Kahinda kali ini benar-benar dalam masalah, dia yang sudah pasrah hanya bisa berdiam diri ketika Marya Leksula sedang meraih pedangnya. Kahinda sendiri hanya tinggal menunggu waktu yang tepat untuk melakukan sesuatu yang akan membuat Marya terkejut. Sebuah hadiah spesial untuk pemutusan hubungan dan hadiah selamat tinggal yang dipersembahkan pria bejat didepannya.
"Jadi, Bagaimana kalau kita mulai sekarang" tutur Marya Leksula sembari memainkan pedangnya. Dia sendiri sebenarnya tidak takut untuk melepaskan ikatan tali pusakanya yang membelenggu tubuh Kahinda. Jadi setelah mendengar bahwa Kahinda sudah pasrah akan nasibnya, dengan tanpa Ragu Marya Leksula bersiap untuk melepaskan tali sakti tersebut. Hanya dengan satu kibasan pedangnya, tali Sakti itu seketika terlepas dari tubuh Kahinda. Dan hanya dalam sekejap, tali sakti itu menghilang dan kembali ke tangan Marya Leksula. "Baiklah, Sekarang kau yang mulai duluan" lirih Kahinda menyingkap kain yang menutupi kakinya. Dia sedang mencoba untuk memperlihatkan rasa ketertarikan Marya Leksula padanya. "Hahaha, Kahinda Akhirnya kamu mengerti" Tawa Marya Leksula dibarengi langkah kakinya yang bersiap merubuhkan tubuhnya ke arah Kahinda. Tapi, disaat Marya Leksula siap menubruk Kahinda. Dia seketika terkejut melihat senyum di perlihatkan Kahinda yang dibarengi langkah gerakan cepat sebuah tendangan kaki kanan ke arahnya. Yang mana tendang yang diarahkan kahinda seketika langsung memukul wajah pria didepannya. Marya Leksula seketika berteriak kesakitan merasakan ada goresan tajam di pipi kirinya. "Arghhh!, Kahinda!" teriak Marya Leksula melihat sebuah pisau kecil berada di Selop Sandal Kahinda. "Hehe, Apa sakit?" tanya Kahinda yang tidak melepaskan kesempatan begitu saja ketika dirinya melihat marya Leksula yang merasakan sakit di pipinya. Dengan sebuah gerakan cepat, Kahinda memainkan gerak tubuhnya yang terus memainkan tendangan ke arah Marya Leksula. Akan tetapi, Kahinda tidak tahu kalau Marya Leksula sudah bersiap untuk membuat tangkisan pada tendangan yang dia arahkan. Tangan kanan Marya Leksula sekarang berhasil menangkis tendangan kaki kiri Kahinda. "Cih, Bisa-bisanya kau menyembunyikan senjata di sendalmu." ucap Marya Leksula menahan kaki kiri Kahinda. Dan dengan gerakan cepat sembari menahan rasa sakit di pipinya, Marya Leksula membuat gerakan memutar tangan kanannya mencoba untuk menarik Kahinda ke arahnya. Dan dengan sebuah pukulan telapak tangan kirinya, Marya Leksula berhasil membuat Kahinda terpental kebelakang. "Urgh!" teriak Kahinda yang terlempar dan menubruk dinding gua dibelakang tubuhnya. Marya Leksula berdiri sambil mengusap luka gores di pipinya dengan menggunakan tangan kirinya. Dia membaca sesuatu seperti mantra penyembuhan. Hanya sekilas, luka di pipi kirinya seketika merapat dan sembuh total. Yang mana saat marya mengusap pipinya, terdapat cahaya hitam menyala. Lalu Marya kembali tersenyum sambil menghirup dan menghela nafas panjang. "Hahaha, Kahinda Apa kamu mengira bahwa pisau mu bisa membuat ku terluka?, Jika kamu memang ingin membunuh ku, Lakukan saja" Ucap Marya Leksula tidak main-main dengan ucapannya. Bahkan sekarang dia berjalan kembali untuk meraih pedangnya dan langsung melemparkan pedang itu ke arah Kahinda. Suara pedang jatuh seketika menggema ruangan gua yang tertutup itu. Kahinda sekarang benar-benar diremehkan Marya Leksula yang masih bertelanjang dada. "Bagaimana kau melakukannya? padahal luka itu begitu dalam" tanya Kahinda yang tak percaya jika Marya Leksula memiliki kesaktian bisa menyembuhkan luka ditubuhnya. "Kalau kamu mau tahu, Kau sekarang bisa bebas menyerang ku dimana saja dengan pedang itu. Dan setelah kau cukup puas, barulah kamu yang akan membuatku puas, haha." Tawa Marya Leksula sembari berdiam diri dengan tangan dibelakang. Sebuah kondisi dimana Marya Leksula sedang meremehkan Kahinda. "Benarkah?, Kali ini aku tak akan sungkan melakukan tebasan padamu." Ucap Kahinda mencoba untuk berdiri sambil merasakan sakit pinggang akibat terbentur dinding gua. Dia terus menatap Marya Leksula yang sedang membelakangi dirinya dan memperlihatkan dua tangannya yang saling berpanku dibelakang. Kahinda lalu mengambil pedang yang terjatuh di tanah, sambil bersiap membuat gerakan Tebasan ke arah punggung Marya Leksula. "Hyaat!" "Pusaka Tombak Narasula!" teriak Kahinda yang tiba-tiba mengganti pedang Marya Leksula dengan sebuah tombak berwarna emas yang bersinar begitu terang. Pusaka tombak Narasula itu muncul seketika ditangannya, sebuah pusaka indah dengan dua mata tombak di kedua sisi pegangannya. Dan sekarang salah satu mata tombak Narasula langsung menembus tubuh Marya Leksula. Suara lirih daging dan tulang terkoyak seketika terdengar dari tubuh Marya Leksula yang langsung mengalirkan banyak darah. Marya Leksula yang jelas tidak sadar karena sudah meremehkan kahinda, sekarang kedua matanya tertuju melihat kearah sebuah mata tombak yang berhasil menembus tubuhnya. Dan hanya dalam hitungan detik, Tampak dari mulut Marya Leksula seketika langsung memuntahkan darah segar. "Buhuk!." Kahinda sendiri seketika langsung mencabut kembali tombak Narasulanya, dan mundur beberapa langkah ke belakang sembari melihat ekspresi apa yang akan diperlihatkan Marya Leksula padanya. Kahinda menatap tajam kearah punggung marya Leksula, dan dia melihat Marya Leksula memutar tubuhnya. Kedua tatapan mata kembali saling bertemu, Kahinda juga melihat dada Marya yang berlubang. Lubang itu juga mengalirkan darah yang terus mengalir ke arah perutnya. Dan Bukan hanya itu saja yang sekarang dilihat Kahinda. Dia juga melihat dari mulut Marya Leksula mengalirkan banyak darah segar. "Kau kira aku akan mati?" tutur Marya Leksula memperhatikan pusaka yang saat ini dipegang Kahinda. Dia melihat pusaka itu dengan tatapan mata terkejut. Dia tidak pernah tahu soal kahinda yang mampu membuat panggilan benda pusaka. Bahkan dia juga tidak tahu jika Kahinda memiliki sebuah kemampuan lain dalam bertarung. Rasa penasaran ini semakin membuat Marya Leksula terdiam. Dan dia melihat kembali Kahinda menggerakkan tombak ke arah perutnya. "Rasakan ini!" teriak Kahinda yang tidak mau melewatkan kesempatan untuk segera menghabisi Marya Leksula. Dia terus menusuk perutnya, bahkan membuat gerakan memutar tombak seolah-olah dia ingin melampiaskan semua amarahnya. Ada lebih dari 19 luka tusukan ditubuh Marya Leksula sekarang, tapi Kahinda tak melihat Marya Leksula memperlihatkan tanda-tanda kematiannya. Dia masih terus berdiri sambil menatap Kahinda yang bersiap untuk menusuk jantungnya. "Hyat!" teriak Kahinda untuk terakhir kalinya sembari menekan tombak Narasula yang dalam sekejap kembali menembus tubuh Marya Leksula dibagian jantungnya. Marya Leksula sudah tidak bisa bergerak dan hanya bisa menerima hasil telah meremehkan Kahinda. Dia pun sekarang memejamkan mata dan tubuhnya seketika terjatuh di tanah gua. Itulah akhir dari Marya Leksula yang sekarang menghembuskan nafas terakhirnya. Kahinda yang melihat tubuh Marya Leksula seperti sudah tak sanggup bergerak, saat ini dia ingin kembali memastikan bahwa Marya Leksula benar-benar sudah mati ditangannya. Dia menaruh jarinya dibawah lubang hidung Marya Leksula. "Akhirnya dia mati, Ini Hadiah untuk mu" Ucap Kahinda yang tidak serta merta meninggalkan tubuh Marya Leksula begitu saja. Kahinda yang sudah terlampau kesal kemudian memanggil pusaka lain, yang dimilikinya. "Gagang Garda Langit, Munculah" panggil Kahinda melihat ke arah telapak tangannya yang sekarang muncul sebuah pusaka seperti Grip Pemukul yang terbuat dari Logam khusus. Grip itu terlihat memiliki duri tajam yang bisa meremukkan apa saja yang dipukul nya. Sambil memakai Grip Logam itu ditangan, Kahinda berkata, "Aku sebenarnya ingin menghormati mayat mu. Tapi mayat mu saja membuat ku muak" Kahinda langsung membuat pukulan keras ke arah wajah Marya Leksula tanpa ampun. Bahkan ketika dia tahu itu hanyalah wajah tanpa nyawa. Kahinda benar-benar melampiaskan kembali amarahnya. "Hah, Hah, rasanya aku sudah cukup puas sekarang" Ucap Kahinda terengah-engah sembari memperbaiki nafasnya. Kahinda sekarang langsung pergi dan membiarkan mayat Marya Leksula membusuk di gua tersebut. Dia lantas bergegas untuk kembali ke Kerajaan Marpala. "Kahayu, Aku juga akan membuat mu menyesal sekarang" tutur Kahinda kemudian membuat lompatan tinggi menuju ke arah Kerajaan Marpala.Hari sudah sore, ketika Kahinda baru saja menampakan kakinya di pelataran halaman Kerajaan Marpala. Dia melihat begitu banyak prajurit Kerajaan tertidur di tanah. Kahinda juga melihat banyak darah yang mengalir di tubuh semua prajurit dan pasukan Kerajaan. Kahinda juga memeriksa beberapa tubuh mereka yang yang masih bernafas dan menanyakan apa yang sebenarnya sudah terjadi. "Raja Marpala..Putri Kahayu...dan.." Ucap seorang prajurit Kerajaan mencoba untuk memberitahu sesuatu pada Kahinda. Tapi, sayang nyawa prajurit yang sempat diperiksa Kahinda sekarang sudah menghembuskan nafas terakhir. Kahinda masih mencoba untuk melihat beberapa orang yang mungkin saja masih hidup. Tapi, dia tetap tidak menemukan satupun dari mereka yang bisa bertahan. "Ayah, Ibu.." Ucap Kahinda yang langsung berlari menuju ke dalam istana. Dia juga melihat banyak orang yang bersimpuh darah. Tapi saat dia sudah berada di dalam istana Kerajaan, Mata Kahinda langsung terbelalak ketika melihat tubuh ibunya jug
Sekarang Ram Wenang Sendiri jadi sedikit percaya dengan cerita Kahinda yang menceritakan bahwa Kahayu ada sangkut pautnya dengan penculikan Raja Marpala. Tapi, dirinya masih harus membenahi beberapa hal sebelum membuat tindakan. Dia sekarang meminta pada Kahinda untuk menjadi Raja sementara sampai ayahnya benar-benar bisa ditemukan. Tapi, Kahinda menolak hal tersebut dan dia langsung memilih Ram Wenang untuk menjadi Raja sementara Kerajaan Marpala. Dan itu dia katakan sebagai titah langsung dihadapkan semua pasukan Kerajaan Yang tersisa. "Tapi Kahinda, Kamu akan lebih aman disini. Dan tidak mungkin bagiku untuk membiarkan mu berkeliaran bebas" Ucap Ram Wenang jelas tidak ingin sampai keponakannya mendapatkan masalah. Kahinda tetap menolak apa yang diinginkan Ram Wenang, dan dia sendiri juga ingin pergi untuk menemui seseorang yang merupakan gurunya. Namun, Ram Wenang tetap menolak permintaan Kahinda dan dia sekarang meminta beberapa orang untuk menjaga kediaman Kahinda yang berada
Kahinda sendiri sekarang sudah berada di dalam Gua besar dibawah Air terjun. Walaupun dia sudah beberapa kali ke tempat itu, Rasa kagum Kahinda sekarang jadi semakin besar. Bahkan ketika Gurunya memperlihatkan jurus-jurus Baru untuk sekedar pamer padanya. "Nah, Bagaimana dengan jurus Tongkat Pemukul airku?" tanya Pria tua itu memperlihatkan pusaka miliknya yang lain. Dan Kahinda hanya membalas dengan tersenyum. Kahinda sendiri juga baru pertama melihat pusaka berbetuk tongkat itu di pamerkan oleh Gurunya. Ya, dia sudah tidak lagi terkejut melihat Gurunya yang memang suka pamer didepannya. Terlebih ketika Kahinda masih Remaja. Gurunya sering memperlihatkan kemampuan aneh yang membuat dirinya begitu kagum dan menarik dirinya untuk mempelajari hal tersebut. Kahinda juga tahu, jika pamer yang ditunjuk oleh gurunya hanya untuk membuat dirinya senang. Seolah sekarang dia tahu, Kalau Kahinda masih cengeng seperti dulu. Dan tahu kalau Kahinda sedang menyimpan rasa kesedihan paling dalam d
Sudra Karma terus menjelaskan banyak hal yang dia ketahui dari pengalaman berkelananya pada Kahinda. Dan sembari menjelaskan, Sudra Karma juga terus mengingatkan bahwa kemampuan yang dia ajarkan tidak boleh di salah gunakan. Dia juga berpesan agar Kahinda bersungguh-sungguh dalam melatih diri sampai batas waktu yang ditentukan. "Kahinda, mengenai efek samping dari Rangka Rangkup itu kamu pikirkan masak-masak sebelum menggunakannya." Jelas Sudra Karma sembari memberikan beberapa petunjuk dalam penggunaan Kemampuan Rangka Rangkup, yang mana kemampuan itu sendiri memang akan mengikis ingatan seseorang penggunanya. Sudra Karma sendiri juga menceritakan bahwa dirinya pernah menggunakan Rangka Rangkup dan hal itulah yang membuat dirinya menyesal. Dia kehilangan ingatan tentang dari mana dirinya berasal. Walaupun tidak semua ingatan hilang, Sudra Karma sendiri jadi tidak tahu jalan pulang. Kahinda sendiri terus mendengarkan penjelasan Gurunya dan dia yakin bahwa kemampuan Rangka Rangkup
Kemampuan Rangka Rangkup yang Kahinda pelajari merupakan ilmu kesaktian untuk menghasilkan Aura Pelindung. Di dalam pertarungan, pengguna Rangka Rangkup itu mampu menyerap jenis serangan apapun. Hanya saja, Kesaktian Rangka Rangkup memiliki batas dalam penggunaannya. Jika penguna terlalu lama menggunakan Rangka Rangkup, pengguna akan menerima efek samping seperti yang dikatakan sebelumnya dan itu sangat beresiko. Setelah proses penyaluran inti kesaktian Rangka Rangkup, Sudra Karma kemudian meminta Kahinda untuk mempelajari setiap Gerakan yang akan dia tunjukkan. "Ingat Kahinda, Rangka Rangkup punya batas pemakaian. Jika terlalu lama, Besar kemungkinan seluruh ingatanmu akan benar-benar hilang walaupun kamu berusaha menyerap ingatan di bandul kalung itu." Jelas Sudra Karma memainkan beberapa gerakan menyapu kaki dan menyapu tangan. Sudra Karma juga menjelaskan kembali terkait Bandul kalung itu, yang akan memberitahu Kahinda jika batasnya sudah tercapai. Bandul kalung akan bersinar te
Kahinda sekarang hanya bisa menatap dari kejauhan wilayah aliran sungai, Gua air terjun. Dengan menunggangi kuda yang dirawat Gurunya. Kahinda merasa bahwa masih ada sesuatu yang disembunyikan gurunya. Walaupun dia tidak tahu pasti, alasan kenapa Gurunya ingin menutup diri. Kahinda yakin gurunya melakukan itu untuk sebuah tujuan. "Guru, Aku berjanji setelah urusan ku selesai. Aku pasti akan mencari keberadaan anakmu." Ucap Kahinda di dalam hatinya. Kahinda kemudian melihat kembali benda pusaka titipan gurunya. Dia sendiri tidak mengerti kenapa Pusaka pedang Rantai tidak bisa dia simpan di dalam tubuhnya. Bahkan kahinda juga sudah menanyakan pada gurunya, kenapa hal itu bisa terjadi. Kahinda kembali memperhatikan pusaka pedang Rantai itu. Dia kemudian mencoba untuk menarik bilah pedang dari sarungnya, tapi setelah beberapa upaya bilah pedang itu tidak bisa dia keluarkan. Hal itu tentunya kembali membuat Kahinda bertanya-tanya, apakah dirinya memang tidak bisa menggunakannya. "Kurasa,
"Namaku Malani Warangka" Ucap Kahinda memperkenalkan dirinya dengan nama samaran. Tentunya Kahinda tidak ingin jati dirinya terungkap sekarang. Dengan rasa penasaran yang tinggi, Kahinda merasa bahwa dia sudah melakukan tindakan yang benar. Ranji Solaka terkekeh kecil, ketika mendengar nama Kahinda. "Nama yang Bagus untuk seorang perempuan pengembara." Ujar Ranji Solaka yang terus memperhatikan wajah Cantik Kahinda dengan kemolekan tubuh yang menjadi idaman dan dambaan hati setiap pria yang melihatnya. Ranji Solaka tidak pernah salah memasang matanya, dengan sikap sedikit cueknya. Dia berharap bisa lebih mengenal perempuan yang sekarang berada didepannya. Dan dia tidak pernah gagal dalam upayanya. "Terimakasih, maaf jika nanti merepotkan" tutur Kahinda yang kemudian berjalan ke arah kudanya dan melepaskan tali pengikatnya. Setelah beberapa menit berjalan, Kahinda yang sekarang berada di belakang rombongan bersama Ranji Solaka. Keduanya saat ini saling berbagi informasi, terlebih
Kahinda terus mendengar tawa Ranji Saloka dan beberapa orang anak buahnya. Ada sekitar 6 orang berpakaian serba hitam dan pakaian itu berbeda dari sebelumnya. Walaupun sebenarnya Kahinda bisa lari atau kabur, Dia tetap masih penasaran dengan sosok Ranji Saloka. Bukan karena dia naksir atau terpikat dengannya. Akan tetapi, Kahinda yakin bahwa Ranji Saloka memang menyembunyikan sesuatu di Gerobak tandu yang diaraknya. Kembali tatapan keduanya bertemu, Kahinda juga terus memperhatikan sekitar. Dia tidak ingin membuat gerakan apapun selain mundur kesamping. Bagaimana pun, Kahinda saat ini sudah terkepung dan jika sampai dia membuat langkah yang salah. Tentunya hal itu akan membuat dirinya tak memperoleh penjelasan dari Ranji Saloka. "Sudah aku katakan, Aku cuma pengantar. Lagi pula, apa yang bisa kamu lakukan jika mengetahui siapa aku sebenarnya?." Tutur Ranji Saloka terdiam beberapa saat sambil memberikan intruksi pada bawahannya. Dia sekarang memberikan kode khusus yang hanya bisa dim
Di belakang Mayapena bersaudara, kaliwu membuka mulutnya lebar-lebar ketika dia melihat ke arah keduanya. Dia melata pelan tanpa bersuara, tampak tubuhnya begitu elastis dengan Kepala mendongak ke bawah. Dia bukan ular kobra atau semacamnya, tapi dia mendirikan kepalanya seolah seperti tiang listrik. Dia memperlihatkan taringnya yang tajam sambil melirik ke arah Ragul. Dia sedang menunggu waktu yang tepat untuk melakukan serangan. Bahkan kedua Mayapena bersaudara pun tak sadar jika dibelakang mereka muncul sosok Ular besar. "Kak, Dia begitu mulus. Sebelum kita menggunakannya. Aku ingin mandi kembang terlebih dulu." Ucapan itu keluar dari mulut Ragul yang sedang meremas kain baunya. "Haha, Itu lebih baik." Balas Ragil yang sedang mengikat Kahinda dengan tali yang belum terikat kuat dan mengencangkan–nya. "Aku sudah tak butuh ini" Ragil melemparkan kain bau ke belakang dan itu tepat masuk ke dalam mulut Kaliwu. Kahinda yang saat ini belum memberikan aba-aba, begitu terkejut ket
Ragul pun ikut melompat ke arah Kahinda. Dia sudah mempersiapkan dirinya untuk dijadikan pengalihan. Dia bersama Kakaknya, akan melakukan segala cara hanya untuk menangkap Kahinda, walaupun harus mempermalukan dirinya. Bagaimana pun, keduanya sudah sangat tergoda dengan kemolekan dan kecantikan Kahinda. Terlebih bagi Ragil sendiri, Kahinda adalah tipe wanita yang sempurna untuk dijadikan istrinya. Ragul hanya mengikuti keinginan Kakaknya, dia sekarang tertawa lebar ketika melihat Kahinda memperhatikan dirinya. Dia berdiri dengan begitu tegap dan berani. "Hey, Cantik lihat aku." Ucapnya sembari tertawa lepas, ketika dia memperlihatkan bulu ketiaknya. "Kalian berdua memang menjijikkan!" Bentak Kahinda seketika menerima tendangan Ragil di perutnya. Dia langsung terpental mundur ke belakang dan terjatuh ke sisi pinggir danau. Ragil dan Ragul kembali tertawa, ketika tahu Kahinda bisa dengan semudah itu dikalahkan. Ragul kemudian mengenakan pakaiannya kembali dan dia hanya ingin mempe
Ragil dan Ragul tak menyangka, Wanita didepannya begitu ahli dalam pertarungan. Keduanya pun mundur kebelakang ketika merasa pukulan palu mereka tidak membuat Kahinda menyerah. Bahkan keduanya sekarang begitu terkejut melihat Kahinda kembali membuat ejekan. "Dua lawan satu, Ayo kalian maju?!" tantang Kahinda membuat senyum cantik di depan mereka. Tampak bibir dan giginya telihat manis saat membuat senyum itu. Ragil kemudian meminta Adiknya untuk mundur dan berbisik beberapa hal. Dia ingin tahu apakah Kahinda memang sehebat itu, dan mampu membuat mereka mundur kebelakang. "Kau mengerti kan" tutur Ragil yang meminta Adiknya untuk melakukan sesuatu. "Malulah, Masa aku buka pakaian?" Ragul langsung dijitak Kakaknya yang memiliki Rencana dan siasat aneh. Kahinda terbengong beberapa saat, ketika dia melihat Ragil maju dan Ragul melangkah ke arah samping. Dia terus memperhatikan keduanya, "Apa yang kalian Rencana kan?" tanya Kahinda. Ragil hanya tersenyum sebelum dia pada akhirnya
"Haha, Aku sudah cukup lega sekarang. Wanita ini begitu mulus dan terasa Enak untuk digunakan." Tutur Sosok Botak berjanggut. Dia adalah Ragil Mayapena yang sedang mengikat seorang wanita cantik hasil tangkapannya. "Lain kali aku mau duluan Kakak, Aku juga mau merasakan Wanita yang masih Perawan." Ucap Ragul Mayapena sembari duduk dan memperhatikan Kakaknya yang sedang membenarkan celananya. "Tapi sayang, dia tak terlalu banyak menjerit. Padahal aku lebih suka Wanita yang melawan." Ucap Ragil Mayapena berjalan ke arah kudanya. Dan saat dirinya berbalik arah, dia langsung mendengar suara Ragul Mayapena yang terjatuh. "B–wah!" Ragul Mayapena tersungkur ke tanah ketika dirinya mendapatkan sebuah tendangan keras dari Kahinda. "Ragul!" teriak Ragil melihat ke arah seseorang Wanita yang berdiri di belakang Ragil. Ragul langsung bangkit, dan memperhatikan wanita di belakangnya. Dia langsung tersenyum melihat sosok Kahinda, "Kak, Bukankah dia Wanita di kedai." Ucap Ragul bangkit dan
Dua hari kemudian, Kahinda dan Wan Bin tengah mempersiapkan diri mereka untuk kembali memutar jalan. Mereka sedang menunggu Kaliwu menunjukkan kehebatannya. Di bantu Kahinda selaku majikannya, Kaliwu sedang memusatkan tenaga magisnya. Dari telapak tangan Kahinda, anting Kaliwu berkedip dan melata di tanah seperti ular kecil mainan. Ukurannya seperti sebatang rokok dan itu sangat kecil. Jika, di ibaratkan tubuh Kaliwu itu seperti tiga kecoa berjajar dan berbaris. Kahinda mencoba kembali pemanggilan bentuk besar ular Kaliwu. Dia berkonsentrasi penuh saat ini, dan ketika dua jarinya berada dan menempel di keningnya. Kahinda langsung menyalurkan tenaga Magis yang sudah dipelajari dari Kaliwu. Terlihat benang merah bersinar seperti cahaya laser langsung masuk ke dalam tubuh Kaliwu. Hanya sesaat, Kahinda melihat tubuh Kaliwu semakin membesar dan dia langsung mundur bersama Wan Bin. "W–argh!" Teriak Kaliwu menggema, sisik merahnya terlihat seperti lava berpijar ketika dirinya kembali k
Kahinda pun langsung menutup matanya, dan perlahan dia merasakan sensasi dingin di wajahnya. Dia benar-benar ketakutan ketika melihat taring tajam dan juga panjang hendak menusuk dirinya. "Apa yang kamu lakukan!" teriak Wan Bin yang langsung di lilit ekor kaliwu. Dia tidak mampu bergerak ketika merasakan lilitan itu terus meremas tubuhnya. "Haha, Bagaimana ya rasanya daging manusia??" tanya Kaliwu mengarahkan ekor ke wajahnya sendiri. Dia ingin melihat tatapan ketakutan Wan Bin saat ini. "Apa kamu suka makan daging ular?." Saat ini Kaliwu hanya ingin membalikkan perkataan Wan Bin yang beberapa menit yang lalu tergiur dengan dagingnya. "Kaliwu, lepaskan Wan Bin!." Ucap Kahinda merasakan dan melihat ingatan kaliwu di dalam pikirannya. Kahinda tidak takut, hanya saja dia sedikit merasa pening ketika dirinya terhubung dengan Kaliwu. Walaupun hanya sesaat, Kahinda melihat gambaran wajah seseorang perempuan cantik yang merupakan Ratu ular. Sampai beberapa menit kemudian, Kaliwu lang
Kahinda sesaat hendak melihat apakah sosok Ular besar itu masih bisa bergerak atau sudah mati. Dia dan Wan Bin kemudian mencoba untuk memeriksanya seraya memastikannya. Keduanya berjalan pelan sambil terus memperhatikan tubuh ular besar itu. Keduanya melangkah dengan hati-hati. "Apakah Ular besar ini juga jelmaan?" tanya Kahinda melihat kepala ular besar itu sudah terpisah dari bagian tubuhnya. Banyak darah muncrat ke tanah dan itu terus mengalir seperti aliran dana korupsi. "Sepertinya bukan kak, Jika dia jelmaan seharusnya dia kembali menjadi manusia ketika mati." Ucap Wan Bin yang sekarang sedang menginjak kepala ular besar itu beberapa kali. "Hey, jangan lakukan itu!. Dia sudah mati, jadi perlakuan dengan baik. Lagi pula, kita belum tahu tentang ular ini" ucap Kahinda menggeleng kepala melihat tindakan Wan Bin yang suka sembarangan. "Maaf kak, Tapi sepertinya daging ular ini enak untuk dimasak." Kahinda langsung kaget ketika Wan Bin mengatakan hal itu. Diapun berkata, "A
Wan Bin membuat anggukan, tapi dia tidak langsung menjawab pertanyaan Kahinda. Dia kemudian menatap lencana keluarganya, lencana berbentuk bulat dengan ujung sedikit mengerucut seperti bentuk tameng. Ada gambar terukir di lencana keluarganya. Sebuah gambar berbetuk kepala Burung hantu yang sedang menatap tajam. "Aku ingat wajah mereka tapi aku tidak ingat namanya." Wan Bin kemudian memperlihatkan tulisan aneh dibelakang Lencana keluarganya. Dia kemudian membacakan di depan Kahinda. "Keluarga Wan Bin" itulah tulisan dari huruf aneh yang terbaca. Saat ini Kahinda memperhatikan tulisan tersebut. "Hem, hurufnya seperti paku yang tersusun, Apakah Nyi Salema menamai mu seperti huruf ini?." Kahinda penasaran jika Nyi Salema memang bisa membaca tulisan yang tidak dimengerti olehnya. Mungkin Wan Bin bukanlah nama sebenarnya dari anak berusia 9 tahun tersebut. "Haha, Kak Kahinda salah mengerti. Nama asli ku sebenarnya.." Wan Bin ingin mengatakan namanya ketika suara auman kembali m
Kahinda sedang menggunakan penglihatan Rawang Sanggah. Dia Ingin menemukan tanda kehidupan lain selain kunang-kunang itu. Tapi sayang, pandangan Rawang sanggah terbatas beberapa meter. Dia tak menemukan apapun selain serangga yang sedang hinggap di beberapa pepohonan. "Suaranya dari sebelah sana. Tapi aku tak yakin" ucap Kahinda mendengar suara gema aneh itu kembali. Dia merasakan suara itu dekat tapi dia tidak menemukan apapun di dekatnya. "Kak, kata Nenek jika suara terdengar dekat itu tandanya suara itu jauh." Ucap Wan Bin mengatakan beberapa perkataan neneknya yang dia ingat. "Benarkah?, Apa Nyi Salema mengatakan hal seperti itu?." Kahinda hanya tidak yakin dengan ucapan Wan Bin. Karena dia merasa suara itu begitu dekat dengan mereka. "Benar Kak, Walaupun itu sekedar cerita nenek. Tapi nenek pernah mengatakan itu padaku. Kalau tidak salah saat nenek menceritakan tentang dongeng hantu perempuan yang bernyanyi." Lanjut Wan Bin yang kemudian menceritakan sebuah cerita horor d