Pagi begitu mendung, hujan dalam hitungan menit akan segera turun. Sulastri sudah berada di pekarangan rumah Mbok Siem untuk mencari tahu akan kebenaran yang selama ini dia pertanyakan dalam hati.
“Mbok Siem, mbok-” sahut Sulastri. Wajahnya dipenuhi pertanyaan yang tak henti-hentinya. Langkahnya gusar menemui sang dukun beranak sakti yang dipercaya oleh seluruh warga di kampungnya.
“Aku tahu akan maksud kedatanganmu kemari Lastri!” Mbok siem masih setia mengunyah sepahan daun sirih gambir di mulutnya hingga berwarna merah seperti habis makan ayam hidup. “Dimana bayi itu? kenapa kau tinggalkan dia sendirian di rumah!”
Mbok Siem tampak murka karena Lastri hanya datang sendiri.
“A-Aku tinggalkan dia di rumah MBok.”Sesal Sulastri. “Lagipula dia kan bayi tidak akan kabur kemana-mana, aku hanya ingin tahu tentang-”
Belum sempat dia meneruskan ucapannya Mbok Siem segera memotong ucapannya, ”Jangan menganggapnya bayi biasa, dia adalah bayi ajaib.”
“Bayi ajaib?apa maksud mbok Siem?”tanya Sulastri keheranan.
“Dia adalah anak yang terlahir dari jelmaan manusia setengah dewa, dia itu anak ajaib!”
Sulastri membenarkan segala kejadian yang dialami olehnya saat mengasuh bayi tersebut. Hanya dalam satu minggu sang bayi sudah bisa belajar berjalan dan mulai berbicara. Bukan seperti bayi pada umumnya yang berkembang sesuai usianya.
“Jaga bayi itu hingga usia dia lima tahun, jangan sekalipun membiarkan dia pergi ke hutan,” pesan MBok Siem pada Lastri. Sulastri yang mendengar hal tersebut mempercayai penuh apa yang diamanatkan oleh sang dukun desa.
Namun sebenarnya di balik kebaikan sang dukun desa tersirat niat jahat yang Sulastri tidak ketahui.
“Baiklah saya pulang dulu, saya mengerti akan segala yang terjadi selama ini, aku jadi sudah tidak bingung lagi mbok.” Sulastri pergi dari rumah sang dukun dan kembali ke rumahnya dengan sedikit perasaan lega setelah mendengar penjelasan dari sang Dukun Sakti tersebut.
Beberapa saat kemudian, Lastri kembali kaget dengan ulah sang bayi ajaib, Rangga yang sebelumnya di tinggalkan sedang bermain air saat mandi, kini sudah berpakaian rapi dan sedang menikmati ubi rebus di bale depan rumahnya.
“Ka-kamu? lama-lama aku bisa gila melihat semua tingkah anehmu nak.”
Sang bayi ajaib hanya tertawa seolah menertawakan nenek angkatnya tersebut. Sulastri masuk ke dalam rumahnya dan memasak untuk sang anak saat pulang nanti.
“Ibunda, Arya pulang membawa banyak buah hari ini,” ucap Arya seraya memberikan buah-buahan yang ada di tangannya.. Rangga tidak banyak menunjukkan kehebatannya pada Arya, dia hanya senang menggoda nenek angkatnya.
“Arya kamu pasti tidak akan percaya kalau ibu bercerita mengenai anak ajaib ini.”
Sulastri menceritakan hal ajaib yang dialaminya saat Arya pergi ke hutan. “Arya hanya tersenyum tipis dan menganggap ibunya sedang kelelahan hingga bisa berasumsi berlebihan. “Ibu, lebih baik istirahat dulu ya, biar Arya yang bergantian menjaga Rangga.”
Arya masih tidak mempercayai hal aneh yang terjadi pada bayi yang ia beri nama Rangga tersebut.
Sebelumnya di hutan, Arya bertemu lagi nenek gendeng di dalam hutan, dan sang nenek berkali-kali mengingatkan untuk menjaga baik-baik sang bayi. Arya tetap saja tidak menganggapnya serius. Baginya perkataan mbah Ratih maupun ibunya bukan hal serius yang perlu dia pikirkan. Namun pada kenyataannya bayi Rangga adalah memang bayi ajaib yang lahir di tahun emas tepat di bulan purnama. JIka saja Rangga jatuh di tangan yang salah maka binasalah dunia akan keserakahan aliran hitam.
“Mengapa banyak orang menganggap Rangga ini bayi istimewa? Bapa berjanji akan menjagamu nak,” janji Arya sambil mengusap kepala sang bayi. Bayi rangga tersenyum lalu kembali tertidur dan bermimpi indah.
***
Hanya Sulastri, Mbok Siem dan mbah Rasih yang mengetahui kebenaran tentang sang bayi. Arya masih bersikukuh tidak percaya dengan cerita-cerita ibunya yang menurutnya tidak masuk akal.
Beberapa bulan berlalu, tiba saatnya musim panen di pertengahan tahun emas.
“Bu, besok aku mau ke kampung Padalang menjual singkong dan ubi yang sudah aku panen kemarin.”
Arya mengasah pisaunya untuk dia bawa berkelana. Sudah menjadi kebiasaan warga kampung duku untuk berkelana saat musim panen tiba. Itu sudah menjadi kebiasaan yang turun temurun. Termasuk saat hilangnya ayah Arya yang sedang berkelana ke kampung seberang yang cukup jauh bersama sahabatnya.
“Apakah kamu yakin akan pergi?” Sulastri selalu mengkhawatirkan anaknya saat hendak mencari pengalaman ke daerah lain. Tujuan utama selain berdagang adalah untuk menambah ilmu dan pengalaman bagi para pemuda desa.
“Ibu tidak mau kehilangan lagi setelah ayahmu.”
Sulastri menghela nafas panjang ini adalah tahun kesepuluh suaminya pergi dan tak pernah kembali. Dan ini adalah kali kedua bagi Arya hendak berkelana ke daerah lain yang jauh dari tempat tinggalnya. “Aku titip Rangga ya bu,” ucap Arya dengan wajah penuh harapan.
Malam semakin larut, Arya sudah tidak sabar untuk pergi ke kampung Padalang esok dengan pemuda-pemuda lainnya. Tidak jarang beberepa pemuda yang kemudian menikah dengan penduduk kampung tempat mereka berkelana. Begitupun Arya yang sangat berharap segera bertemu dengan jodohnya di usianya yang sudah tidak muda lagi.
Kicauan burung Nuri dan beberapa burung kecil lain di dahan-dahan pohon besar. Arya
terbangun dan menatap bayangan mentari yang sudah cukup tinggi. “Bu, mengapa tidak membangunkanku?” Arya gusar dan segera menuju sumur untuk membersihkan diri. Sulastri nampak sedang menyuapi Arya dengan tepung beras yang ia tumbuk sendiri kemarin.
“Ibu memang sengaja tidak membangunkanmu Arya,”lirih Sulastri sambil terus menyuapi cucunya. “Nek, tidak boleh begitu sama bapa Arya!” celoteh Rangga pada neneknya.
“Sudah diam kamu anak bayi tahu apa?”
Lastri kemudian menyiapkan makanan untuk perbekalan anaknya selama di perjalanan.
“Bu, aku pamit dulu,” Arya mencium tangan ibunya kemudian mencium kening Rangga.
“Jangan nakal ya nak, bapa tidak lama.”
Rangga hanya tersenyum.
“Bawa bekal ini, ibu tahu kamu tidak akan mau sarapan sekarang karena sudah terlalu siang, mungkin juga teman-temanmu yang lain sudah pergi jauh Nak, apa tidak lebih baik kamu di rumah saja?” tanya Sulastri.
Arya menggeleng dan tetap pada pendiriannya, “Biarkan aku tertinggal, nanti juga ketemu bu di kampung Padalang.”
Sulastri melepas anaknya dengan mata berkaca-kaca. Dia selalu berdoa agar anaknya tidak mengalami hal yang sama seperti ayahnya.
Pikiran Sulastri tiba-tiba kembali ke masa saat melepas suaminya pergi untuk berkelana. Dulu mereka memiliki ladang yang begitu luas, namun setelah kepergian ayah Arya dan menghilang tanpa jejak. Kini ladang yang digarap tinggal beberapa petak saja.
Sulastri tetap saja setia melihat punggung anak lelakinya yang berlalu dari rumahnya hingga bayangannya tak terlihat lagi, sementara itu Sulastri yang terlena karena kepergian Arya hingga melupakan cucunya yang makin banyak bertingkah saat di tinggalkan oleh Arya. “Ya ampun aku melupakan Rangga, dimana bayi ajaib itu?”
“Rangga-” teriak Sulastri mencari-cari keberadaan cucunya tersebut. “Pasti dia berulah lagi,” tebak ibu Arya tersebut.“Di mana kamu bayi ajaib?”Setelah selama satu jam mencari-cari akhirnya dia menyerah, Sulastri merebahkan badannya di bale luar.“Aku di sini nek, ayo kejar aku.”Sang bayi ajaib berjalan layaknya orang dewasa dan perlahan dia mengerjai sang nenek dengan tingkah polahnya yang lucu. “Sudah Rangga, nenek capek, lebih baik kamu makan bubur beras lagi ya nanti nenek buatkan.”Sang bayi ajaib mengangguk dan bersiap untuk makan yang kedua kalinya. Walaupun badannya masih kecil tetapi Rangga bisa menghabiskan makanan hingga berkali-kali.Seminggu berlalu Rangga tumbuh seperti balita berusia 3 tahun. Sulastri sudah tidak heran karena dari awal memang Rangga adalah anak spesial dari sang Dewa. Dia kini sudah akrab dengan si kecil dan menerima Rangga seperti cucu kandungnya sendiri.Sementara di kampung Padalang, Arya sedang sibuk melayani pembeli di pasar. Dia memang pemuda y
“Apa nek?” tanya Arya sambil membuka kedua telinganya siap menerima informasi penting. Sang nenek merubah posisinya dari berbaring ke posisi duduk dengan perlahan. Arya mencoba membantu namun sang nenek menolak. “Sebenarnya ini ada hubungannya dengan anak angkatmu Arya.” Sang nenek mulai bercerita. Arya yang memang sedang mencari tahu lebih jauh tentang anaknya yang tumbuh lebih cepat dari bayi seusianya semakin penasaran di buatnya.“Dulu aku pernah mengatakan bahwa anak bayimu bukanlah bayi biasa, sepertinya perkiraanku benar, bayimu sedang menjadi incaran para pendekar dari aliran hitam.”Nenek gendeng mencoba mengingat-ingat kejadian yang menimpanya satu minggu yang lalu.“Seminggu lalu pendekar hitam Halimun datang kemari, dia menganggap bayi yang di tunggu-tunggu lahir di tahun Emas masih ada di hutan ini, dia mengira bahwa aku menyembunyikan bayi ajaib itu.”Arya masih bergeming, telinganya masih ia pasang dengan baik untuk mendengarkan apa yang sebenarnya terjadi.“Kamu masih
Beberapa langkah ia menuju perguruan Gombang yang hendak ia tuju. Ia berjumpa dengan hewan yang tak biasa. Kepalanya berbentuk monyet namun dia berjalan layaknya serigala. Hewan itu berekor tiga. Arya terkejut melihat binatang aneh tersebut. Dia mundur beberapa langkah dari posisinya semula. Tampak hewan tersebut mendekatinya dan mencium bau manusia. "Siapa kamu?"Hewan itu bisa berbicara bahasa manusia, Arya yang berbalik dari hewan tadi terkejut mendengar dia bisa bicara. "Aku Arya, aku hendak masuk ke perguruan Gombang untuk mencari sesuatu."Arya menyampaikan maksudnya berharap sosok hewan aneh tadi akan mengizinkannya masuk. "Tidak bisa, orang asing tidak bisa sembarangan masuk ke area padepokan Ki Aji Sakti."Hewan itu kemudian menatap tajam Arya, lalu berusaha mendorongnya jauh dari tempatnya berdiri.Dengan dorongan yang begitu pelan saja, Arya terpental hingga beberapa meter dari tempatnya berdiri tadi."Tolong izinkan saya untuk bertemu Ki Aji Sakti, ku mohon. Ini menyan
Arya tak kuasa menahan amarahnya setelah berkali-kali mendapat serangan dari si ekor tiga. Dia tidak mampu menguasai dirinya yang masih terbalut emosi. Tiba-tiba seorang lelaki tua menghampiri mereka yang sedang berduel dan menghempaskan angin ke arah keduanya."Maafkan kami guru, telah membuat keributan di wilayah ini."Si Ekor Tiga seketika berubah menjadi lelaki kekar nan tampan menundukkan kepalanya di depan sang lelaki tua. "Apakah gerangan yang membawamu datang ke tempatku anak muda?" ucap lelaki berjanggut putih tersebut."Saya Arya guru, apakah benar anda adalah ki aji sakti pemilik padepokan ini?" tanya Arya balik.Lelaki itu tidak banyak berkata apa-apa. Dia hanya mengangguk pelan sambil memperhatikan gerak-gerik Arya. "Sepertinya kamu datang dari jauh?" jawab ki Aji Sakti."Betul guru, perkenankan saya mencari tahu lebih jauh mengenai pesan dari seseorang mengenai keberadaan daun sakti 'tunjuk langit'."Ki Aji sakti seketika terdiam mendengar daun langka yang hanya beberapa
Arya tetap menyasar setiap tempat dan memasang tatapan penuh pada setiap apa yang ia temukan di dalam hutan. Dia tidak ingin menyakiti sedikitpun penduduk hutan dan membuat masalah di tempat yang terkenal angker itu. Arya memerhatikan setiap bentuk daun yang baru ia temui di hutan tersebut. Namun belum juga ia temui ciri-ciri yang sesuai dengan apa yang ia cari dalam misi kali ini. "Dimana si ekor tiga?" ucapnya dengan lirih. Arya yang mulai merasakan lapar kemudian menghentikan langkahnya dan berteduh di sebuah pohon besar. "Aku makan lebih dulu kalau begitu, aku kehilangan jejaknya," batin Arya. Dia merasa ragu untuk membuka bekal sendirian dan meninggalkan ekor tiga. Namun ia tidak memiliki pilihan lain. Dia merasa sangat lapar. Tanpa dia sadar, sosok yang mengikutinya sedari awal perjalanan masih terus mengawasinya. Dia adalah sosok halus tak kasat mata yang tidak mampu di tangkap oleh mata manusia biasa. Hanya mereka yang memiliki ilmu tinggi dan siluman saja yang mampu merasak
Arya berlari mencari bayangan sang gadis cantik yang membuatnya terpesona. Arya yakin sekali jika dia benar-benar menlihat sosok wanita di hadapannya. Namun dalam sekejap bayangan itu hilang dan Arya berada di sebuah tempat yang gelap, sehingga dia sendiri tidak mampu melihat sekitarnya."Ada apa ini?" Arya bersiap jika sewaktu-waktu ada bahaya yang datang. Arya dia menyadari jika dirinya sedang berada di dunia lain. Larangan sang guru tidak dia ingat-ingat lagi. Dan akhirnya dia terjerumus di dalam buaian sang ratu penunggu hutan terlarang. "Arya, apakah itu namamu?" tanya suara tanpa raga itu. Arya tidak menjawab dalam beberapa saat. Dia tetap bersiaga jika memang ternyata itu adalah tanda bahaya baginya. Arya mencoba menyusuri langkah kakinya dengan hati-hati. Dia tidak mau jika sampai membuat kesalahan. "Mengapa kamu tidak menjawab pertanyaanku?" sambung suara wanita tadi. "Aku bukan penghuni hutan ini, jadi biarkanlah aku pergi dan kembali ke duniaku," ucap Arya yang tersadar j
Arya teringat cerita ibunya tentang para siluman di dalam hutan. Dia teringat saat kecil ibunya sering menceritakan beberapa dongeng tentang kehidupan gaib di dalam hiutan. Seiring berjalannya waktu dia benar-benar mengalami berjumpa dengan para makhluk halus di dalam hutan. Tidak seperti dongeng, namun terasa begitu nyata. Kini, dalam gelapnya hutan terlarang dia sendirian menghadapi makhluk hutan yang sedang mencoba merayunya. Dia tidak tahu apakah maksud dari si 'penggoda' itu berniat baik atau justru akan mencelakainya. Dia tetap dalam posisi petapaannya. Dia fokus terhadap dirinya dan mawas diri jika ada bahaya mengancam."Arya-"Sekilas suara itu mirip dengan si Ekor tiga. Namun dia tidak mau gegabah menghadapinya. Mungkin itu jebakan si wanita penjaga hutan terlarang tadi. Arya tidak goyah untuk tetap bertapa dalam keheningan. Si wanita itupun merasa semakin tertarik untuk mendekati Arya yang bersungguh-sungguh melepaskan jeratan dirinya.Dalam sekejap Arya tertidur karena tid
Arya memikirkan sesuatu agar bisa terlepas dari jeratan siluman hutan itu. Arya mencoba melancarkan sebuah tipu muslihat agar siluman itu percaya padanya. Arya berpura-pura setuju dengan perjanjian tersebut dan meminta agar Ratu hutan segera melepaskannya. Dia tahu jika dia pasti akan kalah jika mengalahkan ratu hutan sendirian. Setidaknya jika dia meminta bantuan ekor tiga yang sakti mandraguna ia bisa berhasil keluar dari hutan setelah mendapatkan daun ajaib yang sedang ia cari-cari."Baiklah, aku akan mengikuti apa yang kamu mau. Tetapi aku mau kamu tunjukkan dulu daun itu dan biarkan aku memberikannya kepada ekor tiga. Setelah itu aku akan tinggal disini bersamamu," ucap Arya dengan berhati-hati.Beberapa lama mereka hening tanpa suara. Akhrinya sang Ratu hutan menyetujui hal tersebut. Dia menunjukkan keberadaan daun ajaib itu dan Arya mengambil secukupnya. "Terima kasih," ucap Arya pada siluman tersebut. Arya keluar dari hutan dan akhirnya bertemu dengan ekor tiga. "Kemana saja