"Tolong....tolong..."
Suara semakin nyaring terdengar dari dalam hutan yang tidak jauh dari rumah penduduk. Arya terkejut kemudian bangun dari tidurnya.
"Apakah aku bermimpi?" ucap Arya sambil mengusap wajahnya.
“Tolong ...tolong…”
Semakin lama suara meminta tolong tersebut semakin melemah dan kemudian menghilang. "Sepagi ini apakah ada orang yang mencari kayu bakar ke hutan?" Arya menatap Ibundanya. Namun wanita tua itu tak menjawab, ia meminta Arya untuk mencari sumber suara tersebut. "Mungkinkah itu adalah manusia yang meminta tolong Bu?atau hanya tipuan sang penjaga hutan?" tanya Arya. "Temuilah suara itu, barangkali memang sangat membutuhkan pertolongan kita." Sulastri meminta putranya segera memeriksa apa yang terjadi.
Sulastri-ibunda Arya Saloka menatap anaknya dengan penuh cemas. Tanpa pikir panjang akhirnya Arya mengambil busur panah untuk berjaga-jaga. Dia membawa pula sebilah pisau kecil yang dia selipkan di pinggangnya.
"Aku pamit ibunda," ucap Arya seraya mencium punggung tangan ibundanya.
Dengan sigap ia masuk ke dalam hutan. Biasanya banyak orang yang mencari kayu bakar dan bertemu dengan binatang buas di sana. Tetapi di waktu sepagi itu mana ada manusia yang pergi ke hutan setelah hujan turun semalaman. Arya mencari-cari sumber suara tersebut. Masih terdengar namun samar. Ia kemudian menuju semak belukar di bibir sungai namun tetap saja ia tidak menemukan apapun disana. Sesaat sebelum ia memutuskan meninggalkan hutan ia menemukan bayi laki-laki yang berada di bibir sungai di dalam keranjang bayi.
"Astaga, bayi siapakah ini?"
Arya memeriksa keadaan sang bayi dan melihat sekitar barangkali ada yang melihat siapa yang telah meninggalkan si bayi malang tersebut.
"Ada apakah gerangan kau memanggilku?" Suara si penjaga hutan nyaring terdengar .
"Wahai penjaga hutan, siapakah yang telah tega meninggalkan bayi mungil ini disini ?" Suara penjaga hutan samar terdengar dan tidak jelas menunjukan sesuatu.
"Lelaki berpakaian prajurit."
Hanya satu petunjuk yang dapat ia tangkap. Kemudian ia pergi dengan membawa serta bayi yang masih terlelap itu. Di sepanjang perjalanan ke rumah ia melihat para binatang hutan memberikan jalan untuknya. Pepohonan yang tadinya menghalangi jalan pun tiba-tiba seolah bergeser memberikan jalan.
Arya terkejut dengan keajaiban yang ia lihat baru saja.
"Apakah karena bayi ini? Bayi siapakah ini?"lirih Arya.
Setelah menempuh perjalanan yang lumayan jauh, akhirnya ia sampai di depan rumahnya. Dia langsung menemui ibundanya dan memberikan sang bayi kepadanya. Tanpa banyak bertanya sang ibunda pun langsung merawat si bayi mungil tersebut.
Ia memberikan air putih sedikit demi sedikit kepada sang bayi. Sementara Arya langsung pergi ke sumur belakang rumahnya untuk membersihkan diri.
"Tak sedikitpun bayi itu menangis, kamu telah menemukan bayi ajaib ini di hutan?"
Arya menganggukkan kepalanya dan menengok keadaan sang bayi. Betapa teduh hati Arya menatap lekat sang bayi mungil tersebut.
"Ternyata mimpi ibu semalam tidak salah, ibu bermimpi mendapatkan buah kelapa yang sangat banyak tetapi ada satu buah kelapa bersinar dari kejauhan, ternyata ini arti mimpi ibu semalam."
Arya tak banyak berkata, ia langsung pergi ke mang Danu untuk menemui Mbok Siem dukun beranak di kampungnya. Arya melangkahkan kaki kekarnya menyusuri rumah penduduk dan akhirnya tiba di satu rumah bertembok bilik bambu dengan beberapa tulang kepala rusa terpajang di depan rumahnya.
"Ada apa nak Arya pagi-pagi sekali kesini?"
Arya menyampaikan maksud dan tujuannya kepada mang Danu. Dan ia meminta Mbok Siem-ibu mang Danu untuk melihat keadaan sang bayi.
"Duh kasian ya, bayi sekecil itu sudah di buang oleh orangtuanya," ujar mang Danu. Arya bergeming dan menantikan si Mbok yang masih bersiap-siap.Setelah berhasil menemui mbok sim, Arya berpamitan dengan mang Danu dan segera menuju ke rumahnya.
Sesampainya di rumah Arya, sang dukun beranak segera menemui sang bayi.
"Lastri, kamu sudah memandikan bayinya?" tanya mbok Sim
Ibu Arya mengangguk dan menceritakan apa yang ia lihat saat hendak memandikan sang bayi.
Mbok Sim terkejut mendengar hal tersebut. "Jangan ceritakan hal ini pada siapapun." MBok Siem memberikan isyarat pada Sulastri untuk merahasiakan keajaiban sang bayi. Lalu memeriksa keadaan bayi yang sedang tertidur di atas ayunan kain jarik.
Arya yang berada di luar rumah merasa sangat khawatir terjadi sesuatu yang tidak baik pada sang bayi. Dia gelisah mondar-mandir tak tenang. Arya tidak sabar mendengar penjelasan dari sang dukun sakti itu.
“Bagaimana keadaan bayi ini mbok?” Seru Arya menyerobot masuk ke kamar sang bayi yang sedang di periksa. “Tidak apa-apa.” Mbok Siem mengedipkan matanya pada Lastri untuk tidak menceritakannya pada Arya.
"Ibunda, kita namakan dia siapa?"
Ibunya tidak menjawab, ia berharap Arya mau melupakan bayi tersebut dan menyerahkannya kepada pak Kepala desa.
"Tidak Bu, izinkan Arya membesarkan dia Bu,"
Arya memohon restu pada ibunya untuk merawat dan membesarkan sang bayi. Lastri meninggalkan Arya sendiri di luar rumahnya. Dan ia masuk menemui dukun desa mbok Sim.
"Anakku tetap saja bersikukuh ingin merawat bayi ini mbok, bagaimana jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan? Aku tidak ingin terjadi sesuatu pada anak semata wayangnya.
Mbok Sim menarik nafas panjang. Lalu ia berkata, "Kita berdoa saja agar tidak terjadi sesuatu di kemudian hari."
Kemudian mbok Sim merapalkan sesuatu dan membisikkannya di telinga sang bayi. Sang bayi yang sedang tertidur pulas akhirnya tersenyum. Seolah mengerti dengan apa yang dikatakan sang dukun desa tersebut.
"Sudah nak, antar si mbok ke rumah lagi," ucap mbok Sim dan meminta Arya mengantarnya kembali.
Arya mengantar sang dukun desa yang sudah sampai ke depan pelataran rumahnya. Menurut kebanyakan rumah Mbok Siem ini sangat menyeramkan, bahkan sering ada yang melihat makhluk ghaib yang berkumpul di depan rumahnya. Tetapi tetap saja dia di percaya sebagai penolong ibu melahirkan di kampung Dukuh.
"Terimakasih mak, atas bantuannya Mbok Siem."
Mbok Sim akhirnya masuk dan memberikan sebuah kalung berisi jimat untuk diberikan pada sang bayi jika dia terbangun dan rewel.
"Arya, ingat jangan sekali-kali kamu membawanya ke dalam hutan."
Arya terdiam dan tidak paham dengan perkataan mbok Sim.
"Kenapa Mak?"
Mbok Sim tidak banyak bicara hanya memberikan penekanan atas perkataannya.
"Turuti saja perkataanku, sebelum dia berusia lima tahun dia harus berada di dalam rumah."
Arya tidak berani banyak bertanya kembali, ia meraih kalung jimat yang diberikan oleh Mbok Sim. Arya undur diri dan menuju ke hutan mengambil kayu bakar dan hasil hutan lainnya. Beberapa kayu kering dan ranting ia pungut dan ia ikat jadi satu. Juga beberapa buah dan singkong yang tumbuh liar di sekitaran semak belukar.
Sejak kecil ia pandai memanjat pepohonan, mengambil air ataupun mencari kayu bakar di hutan. Keahlian itu ia dapat sedari kecil. Sebelum ayahandanya pergi berkelana ke negeri seberang dan hingga saat ini tidak pernah ada kabar setelahnya.
"Sebaiknya aku segera pergi sebelum matahari meninggi,"batinnya.
Saat hendak mengambil tumpukan kayu bakar dan membawa hasil hutan ia melupakan jimat untuk sang bayi yang di berikan oleh Mbok Sim sebelumnya.
"Hey Arya, apakah kau melupakan sesuatu?" tanya seekor burung gagak yang sedari tadi memerhatikan gerak-gerik Arya.
"Tidak!"
Sang gagak terus saja mengikuti Arya dan bertanya banyak hal padanya. Arya memiliki kemampuan bisa berkomunikasi dengan hewan dan tumbuhan sejak kecil. Kelebihan tersebut turun temurun dari sang kakek.
" Sudahlah jangan ganggu aku, aku hendak pulang." Arya bergegas kembali ke rumahnya menjelang senja.
"Ya sudah, jangan menyesal jika terjadi sesuatu nanti malam,”jelas sang gagak. Seolah gagak mengetahui banyak hal. Arya tidak menghiraukan perkataan sang gagak tadi. Sesampainya di rumah ia langsung menaruh kayu bakar di pojok rumahnya.
"Arya.. Bayimu menangis sedari tadi, apakah mbok Sim memberikan sesuatu untuk kamu bawa ?"
Arya baru menyadari bahwa ia meninggalkan kalung jimat yang diberikan mbok Sim di dalam hutan.
“Astaga, aku melupakannya bu,” sesal Arya.
Arya segera kembali ke dalam hutan dan menuju ke tempat semula. “Aku tadi berada di sini, aku yakin sekali.”Arya memeriksa sekitar dan tidak menemukan apapun. “Kamu mencari ini?” Suara seorang nenek tua mengagetkan Arya. Mbah Rasih penjaga hutan yang terkenal gendeng alias sedikit gila. Konon dia dulunya adalah seorang pendekar wanita hebat. Dia telah memiliki seorang putri cantik hasil hubungannya dengan pendekar musuh perguruan ayahnya, namun karena tidak disetujui oleh ayahnya Mbah Rasih pergi mengembara dengan membawa sang bayi. Pada suatu ketika sang gadis kecil tumbuh menjadi wanita cantik dan bertemu pangeran dari kerajaan Budaya. Pihak kerajaan meminta putrinya untuk jadi bagian dari kerajaan. Akhirnya Mbah Rasih tinggal hidup di hutan seorang diri.“Kamu mencari jimat ini pemuda tampan?”ucap mbah Rasih.Arya menoleh dan menatap sang nenek tua yang bergelantungan di dahan pohon. “Dari mana mbah tahu?” Arya mencoba meraih kalung jimat dari tangan sang nenek gendeng itu.“Eits,
Pagi begitu mendung, hujan dalam hitungan menit akan segera turun. Sulastri sudah berada di pekarangan rumah Mbok Siem untuk mencari tahu akan kebenaran yang selama ini dia pertanyakan dalam hati.“Mbok Siem, mbok-” sahut Sulastri. Wajahnya dipenuhi pertanyaan yang tak henti-hentinya. Langkahnya gusar menemui sang dukun beranak sakti yang dipercaya oleh seluruh warga di kampungnya.“Aku tahu akan maksud kedatanganmu kemari Lastri!” Mbok siem masih setia mengunyah sepahan daun sirih gambir di mulutnya hingga berwarna merah seperti habis makan ayam hidup. “Dimana bayi itu? kenapa kau tinggalkan dia sendirian di rumah!”Mbok Siem tampak murka karena Lastri hanya datang sendiri.“A-Aku tinggalkan dia di rumah MBok.”Sesal Sulastri. “Lagipula dia kan bayi tidak akan kabur kemana-mana, aku hanya ingin tahu tentang-”Belum sempat dia meneruskan ucapannya Mbok Siem segera memotong ucapannya, ”Jangan menganggapnya bayi biasa, dia adalah bayi ajaib.”“Bayi ajaib?apa maksud mbok Siem?”tanya Sulas
“Rangga-” teriak Sulastri mencari-cari keberadaan cucunya tersebut. “Pasti dia berulah lagi,” tebak ibu Arya tersebut.“Di mana kamu bayi ajaib?”Setelah selama satu jam mencari-cari akhirnya dia menyerah, Sulastri merebahkan badannya di bale luar.“Aku di sini nek, ayo kejar aku.”Sang bayi ajaib berjalan layaknya orang dewasa dan perlahan dia mengerjai sang nenek dengan tingkah polahnya yang lucu. “Sudah Rangga, nenek capek, lebih baik kamu makan bubur beras lagi ya nanti nenek buatkan.”Sang bayi ajaib mengangguk dan bersiap untuk makan yang kedua kalinya. Walaupun badannya masih kecil tetapi Rangga bisa menghabiskan makanan hingga berkali-kali.Seminggu berlalu Rangga tumbuh seperti balita berusia 3 tahun. Sulastri sudah tidak heran karena dari awal memang Rangga adalah anak spesial dari sang Dewa. Dia kini sudah akrab dengan si kecil dan menerima Rangga seperti cucu kandungnya sendiri.Sementara di kampung Padalang, Arya sedang sibuk melayani pembeli di pasar. Dia memang pemuda y
“Apa nek?” tanya Arya sambil membuka kedua telinganya siap menerima informasi penting. Sang nenek merubah posisinya dari berbaring ke posisi duduk dengan perlahan. Arya mencoba membantu namun sang nenek menolak. “Sebenarnya ini ada hubungannya dengan anak angkatmu Arya.” Sang nenek mulai bercerita. Arya yang memang sedang mencari tahu lebih jauh tentang anaknya yang tumbuh lebih cepat dari bayi seusianya semakin penasaran di buatnya.“Dulu aku pernah mengatakan bahwa anak bayimu bukanlah bayi biasa, sepertinya perkiraanku benar, bayimu sedang menjadi incaran para pendekar dari aliran hitam.”Nenek gendeng mencoba mengingat-ingat kejadian yang menimpanya satu minggu yang lalu.“Seminggu lalu pendekar hitam Halimun datang kemari, dia menganggap bayi yang di tunggu-tunggu lahir di tahun Emas masih ada di hutan ini, dia mengira bahwa aku menyembunyikan bayi ajaib itu.”Arya masih bergeming, telinganya masih ia pasang dengan baik untuk mendengarkan apa yang sebenarnya terjadi.“Kamu masih
Beberapa langkah ia menuju perguruan Gombang yang hendak ia tuju. Ia berjumpa dengan hewan yang tak biasa. Kepalanya berbentuk monyet namun dia berjalan layaknya serigala. Hewan itu berekor tiga. Arya terkejut melihat binatang aneh tersebut. Dia mundur beberapa langkah dari posisinya semula. Tampak hewan tersebut mendekatinya dan mencium bau manusia. "Siapa kamu?"Hewan itu bisa berbicara bahasa manusia, Arya yang berbalik dari hewan tadi terkejut mendengar dia bisa bicara. "Aku Arya, aku hendak masuk ke perguruan Gombang untuk mencari sesuatu."Arya menyampaikan maksudnya berharap sosok hewan aneh tadi akan mengizinkannya masuk. "Tidak bisa, orang asing tidak bisa sembarangan masuk ke area padepokan Ki Aji Sakti."Hewan itu kemudian menatap tajam Arya, lalu berusaha mendorongnya jauh dari tempatnya berdiri.Dengan dorongan yang begitu pelan saja, Arya terpental hingga beberapa meter dari tempatnya berdiri tadi."Tolong izinkan saya untuk bertemu Ki Aji Sakti, ku mohon. Ini menyan
Arya tak kuasa menahan amarahnya setelah berkali-kali mendapat serangan dari si ekor tiga. Dia tidak mampu menguasai dirinya yang masih terbalut emosi. Tiba-tiba seorang lelaki tua menghampiri mereka yang sedang berduel dan menghempaskan angin ke arah keduanya."Maafkan kami guru, telah membuat keributan di wilayah ini."Si Ekor Tiga seketika berubah menjadi lelaki kekar nan tampan menundukkan kepalanya di depan sang lelaki tua. "Apakah gerangan yang membawamu datang ke tempatku anak muda?" ucap lelaki berjanggut putih tersebut."Saya Arya guru, apakah benar anda adalah ki aji sakti pemilik padepokan ini?" tanya Arya balik.Lelaki itu tidak banyak berkata apa-apa. Dia hanya mengangguk pelan sambil memperhatikan gerak-gerik Arya. "Sepertinya kamu datang dari jauh?" jawab ki Aji Sakti."Betul guru, perkenankan saya mencari tahu lebih jauh mengenai pesan dari seseorang mengenai keberadaan daun sakti 'tunjuk langit'."Ki Aji sakti seketika terdiam mendengar daun langka yang hanya beberapa
Arya tetap menyasar setiap tempat dan memasang tatapan penuh pada setiap apa yang ia temukan di dalam hutan. Dia tidak ingin menyakiti sedikitpun penduduk hutan dan membuat masalah di tempat yang terkenal angker itu. Arya memerhatikan setiap bentuk daun yang baru ia temui di hutan tersebut. Namun belum juga ia temui ciri-ciri yang sesuai dengan apa yang ia cari dalam misi kali ini. "Dimana si ekor tiga?" ucapnya dengan lirih. Arya yang mulai merasakan lapar kemudian menghentikan langkahnya dan berteduh di sebuah pohon besar. "Aku makan lebih dulu kalau begitu, aku kehilangan jejaknya," batin Arya. Dia merasa ragu untuk membuka bekal sendirian dan meninggalkan ekor tiga. Namun ia tidak memiliki pilihan lain. Dia merasa sangat lapar. Tanpa dia sadar, sosok yang mengikutinya sedari awal perjalanan masih terus mengawasinya. Dia adalah sosok halus tak kasat mata yang tidak mampu di tangkap oleh mata manusia biasa. Hanya mereka yang memiliki ilmu tinggi dan siluman saja yang mampu merasak
Arya berlari mencari bayangan sang gadis cantik yang membuatnya terpesona. Arya yakin sekali jika dia benar-benar menlihat sosok wanita di hadapannya. Namun dalam sekejap bayangan itu hilang dan Arya berada di sebuah tempat yang gelap, sehingga dia sendiri tidak mampu melihat sekitarnya."Ada apa ini?" Arya bersiap jika sewaktu-waktu ada bahaya yang datang. Arya dia menyadari jika dirinya sedang berada di dunia lain. Larangan sang guru tidak dia ingat-ingat lagi. Dan akhirnya dia terjerumus di dalam buaian sang ratu penunggu hutan terlarang. "Arya, apakah itu namamu?" tanya suara tanpa raga itu. Arya tidak menjawab dalam beberapa saat. Dia tetap bersiaga jika memang ternyata itu adalah tanda bahaya baginya. Arya mencoba menyusuri langkah kakinya dengan hati-hati. Dia tidak mau jika sampai membuat kesalahan. "Mengapa kamu tidak menjawab pertanyaanku?" sambung suara wanita tadi. "Aku bukan penghuni hutan ini, jadi biarkanlah aku pergi dan kembali ke duniaku," ucap Arya yang tersadar j