"Tolong....tolong..."
Suara semakin nyaring terdengar dari dalam hutan yang tidak jauh dari rumah penduduk. Arya terkejut kemudian bangun dari tidurnya.
"Apakah aku bermimpi?" ucap Arya sambil mengusap wajahnya.
“Tolong ...tolong…”
Semakin lama suara meminta tolong tersebut semakin melemah dan kemudian menghilang. "Sepagi ini apakah ada orang yang mencari kayu bakar ke hutan?" Arya menatap Ibundanya. Namun wanita tua itu tak menjawab, ia meminta Arya untuk mencari sumber suara tersebut. "Mungkinkah itu adalah manusia yang meminta tolong Bu?atau hanya tipuan sang penjaga hutan?" tanya Arya. "Temuilah suara itu, barangkali memang sangat membutuhkan pertolongan kita." Sulastri meminta putranya segera memeriksa apa yang terjadi.
Sulastri-ibunda Arya Saloka menatap anaknya dengan penuh cemas. Tanpa pikir panjang akhirnya Arya mengambil busur panah untuk berjaga-jaga. Dia membawa pula sebilah pisau kecil yang dia selipkan di pinggangnya.
"Aku pamit ibunda," ucap Arya seraya mencium punggung tangan ibundanya.
Dengan sigap ia masuk ke dalam hutan. Biasanya banyak orang yang mencari kayu bakar dan bertemu dengan binatang buas di sana. Tetapi di waktu sepagi itu mana ada manusia yang pergi ke hutan setelah hujan turun semalaman. Arya mencari-cari sumber suara tersebut. Masih terdengar namun samar. Ia kemudian menuju semak belukar di bibir sungai namun tetap saja ia tidak menemukan apapun disana. Sesaat sebelum ia memutuskan meninggalkan hutan ia menemukan bayi laki-laki yang berada di bibir sungai di dalam keranjang bayi.
"Astaga, bayi siapakah ini?"
Arya memeriksa keadaan sang bayi dan melihat sekitar barangkali ada yang melihat siapa yang telah meninggalkan si bayi malang tersebut.
"Ada apakah gerangan kau memanggilku?" Suara si penjaga hutan nyaring terdengar .
"Wahai penjaga hutan, siapakah yang telah tega meninggalkan bayi mungil ini disini ?" Suara penjaga hutan samar terdengar dan tidak jelas menunjukan sesuatu.
"Lelaki berpakaian prajurit."
Hanya satu petunjuk yang dapat ia tangkap. Kemudian ia pergi dengan membawa serta bayi yang masih terlelap itu. Di sepanjang perjalanan ke rumah ia melihat para binatang hutan memberikan jalan untuknya. Pepohonan yang tadinya menghalangi jalan pun tiba-tiba seolah bergeser memberikan jalan.
Arya terkejut dengan keajaiban yang ia lihat baru saja.
"Apakah karena bayi ini? Bayi siapakah ini?"lirih Arya.
Setelah menempuh perjalanan yang lumayan jauh, akhirnya ia sampai di depan rumahnya. Dia langsung menemui ibundanya dan memberikan sang bayi kepadanya. Tanpa banyak bertanya sang ibunda pun langsung merawat si bayi mungil tersebut.
Ia memberikan air putih sedikit demi sedikit kepada sang bayi. Sementara Arya langsung pergi ke sumur belakang rumahnya untuk membersihkan diri.
"Tak sedikitpun bayi itu menangis, kamu telah menemukan bayi ajaib ini di hutan?"
Arya menganggukkan kepalanya dan menengok keadaan sang bayi. Betapa teduh hati Arya menatap lekat sang bayi mungil tersebut.
"Ternyata mimpi ibu semalam tidak salah, ibu bermimpi mendapatkan buah kelapa yang sangat banyak tetapi ada satu buah kelapa bersinar dari kejauhan, ternyata ini arti mimpi ibu semalam."
Arya tak banyak berkata, ia langsung pergi ke mang Danu untuk menemui Mbok Siem dukun beranak di kampungnya. Arya melangkahkan kaki kekarnya menyusuri rumah penduduk dan akhirnya tiba di satu rumah bertembok bilik bambu dengan beberapa tulang kepala rusa terpajang di depan rumahnya.
"Ada apa nak Arya pagi-pagi sekali kesini?"
Arya menyampaikan maksud dan tujuannya kepada mang Danu. Dan ia meminta Mbok Siem-ibu mang Danu untuk melihat keadaan sang bayi.
"Duh kasian ya, bayi sekecil itu sudah di buang oleh orangtuanya," ujar mang Danu. Arya bergeming dan menantikan si Mbok yang masih bersiap-siap.Setelah berhasil menemui mbok sim, Arya berpamitan dengan mang Danu dan segera menuju ke rumahnya.
Sesampainya di rumah Arya, sang dukun beranak segera menemui sang bayi.
"Lastri, kamu sudah memandikan bayinya?" tanya mbok Sim
Ibu Arya mengangguk dan menceritakan apa yang ia lihat saat hendak memandikan sang bayi.
Mbok Sim terkejut mendengar hal tersebut. "Jangan ceritakan hal ini pada siapapun." MBok Siem memberikan isyarat pada Sulastri untuk merahasiakan keajaiban sang bayi. Lalu memeriksa keadaan bayi yang sedang tertidur di atas ayunan kain jarik.
Arya yang berada di luar rumah merasa sangat khawatir terjadi sesuatu yang tidak baik pada sang bayi. Dia gelisah mondar-mandir tak tenang. Arya tidak sabar mendengar penjelasan dari sang dukun sakti itu.
“Bagaimana keadaan bayi ini mbok?” Seru Arya menyerobot masuk ke kamar sang bayi yang sedang di periksa. “Tidak apa-apa.” Mbok Siem mengedipkan matanya pada Lastri untuk tidak menceritakannya pada Arya.
"Ibunda, kita namakan dia siapa?"
Ibunya tidak menjawab, ia berharap Arya mau melupakan bayi tersebut dan menyerahkannya kepada pak Kepala desa.
"Tidak Bu, izinkan Arya membesarkan dia Bu,"
Arya memohon restu pada ibunya untuk merawat dan membesarkan sang bayi. Lastri meninggalkan Arya sendiri di luar rumahnya. Dan ia masuk menemui dukun desa mbok Sim.
"Anakku tetap saja bersikukuh ingin merawat bayi ini mbok, bagaimana jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan? Aku tidak ingin terjadi sesuatu pada anak semata wayangnya.
Mbok Sim menarik nafas panjang. Lalu ia berkata, "Kita berdoa saja agar tidak terjadi sesuatu di kemudian hari."
Kemudian mbok Sim merapalkan sesuatu dan membisikkannya di telinga sang bayi. Sang bayi yang sedang tertidur pulas akhirnya tersenyum. Seolah mengerti dengan apa yang dikatakan sang dukun desa tersebut.
"Sudah nak, antar si mbok ke rumah lagi," ucap mbok Sim dan meminta Arya mengantarnya kembali.
Arya mengantar sang dukun desa yang sudah sampai ke depan pelataran rumahnya. Menurut kebanyakan rumah Mbok Siem ini sangat menyeramkan, bahkan sering ada yang melihat makhluk ghaib yang berkumpul di depan rumahnya. Tetapi tetap saja dia di percaya sebagai penolong ibu melahirkan di kampung Dukuh.
"Terimakasih mak, atas bantuannya Mbok Siem."
Mbok Sim akhirnya masuk dan memberikan sebuah kalung berisi jimat untuk diberikan pada sang bayi jika dia terbangun dan rewel.
"Arya, ingat jangan sekali-kali kamu membawanya ke dalam hutan."
Arya terdiam dan tidak paham dengan perkataan mbok Sim.
"Kenapa Mak?"
Mbok Sim tidak banyak bicara hanya memberikan penekanan atas perkataannya.
"Turuti saja perkataanku, sebelum dia berusia lima tahun dia harus berada di dalam rumah."
Arya tidak berani banyak bertanya kembali, ia meraih kalung jimat yang diberikan oleh Mbok Sim. Arya undur diri dan menuju ke hutan mengambil kayu bakar dan hasil hutan lainnya. Beberapa kayu kering dan ranting ia pungut dan ia ikat jadi satu. Juga beberapa buah dan singkong yang tumbuh liar di sekitaran semak belukar.
Sejak kecil ia pandai memanjat pepohonan, mengambil air ataupun mencari kayu bakar di hutan. Keahlian itu ia dapat sedari kecil. Sebelum ayahandanya pergi berkelana ke negeri seberang dan hingga saat ini tidak pernah ada kabar setelahnya.
"Sebaiknya aku segera pergi sebelum matahari meninggi,"batinnya.
Saat hendak mengambil tumpukan kayu bakar dan membawa hasil hutan ia melupakan jimat untuk sang bayi yang di berikan oleh Mbok Sim sebelumnya.
"Hey Arya, apakah kau melupakan sesuatu?" tanya seekor burung gagak yang sedari tadi memerhatikan gerak-gerik Arya.
"Tidak!"
Sang gagak terus saja mengikuti Arya dan bertanya banyak hal padanya. Arya memiliki kemampuan bisa berkomunikasi dengan hewan dan tumbuhan sejak kecil. Kelebihan tersebut turun temurun dari sang kakek.
" Sudahlah jangan ganggu aku, aku hendak pulang." Arya bergegas kembali ke rumahnya menjelang senja.
"Ya sudah, jangan menyesal jika terjadi sesuatu nanti malam,”jelas sang gagak. Seolah gagak mengetahui banyak hal. Arya tidak menghiraukan perkataan sang gagak tadi. Sesampainya di rumah ia langsung menaruh kayu bakar di pojok rumahnya.
"Arya.. Bayimu menangis sedari tadi, apakah mbok Sim memberikan sesuatu untuk kamu bawa ?"
Arya baru menyadari bahwa ia meninggalkan kalung jimat yang diberikan mbok Sim di dalam hutan.
“Astaga, aku melupakannya bu,” sesal Arya.
Arya segera kembali ke dalam hutan dan menuju ke tempat semula. “Aku tadi berada di sini, aku yakin sekali.”Arya memeriksa sekitar dan tidak menemukan apapun. “Kamu mencari ini?” Suara seorang nenek tua mengagetkan Arya. Mbah Rasih penjaga hutan yang terkenal gendeng alias sedikit gila. Konon dia dulunya adalah seorang pendekar wanita hebat. Dia telah memiliki seorang putri cantik hasil hubungannya dengan pendekar musuh perguruan ayahnya, namun karena tidak disetujui oleh ayahnya Mbah Rasih pergi mengembara dengan membawa sang bayi. Pada suatu ketika sang gadis kecil tumbuh menjadi wanita cantik dan bertemu pangeran dari kerajaan Budaya. Pihak kerajaan meminta putrinya untuk jadi bagian dari kerajaan. Akhirnya Mbah Rasih tinggal hidup di hutan seorang diri.“Kamu mencari jimat ini pemuda tampan?”ucap mbah Rasih.Arya menoleh dan menatap sang nenek tua yang bergelantungan di dahan pohon. “Dari mana mbah tahu?” Arya mencoba meraih kalung jimat dari tangan sang nenek gendeng itu.“Eits,
Pagi begitu mendung, hujan dalam hitungan menit akan segera turun. Sulastri sudah berada di pekarangan rumah Mbok Siem untuk mencari tahu akan kebenaran yang selama ini dia pertanyakan dalam hati.“Mbok Siem, mbok-” sahut Sulastri. Wajahnya dipenuhi pertanyaan yang tak henti-hentinya. Langkahnya gusar menemui sang dukun beranak sakti yang dipercaya oleh seluruh warga di kampungnya.“Aku tahu akan maksud kedatanganmu kemari Lastri!” Mbok siem masih setia mengunyah sepahan daun sirih gambir di mulutnya hingga berwarna merah seperti habis makan ayam hidup. “Dimana bayi itu? kenapa kau tinggalkan dia sendirian di rumah!”Mbok Siem tampak murka karena Lastri hanya datang sendiri.“A-Aku tinggalkan dia di rumah MBok.”Sesal Sulastri. “Lagipula dia kan bayi tidak akan kabur kemana-mana, aku hanya ingin tahu tentang-”Belum sempat dia meneruskan ucapannya Mbok Siem segera memotong ucapannya, ”Jangan menganggapnya bayi biasa, dia adalah bayi ajaib.”“Bayi ajaib?apa maksud mbok Siem?”tanya Sulas
“Rangga-” teriak Sulastri mencari-cari keberadaan cucunya tersebut. “Pasti dia berulah lagi,” tebak ibu Arya tersebut.“Di mana kamu bayi ajaib?”Setelah selama satu jam mencari-cari akhirnya dia menyerah, Sulastri merebahkan badannya di bale luar.“Aku di sini nek, ayo kejar aku.”Sang bayi ajaib berjalan layaknya orang dewasa dan perlahan dia mengerjai sang nenek dengan tingkah polahnya yang lucu. “Sudah Rangga, nenek capek, lebih baik kamu makan bubur beras lagi ya nanti nenek buatkan.”Sang bayi ajaib mengangguk dan bersiap untuk makan yang kedua kalinya. Walaupun badannya masih kecil tetapi Rangga bisa menghabiskan makanan hingga berkali-kali.Seminggu berlalu Rangga tumbuh seperti balita berusia 3 tahun. Sulastri sudah tidak heran karena dari awal memang Rangga adalah anak spesial dari sang Dewa. Dia kini sudah akrab dengan si kecil dan menerima Rangga seperti cucu kandungnya sendiri.Sementara di kampung Padalang, Arya sedang sibuk melayani pembeli di pasar. Dia memang pemuda y
“Apa nek?” tanya Arya sambil membuka kedua telinganya siap menerima informasi penting. Sang nenek merubah posisinya dari berbaring ke posisi duduk dengan perlahan. Arya mencoba membantu namun sang nenek menolak. “Sebenarnya ini ada hubungannya dengan anak angkatmu Arya.” Sang nenek mulai bercerita. Arya yang memang sedang mencari tahu lebih jauh tentang anaknya yang tumbuh lebih cepat dari bayi seusianya semakin penasaran di buatnya.“Dulu aku pernah mengatakan bahwa anak bayimu bukanlah bayi biasa, sepertinya perkiraanku benar, bayimu sedang menjadi incaran para pendekar dari aliran hitam.”Nenek gendeng mencoba mengingat-ingat kejadian yang menimpanya satu minggu yang lalu.“Seminggu lalu pendekar hitam Halimun datang kemari, dia menganggap bayi yang di tunggu-tunggu lahir di tahun Emas masih ada di hutan ini, dia mengira bahwa aku menyembunyikan bayi ajaib itu.”Arya masih bergeming, telinganya masih ia pasang dengan baik untuk mendengarkan apa yang sebenarnya terjadi.“Kamu masih
Beberapa langkah ia menuju perguruan Gombang yang hendak ia tuju. Ia berjumpa dengan hewan yang tak biasa. Kepalanya berbentuk monyet namun dia berjalan layaknya serigala. Hewan itu berekor tiga. Arya terkejut melihat binatang aneh tersebut. Dia mundur beberapa langkah dari posisinya semula. Tampak hewan tersebut mendekatinya dan mencium bau manusia. "Siapa kamu?"Hewan itu bisa berbicara bahasa manusia, Arya yang berbalik dari hewan tadi terkejut mendengar dia bisa bicara. "Aku Arya, aku hendak masuk ke perguruan Gombang untuk mencari sesuatu."Arya menyampaikan maksudnya berharap sosok hewan aneh tadi akan mengizinkannya masuk. "Tidak bisa, orang asing tidak bisa sembarangan masuk ke area padepokan Ki Aji Sakti."Hewan itu kemudian menatap tajam Arya, lalu berusaha mendorongnya jauh dari tempatnya berdiri.Dengan dorongan yang begitu pelan saja, Arya terpental hingga beberapa meter dari tempatnya berdiri tadi."Tolong izinkan saya untuk bertemu Ki Aji Sakti, ku mohon. Ini menyan
Arya tak kuasa menahan amarahnya setelah berkali-kali mendapat serangan dari si ekor tiga. Dia tidak mampu menguasai dirinya yang masih terbalut emosi. Tiba-tiba seorang lelaki tua menghampiri mereka yang sedang berduel dan menghempaskan angin ke arah keduanya."Maafkan kami guru, telah membuat keributan di wilayah ini."Si Ekor Tiga seketika berubah menjadi lelaki kekar nan tampan menundukkan kepalanya di depan sang lelaki tua. "Apakah gerangan yang membawamu datang ke tempatku anak muda?" ucap lelaki berjanggut putih tersebut."Saya Arya guru, apakah benar anda adalah ki aji sakti pemilik padepokan ini?" tanya Arya balik.Lelaki itu tidak banyak berkata apa-apa. Dia hanya mengangguk pelan sambil memperhatikan gerak-gerik Arya. "Sepertinya kamu datang dari jauh?" jawab ki Aji Sakti."Betul guru, perkenankan saya mencari tahu lebih jauh mengenai pesan dari seseorang mengenai keberadaan daun sakti 'tunjuk langit'."Ki Aji sakti seketika terdiam mendengar daun langka yang hanya beberapa
Arya tetap menyasar setiap tempat dan memasang tatapan penuh pada setiap apa yang ia temukan di dalam hutan. Dia tidak ingin menyakiti sedikitpun penduduk hutan dan membuat masalah di tempat yang terkenal angker itu. Arya memerhatikan setiap bentuk daun yang baru ia temui di hutan tersebut. Namun belum juga ia temui ciri-ciri yang sesuai dengan apa yang ia cari dalam misi kali ini. "Dimana si ekor tiga?" ucapnya dengan lirih. Arya yang mulai merasakan lapar kemudian menghentikan langkahnya dan berteduh di sebuah pohon besar. "Aku makan lebih dulu kalau begitu, aku kehilangan jejaknya," batin Arya. Dia merasa ragu untuk membuka bekal sendirian dan meninggalkan ekor tiga. Namun ia tidak memiliki pilihan lain. Dia merasa sangat lapar. Tanpa dia sadar, sosok yang mengikutinya sedari awal perjalanan masih terus mengawasinya. Dia adalah sosok halus tak kasat mata yang tidak mampu di tangkap oleh mata manusia biasa. Hanya mereka yang memiliki ilmu tinggi dan siluman saja yang mampu merasak
Arya berlari mencari bayangan sang gadis cantik yang membuatnya terpesona. Arya yakin sekali jika dia benar-benar menlihat sosok wanita di hadapannya. Namun dalam sekejap bayangan itu hilang dan Arya berada di sebuah tempat yang gelap, sehingga dia sendiri tidak mampu melihat sekitarnya."Ada apa ini?" Arya bersiap jika sewaktu-waktu ada bahaya yang datang. Arya dia menyadari jika dirinya sedang berada di dunia lain. Larangan sang guru tidak dia ingat-ingat lagi. Dan akhirnya dia terjerumus di dalam buaian sang ratu penunggu hutan terlarang. "Arya, apakah itu namamu?" tanya suara tanpa raga itu. Arya tidak menjawab dalam beberapa saat. Dia tetap bersiaga jika memang ternyata itu adalah tanda bahaya baginya. Arya mencoba menyusuri langkah kakinya dengan hati-hati. Dia tidak mau jika sampai membuat kesalahan. "Mengapa kamu tidak menjawab pertanyaanku?" sambung suara wanita tadi. "Aku bukan penghuni hutan ini, jadi biarkanlah aku pergi dan kembali ke duniaku," ucap Arya yang tersadar j
Rangga berhari-hari melakukan pertapaan di dalam hutan yang gelap. Dia bersama kekuataan dalamnya membangun sebuah kekuatan. Rangga membuat strategi untuk mengalahkan pasukan Halimun yang menginginkan dirinya.Mereka sudah sejak lama mengetahui jika akan ada manusia dengan kekuatan yang luar biasa akan mendapatkan sebuah pusaka sakti. Namun mereka belum tahu pasti apa pusaka yang akan muncul di suatu hari nanti.Pasukan halimun masih berada di sekitara kampung Duku di bantu oleh Mbok Siem untuk mendapatkan Rangga."Arya sudah mati, kini kita bisa leluasa memperalat Rangga dan tidak akan ada lagi yang menghalangi," ujar Mbok Siem yang sudah sejak lama menginginkan bayi ajaib itu dari tangan Sulastri-Nenek Rangga."Apakah kamu yakin jika Arya sudah mati? Aku punya firasat lain mengenai Arya. Dia memang bukan pendekar sakti dari padepokan hebat, namun dia memiliki kegigihan yang luar biasa.""Maksudmu?""Kamu masih ingat dengan si gendeng tua?""Dia juga sudah mati.""Belum, dia masih h
Rangga menghilang di tengah hutan terlarang. Dia kini sudah berubah menjadi pemuda tampan dan sangat berbeda dengan rangga yang sebelumnya.Pemuda itu, tidak di kenali sebagai anak kecil "Rangga".Kini dia menunjukkan dirinya yang sebenarnya si penguasa muda. Anak kecil ajaib itu kini telah beranjak dewasa lebih cepat dari teman-teman sebayanya.Dia bertapa di sebuah gua tersembunyi di tepi sungai. Rangga masih dalam pengejaran para pasukan Halimun. Dia tidak gentar dan akan menambah ilmunya dengan bertapa di gua tersebut.Rangga ingin sekali bertemu dengan ayahnya yang tidak tahu keberadaannya saat ini. Tapi dia yakin jika Arya masih hidup. Dia pasti sedang baik-baik saja.Rangga menambah kesaktiannya dengan tidak makan dan minum selama beberapa hari. Dia memasukkan tenaga dalam dari alam sekitarnya.Dia adalah titisan dewa dan ibunya adalah manusia biasa. Dia adalah anak sakti yang akan mampu menjadi penguasa di masa mendatang.Sementara itu, Dewi Sri sang ibunda dari Rangga kini ma
Daun ajaib yang di bawa Arya itu akhirnya untuk mengobati dirinya sendiri. Dengan keahlian lelaki tua di hadapannya dia meracik daun ajaib itu dan membubuhkannya di atas luka dalam di tubuh Arya.Secara kasat mata memang tidak banyak luka terbuka yang ia dapatkan namun di dalam tubuh Arya dia sangat rapuh. Serangan bertubi-tubi dari pasukan halimun membuatnya tidak berdaya. Dia semakin yakin untuk berguru dan mendalami ilmu tenaga dalam untuk menjaga dirinya sendiri terlebih untuk menyelatkan warga kampung. Arya merasa kesakitan yang luar biasa saat sang pendekar senior itu memasukan ajian tenaga dalam di atas ramuan daun yang telah lumat di kunyahnya dan di semprotkan begitu saja di bagian-bagian tertentu."Kamu terluka parah, apakah pasukan halimun yang menyerangmu begitu banyak jumlahnya?" tanya sang pendekar.Arya tidak bisa mengingat - ingat kejadian itu. Rasa sakitnya membuat ia tidak fokus dengan perkataan sang pendekar. "Aku tidak tahu, ahhh..."Arya menjerit kesakitan yang lu
Arya terbaring di sebuah gubuk di kaki bukit Angsana. Bukit yang lumayan jauh dari kampung Duku. Seseorang berilmu cukup tinggi itu kemudian mencari obat herbal dari dalam hutan di kaki bukit tersebut. Dia tidak segan untuk mencarikan air suci dari mata air langka yang ada satu-satunya di kampung wage. Kampung yang bersebelahan dengan bukit Angsana.Arya masih belum sadar setelah satu hari penuh pingsan. Lelaki itu masih dengan sigap memberikan totok di beberapa tubuh Arya yang terkena serangan pendekar aliran hitam perguruan Halimun. "Arya, kamu benar-benar lemah. Kamu harus berguru di tempat yang tepat."Setelah beberapa hari Arya terbaring lemah, akhirnya di hari ketiga Arya bisa membuka matanya. Sebelah matanya yang lain masih bengkak dan belum bisa terbuka sempurna. Arya masih bingung dengan tempat barunya kini. Dia menyangka jika dia sedang di sandera oleh salah satu murid dari pendekar halimun.Tetapi setelah menelaah lebih jauh, dia tidak menemukan hal-hal aneh di sana. Yang
Arya mengendap-endap keluar dari rumahnya dan berusaha mengumpulkan beberapa pemuda yang hendak ikut dengannya menuju ke kampung Dalatra. "Ayo semuanya kita harus segera keluar dari kampung ini, sebelum semuanya terlambat." "Tapi Arya, aku sangat mengkhawatirkan ibuku di rumah. Jika sampai pendekar setengah siluman itu membunuh ibuku, aku tidak akan membiarkan hal itu." Arya menatap pemuda itu dan membayangkan hal yang sama dengan ibunya. Arya tetap tenang dan berusaha mencari jalan keluar agar mereka tetap tenang dan mau berusaha untuk bersatu melawan siluman jahat tersebut. "Kita harus tetap belajar bela diri untuk melindungi kita sendiri dan keluarga," ucap Arya. "Untuk apa? Untuk melawan si siluman jahat itu? Dia itu sangat sakti Arya, tidak mungkin kita bisa melawannya." Arya terdiam, dia tidak mampu menjamin keselamatan keluarga para pemuda yang hendak ikut berguru ke padepokan Gombang. "Aku tidak jadi ikut," ucap salah satu pemuda yang sejak awal menentang. "Aku juga,"
Setelah tahu Ekor tiga tidak mengekor lagi di belakangnya Arya segera bergegas menuju perbatasan hutan dan kampung.Arya Saloka melewati beberapa perkampungan warga untuk mencapai rumahnya di kampung Duku. Arya langsung menuju ke dalam hutan untuk bertemu mbah Rasih dan memberikan Daun 'Tunjuk Langit' untuk obat penyakit dalamnya.Di bibir hutan dia merasakan hal yang tidak biasa seperti biasanya. Seperti ada yang membuntutinya sejak tadi. Arya tidak menghiraukan hal tersebut. Dia terus masuk ke gubuk kecil milik mbah Rasih."Sampurasun, mbah?"Arya mengetuk pintu usang dari kayu yang sudah lapuk dan berkali-kali memanggil sang empunya gubuk tersebut. "Mbah, saya datang membawa daun ajaib ini."Arya yang tidak sabar akhirnya membuka paksa pintu tanpa izin sang pemilik. "Mbah," seru Arya.Tidak ada suara ataupun raga yang ada di gubuk kecil itu. Keadaan dalam rumahnya berantakan dan nampaknya sudah beberapa hari tidak di tinggali sang pemilik. "Kemana nek Rasih?"Setelah menunggu cukup
Empat kurcaci itu terus berlarian mengelilingi mereka, "Kami hanya memastikan nyi Ayu Putri baik-baik saja. Dia tidak akan pergi dari hutan kami.""Siapa mereka ini?"tanya Arya pada si Putri Tidur."Mereka yang menjagaku selama ini, mereka tidak mau jika sampai aku pergi dari hutan terlarang. Karena bagi mereka aku ini adalah Ratu di kerajaan mereka.""Mundurlah, biar aku yang menghadapi makhluk ini," ucap si Ekor tiga yang merubah diri dari wujud manusia menjadi siluman siga berkepala monyet dengan Ekor tiga di tubuhnya."Siattt, bug..bug.."Perkelahian tidak dapat di hindarkan, si Ekor tiga yang sudah menyukai Putri tidur sejak lama tidak segan-segan membela sang wanita pujaan hatinya demi mendapatkan perhatian darinya.Namun kekuatan empat kurcaci yang bergabung menjadi satu semakin kuat hingga ekor tiga kewalahan menghadapinya.Arya Saloka yang tidak memiliki kemampuan silat sama sekali merasa tidak berguna karena tidak mampu membantu ekor tiga dalam pertarungan tersebut."Kenapa
Arya ketakutan jika dirinya akan terpental seperti sebelumnya. Dengan sedikit menutup matanya dia meraih tangan wanita cantik tadi. Kali ini dia tidak terjatuh seperti sebelumnya. Arya merasa takjub dengan apa yang ia saksikan itu."Tadi berkali-kali aku mendekatimu namun aku selalu terpental, tapi kali ini aku tidak mengalami hal tersebut, apa yang terjadi?""Mantra itu akan bekerja jika ada yang menggangguku. Beda lagi jika aku memang tidak merasa tertekan.""Mantra?"Putri tidur menatap kedua tangannya. "Lebih tepatnya kutukan?"Arya mengangkat satu alisnya ke atas." Mengapa?""Aku.. mendapat kutukan dari sang penjaga hutan."Arya seketika teringat dengan wanita jahat siluman hutan yang menjebaknya kemarin."Aku tahu, apakah mungkin dia."Tidak lama saat percakapan mereka berlangsung si Ekor Tiga muncul dan menghampiri Arya."Putri Tidur," tebak si Ekor Tiga.Arya menoleh ke arah suara berasal. "kau mengenalnya?"Ekor tiga mengangguk. Dia memerhatikan wajah cantik putri tidur dan s
Di sepanjang perjalanannya kembali ke desanya untuk memberikan daun sakti itu kepada nek Rasih, Arya bertemu seorang wanita cantik yang sedang tertidur pulas di bawah pohon beringin besar. Dia adalah wanita yang tempo hari ia temui di perjalanan menuju ke padepokan. "Ini.."Dia yakin sekali jika wanita itu mirip sekali dengan anak perempuan yang mengantarnya ke perguruan gembong. "Kenapa dia tertidur di sini?" ucap Arya seraya mendekati wanita cantik berkulit putih bersih itu.Wajahnya yang sangat meneduhkan membuat Arya jatuh hati tanpa sengaja pada wanita di hadapannya."Hey, bangun.. kenapa kamu tidur di sini?" tanya Arya penasaran dengan keberadaan wanita itu di tengah hutan sendirian."Nona, permisi... Apa kau mendengarku?" tanya Arya sekali lagi.Wanita itu tidak bergerak sama sekali, namun Arya yakin sekali jika dia masih bernapas. "Dia tidak mati kan?" tanya Arya pada dirinya sendiri."Saat hendak menyentuh pergelangan tangannya untuk memeriksa keadaannya dia tiba-tiba saja t