapak mau di kasih uang, biar saya bantu bawain." Tawa Dewa menggema di ruangan. "Kamu kira aku akan semudah itu terima uang dari dia? Kalau menurutku s

  • Pengacara Miskin Itu Ternyata Miliarder   Dia Harus Jadi Milikku!

    "Nggak ... Aku tadi mengira Kakak orang yang aku kenal." "Itu berarti kamu melihatku sebelumnya. Emang seberapa persisnya aku sama orang yang kau kira itu?" "Cuma dari belakang miripnya, tapi waktu lihat ke depannya nggak sama ... Nggak mirip ... Maksudku." Mandapati jawaban gelagapan Lalita ini, membuat Dewa tak ingin lagi mengorek lebih jauh. "Oke kalau begitu. Tugasmu sudah selesai. Nggak ada yang perlu di beri catatan." "Kakak belum juga melihat berkeliling tapi sudah bilang semua oke?" "Kenapa kamu memanggilku kakak? Sorry, bagiku agak janggal." "Jadi nggak boleh panggil Kakak?" Kekecewaan terpancar jelas pada wajah Lalita. "Bukan begitu. Hanya saja dari awal kamu sudah memanggilku dengan Kakak. Tidak biasa di telingaku buat orang yang baru kenal." "Oh, maaf kalau lancang. Baiklah, aku panggil Tuan Muda saja." Sebenarnya Dewa merasa lebih tidak nyaman lagi dengan sebutan ini, tetapi karena yang di hadapi adalah seorang wanita yang baru di kenal, jadi dia tanggap

  • Pengacara Miskin Itu Ternyata Miliarder   Apa Aku Mengenalmu?

    Walaupun konsentrasinya sempat terpecah, tapi pikiran refleks Dewa masih tanggap ketika membalaa usaha pria penyandera itu dengan luruskan satu kakinya sebagai senjata untuk menjatuhkan lawan. Suara debuman keras terdengar. Dewa tak menolak lengah dengan menghimpit tubuh pria yang sudah dijatuhkannya, lalu memlnarik dua tangannya menjadi satu ke belakang dan memegangnya dengan erat. "Jangan membuat keadaan semakin sulit. Tenangkan dirimu, Pak. Kita bicara baik-baik!" kesal Dewa di luapkan dalam nada bicara lantang. Pria itu menangis seperti anak kecil. Dewa kemudian membantunya berdiri dan di tuntun untuk duduk pada salah satu kursi kantor yang masih di tutupi plastik. Para pria petugas keamanan menghampiri segera mengelilingi pria penyandera itu dengan sikap sigap. "Tolong saya, Pak. Kami sekeluarga bingung. Anak kami nggak bersalah. Dia cuma di jebak," ucapnya dalam sesenggukan. "Biarkan kami bawa ke pos buat interogasi, Pak." Salah satu security memaksa dengan menarik ta

  • Pengacara Miskin Itu Ternyata Miliarder   Penyanderaan

    "MERUNDUK!" Anjasmara dan Rani spontan menuruti perintah Dewa. Tembakan memang tidak terdengar lagi, tapi perasaan was-was jadi bentuk kewaspadaan dua pria yang segera ambil posisi masing-masing di samping Rani. "Busyet!" umpat Anjasmara lirih. "Tadi apaan, Pak?" tanyanya pada Dewa yang sempat berposisi di paling depan. "Aku sempat lihat tadi ada wanita di dalam, terus ada pria bawa senjata sejenis pistol revolver, entah tipe glock ata apa, aku kaget terus langsung merunduk tadi," jelas Dewa lalu berjalan merembet masih dalam posisi jongkok. "Bapak mau kemana?" Anjasmara bergeser melewati Rani, lalu mengikuti Dewa. Dewa tempelkan jari ke bibirnya. Karena belum tahu apa yang terjadi, Dewa tidak mau menciptakan suara. "Siapa di situ?!" tanya seorang pria dalam bentakan. Ketegangan di mulai, terlebih terdengar suara isak tangis dari dekat pria tersebut dan menyebabkan Rani ikut terbawa suasana. "Pak. Saya takut," ujarnya. Dewa memberi kode tangan pada Anjasmara agar tetap

  • Pengacara Miskin Itu Ternyata Miliarder   Baru Saja Sampai

    Dewa termenung dalam dilema. Kalau seandainya keadaan memaksanya untuk membenci Rizal Wijaya, tapi kenapa itu tidak di terima oleh hati nuraninya? "Apa sebenarnya rencanamu?" gumam Dewa dengan kepalan tangan di atas meja. Hiruk-pikuk di sekelilingnya jadi bahan pertimbangan akan keputusan yang harus dia ambil dalam waktu singkat ini. "Harusnya aku bisa menolak. Dokumen kesepakatan itu masih bisa di anggap tidak sah." Dewa berdiri menghampiri jendela dan memastikan ujaran Anjasmara memang benar adanya. Mobil yang di curigai sebagai pengawas itu masih ada di seberang jalan tak jauh dari kantor rukonya ini berada. "Pak. Bagaimana? Apa kita jadi pindah sekarang?" Dewa menoleh sebentar ke Anjasmara, lalu berbicara dengan tatapan ke arah luar. "Apa ada informasi lain lagi yang kamu dapatkan soal Rizal Wijaya?"tanyanya masih penasaran. "Hanya soal sepak terjangnya di bisnis. Banyak yang bersimpati padanya karena di balik kelemahan pada kondisi kakinya setelah kecelakaan itu, tap

  • Pengacara Miskin Itu Ternyata Miliarder   Skandal Di Masa Lalu

    Dewa berbalik, sedikit menjauh dari Kirana untuk menghormati Deasy sebagai sesama wanita. "Bicaralah di sini saja. Tidak masalah kalau Kirana tahu." "Tapi ini soal intern perusahaan keluargaku." "Saat ini apa ada hal penting di perusahaan keluargamu selain masalah modal di pasar saham?" "Tak apa, Dewa. Aku ke kamar mandi dulu." Baru saja akan berpamitan, tapi Kirana merasakan genggaman di tangannya. "Kirana keburu mau ke kamar mandi, jadi katakan saja apa yang ingin kamu bicarakan denganku." Dewa bersikap dingin. Bagaimana dia bisa lupa akan kejadian malam dimana kepulangannya dari New York waktu itu. Wanita yang sudah di harapkan akan dia jaga dan jadi pendamping baik suka maupun duka, ternyata nyata-nyata berselingkuh dan sengaja menjatuhkan harga dirinya. Pipi Kirana bersemu merah jambu. Ia yakin Dewa melakukannya bukan semata karena ingin buat benteng akan sakit hatinya pada pengkhianatan Deasy, tapi juga validasi akan statusnya sebagai kekasih Dewa. "Ehmm ... hanya so

  • Pengacara Miskin Itu Ternyata Miliarder   Kamu Disana Adalah Aku Disini

    "Tidak mungkin!" Posisi di sebelah Billy Tanu, memudahkan Deasy mengambil daftar para pemegang saham itu dari hadapannya. Bersama dengan Alex, keduanya kemudian saling bertatapan tak percaya apa yang sudah di baca. "Siapa? Bisa cepat sebutkan. Siapa nama stockholder terbesar di sini?" Michael paling antusias sebagai wakil dari pemilik saham lain. "Anybody?" tatapannya bergantian pada Deasy dan Billy Tanu, sampai kemudian Michael dengan terpaksa meminta asistennya untuk mengambil kertas daftar tersebut untuk segera dia baca di hadapan yang lain. "Wijaya corp. yang di wakilkan pada legalnya, Dewa Gundala. Siapa itu Dewa Gundala? Mana dia? Kenapa belum datang? Pengacara macam apa itu?" sungut Michael, sedikit tegang setelah nama konglomerat itu tersebut di dalam daftar. Salah satu orang yang di buat terkejut adalah Kirana. Memang pagi tadi secara mendadak Dewa menjemputnya lebih awal dan bersikeras menemaninya dalam rapat penting ini, tapi ia sama sekali tak menyangka akan apa yang

  • Pengacara Miskin Itu Ternyata Miliarder   Parasit

    "Dewa. Maafin ucapan Mamaku, ya." Dewa jeda pemakaian helmnya. Berikan senyuman palsu hanya demi Kirana, meski dalam batin ini seketika sesak. Masa pemulihan trauma akibat tiap ucapan dan perlakuan keluarga Deasy belum juga pulih, tapi kembali dia dapatkan hal sama justru dari ibunya Kirana. "Hei, tak apa. Ini hanya soal waktu. Ibumu sedang tidak bisa berdamai dengan kenyataan, dan aku akan mengatasi perasaan dan diriku sendiri." Dewa segera pasang helmnya dan berpamitan. "Sampai jumpa besok. Kaca kantorku baru mau di ganti, jadi aku bisa jemput kamu lebih pagi. Oke."Dewa tarik gas, sengaja tinggalkan Kirana sebelum berniat ajukan protes soal jemputan esok pagi. Salah satu kebiasaan Kirana adalah kemanapun pergi sendirian, tapi kali ini Dewa tak akan membiarkan hal itu sering di lakukan pujaan hatinya itu. Sampai keesokan paginya, Dewa bersiap untuk aktifitas hari ini. Penampilan rambut jadi yang terakhir saat panggilan dari ibunya terdengar untuk segera menuju ke beranda depan.

  • Pengacara Miskin Itu Ternyata Miliarder   Tak Di Restui

    "Ceritanya jangan pake nangis, nanti omongannya jadi nggak jelas." Dewa jauhkan sapuan bibirnya, mengarahkan kedua tangannya menangkup kedua pipi untuk sesaat berucap. "Terima kasih, Kirana. Kamu simpan perasaan itu sampai datang tepat di waktu aku merasa jatuh." Getaran tangan itu dia gunakan sebagai kekuatan untuk menyatukan bibir mereka lagi hingga beberapa saat. "Kita pulang," ajaknya kemudian, setelah sebuah sorot lampu dari mobil melintas ke arah berlawanan. "Ban mobilku bagaimana?" Kirana masih enggan lepaskan diri dari pelukan Dewa, dan justru bergelayut manja. "Aku panggilkan dari montir servis kendaraan 24 jam, sekaligus minta membawa mobil penarik buat pindahin mobil ke rumahmu. Kamu naik motor sama aku." Setelah Kirana menyetujui, keduanya bersama menaiki motor di belakang mobil pesanan serta montir. Kirana tak pernah lepaskan pelukan dari belakang, sebagai penghangat dari angin malam yang menusuk kalbu. "Aku cinta pertama dan terakhirmu, kan Dewa?" jejak cemburu da

DMCA.com Protection Status