Arya segera kembali ke dalam hutan dan menuju ke tempat semula. “Aku tadi berada di sini, aku yakin sekali.”
Arya memeriksa sekitar dan tidak menemukan apapun. “Kamu mencari ini?” Suara seorang nenek tua mengagetkan Arya. Mbah Rasih penjaga hutan yang terkenal gendeng alias sedikit gila. Konon dia dulunya adalah seorang pendekar wanita hebat. Dia telah memiliki seorang putri cantik hasil hubungannya dengan pendekar musuh perguruan ayahnya, namun karena tidak disetujui oleh ayahnya Mbah Rasih pergi mengembara dengan membawa sang bayi. Pada suatu ketika sang gadis kecil tumbuh menjadi wanita cantik dan bertemu pangeran dari kerajaan Budaya. Pihak kerajaan meminta putrinya untuk jadi bagian dari kerajaan. Akhirnya Mbah Rasih tinggal hidup di hutan seorang diri.
“Kamu mencari jimat ini pemuda tampan?”ucap mbah Rasih.
Arya menoleh dan menatap sang nenek tua yang bergelantungan di dahan pohon. “Dari mana mbah tahu?” Arya mencoba meraih kalung jimat dari tangan sang nenek gendeng itu.
“Eits, tidak semudah itu anak muda, kejar aku kalau bisa,haha.”
Arya merasa tertantang dan mengejar sang nenek tua itu, “Mau kemana kamu Mbah?”
Arya mencoba mengimbangi langkah besar mbah Ratih dan berkali-kali mencoba merebut kalung jimat itu tetapi tidak juga berhasil.
“Hah, umur saja muda tetapi lembek,haha.” Ledek Mbah Rasih.
“Sudahlah mbah, hari sudah mulai gelap, aku harus segera mengalungkannya kepada Rangga.”
Mbah Ratih menghentikan lompatannya di dahan pohon besar. “Jadi namanya Rangga, apa pedulimu terhadap bayi temuan itu Arya?”ucap nenek tua itu.
Arya bergeming, dia pun tidak tahu mengapa memutuskan untuk mengasuh sang bayi yang tidak tahu asal usulnya tersebut. Arya hanya merasa kasihan melihat bayi tak berdosa itu sendirian di dalam hutan. Belum tentu orang lain yang menemukannya akan mengurus bayi tersebut.
“Sudahlah aku juga sudah lelah, ini aku kembalikan!”
Mbah Rasih melemparkan kalung jimat itu kepada Arya, “Kamu harus tetap berhati-hati pada MBok Siem, dia itu licik!” Nenek gendeng meninggalkan Arya tanpa memberi penjelasan lebih jauh apa maksud perkataannya.
Arya tidak mengambil pusing perkataan sang nenek gendeng itu. Dia segera pergi dari hutan dan kembali ke rumahnya.
***
“Bu, aku sudah menemukan kalung jimat ini.” Ucapan Arya hampir saja membangunkan sang bayi yang tertidur dalam ayunan kain. “SStt, jangan bersuara keras, Rangga baru saja tidur.” Ibunya mengalungkan jimat tersebut kemudian pergi ke dapur dan menyiapkan singkong rebus untuk Arya.
“Makanlah dulu, dari pagi kamu pasti belum makan.”
Arya meraih tembikar berisi makanan dan memakannya dengan lahap. “Terima kasih bu.”
“Arya, ibu mau bicara denganmu!”
Arya menghentikan gerakan mengunyahnya dan meminum air dari dalam kendi yang tersedia di meja. “Ada apa bu?” ucap Arya penasaran.
“Sebenarnya ibu sedikit keberatan atas kehadiran bayi ini. Entah mengapa firasat ibu mengatakan bayi ini bukan bayi biasa,” jelas Ibunya.
“Tapi bu, mengapa ibu bisa berfikiran seperti itu?”
Ibu Arya menatap lekat sang bayi yang masih merah itu. “ Ini adalah bulan purnama di tahun emas. Menurut kalender kuno akan hadir seorang penerus kegelapan yang ditunggu-tunggu oleh aliran hitam.”
Arya menggernyitkan dahi dan belum paham atas perkataan sang ibunda. “Tetapi belum tentu juga Rangga adalah bayi yang di maksud bu,” jawab Arya.
Ibu Arya masih merasa cemas dengan ramalan dari leluhurnya. DIa khawatir kehadiran sang bayi di kampungnya akan membawa malapetaka.
“Sudahlah bu, itu masih ramalan yang belum tentu terjadi. Ibu tidak usah khawatir yang berlebihan.”
Arya mencoba menenangkan ibundanya. Dan kembali melahap singkong yang masih berasap itu.
Malam semakin larut, namun sang bayi tertidur sangat pulas. Beberapa kali Arya memeriksa keadaan sang bayi, tetapi bayi itu tertidur sangat pulas. Tidak seperti bayi pada umumnya yang menangis dan terjaga di malam hari. Arya pun bisa tertidur pulas.
“Arya,Ar-” teriak ibunya memanggil-manggil Arya
“Ada apa bu?” Arya menghampiri ibunya sambil terkejut. “LIhat Arya!” ucap ibunya
Bayi kecil yang Arya temukan masih merah sehari kemudian sudah tumbuh besar hanya dalam waktu satu hari.
Rangga terlihat sedang meraih singkong yang ada di atas meja. “Bayi ajaib!” Arya menatap Rangga dengan sangat takjub. Sementara ibu Arya ketakutan melihat bayi yang baru berumur satu hari sudah bisa merangkak layaknya bayi delapan bulan.
“Arya, apa ibu bilang ini bukan bayi biasa!” Ibunya memalingkan pandangan ke arah hutan tempat Rangga ditemukan. “Kembalikan saja dia ke hutan!”
Arya menolak permintaan ibunya dengan halus, “Tidak bu, kasihan Rangga.
Ibu Arya meninggalkan Arya dan Rangga lalu pergi ke sumur mengambil air.
Arya menggendong Rangga dengan wajah yang masih bingung. “Rangga, kamu tumbuh sangat cepat.”
Tiba-tiba Arya terbangun dan menyadari apa yang dialaminya ternyata hanya mimpi. Arya masuk ke bilik kamar tempat Rangga di tidurkan. Tetap saja Rangga tidak bersuara semalaman.
Di tempat lain Mbok Siem diam-diam bertapa di gua sakti.
“Menurut terawanganku, bayi itu adalah penerus kegelapan,” batin Mbok Siem meracau sendiri. “Tidak salah lagi, bayi ini adalah yang di tunggu-tunggu para leluhur terdahulu. Pusaka sakti akan segera muncul tidak lama lagi.” Senyum merekah di wajah keriput MBok Siem.
Siang menjelang rumah Arya kedatangan Mbok Siem sang dukun desa. “Arya, dimana bayimu?”tanya mbok Siem. Arya menunjukkan tempat dimana sang bayi tertidur.
“Benar-benar bayi ajaib!” ucap mbok Siem takjub melihat perkembangan Rangga yang tumbuh lebih cepat, tetapi Arya dan Ibunya belum menyadari hal itu.
“Ingat pesanku, jangan biarkan dia pergi ke hutan sebelum usia 5 tahun.” Pesan sang dukun desa.
Arya tetiba teringat perkataan sang nenek gendeng yaitu harus berhati-hati terhadap mbok Siem, tetapi hati kecilnya ia mempercayai sang dukun beranak itu. “Tidak mungkin dia berniat jahat,”lirih Arya dalam hati. “Kamu mau mengatakan sesuatu?” tanya MBok Siem.
Arya menggeleng, dia gelagapan karena MBok Siem seolah mengetahui apa yang baru saja dia ucapkan dalam hati. “Ti-tidak Mbok.”
Beberapa hari setelahnya Rangga sudah bisa berdiri dan mulai bisa berjalan. Dia meraih setiap benda di meja dan bale tempat Arya tidur. Sulastri-ibu Arya- masih belum luluh juga terhadap Rangga. Dia bersikap dingin terhadap sang bayi. Hanya membantu Arya sebisanya.
“Nek-” kata pertama keluar dari mulut Rangga saat Sulastri memandikan sang bayi.
Sulastri terkejut dan menoleh ke arah lain barangkali ada anak kecil yang memanggilnya di luar rumah. “Nek ini aku Rangga yang berbicara.”
Seketika Lastri menjauh dari Rangga karena terkejut, dia ingin berteriak namun percuma Arya sedang mencari kayu bakar di hutan. Rumahnya dengan penduduk lain begitu berjauhan.
“Jangan takut nek, aku tidak berniat jahat.” sambung Rangga.
“Kamu bisa bicara?” Lastri duduk lemas di pojok rumahnya.
Sementara Rangga kembali diam dan memainkan air di dalam gentong tempatnya mandi.
Lastri kemudian meninggalkan bayi itu sendirian dan pergi ke rumah mbok Siem untuk menanyakan hal aneh yang selama ini dialami oleh Rangga.
“Aku harus menanyakan hal ini kepada mbok Siem, aku tidak mau gila karena menghadapi bayi aneh ini setiap hari, setiap aku bercerita pada Arya dia tidak mau mengerti,” batinnya dalam hati.
“Permisi mbok Siem..”
Pagi begitu mendung, hujan dalam hitungan menit akan segera turun. Sulastri sudah berada di pekarangan rumah Mbok Siem untuk mencari tahu akan kebenaran yang selama ini dia pertanyakan dalam hati.“Mbok Siem, mbok-” sahut Sulastri. Wajahnya dipenuhi pertanyaan yang tak henti-hentinya. Langkahnya gusar menemui sang dukun beranak sakti yang dipercaya oleh seluruh warga di kampungnya.“Aku tahu akan maksud kedatanganmu kemari Lastri!” Mbok siem masih setia mengunyah sepahan daun sirih gambir di mulutnya hingga berwarna merah seperti habis makan ayam hidup. “Dimana bayi itu? kenapa kau tinggalkan dia sendirian di rumah!”Mbok Siem tampak murka karena Lastri hanya datang sendiri.“A-Aku tinggalkan dia di rumah MBok.”Sesal Sulastri. “Lagipula dia kan bayi tidak akan kabur kemana-mana, aku hanya ingin tahu tentang-”Belum sempat dia meneruskan ucapannya Mbok Siem segera memotong ucapannya, ”Jangan menganggapnya bayi biasa, dia adalah bayi ajaib.”“Bayi ajaib?apa maksud mbok Siem?”tanya Sulas
“Rangga-” teriak Sulastri mencari-cari keberadaan cucunya tersebut. “Pasti dia berulah lagi,” tebak ibu Arya tersebut.“Di mana kamu bayi ajaib?”Setelah selama satu jam mencari-cari akhirnya dia menyerah, Sulastri merebahkan badannya di bale luar.“Aku di sini nek, ayo kejar aku.”Sang bayi ajaib berjalan layaknya orang dewasa dan perlahan dia mengerjai sang nenek dengan tingkah polahnya yang lucu. “Sudah Rangga, nenek capek, lebih baik kamu makan bubur beras lagi ya nanti nenek buatkan.”Sang bayi ajaib mengangguk dan bersiap untuk makan yang kedua kalinya. Walaupun badannya masih kecil tetapi Rangga bisa menghabiskan makanan hingga berkali-kali.Seminggu berlalu Rangga tumbuh seperti balita berusia 3 tahun. Sulastri sudah tidak heran karena dari awal memang Rangga adalah anak spesial dari sang Dewa. Dia kini sudah akrab dengan si kecil dan menerima Rangga seperti cucu kandungnya sendiri.Sementara di kampung Padalang, Arya sedang sibuk melayani pembeli di pasar. Dia memang pemuda y
“Apa nek?” tanya Arya sambil membuka kedua telinganya siap menerima informasi penting. Sang nenek merubah posisinya dari berbaring ke posisi duduk dengan perlahan. Arya mencoba membantu namun sang nenek menolak. “Sebenarnya ini ada hubungannya dengan anak angkatmu Arya.” Sang nenek mulai bercerita. Arya yang memang sedang mencari tahu lebih jauh tentang anaknya yang tumbuh lebih cepat dari bayi seusianya semakin penasaran di buatnya.“Dulu aku pernah mengatakan bahwa anak bayimu bukanlah bayi biasa, sepertinya perkiraanku benar, bayimu sedang menjadi incaran para pendekar dari aliran hitam.”Nenek gendeng mencoba mengingat-ingat kejadian yang menimpanya satu minggu yang lalu.“Seminggu lalu pendekar hitam Halimun datang kemari, dia menganggap bayi yang di tunggu-tunggu lahir di tahun Emas masih ada di hutan ini, dia mengira bahwa aku menyembunyikan bayi ajaib itu.”Arya masih bergeming, telinganya masih ia pasang dengan baik untuk mendengarkan apa yang sebenarnya terjadi.“Kamu masih
Beberapa langkah ia menuju perguruan Gombang yang hendak ia tuju. Ia berjumpa dengan hewan yang tak biasa. Kepalanya berbentuk monyet namun dia berjalan layaknya serigala. Hewan itu berekor tiga. Arya terkejut melihat binatang aneh tersebut. Dia mundur beberapa langkah dari posisinya semula. Tampak hewan tersebut mendekatinya dan mencium bau manusia. "Siapa kamu?"Hewan itu bisa berbicara bahasa manusia, Arya yang berbalik dari hewan tadi terkejut mendengar dia bisa bicara. "Aku Arya, aku hendak masuk ke perguruan Gombang untuk mencari sesuatu."Arya menyampaikan maksudnya berharap sosok hewan aneh tadi akan mengizinkannya masuk. "Tidak bisa, orang asing tidak bisa sembarangan masuk ke area padepokan Ki Aji Sakti."Hewan itu kemudian menatap tajam Arya, lalu berusaha mendorongnya jauh dari tempatnya berdiri.Dengan dorongan yang begitu pelan saja, Arya terpental hingga beberapa meter dari tempatnya berdiri tadi."Tolong izinkan saya untuk bertemu Ki Aji Sakti, ku mohon. Ini menyan
Arya tak kuasa menahan amarahnya setelah berkali-kali mendapat serangan dari si ekor tiga. Dia tidak mampu menguasai dirinya yang masih terbalut emosi. Tiba-tiba seorang lelaki tua menghampiri mereka yang sedang berduel dan menghempaskan angin ke arah keduanya."Maafkan kami guru, telah membuat keributan di wilayah ini."Si Ekor Tiga seketika berubah menjadi lelaki kekar nan tampan menundukkan kepalanya di depan sang lelaki tua. "Apakah gerangan yang membawamu datang ke tempatku anak muda?" ucap lelaki berjanggut putih tersebut."Saya Arya guru, apakah benar anda adalah ki aji sakti pemilik padepokan ini?" tanya Arya balik.Lelaki itu tidak banyak berkata apa-apa. Dia hanya mengangguk pelan sambil memperhatikan gerak-gerik Arya. "Sepertinya kamu datang dari jauh?" jawab ki Aji Sakti."Betul guru, perkenankan saya mencari tahu lebih jauh mengenai pesan dari seseorang mengenai keberadaan daun sakti 'tunjuk langit'."Ki Aji sakti seketika terdiam mendengar daun langka yang hanya beberapa
Arya tetap menyasar setiap tempat dan memasang tatapan penuh pada setiap apa yang ia temukan di dalam hutan. Dia tidak ingin menyakiti sedikitpun penduduk hutan dan membuat masalah di tempat yang terkenal angker itu. Arya memerhatikan setiap bentuk daun yang baru ia temui di hutan tersebut. Namun belum juga ia temui ciri-ciri yang sesuai dengan apa yang ia cari dalam misi kali ini. "Dimana si ekor tiga?" ucapnya dengan lirih. Arya yang mulai merasakan lapar kemudian menghentikan langkahnya dan berteduh di sebuah pohon besar. "Aku makan lebih dulu kalau begitu, aku kehilangan jejaknya," batin Arya. Dia merasa ragu untuk membuka bekal sendirian dan meninggalkan ekor tiga. Namun ia tidak memiliki pilihan lain. Dia merasa sangat lapar. Tanpa dia sadar, sosok yang mengikutinya sedari awal perjalanan masih terus mengawasinya. Dia adalah sosok halus tak kasat mata yang tidak mampu di tangkap oleh mata manusia biasa. Hanya mereka yang memiliki ilmu tinggi dan siluman saja yang mampu merasak
Arya berlari mencari bayangan sang gadis cantik yang membuatnya terpesona. Arya yakin sekali jika dia benar-benar menlihat sosok wanita di hadapannya. Namun dalam sekejap bayangan itu hilang dan Arya berada di sebuah tempat yang gelap, sehingga dia sendiri tidak mampu melihat sekitarnya."Ada apa ini?" Arya bersiap jika sewaktu-waktu ada bahaya yang datang. Arya dia menyadari jika dirinya sedang berada di dunia lain. Larangan sang guru tidak dia ingat-ingat lagi. Dan akhirnya dia terjerumus di dalam buaian sang ratu penunggu hutan terlarang. "Arya, apakah itu namamu?" tanya suara tanpa raga itu. Arya tidak menjawab dalam beberapa saat. Dia tetap bersiaga jika memang ternyata itu adalah tanda bahaya baginya. Arya mencoba menyusuri langkah kakinya dengan hati-hati. Dia tidak mau jika sampai membuat kesalahan. "Mengapa kamu tidak menjawab pertanyaanku?" sambung suara wanita tadi. "Aku bukan penghuni hutan ini, jadi biarkanlah aku pergi dan kembali ke duniaku," ucap Arya yang tersadar j
Arya teringat cerita ibunya tentang para siluman di dalam hutan. Dia teringat saat kecil ibunya sering menceritakan beberapa dongeng tentang kehidupan gaib di dalam hiutan. Seiring berjalannya waktu dia benar-benar mengalami berjumpa dengan para makhluk halus di dalam hutan. Tidak seperti dongeng, namun terasa begitu nyata. Kini, dalam gelapnya hutan terlarang dia sendirian menghadapi makhluk hutan yang sedang mencoba merayunya. Dia tidak tahu apakah maksud dari si 'penggoda' itu berniat baik atau justru akan mencelakainya. Dia tetap dalam posisi petapaannya. Dia fokus terhadap dirinya dan mawas diri jika ada bahaya mengancam."Arya-"Sekilas suara itu mirip dengan si Ekor tiga. Namun dia tidak mau gegabah menghadapinya. Mungkin itu jebakan si wanita penjaga hutan terlarang tadi. Arya tidak goyah untuk tetap bertapa dalam keheningan. Si wanita itupun merasa semakin tertarik untuk mendekati Arya yang bersungguh-sungguh melepaskan jeratan dirinya.Dalam sekejap Arya tertidur karena tid