"Kurang ajar Kalian berdua, Aku tak akan membiarkan kalian melakukan itu" Bentak Kahinda yang sudah tidak lagi bisa menahan diri dan dia langsung keluar dari persembunyiannya.
Dua orang itu pun seketika terkejut, ketika Kahinda datang dan memergoki mereka yang membicarakan Rencana untuk membunuh Ayahnya. Kahinda jelas saja tidak tahan melihat keduanya. Selain dari pada itu, Kahinda ingin menghentikan keduanya melakukan hal keji pada ayahnya. Terlepas dari apa yang dia lihat sekarang. "Kahinda, Apa yang kamu lakukan disini?" tanya seorang pria bernama Marya Leksula yang merupakan kekasih Kahinda. "Kakak, aku bisa jelaskan. Aku dirayu olehnya" ucapan itu keluar secara spontan dari mulut adik Kahinda yang bernama Kahayu Rahma Dewi. "Kahayu!" bentak Marya Leksula tertegun sebentar. Keduanya mengira bahwa Kahinda tidak mendengar semua hal yang mereka bicarakan. Dan mengira bahwa Kahinda hanya memergoki mereka yang sempat ingin berpadu kasih. Saat ini Marya Leksula membenarkan pakaiannya yang terbuka dibagian dada. Begitu pula Kahayu Rahma Dewi yang sempat menutup bagian tubuhnya dengan selendang. "Sudah, tak perlu banyak alasan. Aku mendengar semua yang kalian bicarakan. Bahkan aku melihat sendiri kalian mau berbuat hal yang menjijikkan" Ucap keras itu datang dari mulut Kahinda yang sudah tidak tahan melihat kelakuan keduanya. "Apa maksud mu mendengar semuanya?" tanya Marya Leksula sedikit melirik ke arah Kahayu. Dia juga siap melakukan sesuatu, jika sampai Kahinda memberitahu rencana mereka pada orang lain. Kahinda terdiam sesaat, Dia merasa terlalu ceroboh sekarang. Seharusnya dia tidak keluar terlebih dahulu, tapi karena dia melihat Marya Leksula ingin melakukan sesuatu dengan Adiknya. Dia yang sudah tidak tahan akhirnya memaksa dirinya untuk keluar dari persembunyiannya. Dia langsung mundur perlahan ketika tahu Marya Leksula meraih pedangnya di dekat Ranjang. "Aku akan adukan ini Pada Ayah dan Paman. Bagaimana pun kalian harus menerima Hukuman yang setimpal atas rencana dan perbuatan buruk kalian" ucap Kahinda sedikit tertegun. Marya Leksula sendiri terus mencoba untuk berjalan pelan sembari mendekati Kahinda. Dia juga tidak ingin membiarkan Kahinda lolos begitu saja. "Kahinda, bergabunglah dengan ku. Kita bisa membicarakan hal ini berdua" ucap Marya Leksula dalam sekejap tersenyum setelah merasa dirinya lebih dekat dengan Kahinda. Kahinda sendiri masih berjalan mundur sambil mencoba melihat pedang yang terus dimainkan Marya Leksula. "Pria Busuk seperti mu, seharusnya aku tahu kau hanya ingin kekuasaan Ayahku" Lirih Kahinda seketika kembali tertegun melihat Marya Leksula langsung melayangkan pedang ke arahnya. "Matilah, Kau!" teriak Marya Leksula mencoba untuk menebas Kahinda. Untunglah sesaat Kahinda sempat bisa menghindari tebasan pedang Marya Leksula, dia menunduk dan seketika langsung mendorong tubuh Marya Leksula ke belakang. Dan disaat yang bersamaan, Kahinda langsung berlari melewati beberapa ruangan di rumah Marya. "Kahinda, tak akan aku biarkan kau lari" teriak Marya Leksula yang kemudian mengejar Kahinda yang berhasil lolos dari tebasan pedangnya. Sedangkan Kahayu sendiri sekarang merasa begitu cemas, kalau-kalau Kahinda membocorkan rencana mereka. Dia begitu panik dan berharap Marya Leksula bisa menangkap Kahinda atau membunuhnya terlebih dahulu. Dia bahkan sekarang mondar-mandir kebingungan, "Bagaimana ini, Kalau sampai semua orang tahu. Aku bakal kena Masalah" ucap Kahayu yang memutuskan untuk pergi dari Rumah Marya Leksula. Sedangkan Kahinda sekarang masih terus berlari dari kejaran Marya Leksula. Dia begitu takut sekarang dan merasa dirinya terlalu bodoh dan tidak memikirkan rencana apapun untuk mencegah keduanya. "Sial, Kenapa aku ini. Seharusnya aku tidak menampakkan diri, tapi aku juga tidak ingin melihat hal menjijikkan dilakukan di depan mata ku." Rumah Marya Leksula sendiri memang memiliki beberapa ruangan yang terbuka, sehingga apa yang dilakukan Marya Leksula dan Kahayu bisa dilihat oleh siapapun yang masuk kedalam rumahnya. Kahinda sendiri bisa masuk ke dalam rumah Marya Leksula secara diam-diam. Dimana dia sebelumnya melihat dan mendapati adiknya sendiri datang ke rumah Marya Leksula. Karena penasaran, Akhirnya Kahinda memutuskan untuk diam-diam masuk ke rumah Marya Leksula dan pada akhirnya dia mengetahui bahwa ada hubungan antara Adiknya dan Marya Leksula. Tapi hal yang lebih membuat Kahinda terkejut adalah Rencana keduanya yang ingin membunuh ayahnya. Dimana keduanya seakan-akan ingin membuat Kahinda sebagai kambing hitam atas pembunuh yang mereka berdua rencankan. Masih dalam pengejaran, Saat ini Kahinda terus mencoba untuk tetap berlari sambil mencoba untuk melakukan sesuatu. "Aku tidak mungkin bisa menang Melawan Marya, tapi aku juga tidak bisa terus berlari seperti ini." Ucap Kahinda terhenti ketika melihat pedang Marya Leksula menusuk Pohon didepannya. "Kahinda, Kau sudah tidak mungkin bisa lari. Bagaimana pun, Wilayah ini jauh dari Kerajaan Marpala." tutur Marya Leksula tersenyum melihat Kahinda menoleh kebelakang. "Apa benar?, Aku tahu kamu lebih sakti dariku. Tapi, aku juga mampu mengalahkan mu dan membawa kalian berdua untuk menghadap pada kerajaann." Ucap Kahinda yang sebenarnya masih ingin lari dari kejaran Marya Leksula. "Jangan omong kosong, Kau hanya seorang perempuan yang hanya bisa bekerja di ranjang. Walaupun aku belum bisa menyentuh mu, Tapi aku sudah beberapa kali berpadu kasih dengan adikmu." Marya Leksula mengatakan hal itu dengan tawa keras, seakan bangga dia mampu membuat Kahinda terayu olehnya. Kahinda sendiri juga tidak menyangka bahwa dirinya bisa begitu mudah dirayu oleh seorang pria yang ternyata memiliki hati yang begitu busuk. Bahkan dirinya begitu lengah, dan tidak memperhatikan. Kahinda lalu berkata. "Seharusnya aku tidak dibutakan cinta palsumu. Aku begitu mempercayai mu, sampai aku tahu semua ke busukkan mu. Tapi, sebelum kau membunuh ku, Katakan apa sebenarnya tujuan mu?." Kahinda berharap Marya Leksula mau memberikan jawaban sebenarnya sebelum dirinya mati ditangannya. Tapi itu hanya sebuah siasat kahinda untuk mengetahui tujuan sesungguhnya Marya Leksula yang ingin membunuh ayahnya. "Kau ingin tahu, Aku hanya ingin membalas dendam atas kematian ayahku yang telah dihukum pancung atas tuduhan pemberontakan Kerajaan Marpala. Aku begitu sakit hati, ketika tahu bahwa tuduhan terhadap ayahku itu semua palsu. Aku bahkan menjadi yatim saat diriku baru berusia 8 tahun. Ibuku jadi sakit-sakitan karena tak Terima tuduhan itu." Jelas Marya Leksula yang tidak menceritakan detail ceritanya, sampai dia ingin membalas kematian kedua orang tuanya. "Tapi, Ayahku hanya melakukan tugasnya menjadi seorang raja. Dia hanya ingin meminimalisir masalah Kerajaan" Ucap Kahinda yang tahu kejadian itu. "Tapi dia menargetkan desaku, bahkan dia membunuh siapapun yang melawan kehendaknya. Aku sendiri berhasil selamat dari Malapetaka itu, Jika bukan karena ibuku" Ucap Marya Leksula perlahan mendekat ke Kahinda.Saat ini, Kahinda sendiri tidak membawa apapun yang bisa dijadikan alat untuk melindungi diri. Dia mundur perlahan ke arah pohon dimana pedang Marya Leksula tertancap. Kahinda terus melihat senyum beringas Marya Leksula yang ditunjukkan untuknya. "Kahinda, Percayalah aku tidak akan membunuhmu. Kita akan buat kesepakatan, Bagaimana pun juga kau adalah kekasih ku. Dan aku akan atur kembali rencana ku" tutur Marya Leksula mencoba untuk merayu Kahinda. Kahinda sendiri tentu saja tidak akan lagi mau terpedaya setiap ucapan Marya Leksula. Dia saat ini mencoba untuk meraih pedang marya Leksula dan siap melakukan pertarungan dengan pria busuk di depannya. "Marya, katakan pada ku, Apakah kamu yang membuat ayahku sakit keras dan Lumpuh?" tanya Kahinda tentu ingin tahu alasan kenapa Ayahnya tiba-tiba sakit keras. "Apa kamu ingat teh yang ku berikan padamu?. Itulah adalah Teh Beracun. Kahinda, Bagaimana rasanya membunuh Ayahmu Sendiri?." Tutur Marya Leksula jelas memperhatikan apa yang akan
Kahinda kali ini benar-benar dalam masalah, dia yang sudah pasrah hanya bisa berdiam diri ketika Marya Leksula sedang meraih pedangnya. Kahinda sendiri hanya tinggal menunggu waktu yang tepat untuk melakukan sesuatu yang akan membuat Marya terkejut. Sebuah hadiah spesial untuk pemutusan hubungan dan hadiah selamat tinggal yang dipersembahkan pria bejat didepannya. "Jadi, Bagaimana kalau kita mulai sekarang" tutur Marya Leksula sembari memainkan pedangnya. Dia sendiri sebenarnya tidak takut untuk melepaskan ikatan tali pusakanya yang membelenggu tubuh Kahinda. Jadi setelah mendengar bahwa Kahinda sudah pasrah akan nasibnya, dengan tanpa Ragu Marya Leksula bersiap untuk melepaskan tali sakti tersebut. Hanya dengan satu kibasan pedangnya, tali Sakti itu seketika terlepas dari tubuh Kahinda. Dan hanya dalam sekejap, tali sakti itu menghilang dan kembali ke tangan Marya Leksula. "Baiklah, Sekarang kau yang mulai duluan" lirih Kahinda menyingkap kain yang menutupi kakinya. Dia sedang me
Hari sudah sore, ketika Kahinda baru saja menampakan kakinya di pelataran halaman Kerajaan Marpala. Dia melihat begitu banyak prajurit Kerajaan tertidur di tanah. Kahinda juga melihat banyak darah yang mengalir di tubuh semua prajurit dan pasukan Kerajaan. Kahinda juga memeriksa beberapa tubuh mereka yang yang masih bernafas dan menanyakan apa yang sebenarnya sudah terjadi. "Raja Marpala..Putri Kahayu...dan.." Ucap seorang prajurit Kerajaan mencoba untuk memberitahu sesuatu pada Kahinda. Tapi, sayang nyawa prajurit yang sempat diperiksa Kahinda sekarang sudah menghembuskan nafas terakhir. Kahinda masih mencoba untuk melihat beberapa orang yang mungkin saja masih hidup. Tapi, dia tetap tidak menemukan satupun dari mereka yang bisa bertahan. "Ayah, Ibu.." Ucap Kahinda yang langsung berlari menuju ke dalam istana. Dia juga melihat banyak orang yang bersimpuh darah. Tapi saat dia sudah berada di dalam istana Kerajaan, Mata Kahinda langsung terbelalak ketika melihat tubuh ibunya jug
Sekarang Ram Wenang Sendiri jadi sedikit percaya dengan cerita Kahinda yang menceritakan bahwa Kahayu ada sangkut pautnya dengan penculikan Raja Marpala. Tapi, dirinya masih harus membenahi beberapa hal sebelum membuat tindakan. Dia sekarang meminta pada Kahinda untuk menjadi Raja sementara sampai ayahnya benar-benar bisa ditemukan. Tapi, Kahinda menolak hal tersebut dan dia langsung memilih Ram Wenang untuk menjadi Raja sementara Kerajaan Marpala. Dan itu dia katakan sebagai titah langsung dihadapkan semua pasukan Kerajaan Yang tersisa. "Tapi Kahinda, Kamu akan lebih aman disini. Dan tidak mungkin bagiku untuk membiarkan mu berkeliaran bebas" Ucap Ram Wenang jelas tidak ingin sampai keponakannya mendapatkan masalah. Kahinda tetap menolak apa yang diinginkan Ram Wenang, dan dia sendiri juga ingin pergi untuk menemui seseorang yang merupakan gurunya. Namun, Ram Wenang tetap menolak permintaan Kahinda dan dia sekarang meminta beberapa orang untuk menjaga kediaman Kahinda yang berada
Kahinda sendiri sekarang sudah berada di dalam Gua besar dibawah Air terjun. Walaupun dia sudah beberapa kali ke tempat itu, Rasa kagum Kahinda sekarang jadi semakin besar. Bahkan ketika Gurunya memperlihatkan jurus-jurus Baru untuk sekedar pamer padanya. "Nah, Bagaimana dengan jurus Tongkat Pemukul airku?" tanya Pria tua itu memperlihatkan pusaka miliknya yang lain. Dan Kahinda hanya membalas dengan tersenyum. Kahinda sendiri juga baru pertama melihat pusaka berbetuk tongkat itu di pamerkan oleh Gurunya. Ya, dia sudah tidak lagi terkejut melihat Gurunya yang memang suka pamer didepannya. Terlebih ketika Kahinda masih Remaja. Gurunya sering memperlihatkan kemampuan aneh yang membuat dirinya begitu kagum dan menarik dirinya untuk mempelajari hal tersebut. Kahinda juga tahu, jika pamer yang ditunjuk oleh gurunya hanya untuk membuat dirinya senang. Seolah sekarang dia tahu, Kalau Kahinda masih cengeng seperti dulu. Dan tahu kalau Kahinda sedang menyimpan rasa kesedihan paling dalam d
Sudra Karma terus menjelaskan banyak hal yang dia ketahui dari pengalaman berkelananya pada Kahinda. Dan sembari menjelaskan, Sudra Karma juga terus mengingatkan bahwa kemampuan yang dia ajarkan tidak boleh di salah gunakan. Dia juga berpesan agar Kahinda bersungguh-sungguh dalam melatih diri sampai batas waktu yang ditentukan. "Kahinda, mengenai efek samping dari Rangka Rangkup itu kamu pikirkan masak-masak sebelum menggunakannya." Jelas Sudra Karma sembari memberikan beberapa petunjuk dalam penggunaan Kemampuan Rangka Rangkup, yang mana kemampuan itu sendiri memang akan mengikis ingatan seseorang penggunanya. Sudra Karma sendiri juga menceritakan bahwa dirinya pernah menggunakan Rangka Rangkup dan hal itulah yang membuat dirinya menyesal. Dia kehilangan ingatan tentang dari mana dirinya berasal. Walaupun tidak semua ingatan hilang, Sudra Karma sendiri jadi tidak tahu jalan pulang. Kahinda sendiri terus mendengarkan penjelasan Gurunya dan dia yakin bahwa kemampuan Rangka Rangkup
Kemampuan Rangka Rangkup yang Kahinda pelajari merupakan ilmu kesaktian untuk menghasilkan Aura Pelindung. Di dalam pertarungan, pengguna Rangka Rangkup itu mampu menyerap jenis serangan apapun. Hanya saja, Kesaktian Rangka Rangkup memiliki batas dalam penggunaannya. Jika penguna terlalu lama menggunakan Rangka Rangkup, pengguna akan menerima efek samping seperti yang dikatakan sebelumnya dan itu sangat beresiko. Setelah proses penyaluran inti kesaktian Rangka Rangkup, Sudra Karma kemudian meminta Kahinda untuk mempelajari setiap Gerakan yang akan dia tunjukkan. "Ingat Kahinda, Rangka Rangkup punya batas pemakaian. Jika terlalu lama, Besar kemungkinan seluruh ingatanmu akan benar-benar hilang walaupun kamu berusaha menyerap ingatan di bandul kalung itu." Jelas Sudra Karma memainkan beberapa gerakan menyapu kaki dan menyapu tangan. Sudra Karma juga menjelaskan kembali terkait Bandul kalung itu, yang akan memberitahu Kahinda jika batasnya sudah tercapai. Bandul kalung akan bersinar te
Kahinda sekarang hanya bisa menatap dari kejauhan wilayah aliran sungai, Gua air terjun. Dengan menunggangi kuda yang dirawat Gurunya. Kahinda merasa bahwa masih ada sesuatu yang disembunyikan gurunya. Walaupun dia tidak tahu pasti, alasan kenapa Gurunya ingin menutup diri. Kahinda yakin gurunya melakukan itu untuk sebuah tujuan. "Guru, Aku berjanji setelah urusan ku selesai. Aku pasti akan mencari keberadaan anakmu." Ucap Kahinda di dalam hatinya. Kahinda kemudian melihat kembali benda pusaka titipan gurunya. Dia sendiri tidak mengerti kenapa Pusaka pedang Rantai tidak bisa dia simpan di dalam tubuhnya. Bahkan kahinda juga sudah menanyakan pada gurunya, kenapa hal itu bisa terjadi. Kahinda kembali memperhatikan pusaka pedang Rantai itu. Dia kemudian mencoba untuk menarik bilah pedang dari sarungnya, tapi setelah beberapa upaya bilah pedang itu tidak bisa dia keluarkan. Hal itu tentunya kembali membuat Kahinda bertanya-tanya, apakah dirinya memang tidak bisa menggunakannya. "Kurasa,
Ragul pun ikut melompat ke arah Kahinda. Dia sudah mempersiapkan dirinya untuk dijadikan pengalihan. Dia bersama Kakaknya, akan melakukan segala cara hanya untuk menangkap Kahinda, walaupun harus mempermalukan dirinya. Bagaimana pun, keduanya sudah sangat tergoda dengan kemolekan dan kecantikan Kahinda. Terlebih bagi Ragil sendiri, Kahinda adalah tipe wanita yang sempurna untuk dijadikan istrinya. Ragul hanya mengikuti keinginan Kakaknya, dia sekarang tertawa lebar ketika melihat Kahinda memperhatikan dirinya. Dia berdiri dengan begitu tegap dan berani. "Hey, Cantik lihat aku." Ucapnya sembari tertawa lepas, ketika dia memperlihatkan bulu ketiaknya. "Kalian berdua memang menjijikkan!" Bentak Kahinda seketika menerima tendangan Ragil di perutnya. Dia langsung terpental mundur ke belakang dan terjatuh ke sisi pinggir danau. Ragil dan Ragul kembali tertawa, ketika tahu Kahinda bisa dengan semudah itu dikalahkan. Ragul kemudian mengenakan pakaiannya kembali dan dia hanya ingin mempe
Ragil dan Ragul tak menyangka, Wanita didepannya begitu ahli dalam pertarungan. Keduanya pun mundur kebelakang ketika merasa pukulan palu mereka tidak membuat Kahinda menyerah. Bahkan keduanya sekarang begitu terkejut melihat Kahinda kembali membuat ejekan. "Dua lawan satu, Ayo kalian maju?!" tantang Kahinda membuat senyum cantik di depan mereka. Tampak bibir dan giginya telihat manis saat membuat senyum itu. Ragil kemudian meminta Adiknya untuk mundur dan berbisik beberapa hal. Dia ingin tahu apakah Kahinda memang sehebat itu, dan mampu membuat mereka mundur kebelakang. "Kau mengerti kan" tutur Ragil yang meminta Adiknya untuk melakukan sesuatu. "Malulah, Masa aku buka pakaian?" Ragul langsung dijitak Kakaknya yang memiliki Rencana dan siasat aneh. Kahinda terbengong beberapa saat, ketika dia melihat Ragil maju dan Ragul melangkah ke arah samping. Dia terus memperhatikan keduanya, "Apa yang kalian Rencana kan?" tanya Kahinda. Ragil hanya tersenyum sebelum dia pada akhirnya
"Haha, Aku sudah cukup lega sekarang. Wanita ini begitu mulus dan terasa Enak untuk digunakan." Tutur Sosok Botak berjanggut. Dia adalah Ragil Mayapena yang sedang mengikat seorang wanita cantik hasil tangkapannya. "Lain kali aku mau duluan Kakak, Aku juga mau merasakan Wanita yang masih Perawan." Ucap Ragul Mayapena sembari duduk dan memperhatikan Kakaknya yang sedang membenarkan celananya. "Tapi sayang, dia tak terlalu banyak menjerit. Padahal aku lebih suka Wanita yang melawan." Ucap Ragil Mayapena berjalan ke arah kudanya. Dan saat dirinya berbalik arah, dia langsung mendengar suara Ragul Mayapena yang terjatuh. "B–wah!" Ragul Mayapena tersungkur ke tanah ketika dirinya mendapatkan sebuah tendangan keras dari Kahinda. "Ragul!" teriak Ragil melihat ke arah seseorang Wanita yang berdiri di belakang Ragil. Ragul langsung bangkit, dan memperhatikan wanita di belakangnya. Dia langsung tersenyum melihat sosok Kahinda, "Kak, Bukankah dia Wanita di kedai." Ucap Ragul bangkit dan
Dua hari kemudian, Kahinda dan Wan Bin tengah mempersiapkan diri mereka untuk kembali memutar jalan. Mereka sedang menunggu Kaliwu menunjukkan kehebatannya. Di bantu Kahinda selaku majikannya, Kaliwu sedang memusatkan tenaga magisnya. Dari telapak tangan Kahinda, anting Kaliwu berkedip dan melata di tanah seperti ular kecil mainan. Ukurannya seperti sebatang rokok dan itu sangat kecil. Jika, di ibaratkan tubuh Kaliwu itu seperti tiga kecoa berjajar dan berbaris. Kahinda mencoba kembali pemanggilan bentuk besar ular Kaliwu. Dia berkonsentrasi penuh saat ini, dan ketika dua jarinya berada dan menempel di keningnya. Kahinda langsung menyalurkan tenaga Magis yang sudah dipelajari dari Kaliwu. Terlihat benang merah bersinar seperti cahaya laser langsung masuk ke dalam tubuh Kaliwu. Hanya sesaat, Kahinda melihat tubuh Kaliwu semakin membesar dan dia langsung mundur bersama Wan Bin. "W–argh!" Teriak Kaliwu menggema, sisik merahnya terlihat seperti lava berpijar ketika dirinya kembali k
Kahinda pun langsung menutup matanya, dan perlahan dia merasakan sensasi dingin di wajahnya. Dia benar-benar ketakutan ketika melihat taring tajam dan juga panjang hendak menusuk dirinya. "Apa yang kamu lakukan!" teriak Wan Bin yang langsung di lilit ekor kaliwu. Dia tidak mampu bergerak ketika merasakan lilitan itu terus meremas tubuhnya. "Haha, Bagaimana ya rasanya daging manusia??" tanya Kaliwu mengarahkan ekor ke wajahnya sendiri. Dia ingin melihat tatapan ketakutan Wan Bin saat ini. "Apa kamu suka makan daging ular?." Saat ini Kaliwu hanya ingin membalikkan perkataan Wan Bin yang beberapa menit yang lalu tergiur dengan dagingnya. "Kaliwu, lepaskan Wan Bin!." Ucap Kahinda merasakan dan melihat ingatan kaliwu di dalam pikirannya. Kahinda tidak takut, hanya saja dia sedikit merasa pening ketika dirinya terhubung dengan Kaliwu. Walaupun hanya sesaat, Kahinda melihat gambaran wajah seseorang perempuan cantik yang merupakan Ratu ular. Sampai beberapa menit kemudian, Kaliwu lang
Kahinda sesaat hendak melihat apakah sosok Ular besar itu masih bisa bergerak atau sudah mati. Dia dan Wan Bin kemudian mencoba untuk memeriksanya seraya memastikannya. Keduanya berjalan pelan sambil terus memperhatikan tubuh ular besar itu. Keduanya melangkah dengan hati-hati. "Apakah Ular besar ini juga jelmaan?" tanya Kahinda melihat kepala ular besar itu sudah terpisah dari bagian tubuhnya. Banyak darah muncrat ke tanah dan itu terus mengalir seperti aliran dana korupsi. "Sepertinya bukan kak, Jika dia jelmaan seharusnya dia kembali menjadi manusia ketika mati." Ucap Wan Bin yang sekarang sedang menginjak kepala ular besar itu beberapa kali. "Hey, jangan lakukan itu!. Dia sudah mati, jadi perlakuan dengan baik. Lagi pula, kita belum tahu tentang ular ini" ucap Kahinda menggeleng kepala melihat tindakan Wan Bin yang suka sembarangan. "Maaf kak, Tapi sepertinya daging ular ini enak untuk dimasak." Kahinda langsung kaget ketika Wan Bin mengatakan hal itu. Diapun berkata, "A
Wan Bin membuat anggukan, tapi dia tidak langsung menjawab pertanyaan Kahinda. Dia kemudian menatap lencana keluarganya, lencana berbentuk bulat dengan ujung sedikit mengerucut seperti bentuk tameng. Ada gambar terukir di lencana keluarganya. Sebuah gambar berbetuk kepala Burung hantu yang sedang menatap tajam. "Aku ingat wajah mereka tapi aku tidak ingat namanya." Wan Bin kemudian memperlihatkan tulisan aneh dibelakang Lencana keluarganya. Dia kemudian membacakan di depan Kahinda. "Keluarga Wan Bin" itulah tulisan dari huruf aneh yang terbaca. Saat ini Kahinda memperhatikan tulisan tersebut. "Hem, hurufnya seperti paku yang tersusun, Apakah Nyi Salema menamai mu seperti huruf ini?." Kahinda penasaran jika Nyi Salema memang bisa membaca tulisan yang tidak dimengerti olehnya. Mungkin Wan Bin bukanlah nama sebenarnya dari anak berusia 9 tahun tersebut. "Haha, Kak Kahinda salah mengerti. Nama asli ku sebenarnya.." Wan Bin ingin mengatakan namanya ketika suara auman kembali m
Kahinda sedang menggunakan penglihatan Rawang Sanggah. Dia Ingin menemukan tanda kehidupan lain selain kunang-kunang itu. Tapi sayang, pandangan Rawang sanggah terbatas beberapa meter. Dia tak menemukan apapun selain serangga yang sedang hinggap di beberapa pepohonan. "Suaranya dari sebelah sana. Tapi aku tak yakin" ucap Kahinda mendengar suara gema aneh itu kembali. Dia merasakan suara itu dekat tapi dia tidak menemukan apapun di dekatnya. "Kak, kata Nenek jika suara terdengar dekat itu tandanya suara itu jauh." Ucap Wan Bin mengatakan beberapa perkataan neneknya yang dia ingat. "Benarkah?, Apa Nyi Salema mengatakan hal seperti itu?." Kahinda hanya tidak yakin dengan ucapan Wan Bin. Karena dia merasa suara itu begitu dekat dengan mereka. "Benar Kak, Walaupun itu sekedar cerita nenek. Tapi nenek pernah mengatakan itu padaku. Kalau tidak salah saat nenek menceritakan tentang dongeng hantu perempuan yang bernyanyi." Lanjut Wan Bin yang kemudian menceritakan sebuah cerita horor d
Kahinda baru saja masuk, dan dia baru sampai di bagian dalam dekat pintu masuk hutan. Dia dan Wan Bin Mulai melangkah perlahan dengan kudanya. Mereka berdua melihat ke sekeliling dan melihat begitu banyak pohon besar yang menjulang tinggi. Dan yang mereka tak sangka, ternyata pohon itu adalah pohon singkong. Yang memang tumbuh besar di hutan tersebut, mungkin karena tidak terurus atau memang tumbuh liar. Pohon singkong itu tampak seperti pohon biasa pada umumnya. Hanya saja, pohon singkong itu memiliki banyak batang dan rantingnya sendiri. Akar-akar besarnya sendiri terlihat besar seperti umbi yang menjalar. Dedaunan terlihat berjari dan terus bergoyang tertiup angin. "Ternyata ini penampakan Hutan Terlarang, Sungguh aneh untuk dikatakan sebuah hutan. Ini bahkan seperti kebun besar yang ditanami singkong." Ucap Kahinda yang sudah memastikan bagian batangnya. "Kak, Kalau dicabut bisa?" tanya Wan Bin merasa penasaran. "Kalau sanggup bisa saja, tapi siapa yang mau mencabut pohon se