“Rangga-” teriak Sulastri mencari-cari keberadaan cucunya tersebut. “Pasti dia berulah lagi,” tebak ibu Arya tersebut.
“Di mana kamu bayi ajaib?”
Setelah selama satu jam mencari-cari akhirnya dia menyerah, Sulastri merebahkan badannya di bale luar.
“Aku di sini nek, ayo kejar aku.”
Sang bayi ajaib berjalan layaknya orang dewasa dan perlahan dia mengerjai sang nenek dengan tingkah polahnya yang lucu. “Sudah Rangga, nenek capek, lebih baik kamu makan bubur beras lagi ya nanti nenek buatkan.”
Sang bayi ajaib mengangguk dan bersiap untuk makan yang kedua kalinya. Walaupun badannya masih kecil tetapi Rangga bisa menghabiskan makanan hingga berkali-kali.
Seminggu berlalu Rangga tumbuh seperti balita berusia 3 tahun. Sulastri sudah tidak heran karena dari awal memang Rangga adalah anak spesial dari sang Dewa. Dia kini sudah akrab dengan si kecil dan menerima Rangga seperti cucu kandungnya sendiri.
Sementara di kampung Padalang, Arya sedang sibuk melayani pembeli di pasar. Dia memang pemuda yang sangat ramah, hingga tidak heran dari sekian banyak pendatang yang berdagang di pasar tersebut, hanya dagangan Arya yang paling laris.
Setelah buah-buahan laris di beberapa hari sebelumnya kini tinggal jagung dan singkong yang tersisa. Kebanyakan pembeli adalah gadis desa yang sengaja datang untuk sekedar mengobrol dengan Arya sosok lelaki tampan nan gagah dan berbudi baik. “Silahkan jagungnya nona.” Senyum khas yang di sunggingkan dari wajahnya menjadi daya tarik bagi setiap pembeli dan ada di sana.
Iring-iringan kerajaan melewati pasar Padalang. Sekilas Arya melihat putri cantik yang berada di atas kuda dan di kawal oleh beberapa prajurit penjaga khusus. Pandangan mata Arya tak beralih dari sosok wanita cantik sang putri kerajaan. “Siapakah gerangan gadis cantik itu?” lirihnya dalam hati.
Beberapa prajurit di perintahkan oleh sang putri untuk membeli perbekalan selama di perjalanan. Sang Putri akhirnya turun langsung ke pasar di temani dayang dan beberapa prajurit.
Di waktu bersamaan, ada beberapa pekerja kerajaan yang menagih uang pajak pada para pedagang yang berjualan di pasar. Pemuda dari kampung lain harus membayar pajak lebih besar dari penduduk pribumi. “Tidak bisa begitu, saya di sini kan hanya berdagang,” ucap seorang pemuda teman dari Arya.
“Oh, jadi kamu menolak membayar pajak?” tegas sang penagih.
Sebuah pedang dikeluarkan dari tempatnya.
“Sabar-sabar kisanak, kita bisa selesaikan dengan kepala dingin,” ucap Arya seraya menurunkan pedang yang diacungkan oleh sang penagih.
Sang putri yang menyaksikan hal tersebut merasa sangat tertarik dengan sikap Arya yang bijak. Nampaknya sang puteri pun merasa jatuh hati pada pemuda yang belum ia kenal tersebut. Ketegangan antara pedagang dan penagih pajak akhirnya bisa diselesaikan dengan jalan damai.
***
Dua minggu berlalu begitu cepat, Arya dan rombongan akhirnya kembali ke kampung Dukuh untuk menikmati hasil penjualan dagangan mereka selama berkelana. Arya sudah tidak sabar untuk bertemu dengan anaknya Rangga juga dengan ibundanya.
“Kamu pasti senang bapa bawakan anak kambing ini.” Arya menukar sebagian sisa dagangannya dan beberapa koin perak dengan anak kambing. Di sepanjang perjalanan Arya tak henti-hentinya memikirkan sang putri cantik yang ia temui di desa Padalang. Arya tidak punya nyali untuk sekedar mengetahui nama sang puteri. Dia berharap akan bertemu kembali dengan wanita cantik berambut hitam pekat itu.
“Arya, kamu kenapa melamun?” tanya kawannya di dokar sewaan yang membawanya pulang ke kampung Duku. Arya hanya tersenyum dan kembali masuk ke pembicaraan bersama kawan-kawan yang lain.
Sore menjelang, matahari pun telah tenggelam di peraduannya. Arya dan rombongan lain pulang ke rumah masing-masing dengan hati bahagia. Arya sudah tidak sabar untuk menemui anak dan ibundanya.
“Rangga-” Arya memasuki rumahnya tetapi sepi seolah tak berpenghuni.
“Kemana ibu dan Rangga?” lirihnya dalam hati. Arya mengambil kendi dan meneguk air di dalamnya. Karena sangat lelah akhirnya Arya tertidur pulas di bale depan rumahnya.
“Ayahanda-”
Suara mungil seorang anak kecil memanggil-manggilnya dan Arya terbangun dari tidur lelapnya. “Rangga?” Arya melotot keheranan karena Rangga tubuh begitu cepat. “Bu, apakah ini benar-benar Rangga?”
Sulastri terdiam dan kemudian mengangguk, dia sudah menebak pasti Arya akan terkejut melihat Rangga. “Ini anakmu yang kau temukan tempo hari di hutan.”
Arya mengingat-ingat perjalanannya selama berdagang ke kampung tetangga. “Aku hanya pergi kurang dari sebulan bu, kenapa Rangga sudah sebesar ini?” Arya masih terheran
dengan apa yang ia lihat.
Sulastri hanya tersenyum tipis, kemudian dia berkata,” aku sudah bilang kepadamu berkali-kali Rangga ini bukan bayi biasa, dia ini bayi ajaib Nak.”
Arya terdiam mencoba mengingat berbagai kejadian yang diceritakan ibunya sebelum dia berkelana. “Maafkan aku bu, tidak mempercayai ibu saat itu.” Rangga kemudian pergi keluar dan bermain-main dengan anak kambing yang Arya bawakan.
“Arya, menurut penerawangan Mbok Siem, anak ini harus selalu dalam pengawasannya.”
Arya terhenyak, dia tidak mengerti dengan ucapan sang ibunda. “Jadi ibu baru saja pulang dari rumah mbok Siem?” tebak Arya. Ibunya mengiyakan. Arya tidak mengerti dengan semua yang ia saksikan sekarang, dia tidak menyangka bahwa Rangga bukanlah anak yang biasa seperti anak pada umumnya. Kini ia bertanya-tanya anak siapa sebenarnya bayi Rangga ini? Apakah betul dia terlahir dari jelmaan dewa?
Berbagai pertanyaan berkecamuk di pikiran Arya. Sampai waktu yang sangat larut Arya masih terjaga dan merasa ingin tahu jawaban dari semua pertanyaannya ini.
“Hey Arya, kamu sudah pulang,” tanya sang gagak hitam sahabat Arya di hutan.
“Untuk apa kamu kemari?” Arya balik bertanya pada sang gagak betina tersebut.
Gagak memberitahukan bahwa si nenek gendeng sedang sakit di dalam hutan. Arya di harapkan bisa menolong sang nenek tersebut, karena gagak tidak tega melihat nenek gendeng kesakitan sendiri di dalam gubuknya.
“Baiklah aku kesana esok.”
Gagak hitam akhirnya terbang di antara kegelapan malam, berselimut kabut tebal yang turun. Membawa hawa dingin hingga menusuk ke tulang.
“Tidak biasanya kabut turun di waktu malam?” Arya bertanya sendiri dalam hati.
***
Keesokan harinya Arya mencari kayu bakar ke dalam hutan. Seperti biasa dia membawa peralatan memburu binatang dan peralatan perkayuan untuk memotong dahan yang besar.
“Sepertinya aku harus mampir ke gubuk nenek gendeng,” ujar sang pemuda tampan itu meskipun sebenarnya dia malas sekali berhubungan dengan sang nenek gendeng yang cerewet melebihi ibunya sendiri.
“Sampurasun.”
Tidak ada jawaban dari dalam gubuk tua milik sang Nenek tersebut. Arya berinisiatif untuk masuk dan memeriksa sendiri keadaan sang nenek.
“Hey pemuda tampan, kamu sudah lama sekali tidak ke hutan? Apakah kau merindukanku sekarang?” ucap sang nenek dengan penuh percaya diri.
“Hmm,” Arya pura-pura tersedak dan mengalihkan pembicaraan kepada hal lain. Sang nenek tua itu memang senang menggoda pemuda gagah seperti Arya, dari sekian pemuda yang ia goda, hanya Arya yang masih bersikap sopan terhadapnya.
“Nenek butuh apa biar saya carikan di hutan” tanya Arya.
“Obat yang saya cari tidak ada di hutan ini, tetapi ada di hutan terlarang di seberang sana.”
Arya tertunduk seperti memikirkan sesuatu. “Tidak apa-apa kau tidak perlu repot-repot pergi kesana, biarkan aku mati disini sendirian, ini memang sudah takdirku.”
Arya merasa tidak tega melihat keadaan sang nenek tua yang terlihat sangat lemah. “Apa sebenarnya yang terjadi?” tanya Arya penasaran. Arya merasa tidak yakin bahwa si nenek gendeng sakit yang biasa saja. Pasti ada sesuatu yang membuat Nek Rasih terluka dalam.
“Aku ingin menceritakan apa yang terjadi, tapi kamu harus percaya akan cerita ini.”
“Apa nek?” tanya Arya sambil membuka kedua telinganya siap menerima informasi penting. Sang nenek merubah posisinya dari berbaring ke posisi duduk dengan perlahan. Arya mencoba membantu namun sang nenek menolak. “Sebenarnya ini ada hubungannya dengan anak angkatmu Arya.” Sang nenek mulai bercerita. Arya yang memang sedang mencari tahu lebih jauh tentang anaknya yang tumbuh lebih cepat dari bayi seusianya semakin penasaran di buatnya.“Dulu aku pernah mengatakan bahwa anak bayimu bukanlah bayi biasa, sepertinya perkiraanku benar, bayimu sedang menjadi incaran para pendekar dari aliran hitam.”Nenek gendeng mencoba mengingat-ingat kejadian yang menimpanya satu minggu yang lalu.“Seminggu lalu pendekar hitam Halimun datang kemari, dia menganggap bayi yang di tunggu-tunggu lahir di tahun Emas masih ada di hutan ini, dia mengira bahwa aku menyembunyikan bayi ajaib itu.”Arya masih bergeming, telinganya masih ia pasang dengan baik untuk mendengarkan apa yang sebenarnya terjadi.“Kamu masih
Beberapa langkah ia menuju perguruan Gombang yang hendak ia tuju. Ia berjumpa dengan hewan yang tak biasa. Kepalanya berbentuk monyet namun dia berjalan layaknya serigala. Hewan itu berekor tiga. Arya terkejut melihat binatang aneh tersebut. Dia mundur beberapa langkah dari posisinya semula. Tampak hewan tersebut mendekatinya dan mencium bau manusia. "Siapa kamu?"Hewan itu bisa berbicara bahasa manusia, Arya yang berbalik dari hewan tadi terkejut mendengar dia bisa bicara. "Aku Arya, aku hendak masuk ke perguruan Gombang untuk mencari sesuatu."Arya menyampaikan maksudnya berharap sosok hewan aneh tadi akan mengizinkannya masuk. "Tidak bisa, orang asing tidak bisa sembarangan masuk ke area padepokan Ki Aji Sakti."Hewan itu kemudian menatap tajam Arya, lalu berusaha mendorongnya jauh dari tempatnya berdiri.Dengan dorongan yang begitu pelan saja, Arya terpental hingga beberapa meter dari tempatnya berdiri tadi."Tolong izinkan saya untuk bertemu Ki Aji Sakti, ku mohon. Ini menyan
Arya tak kuasa menahan amarahnya setelah berkali-kali mendapat serangan dari si ekor tiga. Dia tidak mampu menguasai dirinya yang masih terbalut emosi. Tiba-tiba seorang lelaki tua menghampiri mereka yang sedang berduel dan menghempaskan angin ke arah keduanya."Maafkan kami guru, telah membuat keributan di wilayah ini."Si Ekor Tiga seketika berubah menjadi lelaki kekar nan tampan menundukkan kepalanya di depan sang lelaki tua. "Apakah gerangan yang membawamu datang ke tempatku anak muda?" ucap lelaki berjanggut putih tersebut."Saya Arya guru, apakah benar anda adalah ki aji sakti pemilik padepokan ini?" tanya Arya balik.Lelaki itu tidak banyak berkata apa-apa. Dia hanya mengangguk pelan sambil memperhatikan gerak-gerik Arya. "Sepertinya kamu datang dari jauh?" jawab ki Aji Sakti."Betul guru, perkenankan saya mencari tahu lebih jauh mengenai pesan dari seseorang mengenai keberadaan daun sakti 'tunjuk langit'."Ki Aji sakti seketika terdiam mendengar daun langka yang hanya beberapa
Arya tetap menyasar setiap tempat dan memasang tatapan penuh pada setiap apa yang ia temukan di dalam hutan. Dia tidak ingin menyakiti sedikitpun penduduk hutan dan membuat masalah di tempat yang terkenal angker itu. Arya memerhatikan setiap bentuk daun yang baru ia temui di hutan tersebut. Namun belum juga ia temui ciri-ciri yang sesuai dengan apa yang ia cari dalam misi kali ini. "Dimana si ekor tiga?" ucapnya dengan lirih. Arya yang mulai merasakan lapar kemudian menghentikan langkahnya dan berteduh di sebuah pohon besar. "Aku makan lebih dulu kalau begitu, aku kehilangan jejaknya," batin Arya. Dia merasa ragu untuk membuka bekal sendirian dan meninggalkan ekor tiga. Namun ia tidak memiliki pilihan lain. Dia merasa sangat lapar. Tanpa dia sadar, sosok yang mengikutinya sedari awal perjalanan masih terus mengawasinya. Dia adalah sosok halus tak kasat mata yang tidak mampu di tangkap oleh mata manusia biasa. Hanya mereka yang memiliki ilmu tinggi dan siluman saja yang mampu merasak
Arya berlari mencari bayangan sang gadis cantik yang membuatnya terpesona. Arya yakin sekali jika dia benar-benar menlihat sosok wanita di hadapannya. Namun dalam sekejap bayangan itu hilang dan Arya berada di sebuah tempat yang gelap, sehingga dia sendiri tidak mampu melihat sekitarnya."Ada apa ini?" Arya bersiap jika sewaktu-waktu ada bahaya yang datang. Arya dia menyadari jika dirinya sedang berada di dunia lain. Larangan sang guru tidak dia ingat-ingat lagi. Dan akhirnya dia terjerumus di dalam buaian sang ratu penunggu hutan terlarang. "Arya, apakah itu namamu?" tanya suara tanpa raga itu. Arya tidak menjawab dalam beberapa saat. Dia tetap bersiaga jika memang ternyata itu adalah tanda bahaya baginya. Arya mencoba menyusuri langkah kakinya dengan hati-hati. Dia tidak mau jika sampai membuat kesalahan. "Mengapa kamu tidak menjawab pertanyaanku?" sambung suara wanita tadi. "Aku bukan penghuni hutan ini, jadi biarkanlah aku pergi dan kembali ke duniaku," ucap Arya yang tersadar j
Arya teringat cerita ibunya tentang para siluman di dalam hutan. Dia teringat saat kecil ibunya sering menceritakan beberapa dongeng tentang kehidupan gaib di dalam hiutan. Seiring berjalannya waktu dia benar-benar mengalami berjumpa dengan para makhluk halus di dalam hutan. Tidak seperti dongeng, namun terasa begitu nyata. Kini, dalam gelapnya hutan terlarang dia sendirian menghadapi makhluk hutan yang sedang mencoba merayunya. Dia tidak tahu apakah maksud dari si 'penggoda' itu berniat baik atau justru akan mencelakainya. Dia tetap dalam posisi petapaannya. Dia fokus terhadap dirinya dan mawas diri jika ada bahaya mengancam."Arya-"Sekilas suara itu mirip dengan si Ekor tiga. Namun dia tidak mau gegabah menghadapinya. Mungkin itu jebakan si wanita penjaga hutan terlarang tadi. Arya tidak goyah untuk tetap bertapa dalam keheningan. Si wanita itupun merasa semakin tertarik untuk mendekati Arya yang bersungguh-sungguh melepaskan jeratan dirinya.Dalam sekejap Arya tertidur karena tid
Arya memikirkan sesuatu agar bisa terlepas dari jeratan siluman hutan itu. Arya mencoba melancarkan sebuah tipu muslihat agar siluman itu percaya padanya. Arya berpura-pura setuju dengan perjanjian tersebut dan meminta agar Ratu hutan segera melepaskannya. Dia tahu jika dia pasti akan kalah jika mengalahkan ratu hutan sendirian. Setidaknya jika dia meminta bantuan ekor tiga yang sakti mandraguna ia bisa berhasil keluar dari hutan setelah mendapatkan daun ajaib yang sedang ia cari-cari."Baiklah, aku akan mengikuti apa yang kamu mau. Tetapi aku mau kamu tunjukkan dulu daun itu dan biarkan aku memberikannya kepada ekor tiga. Setelah itu aku akan tinggal disini bersamamu," ucap Arya dengan berhati-hati.Beberapa lama mereka hening tanpa suara. Akhrinya sang Ratu hutan menyetujui hal tersebut. Dia menunjukkan keberadaan daun ajaib itu dan Arya mengambil secukupnya. "Terima kasih," ucap Arya pada siluman tersebut. Arya keluar dari hutan dan akhirnya bertemu dengan ekor tiga. "Kemana saja
Di sepanjang perjalanannya kembali ke desanya untuk memberikan daun sakti itu kepada nek Rasih, Arya bertemu seorang wanita cantik yang sedang tertidur pulas di bawah pohon beringin besar. Dia adalah wanita yang tempo hari ia temui di perjalanan menuju ke padepokan. "Ini.."Dia yakin sekali jika wanita itu mirip sekali dengan anak perempuan yang mengantarnya ke perguruan gembong. "Kenapa dia tertidur di sini?" ucap Arya seraya mendekati wanita cantik berkulit putih bersih itu.Wajahnya yang sangat meneduhkan membuat Arya jatuh hati tanpa sengaja pada wanita di hadapannya."Hey, bangun.. kenapa kamu tidur di sini?" tanya Arya penasaran dengan keberadaan wanita itu di tengah hutan sendirian."Nona, permisi... Apa kau mendengarku?" tanya Arya sekali lagi.Wanita itu tidak bergerak sama sekali, namun Arya yakin sekali jika dia masih bernapas. "Dia tidak mati kan?" tanya Arya pada dirinya sendiri."Saat hendak menyentuh pergelangan tangannya untuk memeriksa keadaannya dia tiba-tiba saja t